JAWABAN PERTANYAAN
1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan kromatografi kertas?
Jawab:
Kelebihan:
a. Harganya lebih murah jika dibandingkan dengan KLT
b. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang
sangat sederhana
c. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera
diidentifikasikan
Kekurangan
a. Tidak bisa melakukan analisis kuantitatif pada komponen-komponen sampel, hanya
terbatas pada analisis kualitatif saja.
b. Waktunya lebih lama dari pada adsorben lain, tapi lebih singkat dari pada KLT
2. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisis kuantitatif?
Jawab:
Metode kromatografi kertas dapat digunakan baik untuk melakukan analisis yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Analisis Kuantitatif dilakukan berdasarkan perbandingan Rf
dari zat sampel dengan harga Rf zat standar. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan
dengan mengidentifikasi komponen asam amino dari sampel terhadap suatu larutan asam
amino yang telah diketahui sebelumnya berdasarkan nilai Rf.
Jawab:
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu (Day, R.A dan Underwood, A.L, 2002):
Endapan Filtrat
Endapan Filtrat
Untai DNA
PENGARUH PH DAN KONSENTRASI ENZIM TERHADAP
AKTIVITAS ENZIM
5 mL air liur
b. Persiapan tabung B
1 mL larutan pati
Nilai absorbansi
c. Persiapan tabung U
1 mL larutan pati
dalam berbagai pH
Nilai absorbansi
2. Pengaruh konsentrasi enzim terhadao aktivitas enzim
Pengenceran Enzim
Pengenceran 10x Pengenceran 20x
1 mL air liur 1 mL larutan enzim 10x pengenceran
Pengenceran 50x
Persiapan tabung B
1 mL larutan pati
Nilai absorbansi
Persiapan tabung U
1 mL larutan pati
Nilai absorbansi
Pada tabung uji di siapkan 5 buah tabung reaksi yang berbeda. pada tiap tabung
diberi tanda pH 1, pH 3, pH 5, pH 7, pH 9. Pemberian label ini sebagai penanda yang
berarti pada tabung pH 1 nantinya akan ditambah larutan pati pH 1 begitu juga dengan yang
lainnya.
Langkah pertama yaitu 1 mL larutan pati 0,4 mg/mL dimasukkan kedalam 5 tabung
reaksi yang berbeda. Setelah itu didiamkan selama 2 menit agar larutan pati terdegradasi
secara sempurna. Selain itu agar suhu pada amilum mendekati suhu optimum kerja enzim.
Karena ketika kondisi masih dingin enzim akan mengalami diaktivasi sementara. Langkah
selanjutnya, kemudian ditambahkan dengan larutan pati berbagai pH (pH 1, pH 3, pH 5, pH
7, pH 9). Dikocok larutaan tersebut hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan 2 tetes
iodium. Penambahan iodium berfungsi sebagai indikator adanya amilum, karena I2 akan
membentuk kompleks dengan amilum dan menghasilkan larutan berwarna biru. Sehingga
dapat dikatakan pada pH ini enzim amilase tidak bekerja optimum dalam menghirdrolis
larutan pati karena struktur dari enzim amilase telah berubah sehingga tidak dapat
mengolah substrat dengan baik. Hasilnya :
Tabung pati pH 1 : larutan tak berwarna
Tabung pati pH 3 : larutan tak berwarna
Tabung pati pH 5 : larutan tak berwarna
Tabung pati pH 7 : larutan tak berwarna
Tabung pati pH 9 : larutan tak berwarna
Lalu ditambahkan 6 mL aquades, dimana aquades ini berfungsi untuk agar larutan
tidak terlalu pekat dan dapat diukur aborbansinya pada Spektrofotometer UV - Vis, karena
pada Spektrofotometer UV - Vis jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca
absorbansi pada larutan. Berikut warna setelah ditambahkan 6 ml aquades
Dari berbagai tabung 1-5, Pada pH 1 dan 3 larutan berwarna biru semakin memudar
dikarenakan semakin mendekati pH optimum kerja enzim semakin cepat menghidrolisis
amilum menjadi maltosa. Pada pH yang optimum menyebabkan aktivitas maksimal dari
kerja enzim dibuktikan setelah di uji dengan iodium larutan tak berwarna yang menandakan
tidak adanya kandungan amilum karena telah diubah seluruhnya menjadi maltosa. Pada pH
9 aktivitas enzim turun lagi, sehingga warna biru semakin pekat menandakan amilum
hanya sedikit terhidrolisis menjadi maltosa. Pada suasana asam atau basa, aktivitas enzim
akan menurun yang disebabkan oleh rusaknya sisi aktif enzim pengaruh ion H + atau OH-
dari senyawa asam dan basa. Ion-ion ini yang mempengaruhi gugus alkil dari asam amino
penyusun enzim. Seperti yang diketahui, asam amino tersusun atas gugus amino, gugus
alkil, gugus karboksil dan atom H. Berdasarkan gugus alkilnya (R) asam amino
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis dan salah satunya yaitu asam dan basa. Maka ketika
asam atau basa ditambahkan pada larutan yang mengandung asam amino maka gugus alkil
(R) asam amino yang bersifat asam-basa akan meberikatan dengan H – OH dari asam basa
yang ditambahkan. Tentu saja gugus alkil (R) asam amino yang bersifat asam akan
berikatan dengan OH- yang diperoleh dari basa yang ditambahkan, begitu pula dengan
ketika bagian alkil asam amino yang bersifat basa bertemu dengan H + dari asam yang
ditambahkan. ikatan yang dibentuk inilah yang merubah sisi aktif dari enzim sehingga
frekuensi tumbukan partikel berkurang yang menyebabkan laju reaksi enzim lemah atau
rendah.
Hasil absorbansi dari kelima tabung setelah dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 680 nm tersebut adalah sebagai berikut :
Pada pH : 0,088
Pada pH 3 : 0,064
Pada pH 5 : 0,010
Pada pH 7 : 0,008
Pada pH 9 : 0,011
Apabila hasil absorbansi tersebut di buat grafik sebagai berikut :
Absorbansi
0.05
0
0 2 4 6
-0.05
pH
Grafik pH vs Absorbansi
Pada grafik pH vs Enzim ini dapat di lihat bahwa nilai absorbansi pada pH 1 adalah
yang paling besar. Kemudian nilai absorbansi turun di pH 3, Ph 5, pH 7. dan naik lagi di pH
9.
0.15
0.1
ΔA
y = 0.021x + 0.0198
0.05 R² = 0.7913
0
0 2 4 6
pH
Grafik pH vs ΔA
Langkah dari percobaan ini adalah melakukan pengenceran sebanyak 10x, 20x, 30x,
40x, 50x. Setelah selesai di siapkan tabung B dan tabung U.
Persiapan tabung B
Langkah awal membuat larutan blanko adalah 1 mL larutan pati pH optimum
dimasukkan kedalam tabung reaksi. Larutan pati tersebut didiamkan selama 2 menit.
Larutan pati tersebut didiamkan pada suhu kamar selama 2 menit karena posisi saat itu,
larutan pati baru dikeluarkan dari kulkas dan juga karena agar suhu pada amilum mendekati
suhu optimum kerja enzim. Karena ketika kondisi masih dingin enzim akan mengalami
diaktivasi sementara. Selain itu juga bertujuan agar larutan pati terdegradasi secara
sempurna. Langkah selanjutnya yaitu menambahkan 0,5 mL aquades (larutan tak
berwarna) dan kemudian didiamkan dalam waterbath dengan suhu 70 0C selama 5 menit.
Diangkat rak tabung dari waterbath kemudian ditambahkan 2 tetes iodium (larutan
berwarna kuning) dan berubah menjadi larutan berwarna biru. Penambahan
iodium berfungsi sebagai indikator untuk menentukan adanya amilum. Kemudian
ditambahkan 6 mL aquades larutan berubah menjadi berwarna biru. Penambahan akuades
ini berfungsi agar larutan tidak terlalu pekat dan dapat diukur aborbansinya pada
Spektrofotometer UV - Vis, karena pada Spektrofotometer UV - Vis jika larutan terlalu
pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan. Pengukuran dengan
spektrometer UV pada λ= 680 nm didapatkan nilai absorbansi blanko sebesar 0,098.
Persiapan tabung U
Pembuatan larutan uji pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap
aktivitas enzim yaitu dengan cara mengambil masing-masing 1 mL larutan pati 4 mg/mL
pada 5 tabung reaksi, dalam percobaan ini pati (amilum) berperan sebagai substratnya.
Larutan pati tersebut didiamkan selama 2 menit bertujuan agar pati terdegradasi secara
sempurna atau bertujuan untuk memberikan waktu untuk enzim bereaksi. Kemudian
ditambahkan dengan larutan enzim dengan yang sudah diencerkan dengan berbagai
konsentrasi dan didiamkan selama 3 menit. Dimana pada keadaan ini akan terjadi hidrolisis
parsial. Larutan pati merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase
pada saliva sehingga menjadi glukosa. Larutan air liur yang telah diencerkan menjadi 10x,
20x, 30x, 40x dan 50x. Setelah didiamkan 3 menit, semua tabung reaksi dipanaskan dalam
pengangas pada suhu 70oC. Pemanasan dilakukan supaya enzim amylase yang ada pada
larutan tadi terdenaturasi atau bahakan bisa hancur agar tidak semua amilum yang ada
terpecah menjadi glukosa. Kemudian larutan diambil dari pengangas dan didinginkan
sebentar. Setelah itu ditambah 2 tetes iodium sebagai indikator adanya amilum pada larutan
tersebut. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 6 mL. setelah dilakukan penambahan
akuades, jika amilum masih ada maka larutan akan berubah menjadi warna biru. Dan
berdasarkan percobaan kami, setelah dilakukan penambahan I 2 dan akuades warna yang
dihasilkan rata-rata adalah biru.
Dari warna larutan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsertrasi
maka semakin banyak amilum yang terpecah menjadi glukosa, terbukti dengan warna yang
semakin pudar (jernih).
Berikut ini adalah data absorbansi pada masing-masing pengenceran :
Pada pengenceran 10x : 0,004
Pada pengenceran 20x : 0,009
Pada pengenceran 30x : 0,109
Pada pengenceran 40x : 0,115
Pada pengenceran 50x : 0,125
Sesuai dengan data yang di peroleh aktivitas enzim terbesar terjadi pada
pengenceran 50x. .
0.14
0.12
0.1
Absorbansi
0.08
0.06 y = 0.0033x - 0.0322
R² = 0.6544
0.04
0.02
0
0 10 20 30 40 50 60
Pengenceran (kali)
Grafik Pengenceran vs Absorbansi
0.12
0.1
0.08 y = -0.0033x + 0.1302
0.06 R² = 0.6544
0.04
ΔA
0.02
0
-0.02 0 10 20 30 40 50 60
-0.04
-0.06
Pengenceran (kali)
Grafik Pengenceran vs ΔA
Pada grafik Konsentrasi VS ∆ A diperoleh y = -0,003x-0,0302
dengan regresi sebesar R² = 0,654. ∆ A diperoleh dari absorbansi blanko di kurangi dengan
absorbansi masing-masing tabung. Dari kedua kurva tersebut dapat dinyatakan bahwa
nilai absorbansi dengan ∆ A berbanding terbalik.
II. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa:
1. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH, sehingga semakin tinggi pH maka aktivitas enzim
semakin tinggi
2. Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, diperoleh pH optimum sebesar 7
3. Semakin besar konsentrasi enzim maka mempengaruhi kecepatan aktivitas reaksi
enzimatik yang semakin meningkat
Percobaan uji kuantitatif lipida bertujuan untuk menentukan angka peroksida dan asam
lemak bebas pada minyak bekas pakai yang mengandung asam lemak jenuh yaitu asam laurat. Bilangan
peroksida itu sendiri adalah indeks lemak jenuh atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka
oksidasi sangat penting untuk mengidentifikasi tingkat oksidasi minyak. Cara yang dilakukan untuk
menentukan bilangan peroksida menggunakan titrasi iodometri. Sedangkan, asam lemak bebas adalah
asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak oleh enzim. Asam lemak bebas menunjukkan
sejumlah asam lemak yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama dikarenakan proses oksidasi
dan hidrolisi. Sampel yang digunakan adalah minyak sawit yang telah digunakan untuk penggorengan
makanan sebanyak 3 kali.
1. Penentuan Angka Peroksida
Prinsip percobaan penentuan angka peroksida ini adalah pengukuran sejumlah iod yang
dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam
asetat kloroform.
Sampel minyak sawit
Langkah pertama, ditimbang minyak sawit yang berwarna kuning kecoklatan menggunakan
neraca analitik sebanyak 3 kali. Massa masing-masing minyak adalah 5,0755 gram, 5,0136 gram dan
5,0112 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Selanjutnya, ditambahakan 30 mL larutan asam asetat-kloroform 2:3 larutan tak berwarna ke
dalam masing-masing erlenmeyer dan didapat larutan berwarna kuning yang memisah. Kemudian
digoyangkan sampai bahan terlarut sempurna dan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna
kuning (+) dan lapisan bawah berwarna kuning (-). Fungsi penambahan asam asetat kloroform yaitu
sebagai pelarut minyak dikarenakan terdapatnya senyawa organik yaitu lemak dalam minyak sawit
pada sampel yang memiliki sifat yaitu tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam satu atau lebih dari
satu pelarut organik yang dalam percobaan ini digunakan larutan asam asetat-kloroform. Molekul
nonpolar suatu minyak akan larut dalam pelarut kloroform sedangkan molekul polar suatu minyak akan
larut dalam pelarut asam asetat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 𝐶𝐻𝐶𝑙3 (𝑎𝑞) → 𝐶𝐻3 𝐶𝐻2 𝐶𝐶𝑙3 (𝑎𝑞) + 𝑂2 (𝑎𝑞)
Selanjutnya yaitu ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh (tak berwarna), dan terbentuk lapisan
atas berwarna kuning (+) dan lapisan bawah berwarna kuning (-). Tujuan ditambahkannya KI jenuh
untuk membebaskan iodin sehingga larutan menjadi berwarna kuning, Larutan yang berwarna kuning
ini menandakan terjadinya reaksi redoks dimana I- dari larutan KI jenuh bereaksi dengan peroksida
pada minyak menghasilkan I2. Kemudian dibiarkan selama 20 menit dengan sesekali digoyang agar
reaksi oksidasi berjalan dan tercampur sempurna. Setelah itu ditambahkan 30 mL aquades untuk
mengencerkan sampel sehingga konsentrasinya semakin kecil serta terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas
berwarna kuning (+) dan lapisan bawah berwarna kuning (-). Lapisan bagian atas merupakan larutan
yang berisi minyak yang memiliki massa jenis lebih ringan daripada air. Massa jenis air 1
gram/cm3 dan massa jenis minyak 0,8 gram/cm3. Reaksinya sebagai berikut:
𝐶𝐻3 (𝐶𝐻2 )14 𝐶𝑂𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 2𝐾𝐼(𝑎𝑞) + 𝐻2 𝑂(𝑙) → 𝐶𝐻3 (𝐶𝐻2 )14 𝐶𝑂𝑂𝐾(𝑎𝑞) + 𝐼2 (𝑎𝑞) + 𝐻2 𝑂2 (𝑎𝑞)
Langkah selanjutnya, sampel minyak dititrasi dengan larutan Na 2S2O3 0,1 N sampai larutan
mendapatkan titik akhir yang tepat dan didapat 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna kuning muda dan
lapisan bawah keruh. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2𝑆2 𝑂3 2− (𝑎𝑞) → 𝑆4 𝑂6 2− (𝑎𝑞) + 2𝑒
𝐼2 (𝑎𝑞) + 2𝑒 → 2𝐼 − (𝑎𝑞)
Setelah dititrasi, masing-masing sampel ditambahkan 0,5 larutan pati 1% dan dititrasi
kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menghasilkan 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna kuning
kehitaman dan lapisan bawah keruh gelap. Penambahan larutan pati 1% sebagai indikator adanya I2
dimana titik akhir titrasi ditandai dengan larutan tak berwarna Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
CH2OH CH2OH
CH2OH CH2OH I H O H I H O HI
O O H H H
H H H OH H OH H
H H
OH H OH H + n I2 O O O + 2H2O
O O O H OH H OH
H OH H OH n
n kompleks iod-amilum
amilum/pati
Dari hasil titrasi yang dilakukan 3 kali pengulangan diperoleh volume sebesar V 1=1,8 mL ;
V2=1,6 mL; dan V3=1,2 mL. Volume Na2S2O3 sampel yang telah diketahui, dapat ditentukan angka
peroksidanya menggunakan rumus:
Na 2 S2 O3 (𝑚𝑙)𝑥 𝑀 Na 2 S2 O3 𝑥 1000
Angka Peroksida =
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Dengan V Na2S2O3 merupakan volume untuk sampel dikurangi volume blanko. Hasil
perhitungan menunjukkan angka peroksida :
Sampel Minyak 1 = 27,583 𝑚𝑒𝑞/𝑘𝑔
Sampel Minyak 2 = 23,934 𝑚𝑒𝑞/𝑘𝑔
Sampel Minyak 3 = 15,964 𝑚𝑒𝑞/𝑘𝑔
Larutan Blanko
Langkah pertama, ditimbang aquades sebanyak 5,1462 gram dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 30 mL larutan asam asetat kloroform yang tidak berwarna. Fungsi
penambahan larutan asam asetat kloroform adalah sebagai pelarut, dimana asam asetat bersifat polar
sedangkan kloroform bersifat non polar. Molekul aquades bersifat polar sehingga akan larut dalam
pelarut asam asetat. Kemudian digoyangkan sampai bahan terlarut sempurna.
Berikutnya ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh yang tidak berwarna dan didiamkan selama
20 menit sambil dengan sesekali digoyang. Tujuan ditambahkannya KI jenuh untuk membebaskan
iodin sehingga larutan menjadi berwarna kuning, karena KI akan dioksidasi oleh senyawa peroksida
menjadi I2. Larutan blanko ini berfungsi sabagai pembanding. Karena air bukan merupakan lipida
sehingga tidak mampu melakukan oksidasi menghasilkan senyawa peroksida, maka ketika direaksikan
dengan KI tidak mampu menghasilkan I2.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1N didapatkan larutan sedikit keruh. Setelah
dititrasi, sampel ditambahkan 0,5 larutan pati 1% dihasilkan larutan semakin keruh. Penambahan
larutan pati 1% sebagai indikator adanya I2 dimana titik akhir titrasi ditandai dengan larutan jernih.
Setelah itu dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 N larutan menjadi tidak berwarna. Selanjutnya
dicatat volume larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi sebanyak 0,4 mL dari volume Na 2S2O3
untuk blanko dan sampel yang telah diketahui, dapat ditentukan angka peroksidanya menggunakan
rumus:
Na 2 S2 O3 (𝑚𝑙)𝑥 𝑀 Na 2 S2 O3 𝑥 1000
Angka Peroksida =
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Dengan V Na2S2O3 merupakan volume untuk sampel dikurangi volume blanko. Hasil
perhitungan menunjukkan angka peroksida larutan blanko sebesar 7,7727 meq/kg.
Berdasarkan percobaan kami pada penentuan angka peroksida didapatkan rata-rata angka
peroksida dalam sampel minyak sawit adalah 22,494 𝑚𝑒𝑞/𝑘𝑔. Syarat mutu bilangan peroksida pada
minyak goreng menurut SNI:2012 maksimal sebesar 10 mek O 2/kg. Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa minyak sudah mengalami oksidasi dan tidak layak digunakan karena memiliki angka peroksida
lebih dari 10 mek O2/kg. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu
rendah. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Larutan Blanko
Langkah pertama, akuades ditimbang 6,0022 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 10 mL alkohol 96% tidak berwarna. Fungsi penambahan alkohol yaitu untuk
melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Karena alkohol
yang digunakan adalah untuk melarutkan minyak, sehingga alkohol yang digunakan konsentrasinya
berada di kisaran 95-96%, karena etanol 95 % merupakan pelarut lemak yang baik.
Berikutnya, ditambahkan 5 tetes indikator pp. Terjadinya perubahan warna menjadi merah
muda mengindikasikan titik akhir titrasi telah tercapai. Setelah itu dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N.
Indikator pp sebagai indikator pembuktian bahwa bahan tersebut bersifat asam atau basa. Pada
percobaan ini, setelah dilakukan titrasi dengan NaOH didapatkan volume sebesar 0,05 mL untuk terjadi
perubahan warna menjadi merah muda. Hal ini membuktikan bahwa larutan tersebut bersifat basa.
Dari hasil percobaan yang didapatkan, dapat ditentukan kadar FFA dengan rumus
penghitungan sebagai berikut:
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
%𝐹𝐹 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)𝑥 1000
1. Tuliskan semua reaksi yang menyertai uji asam lemak pada percobaan ini!
Jawab:
Penentuan angka peroksida blanko
CH3 COOH(aq) + CHCl3 (aq) → CH3 CH2 CCl3 (aq) + O2 (aq)
I2 (aq) + 2e → 2I − (aq)
2. Sebutkan yang termasuk asam lemak essensial bagi tubuh. Mengapa asam arakidot bukan merupakan
asam lemak essensial?
Jawab:
Asam lemak esensial adalah asam lemak yang dibutuhkan untuk kelancaran metabolisme
tubuh. Dinamakan esensial karena tidak dapat di produksi oleh tubuh. Tubuh manusia memerlukannya
untuk membuat dan memperbaiki membran sel, memampukan sel untuk memperoleh nutrisi optimal
serta mengeluarkan produk limbah yang membahayakan. Asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh
antara lain yaitu Omega 3 pembentuk prostaglandin seri ke 3, berperan dalam proses anti radang
sebagai regenerator glutathione. Asam Eikosapentaenoat (Eicosapentaenoate acid) merupakan
precursor dari prostaglandin yang bermanfaat menurunkan respons peradangan, dan Asam
Dokosaheksaeoat (Dokosahexanoate acid). Bermanfaat memberikan efek anti-inflaatorik yang tinggi.
Turunan asam lemak yang berasal dari kedua ALE tersebut yang penting dalam ilmu gizi
adalah asama arakidonat dari asam limoleat, eikosapentaenoat/EPA, dan dokosaheksaenoat/DHA dari
asam linolenat. Ketiga asam lemak ini bukan merupakan asam lemak esensial karena tubuh dapat
mensintesisnya. Asam arakidonat merupakan jenis asam lemak rantai panjang yang membantu
merangsang perkembangan sel-sel saraf di otak, yang menyebabkan anak cerdas dan aktif.
3. Apa perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh pada proses oksidasi?
Jawab:
Asam lemak jenuh yaitu asam lemak yang memiliki ikatan tunggal. Sedangkan asam lemak
tak jenuh yaitu asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-
zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya
berwujud padat. Asam lemak tak jenuh juga dikatakan sebagai lemak yang baik untuk tubuh. Lemak
tak jenuh berbentuk cair dalam suhu kamar dan mempunyai struktur ikatan kimia yang berisi dua rantai
ikatan. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh.
Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi) sehingga
timbul bau tengik. Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.
4. Apa perbedaan antara minyak dan lemak ditinjau dari struktur molekulnya?
Jawab:
Komponen minyak terdiri dari gliserrida yang memiliki asam lemak tak jenuh lebih banyak
sedangkan komponen lemak memiliki asam lemak jenuh yang lebih banyak. Perbedaan terletak pada
wujudnya di suhu ruang, lemak berbentuk padat dan sebaliknya minyak berbentuk cair pada suhu
ruang. Karena titik leleh lemak jenuh lebih tinggi dari lemak tidak jenuh maka lemak cenderung
berbentuk padat, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu ruang. Lemak mengandung asam lemak
jenuh lebih banyak, sedangkan minyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak.Pada
minyak dan lemak pada struktur molekulnya yaitu pada umumnya minyak memiliki lebih banyak
ikatan rangkap (tak jenuh) sedangkan lemak umumnya lebih banyak dalam keadaan jenuh meskipun
ada juga dari minyak yang tak jenuh.
ANALISIS VITAMIN C
3. Persiapan sampel
Nanas
- dikupas
- ditimbang sebanyak 10 gram
- dihancurkan dengan mortal sampai memperoleh slurry
- dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
- ditambahkan aqudes sampai tanda batas
- ditunggu 15 menit sambil digoyang – goyang
Filtrat Endapan
- diambil sebanyak 10 mL
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- ditambah 20 mL aquades
- ditambah 3 tetes amilum 1%
- dititrasi dengan larutan standar Iodium 0,01 N
- diulang titrasi sebanyak 3 kali
Volume Iodium
4. Larutan Blanko
20 mL aquades
Volume Iodium
Percobaan yang berjudul Analisis Kadar Vitamin C ini bertujuan untuk menentukan kadar
vitamin C dalam sampel. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode titrasi iodimetri.
Dasar dari metode iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C (asam askorbat). Asam askorbat
merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium.
Kekurangan metode iodimetri ini yaitu belum dapat dikatakan teliti karena tidak diketahui dengan pasti
kadar vitamin C yang sebenarnya dari buah nanas yang diteliti. Dalam hal ini gula yang terdapat dalam
buah dianggap sebagai pengganggu, karena gula juga dapat berfungsi sebagai reduktor (Halipah, 2001).
Sampel yang kami gunakan yaitu berupa buah nanas. Secara teori sampel buah nanas memiliki
kadar vitamin C sebesar 20 mg/100gr (Direktorat Gizi Depkes RI, 1998).
1. Penentuan Kadar Vitamin C Buah Nanas
Percobaan pertama ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam buah nanas.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengupas buah nanas segar berwarna kuning kehijauan
kemudian diambil dagingnya dan ditimbang sebanyak 10,2893 gram menggunakan neraca analitik.
Kemudian nanas dihancurkan menggunakan mortal alu hingga diperoleh slurry (daging buah nanas yang
sudah halus dan berair) yang berwarna kuning. Slurry tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL dan ditambahkan aquades hingga tanda batas meniscus sehingga diperoleh warna larutan kuning.
Pengenceran dilakukan bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi sampel sekecil mungkin sehingga
pengamatan dapat mudah dilakukan serta diperoleh kadar vitamin C. Selain itu aquades digunakan
karena vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, sehingga dapat ditentukan kadar vitamin C
yang terkandung dalam sampel (buah nanas) melalui fitrat tersebut. Kemudian larutan didiamkan selama
15 menit sambil sesekali dikocok agar larutan homogen dan vitamin C dapat larut secara sempurna,
sehingga fitrat yang dianalisis tidak hanya mengandung air saja tapi juga vitamin C yang maksimal.
Setelah didiamkan selama 15 menit, larutan disaring menggunakan corong dan kertas saring sehingga
diperoleh filtrat kuning (-) dan residu slurry nanas (kuning). Penyaringan bertujuan untuk memisahkan
endapan dengan filtrate, yang nantinya filtrate ini akan digunakan sebagi sampel pada tahap selanjutnya
yaitu analisis kadar vitamin C.
Kemudian disiapkan 3 Erlenmeyer yang masing-masing diisi dengan 10 mL filtrat. Kemudian
filtrat ditambahkan 20 mL aquades tidak berwarna dan 3 tetes larutan amilum 1 % tidak berwarna
sehingga didapat larutan kuning (-). Penambahan 20 mL aquades tak berwarna bertujuan agar konsentrasi
larutan menjadi kecil sehingga tidak dibutuhkan titran terlalu banyak untuk mengetahui titik akhir titrasi,
selain itu pengenceran berfungsi agar titik akhir titrasi mudah diidentifikasi. Sedangkan amilum
berfungsi sebagai indikator titik akhir titrasi. Amilum memiliki sifat yaitu tidak dapat larut dalam air
dingin, ketidakstabilan suspensinya dalam air dan dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat
larut dalam air, sehingga amilum tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.
Selanjutnya, larutan dititrasi dengan larutan standar iodium 0,01797 N yang berwarna kuning
kecoklatan dan diperolah perubahan warna menjadi hijau kehitaman. Reaksi yang terjadi antara sampel
dan larutan iodium adalah :
Reaksi oksidasi
(aq) → + 2H+ + 2e
Reaksi Reduksi :
I2(aq) + 2e → 2I-
(l) + I2 (aq) → + 2H+ + 2I-
Prinsip dari titrasi ini adalah analit atau sampel mereduksi I 2 sehingga I2 menjadi ion iodida (I-
). Sedangkan sampel (vitamin C/ asam askorbat) mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. I 2
merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang
cukup kuat yang dapat dititrasi. Larutan dititrasi dengan larutan iodium hingga diperoleh perubahan
warna yang menunjukkan titik akhir titrasi.
Pada percobaan ini diperoleh perubahan warna larutan menjadi berwarna hijau kehitaman pada
titik akhir titrasi karena reaksi dari indikator amilum dengan larutan iodium dimana amilum dapat
menunjukkan adanya I2 dalam larutan. Reaksi antara amilum dan I2 terjadi ketika vitamin C dalam
sampel telah habis bereaksi dengan I2, sehingga terbentuk senyawa kompleks iod-amilum yang berwarna
biru. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
+nI2 +2H2O
Volume larutan I2 yang digunakan ketika dalam proses titrasi yaitu
1 0,50
2 0,50
3 0,60
𝑚𝑔
Dari volume I2 tersebut, dapat ditentukan kadar vitamin C dalam dengan rumus:
100
𝑉 𝐼2 × 𝑁 𝐼2 ×0,88 𝑚𝑔
Kadar Vitamin C = = 𝑎 𝑚𝑔
0,01 𝑁
20 𝑚𝐿
Kadar Vitamin C = 𝑎 𝑚𝑔 × 𝑓𝑝 [ ] = 𝑏 𝑚𝑔
10 𝑚𝐿
100 𝑔 𝑚𝑔
Kadar Vitamin C = 𝑏 𝑚𝑔 × = ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) 100 𝑔
𝑚𝑔
Setelah diperoleh kandungan vitamin C dalam , maka ditentukan persentasenya
100
menggunakan rumus:
𝑎 𝑚𝑔 20 𝑚𝐿
% Kadar Vitamin C = × 𝑓𝑝 [ ] × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) 10 𝑚𝐿
= ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 %
Persamaan rumus diatas diperoleh dari perbandingan antara mol ekivalen vitamin C dan mol
ekivalen I2. Dimana mol ekivalen keduanya harus setara. Dimana N Vit.C x Vvit.C = NI2 x VI2. Sehingga:
Mol ekuivalen I2 = mol ekuivalen Vit.C
0,01 N x 1 mL = mmol Vit.C
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,01 𝑥 10−3 = 𝑥2
176
gram = 0,88 x 10-3
gram = 0,88 mg
Jadi, 1 mL larutan iodium 0,01 N ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat.
Dari rumus diatas dapat ditentukan kadar vitamin C dalam mg dan persentase sebagai berikut:
𝑉(𝐼2 )×𝑁(𝐼2 )
Kadar Vitamin C = × 0,88 𝑚𝑔
0,01𝑁
0,5 𝑚𝐿 × 0,01797 𝑁
= × 0,88 𝑚𝑔
0,01 𝑁
= 0,7907 𝑚𝑔 a
20 𝑚𝐿
0,7907 𝑚𝑔 x = 1,5814 mg b
10 𝑚𝐿
100 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar Vitamin C = b ×
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1,5814 mg ×
10,2893 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 15,3694 mg
20 𝑚𝐿 𝑎
% Kadar Vitamin C = × × 100%
10 𝑚𝐿 𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,7907
=2× × 100%
10,2893 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 15,37 %
Dari hasil perhitungan rata-rata hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kandungan vitamin C dalam sampel buah nanas sebesar 15,37 𝑚𝑔 dengan persentase sebesar 15,37 %.
Menurut teori, kandungan vitamin C pada buah nanas sebesar 20 mg (Direktorat Gizi Depkes RI, 1988)
sehingga hasil kadar vitamin C pada buah nanas berdasarkan hasil percobaan hampir mendekati dengan
kadar vitamin C pada buah nanas secara teori.
2. Larutan Banko
Pada percobaan kedua ini yaitu larutan blanko, bertujuan sebagai larutan pembanding.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan 20 mL aquades tidak berwarna ke dalam
Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan dengan 3 tetes amilum larutan tidak berwarna. Amilum berfungsi
sebagai indikator yang menunjukkan perubahan warna pada titik akhir titrasi dapat dilihat dari
munculnya warna biru. Amilum juga berfungsi untuk mendeteksi adanya I 2. Kelebihan amilum sebagai
indikator yaitu amilum memiliki sifat yaitu tidak dapat larut dalam air dingin, ketidakstabilan
suspensinya dalam air dan dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga
amilum tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.
Kemudian larutan dititrasi dengan larutan standar iodium 0,01 N yang berwarna kuning
kecoklatan yang berfungsi sebagai titran. Larutan dititrasi dengan larutan iodium hingga diperoleh warna
biru yang menunjukkan titik akhir titrasi. Warna biru diperoleh karena reaksi dari indikator amilum
dengan larutan iodium dimana iodium dapat menunjukkan adanya I 2 dalam larutan. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut:
+ n2 +2H2O
Volume I2 yang dibutuhkan untuk titrasi pada larutan blanko sebesar 0,15 mL. Warna yang
dihasilkan pada larutan blanko yaitu berwarna biru berperan sebagai pembanding pada warna larutan
sampel.
XII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penentukan kadar vitamin C
dalam buah nanas, diperoleh kadar vitamin C sebesar 15,37 𝑚𝑔 dengan persentase sebesar 15,37 %.
Kadar vitamin C pada sampel hampir telah sesuai dengan teori yaitu sebesar 20 𝑚𝑔 (Direktorat Gizi
Depkes RI, 1981).
I. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret
II. Hari/Tanggal Percobaan: Kamis, 05 Oktober 2017
III. Tujuan Percobaan : Menentukan kadar protein yang ada pada ikan lele dengan
menggunakan cara biuret.
IV. Alur Percobaan
1. Persiapan Sampel
1 gram
filtrat residu
sampel
Absorbansi
3. Penetapan Absorbansi Larutan Blanko
1 mL
Absorbansi
1 mL sampel
Absorbansi
1. Persiapan Sampel
Percobaan pertama, bertujuan untuk menghasilkan filtrat sampel ikan lele (kuning
kecoklatan) yang akan diuji kadar proteinnya. Langkah pertama yaitu, sampel ikan lele
ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 gram dengan menggunakan neraca analitik agar massa
yang diukur lebih akurat. Setelah ditimbang, sampel ikan lele dihancurkan sampai halus
dengan mortal dan alu sehingga memudahkan pada proses pemisahan antara residu dengan
filtrat. Kemudian, sampel ikan lele dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan kemudian
ditambahkan 10 mL aquades (tidak berwarna) yang bertujuan untuk melarutkan sampel
sehingga menjadi larutan putih keruh. Setelah itu disentrifuge pada 3500 rpm selama 10 menit
untuk pemisahan secara sempurna antara residu dengan filtrat. Lalu diambil filtratnya dengan
cara didekantasi agar tidak tercampur dengan residu yang dihasilkan.
Larutan sampel yang siap uji berupa filtrat dari ikan lele (larutan keruh tak berwarna).
Sedangkan residu yang dihasilkan berupa endapan putih.
M1 x V1 = M2 x V2
dengan, M1 = konsentrasi larutan protein M2 = konsentrasi larutan standar
V1 = volume larutan protein V2 = volume total
Pengenceran pertama dimulai pada konsentrasi yang tinggi yaitu 5 mg/mL, diambil
larutan induk protein sebanyak 5 mL menggunakan gelas ukur agar lebih akurat dan
diencerkan dalam labu ukur 10 mL dengan aquades (tidak berwarna) sampai batas meniskus.
Larutan standar protein 5 mg/mL larutan tak berwarna. Pengenceran kedua pada konsentrasi 4
mg/mL, diambil dari larutan standar protein 5 mg/mL sebanyak 8 mL menggunakan gelas
ukur agar lebih akurat dan dan diencerkan dalam labu ukur 10 mL dengan aquades (tidak
berwarna) sampai batas meniskus. . Larutan standar protein 4 mg/mL larutan tak berwarna.
Pengenceran ketiga pada konsentrasi 3 mg/mL, diambil dari larutan standar protein 4 mg/mL
sebanyak 7,5 mL menggunakan gelas ukur agar lebih akurat dan dan diencerkan dalam labu
ukur 10 mL dengan aquades (tidak berwarna) sampai batas meniskus. Larutan standar protein
3 mg/mL larutan tak berwarna. Pengenceran keempat pada konsentrasi 2 mg/mL, diambil dari
larutan standar protein 3 mg/mL sebanyak 6,67 mL menggunakan gelas ukur agar lebih akurat
dan dan diencerkan dalam labu ukur 10 mL dengan aquades (tidak berwarna) sampai batas
meniskus. . Larutan standar protein 2 mg/mL larutan tak berwarna. Pengenceran kelima pada
konsentrasi 1 mg/mL, diambil dari larutan standar protein 2 mg/mL sebanyak 5 mL
menggunakan gelas ukur agar lebih akurat dan dan diencerkan dalam labu ukur 10 mL dengan
aquades (tidak berwarna) sampai batas meniskus. Larutan standar protein 1 mg/mL larutan
tak berwarna.
Masing-masing larutan standar yang telah dibuat, diambil 1 mL dan dimasukkan ke
lima tabung reaksi yang telah diberi label sesuai konsentrasi masing-masing. Kemudian,
diambil 5 mL reagen Biuret dengan gelas ukur agar lebih akurat dan ditambahkan ke lima
tabung reaksi. Larutan standar protein 1 mg/mL + 5 ml reagen Biuret pada tabung reaksi 1
menghasilkan warna ungu. Larutan standar protein 2 mg/mL + 5 mL reagen Biuret pada
tabung reaksi 2 menghasilkan warna ungu (+). Larutan standar protein 3 mg/mL + 5 mL
reagen Biuret pada tabung reaksi 3 menghasilkan warna ungu (+). Larutan standar protein 4
mg/mL + 5 mL reagen Biuret pada tabung reaksi 4 menghasilkan warna ungu (+ +) .
Larutan standar protein 5 mg/mL + 5 mL reagen Biuret pada tabung reaksi 5 menghasilkan
warna ungu (+ + +). Perubahan warna larutan dari tidak berwarna menjadi ungu akibat reaksi
antara ion Cu2+ dari reagen Biuret dalam suasana basa berikatan kompleks dengan ikatan
peptida dari suatu protein menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal 540 nm.
Sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2(aq)+ Na2SO4(aq)+ 5H2O
O R O R
H H
C N C C N C
H H
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida ini mempengaruhi warna
reaksi pada larutan. Hal ini dikarenakan reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum
untuk gugus peptida (-CO-NH-) dan protein. Reaksi warna bisa terjadi karena ion Cu2+
merupakan golongan transisi yang orbital d-nya tidak penuh. Sehingga terjadi transisi elektron
pada senyawa kompleks (ligan-ion logam) dari orbital d yang satu ke orbital d lainnya. Dalam
reagen biuret terkandung 3 macam reagen yaitu reagen yang pertama adalah CuSO4 dimana
reagen ini berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks
dengan protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Reagen yang ketiga adalah NaOH
dimana fungsinya adalah membuat suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan
Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.
Kemudian, ke lima tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit di
dalam waterbath. Setelah diinkubasi selama 10 menit diangkat dan didiamkan 10 menit pada
suhu kamar Waktu inkubasi ini merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar
seluruh protein berekasi seluruhnya dengan reagen biuret. Dan juga untuk mempertajam
warna dari hasil reaksi protein dengan reagen biuret dan fungsi yang lebih utama ialah untuk
memaksimalkan reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida dalam protein sehingga senyawa
kompleks berwarna ungu yang terbentuk menjadi stabil.
Berdasarkan tabel nilai absorbansi diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar
konsentrasi atau semakin pekat warna dari larutan protein standar maka nilai absorbansinya
semakin besar, yang ditunjukkan dengan absorbansi tertinggi dimiliki oleh larutan standar
protein dengan konsentrasi 5 mg/mL. Hal ini karena, larutan dengan warna pekat memiliki
banyak molekul yang akan berinteraksi dengan cahaya pada alat spektrofotometer sehingga
jumlah cahaya yang diserap oleh larutan berkonsentrasi tinggi akan semakin banyak
dandiperoleh absorbansi yang sangat tinggi dibandingkan larutan yang encer (konsentrasi
yang rendah).
0.25
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5
konsentrasi
Grafik Larutan Standar Protein
Dari kurva linear di atas, didapatkan persamaan garis lurus untuk penentuan
konsentrasi sampel dari protein yaitu :
y = 0,035x + 0,010 dan R2 = 0,987
Nilai ini sudah baik karena nilai R2 yang baik adalah nilai yang mendekati angka 1.
Hasil sampel dalam percobaan kami juga menunjukkan nilai yang signifikan. Pada grafik
menunjukkan bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standarprotein.
Semakin tinggi konsentrasi larutan standar protein maka semakin tinggi pula nilai
abosorbansinya.
3. Penetapan absorbansi larutan blanko
Pada percobaan ketiga, bertujuan untuk mengetahui nilai absorbansi larutan blanko.
Larutan blanko digunakan sebagai pembanding dalam percobaan. Langkah pertama, 1 mL
aquades (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL reagen
biuret. Sesuai dengan reaksi berikut :
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2(aq)+ Na2SO4(aq)+ 5H2O
O R O R
H H
C N C C N C
H H
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
Reagen biuret berwarna biru muda, ketika diuji pada larutan blanko menghasilkan
larutan berwarna biru muda yang membuktikan bahwa larutan blanko tidak mengandung
protein sehingga ion Cu2+ pada reagenbiuret tidak bisa membentuk kompleks dengan ikatan
peptida suatu protein yang menghasilkan warna ungu.
Kemudian, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit didalam waterbath. Setelah
diinkubasi selama 10 menit diangkat dan didiamkan 10 menit pada suhu kamar. Hasil setelah
proses inkubasi tetap sama seperti penambahan reagen biuret yaitu berwarna biru muda
sehingga menandakan bahwa larutan blanko tidak mengandung protein. Waktu inkubasi ini
merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar seluruh protein berekasi
seluruhnya dengan reagen biuret. Dan juga untuk mempertajam warna dari hasil reaksi
protein dengan reagen biuret dan fungsi yang lebih utama ialah untuk memaksimalkan reaksi
antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida dalam protein sehingga senyawa kompleks berwarna
ungu yang terbentuk menjadi stabil.
Selanjutnya, larutan blanko dilakukan pengukuran absorbansi melalui uji
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Karena warna yang dihasilkan
adalah warna biru muda, maka nilai absorbansi yang dihasilkan dari pengujian
spektrofotometri UV-Vis sebesar 0 yang menandakan bahwa larutan blanko tidak
mengandung protein.
O R O R
H H
C N C C N C
H H
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
Kemudian, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit di dalam waterbath. Setelah
diinkubasi selama 10 menit diangkat dan didiamkan 10 menit pada suhu kamar. Waktu
inkubasi ini merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar seluruh protein
berekasi seluruhnya dengan reagen biuret. Dan juga untuk mempertajam warna dari hasil
reaksi protein dengan reagen biuret dan fungsi yang lebih utama ialah untuk memaksimalkan
reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida dalam protein sehingga senyawa kompleks
berwarna ungu yang terbentuk menjadi stabil.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi melalui uji spektrofotometri UV-Vis
pada panjang gelombang 540 nm diperoleh nilai absorbansinya sebesar 0,127.
Kadar protein dalam sampel ikan lele
Dari kurva larutan standar protein didapatkan persamaan kurva standarnya yaitu 𝑦 =
0,035𝑥 + 0,010
Persamaan ini yang akan kita gunakan untuk menghitung kadar protein dalam larutan
sampel, dengan perhitungan :
𝑦 = 0,035𝑥 + 0,010
1. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi Biuret? Jika benar
demikian, bagaimana menentukan kadar protein yang tercampur dengan peptida?
Jawab:
Iya, pereaksi biuret memberikan reaksi positif terhadap ikatan peptida. Metode biuret
merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein dalam suatu larutan.
Dalam larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein
sehingga menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal 540 nm. Absorbansi ini
berbanding lurus dengan konsentrasi protein dan tidak tergantung jenis protein karena
seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptide yang sama per satuan berat.
Hal-hal yang dapat mengganggu reaksi ini adalah adanya urea (mengandung gugus -CO,-
NH-) dan gula pereduksi yang bereaksi dengan Cu2+.
Untuk menentukan kadar protein yang tercampur dengan peptida adalah membuat kurva
kalibrasi larutan standar beserta blanko, kemudian sampel direaksikan dengan biuret dan
akan menghasilkan senyawa kompleks warna ungu, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10
menit, setelah itu mengukur absorbansi pada spektronik. Selanjutnya menentukan
kadar/konsentrasi protein dengan membandingkan kurva standar yang telah dibuat
sebelumnya. Melalui kurva standar protein akan diperoleh persaman garis lurus y = ax + b.
Melalui perhitungan tersebut nilai x dapat dihitung sebagai konsentrasi sampel. Setelah itu
dapat ditentukan % kadar protein dengan menggunakan rumus 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 100%