Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN

ANALISIS DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO

DISUSUN OLEH :

FATMAH WANDA

0105523708

ASISTEN PRAKTIKUM :

1. AYU DIAH DAMAYANTI, S.T.P.


2. ZAHRA ISMI OKTAFIANI, S.T.P.

Tanggal Pengumpulan Laporan Nilai Laporan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu jenis polisakarida yang banyak ditemukan di berbagai macam jenis
tumbuhan adalah pati. Pati dapat ditemukan di dalam sel tumbuhan yang berbentuk butiran
kecil granula, dan dinamakan amiloplas atau kloroplas. Pati tersusun dari dua polimer utama
yaitu alimosa dan amilopektin. Pati yang terdapat di pasaran tersedia dalam berbagai bentuk
yang dapat dipilih sesuai tujuan penggunaannya. Selain pati murni, terdapat juga pati hasil
modifikasi yang bertujuan untuk merubah bentuk alami pati karena memiliki keterbatasan
dari segi sifat fisik dan kimia untuk diaplikasikan pada produk pangan tertentu. Pati alami
yang belum mengalami modifikasi disebut (Native Starch) dan pati yang telah termodifikasi
disebut (Modified Starch). Pati alami diperoleh dari pemisahan sari pati yang terdapat pada
tanaman baik yang dari umbi, biji maupun batang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati
merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula.
Nilai cerna pati merupakan tingkat kemudahan pati untuk dihidrolisis oleh enzim α-
amilase menjadi bentuk lebih kecil dan sederhana yang dapat diserap oleh tubuh. Penentuan
daya cerna pati dapat ditentukan secara in vitro (Nurhidajah et al., 2015). Semakin banyak
glukosa dan maltosa yang dihasilkan dalam waktu tertentu menandakan semakin banyak
pati yang dapat dihidrolisis. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pati
antara lain proses pengolahan, kadar lemak dan protein pangan, kadar serat pangan,
kandungan amilosa dan amilopektin serta kandungan zat antigizi dalam bahan pangan yang
dapat memperlambat atau menurunkan daya cerna pati.
Daya cerna pati dihitung relatif terhadap pati murni sebagai standar. Beberapa faktor
yang dapat menurunkan daya cerna pati yaitu keberadaan antinutrisi, serat pangan, senyawa
tannin, dan pati termofidikasi (pati resisten). Berbagai upaya untuk meningkatkan kadar
pati resisten pada bahan pangan telah dilakukan, diantaranya peningkatan jumlah amilosa
rantai pendek dan kadar pati teretrogradasi dengan beberapa proses modifikasi seperti
proses pemanasan bertekanan-pendinginan, hidrolisis pati oleh asam, modifikasi pati secara
kimia, dan lain-lain.
B. Tujuan Praktikum
• Untuk mengetahui prinsip dan cara praktek uji daya cerna pati secara in vitro, dan
nilainya dibandingkan relatif terhadap pati murni.
• Untuk menambah pengetahuan mengenai berbagai jenis pati dalam pangan.
• Untuk mengetahui berbagai jenis pereaksi atau enzim dan fungsinya yang sangat
berpengaruh terhadap pengujian daya cerna pati.
• Untuk mengetahui perbedaan perlakuan yang dapat mempengaruhi daya cerna pati yang
dihasilkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pati
Salah satu komponen karbohidrat yang menjadi sumber energi utama bagi sebagian
masyarakat dan berperan penting dalam kesehatan manusia yaitu pati. Berbagai macam pati
tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai
molekulnya. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (Risnoyatiningsih, 2011).
Pati sering digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan farmasi karena memiliki sifat
polimer hidrofilik, tidak beracun, biodegradabel, inert, biokompatibilitas, mudah ditemukan
dan harganya relatif murah. Struktur kimia pati yang terdiri dari dua jenis molekul berupa
amilosa dan amilopektin dapat dilihat seperti Gambar 1. Amilosa berbentuk heliks dengan
molekulnya terikat oleh α-(1,4)-D-glukosa. Sedangkan amilopektin memiliki struktur lurus
dan bercabang, dimana struktur rantai lurus berikatan pada α-(1,4)-D-glikosidik dan
struktur rantai percabangannya pada α- (1,6)-D-glikosidik.

Gambar 1

Enzim α-amilase merupakan enzim utama yang dapat mencerna pati pada ikatan α-
(1,4)-D-glikosidik. Berdasarkan letak pemotongan ikatan, enzim amilase dikelompokan
menjadi tiga yaitu exospliting, endospliting, dan debranching. Enzim ini dapat ditemukan
pada cairan ludah dan usus halus manusia, serta bekerja optimum pada pH 7 dan suhu 37
C. Produk hasil hidrolisis pati oleh enzim α amilase yaitu glukosa, maltosa, dan alfa limit
dekstrin. Sedangkan enzim yang bekerja pada titik percabangan amilopektin atau ikatan α-
(1,6)-D-glikosidik adalah enzim amiloglukosidase. Terdapat berbagai jenis pati dan yang
paling umum terbagi dua yaitu pati alami dan pati modifikasi.
B. Hidrolisis Pati
Hidrolisis pati adalah proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian
penyusun amilum yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, dan glukosa. Proses
hidrolisis pati dilakukan melalui tiga tahapan yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi.
Produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat
hidrolisisnya dan dinyatakan dengan nilai DE (Dekstrosa Equivalen) yang menunjukkan
prosentase dekstrosa murni dalam total padatan substrat yang dihirolisis. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi proses hidrolisis pati antara lain yaitu konsentrasi substrat, konsentrasi
enzim, suhu, pH dan lama proses hidrolisis.

C. Enzim
Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai katalisator reaksi biologis atau
lebih sering disebut sebagai biokatalisator. Mikroba yang diisolasi dari sumber kaya pati
umumnya mempunyai potensi menghasilkan enzim amilase yang lebih baik. Suhu adalah
faktor yang memberikan dampak besar pada aktivitas enzim amilase. Umumnya suatu
enzim tidak memiliki aktivitas optimal pada suhu yang sangat rendah. Hal tersebut
dikarenakan reaksi yang melibatkan enzim memerlukan suatu pemanasan terkontrol yang
akan menyediakan energi aktivasi yang cukup untuk memulai reaksi. Kenaikan suhu pada
reaksi enzimatik akan meningkatkan energi kinetik molekul yang bereaksi sehingga
mempercepat tumbukan antar molekul. Namun, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
protein pada enzim terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya.

D. Pengujian Daya Cerna Pati In Vitro


Tahapan dalam melakukan analisis daya cerna pati secara in vitro terdiri dari,
pembuatan kurva standar dengan menggunakan larutan maltose standar. Untuk mengetahui
kadar maltose sampel dan analisis daya cerna pati secara in vitro yang menggunakan metode
pengukuran spektrofotometer untuk mengukur intensitas warna yang dihasilkan akibat
reaksi DNS dengan gula pereduksi. Intensitas warna orange yang semakin tinggi
mengindikasikan daya cerna pati yang tinggi.
BAB III

METODOLOGI

A. Alat; Bahan
A. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
- Waterbath
- Spektrofotometri
B. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
- Pati murni sebagai standar
- Berbagai macam jenis pati (maizena, tapioka, pati modifikasi)
- Pereaksi (enzim)
• Larutan enzim alfa amilase: 1 mg/mL dalam bufer fosfat; dibuat segar
• Larutan bufer fosfat 0.1 M pH 7.0
• Pereaksi DNS : 1 g 3,5-asam dinitrosalisilat + 30 g Na-K tartarat + 1.6 g
NaOH dalam 100 mL akuades
• Larutan stok maltosa standar : 5 mg maltosa/10 mL akuades
B. Bagan Alir
• Pembuatan Larutan Enzim

0,0020 g enzim α amilase

20 ml Buffer fosfat

• Pembuatan Pereaksi DNS

0,5 g Asam Dinitro + 15 g Na-K-Tartarat

0,8 g NaOH

50 mL Akuades
• Pembuatan Larutan Standar Glukosa

10 mg glukosa ke dalam 5 mL akuades

Pipet ke dalam tabung reaksi


1. 0,0 ml glukosa + 1,0 mL aquades
2. 0,2 ml glukosa + 0,8 mL akuades
3. 0,4 ml glukosa + 0,6 mL akuades
4. 0,6 ml glukosa + 0,4 mL akuades
5. 0,8 ml glukosa + 0,2 mL akuades
6. 1,0 ml glukosa + 0,0 mL akuades

Larutan diambil 1 ml & ditambah 1 mL DNS

Divortex, dipanaskan dengan air (t=10 min), didinginkan

Ditambah 10 mL akuades dan divortex

Diukur absorbansinya, Panjang gelombang 520 nm

• Pengujian Sampel (Maizena, Tapioka, dan Pati Murni)

Sampel ditimbang
sebanyak 0,25 g ke
Erlenmeyer 250 mL

Ditambah air destilat 25 mL dan divorteks, ditutup dengan


2 kali alufo dan dipanaskan dengan waterbath (900C)
ulangan

Lalu dipipet 2 ml ke tabung reaksi + (3 mL air destilat dan


5 mlLbuffer fosfat pH 7)
Tabung ditutup, divortex, dan diinkubasi (t=5 min,
T=370C)

Sampel A + 5 mL larutan enzim Blanko a + 5 mL buffer


α-amilase (1 mg/ml dalam fosfat pH 7
buffer fosfat pH 7)

Kedua larutan tersebut divortex dan diinkubasi kembali


(t=30 min)

Diambil sebanyak 1 mL larutan standar maltosa dan


dimasukkan ke tabung reaksi (berisi 2 mL larutan DNS)

Lalu divortex dan dipanaskan di air mendidih (t= 10 min)


dan didinginkan dengan air mengalir

Larutan ditambahkan 10 mL air destilat dan divortex


Kembali

Absorbansi diukur pada panjang gelombang 250 nm

Kurva standar dibuat


menggunakan larutan stok maltosa
(0.5 mg/mL) sebanyak 0.0, 0.2,
0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mL dan
ditepatkan menjadi 1.5 mLml.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Data Kurva Standar Daya Cerna Pati
Konsentrasi larutan stok Volume larutan yang akan Absorbansi
glukosa standar (mg/L) dipipet (mL)
0,0 0,0 0,192
0,4 0,2 0,647
1,2 0,6 1,583
1,6 0,8 1,678
2,0 1,0 2,666

Tabel 2. Absorbansi dan Hasil Perhitungan Kadar Glukosa Tiap Sampel Uji
Absorbansi Kadar Glukosa
Sampel
Sampel Blank O Sampel Blank O
0,650 0,133 0,423 -0.030
Maizena
0,696 0,116 0,464 -0,045
0.805 0.138 0,560 -0,025
Tapioka
0.815 0.136 0,568 -0,027
0.452 0.069 0,250 -0,086
Pati Murni
0.466 0.073 0,262 -0,082

Tabel 3. Hasil Perhitungan % Daya Cerna Pati Tiap Sampel Uji

Kadar Glukosa
Sampel % Daya Cerna Pati
Sampel Blank O
Maizena 0,444 -0,038 141,76%
Tapioka 0,564 -0,026 173,53%
Pati Murni 0,256 -0,084 100%
Perhitungan :
𝐴−𝑎
Daya cerna pati (%) = 𝐵−𝑏x100%
0,444−(−0,038)
▪ Maizena = 0,256−(−0,084)x100% = 141,76%
0,564−(−0,026)
▪ Tapioka = x100% = 173,53%
0,256−(−0,084)
0,256−(−0,084)
▪ Pati murni = 0,256−(−0,084)x100% = 100%

B. Pembahasan
Nilai cerna pati merupakan tingkat kemudahan pati untuk dihidrolisis oleh enzim α-
amilase menjadi bentuk lebih kecil dan sederhana yang dapat diserap oleh tubuh.
Penentuan daya cerna pati ditentukan secara in vitro. Cara pengolahan dapat mengubah
sifat fisikokimia suatu bahan pangan seperti kadar lemak dan protein, daya cerna, serta
ukuran pati maupun zat gizi lainnya. Pemanasan pati dengan air berlebihan
mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi dan perubahan struktur, selanjutnya akan
mempengaruhi daya cerna pati.
Pada praktikum ini, sampel yang dipakai adalah maizena, tapioka, dan pati murni.
Penentuan daya cerna pati ini dilakukan dengan metode in vitro, karena dengan
penggunaan metode ini pati akan lebih mudah dicerna. Sedangkan jika menggunakan
metode in vivo, pati sudah diubah menjadi energi sehingga akan sulit untuk dicerna. Pada
praktikum ini juga digunakan pH buffer 7 agar konstan. Berdasarkan analisis saat
praktikum diperoleh hasil % daya cerna pati maizena sebesar 141,76%, kemudian untuk
sampel tapioka diperoleh hasil sebesar 173,53% dan daya cerna pati murni sebesar 100%.
Sampel maizena dan tapioka keduanya memiliki nilai daya cerna pati yang lebih besar
daripada sampel murni. Pati murni diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam
saluran pencernaan. Berdasarkan praktikum ini juga dapat disimpulkan bahwa tapioka
memiliki nilai daya cerna pati yang lebih besar daripada maizena yang artinya pati di
dalam tapioka lebih mudah terhidrolisis daripada pati dalam maizena.
Berdasarkan tingkat daya cernanya pati dibedakan menjadi 3, yaitu pati mudah
dicerna, pati sulit dicerna, dan pati resisten. Pati cepat dicerna yaitu jenis pati yang dapat
dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi molekul glukosa dalam waktu 20 menit.
Patilambat dicerna yaitu jenis pati yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi
glukosasetelah dicerna selama 100 menit. Pati resisten merupakan fraksi pati atau produk
degradasi pati yang tidak terabsorpsi dalam usus halus individu yang sehat karena bersifat
resisten terhadap perlakuan hidrolisis oleh enzim alfa-amilase lengkap dan pullulanase
secara in vitro (Devieka et al., 2014).
Pati termodifikasi lebih sulit dicerna oleh enzim karena perubahan struktur beberapa
satuan glukosa pada molekul pati, sehingga menyebabkan kandungan resistant starch
meningkat (Masrukan, 2020). Daya cerna pati juga erat kaitannya dengan kadar glukosa
dalam darah. Daya cerna pati yang rendah berarti hanya sedikit jumlah pati yang dapat
dihidrolisis oleh enzim pencernaan dalam waktu tertentu. Dengan demikian, kadar
glukosa dalam darah tidak mengalami kenaikan secara drastis setelah makanan tersebut
dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh (Arif et al., 2013).
Daya cerna pati juga berhubungan dengan metode dan lama pengolahan.
Peningkatan daya kelarutan dan kecernaan pati juga meningkatkan indeks glikemik dan
pati dengan pemanasan yang lebih lama mempunyai daya cerna pati yang lebih tinggi
dibandingkan pemanasan yang lebih cepat. Bila dihubungkan dengan kadar serat pangan,
bahan pangan dengan kandungan serat pangan yang tinggi akan lebih sulit dicerna atau
mempunyai daya cerna yang rendah (Nurhidajah, et al. 2015). Dalam kondisi tertentu,
amilosa dapat membentuk kompleks inklusi dengan monogliserida yang menyebabkan
kecernaan pati menjadi lebih rendah secara in vitro.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap jenis pati
memiliki daya cerna yang berbeda-beda. Praktikum ini memberikan hasil bahwa
tepung tapioka memiliki daya cerna pati yang lebih besar daripada tepung maizena.
Serta kedua sampel ini memiliki daya cerna pati yang lebih besar dari pati murni
(100%). Beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna pati yaitu jenis bahan
pangan, metode, serta proses pengolahan. Daya cerna pati juga berkaitan dengan kadar
glukosa.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu, praktikan dapat melakukan pengujian pada
keseluruhan sampel yang ada, sehingga akan lebih membantu praktikan dalam
memahami semua alur pada praktikum daya cerna pati secara in vitro ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arif et al. (2013). Nilai Indeks Glikemik Produk Pangan dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhinya. Jurnal Litbang Pertanian, 32(3):91-99.
Devieka et al. (2015). Laporan Preparasi Sampel Analisis Ketersediaan Mineral Secara In
Vitro. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Masrukan. (2020). Potensi Modifikasi Pati dengan Esterifikasi Sebagai Prebiotik. Jurnal
Agrotech (1):1. Yogyakarta.
Nurhudajah, et al. (2015). Kadar Serat Pangan Dan Daya Cerna Pati Nasi Merah yang
Diperkaya Kappa-Karagenan Dan Ekstrak Antosianin dengan Variasi Metode
Pengolahan. 207-214.

Anda mungkin juga menyukai