Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGARUH SUHU TERHADAP REAKSI ENZIMATIK

Disusun Oleh :
Akbar Heidar Cahyadewa (192010101001)
Nadhira Hanindhiya Putri (192010101026)
Inggil Noor Maulidiyah (192010101045)
Caroline Angelina (192010101065)
Dhaifan Nur Mutttaqien (192010101066)
Leila Nur Z. (192010101108)

Pengampu :
dr. Zahrah Febrianti, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Enzim merupakan katalis yang mengatalisis perubahan satu atau lebih
senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) dengan mampu
meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali dibandingkan jika tidak dikatalisis.
Selain sangat efisien enzim juga merupakan katalis yang sangat selektif.
Tidak seperti kebanyakan katalis yang digunakan dalam bidang kimia sintetik,
enzim bersifat spesifik baik bagi tipe reaksi maupun substrat yang dikatalisis
(Murray, dkk., 2009).
α-Amilase merupakan enzim yang berkaitan dengan pemecahan pati dan
glikogen menjadi maltosa. Enzim ini terdapat pada getah pankreas dan saliva
(Adugna, dkk., 2004). α-Amylase saliva yang juga dikenal sebagai ptyalin
berperan dalam hidrolisis ikatan α-(1,4)-glukosida dalam polimer glukosa
(Caballero, dkk., 2016). Hidrolisis pati (starch) dikatalisis oleh amilase liur dan
amilase pankreas. Enzim α-amilase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan
glikosida α-(l,4) menghasilkan dekstrin, kemudian campuran glukosa, maltosa,
dan isomaltosa (Murray, dkk., 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah aktivator enzim,
inhibitor enzim, pH, suhu dan konsentrasi Enzim. Tiap enzim mempunyai pH dan
suhu optimum tersendiri. Semakin jauh suhu dan pH dari kondisi optimumnya
maka kerja enzim semakin tidak baik (Sumardjo, 2008). Berdasarkan uraian di
atas, maka dilakukanlah praktikum tentang pengaruh pH dan temperatur terhadap
aktivitas enzim amilase.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah pengaruh suhu optimum terhadap adanya aktivitas enzim
amilase?
2. Apa fungsi larutan-larutan yang digunakan dalam pecobaan?
3. Bagaimana struktur enzim amilase?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Menentukan suhu optimum untuk aktivitas enzim amilase dari penguraian
pati (amilum).
2. Mengetahui fungsi larutan-larutan yang digunakan dalam pecobaan
3. Mengetahui struktur enzim amilase

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Enzim
Enzim merupakan katalis yang mengatalisis perubahan satu atau lebih
senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) dengan mampu
meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali dibandingkan jika tidak
dikatalisis. Selain sangat efisien enzim juga merupakan katalis yang sangat
selektif. Tidak seperti kebanyakan katalis yang digunakan dalam bidang kimia
sintetik, enzim bersifat spesifik baik bagi tipe reaksi maupun substrat yang
dikatalisis (Murray, dkk., 2009). Enzim merupakan suatu protein, sehingga sulit
mengetahui rumus dan strukturnya. Oleh sebab itu, nama enzim tidak berdasarkan
senyawa, melainkan dari nama reaksi yang dipercepat dan ditambah akhiran ‘ase’.
Dalam reaksi redoks, misalnya enzimnya disebut oksidoreduktase (Syukri, 1999).
Menurut Stoker (2007), enzim dikelompokkan ke dalam enam kelas utama
berdasarkan tipe reaksi katalisisnya, yaitu:
1. Oksidoreduktase (enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi).
2. Transferase (enzim yang mengkatalisis reaksi pemindahan gugus dari satu
molekul ke molekul lain).
3. Hidrolase (enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis).
4. Liase (enzim yang mengkatalisis reaksi penambahan gugus ke ikatan rangkap
atau pelepasan gugus dari ikatan rangkap tanpa melibatkan reaksi hidrolisis
atau oksidasi).
5. Isomerase (enzim yang mengkatalisis reaksi penataan ulang gugus fungsi
dalam sebuah molekul).
6. Ligase (enzim yang mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan antara dua
molekul menjadi satu molekul dengan bantuan ATP).

2.2 Enzim Amilase


Hidrolisis pati (starch) dikatalisis oleh amilase liur dan amilase pankreas.
Enzim α-amilase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan glikosida α-(l,4)
menghasilkan dekstrin, kemudian campuran glukosa, maltosa dan isomaltosa
(Murray, dkk., 2009).
Pemecahan polisakarida yakni pati dimulai di mulut. α-Amilase saliva yang
juga dikenal sebagai ptialin berperan dalam hidrolisis ikatan α-(1,4)-glukosida
dalam polimer glukosa. Enzim ini tidak bisa menghidrolisis ikatan α-(1,6) dalam
polimer bercabang, terminal ikatan α-(1,4) dan ikatan α-(1,4) dekat titik
percabangan sehingga produk utama dari pencernaan amilase adalah
oligosakarida, maltose, maltotriosa dan α-dekstrin (Caballero, dkk., 2016).
2.3 Aktivitas Enzim
Aktivitas amilase ditentukan berdasarkan kadar glukosa hasil hidrolisis pati
dengan menggunakan metode Nelson-Somogy. Aktivitas optimum amilase hasil
ekstraksi menggunakan etanol ialah pada pH 5,0 dan suhu 50 °C (Iswendi, 2010).
Hashemi, dkk., (2013) meneliti tentang produksi α-amilase oleh Bacillus sp.
KR-8104 pada temperatur yang berbeda dalam fermentasi terendam (submerged
fermentation, SMF). Kemudian pengaruh suhu dan pH pada aktivitas α-amilase
yang dihasilkan melalui SMF diselidiki menggunakan metodologi respon
permukaan (response surface methodology, RSM) dan hasilnya dibandingkan
dengan yang diperoleh dari fermentasi keadaan padat (SSF). Produksi maksimum
dan minimum α-amilase tercatat sebesar 3824 U L-1 (37 °C) dan 662 U L-1 (30
°C). Meskipun terjadi peningkatan dalam konsumsi dekstrin, penurunan yang
signifikan dalam produksi α-amilase pada suhu 45 °C sebesar 3035 U L-1
dibandingkan dengan yang diamati pada 37 °C.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim


Menurut Sumardjo (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas
enzim yakni:
1. Aktivator Enzim
Aktivator enzim adalah zat-zat yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan aktivitas suatu enzim. Kebanyakan aktivator adalah ion-ion
anorganik, terutama ion logam atau kation. Aktivator yang baik untuk enzim
deoksiribonuklease adalah ion-ion Mg2+, Mn2+, Co2+ dan Fe2+, sedangkan aktivator
yang lemah untuk enzim ini adalah ion-ion Ca2+, Ba2+, Sr2+ dan Cd2+. Selain
aktivator kation, ada juga aktivator anion, misalnya aktivator ion Cl¯ untuk
amilase ludah atau ptialin.
2. Inhibitor Enzim
Inhibitor atau penghambat suatu enzim adalah suatu senyawa atau zat yang
dapat menghalangi aktivitas kerja enzim. Berdasarkan sifat kestabilan
penghambatan, penghambatan enzim dapat dibedakan atas penghambatan
reversible (tak stabil) dan penghambatan irreversible (stabil). Penghambatan
reversible dibedakan atas dua golongan yaitu penghambatan kompetitif dan non
kompetitif.
3. pH
Tiap enzim mempunyai pH optimum tersendiri (misalnya pepsin = 1,5,
steapsin = 8,0, amilopepsin = 7,0). Jika pH ini dilewati atau dilampaui maka
aktivitas enzim semakin menurun.
4. Suhu
Tiap enzim memiliki suhu optimum yaitu ketika enzim tersebut dapat bekerja
dengan baik. Semakin jauh dari suhu optimum maka kerja enzim semakin tidak
baik. Daerah atau kisaran suhu ketika kerja atau laju reaksi enzim masih baik
disebut suhu optimum. Suhu optimum untuk enzim-enzim yang terdapat dalam
tubuh adalah berkisar 36 °C - 40 °C.
5. Konsentrasi Enzim
Jumlah enzim menentukan lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai
kesetimbangan. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim berbanding lurus dengan
konsentrasi enzimnya.

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Pelaksanaan


Praktikum ini dilaksanakan pada ada tanggal 18 Desember 2019 pada
pukul 13.00-15.00 WIB da tempat pelaksanaan di Laboratorium Biokimia.

3.2 Alat dan Bahan


 Spektrofotometer
 Kuvet
 Erlemeyer
 5 Tabung reaksi
 15 mL buffer pH 6,5
 3 mL amilum
 6 mL NACL 0,04%.
 Water bath laboratorium
 Penjepit tabung reaksi
 Pipet pump/pipet rubber bulb
 Pipet ukur
 HCL 0,05 N
 1 mL

3.3 Tata Laksana


 Isi erlemeyer: 15 mL buffer pH 6,5, 3 mL amilum, 6 mL NACL 0,04%.

Campurkan dan letakkan pada suhu 37 dengan 15 menit


 Isi HCL 0,05 N 10 mL pada masing masing tabung ( 0’, 5’, 10’, 15’, 20’)
 Ambil 1 mL erlemeyer masukkan ke tabung 0’
 Masukkan 1 mL enzim ke erlemeyer. lalu campur
 Stopwatch setiap 5 menit: masukkan 3 mL dari erlemeyer ke tabung 5’,
10’, 15’, 20’
 Setelah selesai, tambahkan 1 mL ke tiap tabung dan tunggu 5-

10 menit.
 Tentukan intensitas warna dengan sepktrofotometer (
 Buat grafik hubungan % substrat tercerna (ordinat) dengan waktu (absis)
pada macam macam suhu diatas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum Data Absorbasi


4.1.1 Rumus
Rumus :
(Absorbance) waktu t
% Substrat yang dicerna = 100% - ---------------------------- × 100%
(Absorbance) waktu to

4.1.2 Perhitungaan Substrat yang dicerna

No. Menit Larutan Nilai Jumlah zat yang


ke - Absorbansi dicerna
1. 0 NaCl 0,09%+ substrat amilum (6 ml) + penyangga 0,332 A 100%-0,332/0,332
PH 6,5 (15 ml) + KI – KO3 (1 ml) x 100 = 0%
2. 5 NaCl 0,09%+ substrat amilum (6 ml) + Penganga 0,075 A 100% –
PH 6,5 (15 ml) + KI-KO3 (1 ml) + Enzim (1 ml) 0,071/0,332x 100
= 77,5%
3. 10 NaCl 0,09%+ substrat amilum (6 ml) + Penganga 0,076 A 100% -
PH 6,5 (15 ml) + KI-KO3 (1 ml) + Enzim (1 ml) 0,073/0,332 x
100= 77,9%
54. 15 NaCl 0,09%+ substrat amilum (6 ml) + Penganga 0,085A 100% -
PH 6,5 (15 ml) + KI-KO3 (1 ml) + Enzim (1 ml) 0,085/0,332 x
100= 74,5%
5. 20 NaCl 0,09%+ substrat amilum (6 ml) + Penganga 0,076A 100% -
PH 6,5 (15 ml) + KI-KO3 (1 ml) + Enzim (1 ml) 0,076/0,332 x
100= 77,2%

4.1.3 Grafik
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan
5.1.1 Pengaruh Suhu pada reaksi enzimatik
Suhu mempengaruhi reaksi enzimatik. Diluar suhu optimum aktivitas
enzim menjadi tidak maksimal. Bila suhu terlalu rendah, enzim menjadi tidak
aktif, karena tidak terjadi benturan antara molekul enzim dengan substrat.
Sedangkan bila suhu terlalu tinggi, dimana benturan yang terjadi semakin banyak
maka struktur tiga dimensi dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim
akan mengalami denaturasi, atau dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat
alamiahnya.
Pada percoban mengenai pengaruh suhu terhadap reaksi enzimatik yang
pertama kami lakukan adalah mengisi 15 mL buffer pH 6,5, 3 mL amilum, 6 mL
NACL 0,04%. Kemudian mencampurkan dan meletakkan pada suhu 37 dengan 15
menit dan dilanjutkan dengan mengisi HCL 0,05 N 10 mL pada masing masing
tabung ( 0’, 5’, 10’, 15’, 20’). Setelah itu, mengambil mL erlemeyer masukkan ke
tabung 0’ dan 1 mL enzim ke erlemeyer. lalu campur. Ditunggu etiap 5 menit
kemudian memasukkan 1 mL dari erlemeyer ke tabung 5’, 10’, 15’, 20’. Setelah
selesai, ditambahkan 1 mL ke tiap tabung dan tunggu 5-10 menit. Lalu membuat
grafik hubungan % substrat tercerna (ordinat) dengan waktu (absis) pada macam
macam suhu diatas. Setelah itu dilakukan pengukuran serapan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm, dan dihitung % substrat yang
dicerna serta dibuat kurva yang menghubungkan % substrat yang dicerna dengan
suhu.

Berdasarkan data hasil pengamatan, perubahan absorbansi per menit yang


diperoleh dari absorbansi larutan blanko dan absorbansi larutan uji dapat dilihat
dari kurva. Adapun kurva hasil percobaan memperlihatkan seberapa banyak
substrat yang diserap. Dimana pada percobaan ini menggunakan 4 jenis suhu
yakni 0C, 27C, 37C dan 70C. Pada hasil percobaan reaksi enzimatik pada
grafik menunjukkan bahwa suhu 37 derajat Celcius yang bekerja paling optimal
dibandingkan 4 garis grafik lainnya ,karena pada PH 6,5 dan pada suhu 37 derajat
celcius menerangkan bahwa pada menit ke-0,dimana larutan belum ditambahkan
enzim sebagai biokatalisator sehingga nilai absorbansinya tinggi yaitu 0,332 dan
jumlah zat yang dicerna adalah 0 % karena tidak ada enzim yang bekerja untuk
memecah atau mencerna substrat pada larutan. Pada menit ke 5 terjadi penurunan
nilai absorbansi yaitu menjadi 0,075 A dimana pada larutan menit ke-5 ini
ditambahkan enzim sebanyak 1 ml yang berfungsi untuk mencerna substrat pada
larutan dan jumlah zat yang dicerna bertambah yaitu sebanyak 77,50%. Pada
menit-menit berikutnya terjadi penurunan jumlahnya zat yang dicerna dan nilai
absorbansi yang semakin naik yang disebabkan kerja enzim pada larutan yang
sudah bekerja cukup lama dan mengalami kelandaian dikarenakan jumlah zat
yang dicerna berkurang. Suhu 37 derajat Celcius termasuk suhu optimum seperti
suhu tubuh manusia sehingga reaksi enzimatik yang dihasilkan optimal pada suhu
37 derajat Celcius. PH yang digunakan juga sesuai dengan substratnya yaitu
amilum yang biasanya dicerna di mulut oleh enzim ptialin dimana PH mulut
sekitar PH 6,5 seperti PH yang digunakan pada percobaan.
Sedangkan suhu 70 derajat Celcius mengalami sebaliknya,dimana grafik
yang dihasilkan adalah reaksi enzimatik yang paling tidak optimal diantara 4 garis
grafik lainnya hal ini menunjukkan bahwa enzim tidak bisa bekerja secara optimal
pada suhu 70 derajat Celcius dikarenakan struktur enzim yang pada dasarnya
terdiri dari protein sehingga jika bekerja pada suhu tinggi maka akan
menyebabkan protein pada enzim terdenaturasi.

5.2 Fungsi – fungsi larutan


1. NaCl : sebagai activator reaksi. Alasan digunakannya NaCl karena ia mudah
terionisasi dan menyerupai elektrolit tubuh. NaCl terdiri dari ion Na+ dan Cl-
dimana Na+ mengendalikan sifat-sifat enzim dan Cl- yang berfungsi untuk
mengaktifkan enzim.2. HCl : untuk menciptakan suasana asam karena pada
larutan akan ditambahkan KI-KIO3. Dan sebagai sumber Cl- agar aktivitas enzim
amilase meningkat
3. KI-KIO3 : sebagai indicator warna. KI-KIO3 pada suasana asam akan
melepaskan ion dan akan memberikan warna pada larutan. Karena glukosa dapat
larut dengan yodium dan berubah warna menjadi biru. Berkurangnya warna biru
disebabkan sebagian substrat telah dicerna oleh enzim amylase
Pada akhir reaksi konsentrasi substrat yang telah ditambahkan HCl akan semakin
sedikit. Berkurangnya substrat dan tetapnya konsentrasi HCl membuat kondisi
larutan menjadi asam. Keadaan asam ini adalah pH yang tidak optimum bagi
amilase sehingga amilase tidak dapat bekerja optimal dan bahkan bisa
terdenaturasi. Jika enzim rusak maka kecepatan reaksi akan melambat dan grafik
akan terlihat melandai
5.3 Struktur enzim amilase
Enzim amilase memerlukan ion Cl- sebagai kofaktornya untuk dapat bekerja. Ion
Cl- ini didapatkan dari NaCl yang mudah terion menjadi ion NA+ dan Cl-. Dalam
praktikum yang kami lakukan ada beberapa kendala yang kami alami yaitu:
pertama, kurangnya HCl yang disediakan sehingga kami harus meminta HCl ke
kelompok lain; kedua, kuvet yang tersedia banyak yang kurang bersih sehingga
kami perlu waktu untuk membersihkan terlebih dahulu; kurangnya kehati-hatian
sehingga saat menggunakan pipet, ada sedikit larutan yang kembali terhisap
masuk ke pipet.

BAB VI
KESIMPULAN

Suhu sangat mempengaruhi keja enzm yang ada. Pada suhu yang tinggi
ataupun rendah, suhu akan mengakibatkan enzim mengalami denaturasi.
Akibatnya, kecepatan reaksi atau substrat yang dicerna menurun dibandingkan
dengan kerja enzim pada suhu optimum.
Enzim amilase dapat bekerja secara optimal pada suhu 37⁰C, sesuai
dengan suhu normal tubuh manusia. Selain itu, dari praktikum ini juga dapat
diketahui bahawa enzim amilasi dapat bekerja secara optimal juga pada
lingkungan yang memiliki pH 6,5, yang cukup stabil. Hal ini dibuktikan dengan
% jumlah subtrat yang dicerna dimana pada suhu 37⁰C dapat diketahui jumlah
substrat yang dicerna lebih banyak daripada menggunakan suhu yang lainnya.
Sehingga suhu 37⁰C merupakan suhu optimal dari enzim amilase.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai