Anda di halaman 1dari 6

Nama : Siti Faizatul A.

NIM : 192010101035
P3

“UJI CAIRAN TERHADAP PASIEN EFUSI PLEURA”


Pendahuluan
Keluar atau merembesnya cairan selaput paru (efusi pleura) adalah
penumpukan cairan di dalam rongga selaput paru yang disebabkan oleh proses
mencampurnya serum (eksudasi) atau cairan darah (transudasi) yang berlebihan
dari permukaan selaput paru. Rembesan cairan selaput paru (efusi pleura bukanlah
merupakan diagnosis penyakit, melainkan gejala penyakit berat (serius) yang dapat
mengancam jiwa. Adanya cairan yang cukup banyak dalam rongga selaput paru,
maka kemampuan (kapasitas) paru akan berkurang dan menyebabkan organ sekat
dada (mediastinum), termasuk jantung terdorong. Hal ini mengakibatkan payah
(insufisiensi) pernapasan dan dapat mengakibatkan gangguan jantung dan
peredaran (sirkulasi) darah. Oleh karena itu diperlukan penatalaksanaan
penanggulangan rembesan selaput paru yang baik, sehingga penderita terhindar dari
penyulit yang lebih berat. Berbagai penyakit bisa menimbulkan rembesan selaput
paru. Di antaranya gagal jantung berbendung (kongestif), radang paru (pneumonia),
sirosis hepatik, himpunan sindrom nefrotik, penyakit jangkitan (infeksi) baik oleh
jamur, parasit, bakteri maupun virus. Namun, yang paling sering ditemukan adalah
akibat proses keganasan dan tuberkulosis. Tuberkulosis dan keganasan merupakan
penyakit infeksi dan degeneratif yang banyak ditemukan saat ini dan tidak menutup
kemungkinan kasus rembesan selaput paru akan meningkat jika penemuan dan
penanganan penderita terhadap penyakit tuberkolusis dan keganasan tidak sebaik-
baiknya (maksimal).
Di negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus rembesan selaput paru
per 100.000 orang. Di Amerika Serikat setiap tahun dilaporkan 1,3 juta orang
menderita rembesan selaput paru terutama disebabkan oleh gagal jantung
berbendung (kongestif) dan radang paru (pneumonia) berbakteri.3 Berdasarkan
data yang dilaporkan Departemen Kesehatan, di Indonesia tahun 2006 didapatkan
kasus rembesan selaput paru sebanyak 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas
dengan rerata kematian kasus atau Case Fatality Rate (CFR) 1,6. Di Sulawesi
Selatan dilaporkan kejadian rembesan selaput paru 16% dari penderita infeksi
saluran napas. Tingginya kasus rembesan selaput paru disebabkan keterlambatan
penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini, sehingga menghambat
kegiatan (aktivitas) sehari-hari dan masih sering ditemukan kematian akibat
kejadian tersebut.
Dalam keadaan normal rongga selaput paru mengandung kurang lebih 10–
20 ml cairan dengan kepekatan (konsentrasi) protein rendah, yang terdapat di antara
selaput paru pembungkus (viseralis) dan pedinding (parietalis) yang berfungsi
sebagai pelicin agar kedua selaput paru tidak mengalami pergesekan akibat
pergerakan. Dalam keadaan patologis rongga selaput paru dapat menampung
beberapa liter cairan dan udara. Hal ini terjadi akibat peningkatan tekanan
Nama : Siti Faizatul A.
NIM : 192010101035
P3

hidrostatik bersistem (sistemik), penurunan tekanan osmotik koloid darah akibat


hipoproteinemia, kerusakan dinding pembuluh darah, gangguan penyerapan
kembali cairan selaput paru oleh saluran pembuluh getah bening disebabkan oleh
berbagai penyakit. Secara umum cairan selaput paru digolongkan dalam cairan
darah (transudat) dan serum campuran (eksudat). Terbentuknya cairan darah dan
serum campuran bergantung dari penyebab terjadinya efusi pleura. Perbedaan
transudat dan eksudat berdasarkan analisis cairan selaput paru (pleura) dengan
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan uji (tes) kimiawi di antaranya kadar
glukosa, protein keseluruhan (total), laktat dehidrogenase (LDH), amilase,
kolesterol dan C-Reaktif Protein. Pada penelitian lain perbedaan cairan darah dan
serum campuran ditambah dengan membandingkan kadar glukosa, protein total,
LDH cairan selaput paru terhadap kadar dalam serum penderita.
Tujuan dari penulisan paper ini untuk mengetahui bagaimana proses untuk
melakukan tes penentuan transudat dan eksudat(tes rivalta) dengam
memperhitungkan kadar glukosa, protein keseluruhan, LDH dan hitung leukosit
dan membandingkan dengan kadar bahan yang sama dari serum penderita.
Manfaat dari penulisan ini untuk dapat mengetahui langkah-langkah
melakukan uji rivalta dan kadar glukosa,protein ,LDH serta hitung leukosit.

Metode
Resume ini didasarkan atas literature review dari 2 buku dan 4 jurnal yang
dipilih untuk kami jadikan sumber dalam penulisan resume ini.

Pembahasan
A. Thoracosintesis
1. Definisi
Untuk melakukan tes rivalta sebelumnya harus dilakukan pengambilan
sampel terlebih dahulu dengan menggunakan prosedur Thoracosintesis.
Thoracentesis adalah prosedur yang dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari
rongga dada untuk tujuan diagnostik dan / atau terapeutik. Thoracentesis dilakukan
dalam posisi terlentang atau duduk tergantung pada kenyamanan pasien, kondisi
yang mendasari, dan indikasi klinis.
2. Persiapan
Jelaskan prosedurnya kepada pasien, dan dapatkan persetujuan tertulis.
Kamu juga harus menyelesaikan tiga langkah persiapan yang diuraikan oleh
Protokol Universal dari Komisi Bersama untuk Akreditasi Organisasi Kesehatan:
verifikasi identitas pasien, pastikan bahwa situs penyisipan jarum ditandai dengan
benar, dan ambil waktu habis segera sebelum prosedur untuk verifikasi akhir oleh
semua anggota tim perawatan bahwa pasien, prosedur, dan lokasi semuanya benar.
Nama : Siti Faizatul A.
NIM : 192010101035
P3

Thoracentesis adalah prosedur steril, dan Anda harus mencuci tangan


sebelum prosedur dan kenakan sarung tangan steril selama prosedur. Mintalah
bantuan dari satu atau dua asisten. Mereka akan dibutuhkan untuk membantu
memposisikan dan memantau pasien dan isi wadah yang dievakuasi dan tabung
spesimen. Letakkan pasien dalam posisi duduk di tepi tempat tidur, condongkan
tubuh ke depan, dengan lengan bertumpu di atas meja samping tempat tidur. Jika
pasien tidak dapat duduk tegak, posisi telentang atau telentang lateral dapat
digunakan. Tingkat efusi harus diperkirakan berdasarkan suara yang berkurang atau
tidak ada pada auskultasi, kusam pada perkusi, dan fremitus berkurang atau tidak
ada. Anda harus memasukkan jarum satu atau dua ruang interkostal di bawah
tingkat efusi, 5 sampai 10 cm lateral tulang belakang.
Untuk menghindari cedera intraabdominal, jangan memasukkan jarum di
bawah tulang rusuk kesembilan. Tandai situs yang sesuai, lalu siapkan kulit dengan
antiseptik solusi dan oleskan tirai steril.Anestesi epidermis di atas tepi superior
tulang rusuk yang terletak di bawah ruang interkostal yang dipilih, menggunakan
1% atau 2% lidokain dan kecil (ukuran 25) jarum. Masukkan jarum yang lebih besar
(22-gauge) dan kemudian "berjalan" di sepanjang tepi superior tulang rusuk, secara
bergantian menyuntikkan anestesi dan menarik kembali plunger setiap 2 atau 3 mm
untuk mengesampingkan penempatan intravaskular dan untuk memeriksa
penempatan intrapleural yang tepat. Untuk menghindari cedera pada saraf dan
pembuluh interkostal, jarum tidak boleh bersentuhan permukaan inferior tulang
rusuk. Setelah cairan pleura disedot, hentikan memajukan menyuntikkan dan
menyuntikkan lidokain tambahan untuk membius parietal yang sangat sensitif
pleura. Perhatikan kedalaman penetrasi sebelum mencabut jarum.
3. Aspirasi Cairan Pleura
Pasang kateter over-the-needle 18-gauge ke semprit, dan masukkan jarum
permukaan superior tulang rusuk ke kedalaman yang telah ditentukan sambil terus
menarik kembali plunger. Setelah cairan pleura diperoleh, hentikan memajukan
jarum, arahkan kateter dengan hati-hati ke atas jarum, lalu lepaskan jarum. Kamu
harus tutup hub kateter yang terbuka dengan jari untuk mencegah masuknya udara
ke dalam rongga pleura. Pasang semprit besar dengan stopcock tiga arah ke hub
kateter. Dengan stopcock terbuka untuk pasien dan spuit, aspirasi kira-kira 50 ml
cairan pleura untuk analisis diagnostik dan kemudian tutup sumbat pasien. Jika
cairan tambahan harus dibuang untuk tujuan terapeutik, salah satu ujungnya
bertekanan tinggi pipa drainase dapat dipasang ke port ketiga dari stopcock dan
yang lainnya berakhir ke wadah besar yang dievakuasi. Sumbat kemudian harus
dibuka untuk pasien dan wadah, dan cairan harus dibiarkan mengalir. Tidak lebih
dari 1500 ml cairan harus dibuang. Setelah prosedur selesai, lepaskan kateter saat
pasien menahan nafas pada akhir ekspirasi, tutupi situs dengan balutan oklusif, dan
menghilangkan sisa larutan antiseptik dari kulit. Pastikan itu semua jarum
Nama : Siti Faizatul A.
NIM : 192010101035
P3

ditempatkan dalam wadah keamanan yang sesuai. Ketika sudah didapatkan


cairannya maka bisa dilakukan analisis cairan dengan menggunakan teknik rivalta.
B. Analisis Hasil Cairan Pleura
1. Untuk menentukan jenis cairan (Rivalta Test)
Definisi
Uji Rivalta adalah metode sederhana dan murah yang dapat digunakan
dalam pengaturan terbatas sumber daya untuk membedakan transudat dari eksudat.
Prosedure
a. Alat :
•Beker glass
•Pengaduk
•Pipet
b. Bahan :
•Aquadest
•Asam asetat glasial
•Larutan
c. Cara Kerja
Memasukkan aquades 100ml kedalam beker glass
Menambahkan 1 tetes (0,1ml) asam asetat glasial 1 cm di atas permukaan
Tambahkan 1 tetes cairan yang sudah diambil
Lalu amati perubahanya
d. Interpretasi
1. Hasil tes positif (menimbulkan kekeruhan nyata seperti kabut,terbentuk
endapan)eksudat
2. Hasil tes positif lemah (menimbulkan kekeruhan serupa
kabuthalus)transudat
3. Hasil tes negatif (tidak menyebabkan kekeruhan)cairan tubuh normal/
transudat
2. Untuk menganalisis cairan biokimia
a. Protein
Protein Total Dalam membedakan antara transudat dan eksudat pada
dasarnya dapat menggunakan hitung sel, ada atau tidaknya bekuan dalam
cairan dan berat jenis. Saat sekarang ini sudah dikembangkan pemeriksaan
konsentrasi protein cairan pleura, yaitu dengan cut-off point 30 g/L yang
dapat membedakan antara transudat dan eksudat. Kadar protein cairan
pleura > 30 g/L menunjukkan adanya eksudat
b. Lactate dehydrogenase (LDH)
Pemeriksaan aktivitas LDH pada cairan pleura yang lebih tinggi
dibandingkan dengan LDH serum menunjukkan bahwa adanya sel
Nama : Siti Faizatul A.
NIM : 192010101035
P3

keganasan pada cairan pleura. Aktivitas LDH yang tinggi tidak hanya
menunjukkan adanya sel ganas dalam cairan tersebut, namun dapat
menunjukkan adanya proses inflamasi dalam pleura.
Light’s criteria
Pada tahun 1972, Light’s dkk mempublikasikan kriteria klasik yang
mendekati sensitivitas dan spesifisitas 100% dalam mengindentifikasi
cairan eksudat. Dilakukan pemeriksaan protein total serum, protein total
cairan pleura, LDH serum dan LDH cairan pleura.
Dikatakan eksudat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Rasio protein cairan pleura: serum lebih dari 0,5
b. Aktivitas LDH cairan pleura lebih dari 200 U/L (2/3 batas atas nilai
normal serum) c. Rasio LDH cairan pleura: serum lebih dari 0,6. 8 ** Pasien
dengan kecurigaan tinggi transudate namun ada Light’s criteria (misalnya
pasien CHF yang mendapatkan terapi diuresis), Dr. Light’s
merekomendasikan apabila: albumin serum- albumin pleura <1,2 mg/dl
efusi pleura: eksudat.
c. Pemeriksaan Glukosa
Kadar glukosa pada cairan pleura lebih dari 5,3 mmol/L (95 mg/dl) sangat
mungkin bersifat transudat. Kadar glukosa yang rendah sering ditemukan
pada cairan eksudat yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri (empyema)
dan tuberkulosis. Pada cairan eksudat yang disebabkan oleh karena penyakit
keganasan, kadar glukosanya sangat bervariasi. Sebanyak 3% pasien
dengan artritis rematoid mengalami efusi pleura, dimana kadar glukosa
dalam cairan pleura menunjukkan kadar yang rendah, dibawah 20-30 mg/dl
ditemukan pada 70-80% kasus, dan kurang dari 10 mg/dl ditemukan pada
42% kasus. Hal yang berbeda dijumpai pada penderita SLE dengan efusi
pleura, dimana kadar glukosa cenderung normal.
Kesimpulan
Keluar atau merembesnya cairan selaput paru (efusi pleura) adalah
penumpukan cairan di dalam rongga selaput paru yang disebabkan oleh proses
mencampurnya serum (eksudasi) atau cairan darah (transudasi) yang berlebihan
dari permukaan selaput paru. Untuk itu diperlukan penatalaksanaan atas gejala ini.
Untuk melakukan penatalaksanaan harus diketahui terlebih dahulu jenis cairan
seperti apa yang terkumpul di rongga pleura tersebut. Untuk itu pula diperlakukan
tes rivalta yang didahului dengan thoracosintesis.
Nama : Siti Faizatul A.
NIM : 192010101035
P3

Daftar Pustaka
1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino
bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2001.
3. Di Provvido, A., Trachtman, A. R., Farina, E., Vaintrub, M. O., Fragassi,
G., Vignola, G., & Marruchella, G. (2019). Pleurisy evaluation on the
parietal pleura: an alternative scoring method in slaughtered pigs. Journal
of Swine Health and Production, 27(6), 312-316.
4. Liszewski, M. C., Ciet, P., & Lee, E. Y. (2020). Lung and Pleura. In
Pediatric Body MRI (pp. 1-28). Springer, Cham.
5. Lenaeus MJ, Shepard A, White AA. Routine Chest Radiographs after
Uncomplicated Thoracentesis. J Hosp Med. 2018 Nov 01;13(11):787-789.
6. Terra RM, Dela Vega AJM. Treatment of malignant pleural effusion. J Vis
Surg. 2018;4:110.

Anda mungkin juga menyukai