Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PEMBELAJARAN TUTORIAL

Nama Blok :5
Koordinator Blok : dr. Angga Mardro Rahardjo, Sp.P
Mata Kuliah : Thorax / Kelompok D
Dosen Pengampu : Dr. dr. Yunita Armiyanti, M.Kes
Tanggal Perkuliahan : 27 April 2020

Klasifikasi Istilah
1. Monitoring Urine Output
2. Epigastrium
3. Kesadaran letargi
4. Hiperkolesterol
5. Hematom
6. Palpasi
7. Resusitasi cairan
8. Penyakit jantung
9. Pingsan
10. DM
11. Pijat jantung
Pembahasan
1. Pemantauan vol produksi urin normalnya 1-2 ml/kg bb. Bisa terjadi pada pasien dengan
gangguan gagal ginjal kronis, bisa menyebabkan gangguan elektrolit dan overload cairan.
Dehidrasi warna kuning gelap, hematouria warna merah. Berfungsi untuk terapi cairan apakah
kurang lebih atau normal dan evaluasi fungsi ginjal dan eksresi ginjal
2. Area dibawah sternum dan diatas umbilicus, dan diapit hypondrium dextra sinistra. Isi gaster
dan hepar.
3. Keadaan dimana terjadi penurunan kesadaran atau seseorang tertidur lelap tetapi waktu
dibangunkan tidak sadar penuh. Letargi nama lainnya somnolen
4. Kondisi darah dimana mengandung banyak kolestrol. Nilai total 240 mg/dl. Sebagai salah Satu
indicator atheroskelrosis dan gangguan fungsi endotel serta stress oksidatif. Check lab untuk
mengetahui hasil pastinya. Idealnya ,< 200mg/dl
5. Keberadaan tdk normal darah pada jaringan karena disebabkan dinding pembuluh yang rusak
biasanya karena trauma. Kodisi adanya darah tdk normal di luar pembuluh darah, berukuran
kecil hingga besar. Orang awam sering nyebut memar atau lebam
6. Cara pemeriksaan dgn cara meraba dan menekan tubuh pasien, untuk mengetahui tonus otot,
edem dan juga batas organ. Palpasi ada 3 ringan, sedang, dan dalam.
7. Suatu tindakan pemberian cairan untuk mengatasi shock dan mengganti cairan yg hilang. Ada
2 kristaloid dan koloid . Resusitasi cairan bisa intravena. Kristaloid lebih diutamakan karena
bersifat isotonic sedangkan koloid hipertonik. Peningkatan kebutuhan cairan bisa terjadi karena
demam
8. Penyempitan dan pemblokiran pembuluh darah, mempengaruhi katup dan ritme
jantung.Congestive heart failure = gagal memompa darah, angina pectoris=nyeri dada. Tanda2
penyakit kardiovaskular Angina, dispnea, hilang kesadaran, krepitasi.
9. Pingsan
Syncope atau pingsan didefinisikan sebagai proses hilangnya kesadaran sementara yang
nantinya dapat kembali lagi ke kondisi normal secara spontan. Hilangnya kesadaran ini
juga disertai dengan hilangnya kekuatan otot, sehingga korban akan merasa lemas dan
kemudian terjatuh.
Pada dasarnya, syncope disebabkan oleh kurangnya suplai darah ke otak sehingga akan
mengganggu aktivitas reticular activating system di batang otak yang pada keadaan normal
membuat manusia terjaga. Kejadian ini dapat dipicu oleh keadaan-keadaan seperti:

 Anemia
 Dehidrasi
 Suhu yang terlalu panas
 Hipotensi orthostatic (penurunan tekanan darah sebanyak 20-30mmHg setelah perubahan
posisi)
 Hipoglikemi atau kelaparan

Stress berat

Olahraga yang terlalu berat

Konsumsi obat-obatan

10.Pnyakit dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat. Gejala polyuria,


polydipsia, dan kesemutan serta penurunan bb

11. salah satu bagian dari rjp untuk bantuan hidup dasar. Disebut juga rjp atau cpr

Rumusan Masalah
1. Apakah kematian pasien A termasuk kematian tidak wajar?
2. Apa hubungan hematom pada epigastrium dengan tek darah 50 mmHg dan hr 150 dan
keempat ektremitas dingin pada pasien B?
3. Mengapa diberikan resusitasi cairan pada pasien B?
4. Mengapa dan bagaimana monitoring urine output dilakukan pada pasien B?
5. Apa hub riwayat diabetes, hiperkolestrolemia, penyakit jantung dengan pingsan, tidak sadar,
dan tek darah 40mmHg serta hr 160x/menit?
6. Mengapa dilakukan pememriksaan rekam jantung dan hasil patologis yg didapatkan?
7. Apa tanda2 kegagalan system kardio respi shg dilakukan pijat jantung?
Pembahasan
1. Ya, pasien A mengalami kematian tidak wajar. Berdasarkan klasifikasinya dibagimenjadi 3:
1. Natural death
2. Unnatural death
a. Pembunuhan
b. bunuh diri
c. Kecelakaan
3. Kematian yg tidak dapat ditentukan
Bisa dinyatakan mati apabila system kardisirkulasi telah berhenti dan juga kematia batang otak
2. Sistem kardio sirkulasi terganggu dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan yg
mengakibatkan syok
Syok hipovolemik: Karena pendarahan sebagai kompensasi terjadi peningkatan HR
Syok Distributif: Akibat anafilaksis, sepsis yg menyebabkan vasodilatasi sistemik dan tek darah
menurun
Syok kardiogenik: Adanya infark miokard sehingga jnatung gagal memompa dan aliran darah
tidak dapat mengalir dan terjadi gangguan perfusi jaringan
Syok obstruktif: Karena emboli paru sehingga aliran darah tersumbat dan perfusi jaringan
menurun.
3. Resusitasi cairan dilakukan agar tekanan darah bisa mendekati normal dan dimasukkan secara
intravena. Derajat untuk syok ada 4, drajat 1 hr normal, derajat 2 hr > 100, derajat 3 HR> 120
derajat 4 HR> 140. Pada pasien ini membutuhkan 2 – 3 x dari volume plasma yg hilang
4. Untuk mendeteksi apakah ada fungsi irgan tubuh yg kurang baik. Mengecek intake dan output
cairan sebagai tanda perfusi cairan oleh ginjal. Dengan cara memasang kateter dan
disambungkan ke wadah penampung urine. Yang diperiksa warnanya. Jumlah normal urine 0,5
-1 cc/bbKg. Kecepatan pemberian cairan berdasarkan urine output, apabila urine output <15ml
kecepatan diinaikkan
5. Hubungannya dari dm yaitu kurang insulin sel akan kekurangan glukosa dan terjadi
pengaktifan glukogenesis, dan lipoliis dan memberikan efek samping berupa pembentukan keton
sehinggan terjadi peningkatan asam dalam tubuh dan berefek ke otak. Kompensasi berupa hilang
kesadaran (syncope). Atheroskelerosis yg memnyebabkan kekurangan 02 di otak. Tek darah dan
HR menunjukkan adanya tanda2 shock
6. gambar 1: normal
Gambar 2: Vt (ventricular takikardi)
Gambar 3: VF (Ventrikular fibrilasi)
Gambarv 4:PEA (tidak ada kontraksi jantung)
Karena HR >160 lebih mengarah ke Ventrikular Takikardi, PEA termasuk ke cardiac arrest dan
butuh RJP
7. Kemungkinan ada ketidaknormalan seperti VT atau VF dan juga frekuensi nadi >160x/menit.
Tidak sadarkan diri salah satu tanda kegagalan system kardiorespi. Gangguan pompa dan
kemungkinan terjadi cardiac arrest.
Learning Objective
1. Jenis2 kematian tidak wajar:
a. Asfiksi
b. Kematian mendadak
c. Euthanasia
2. Shock:
a. Definisi
b. Penyebab/Etiologi
c. Patofisiologi
d. Gejala
e. Diagnosis
f. Prognosis
g. Penatalaksanaan
3. Macam2 syok:
a. Syok hipovolemik
b. Syok kardiogenik
c. Syok distributive
d. Syok obstruktif
4. Tanda2 awal kegagalan system kardiorespirasi dan penanganan(penatalaksanaan awal)

Dosen Pengampu Mahasiswa

Dr. dr. Yunita Armiyanti, M.es Ichlasul Mahdi Fardhani

Wakil Dekan 1 Koordinator Blok

dr. Ancah Caesarina NM, Ph.D dr. Angga Mardro Rahardjo, Sp.P

LAMPIRAN FOTO
Learning Objective
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon
dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia
hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara klinis keadaan asfiksia sering
disebut anoksia atau hipoksia (Amir, 2008).

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997): 1.
Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan
asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak,
pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. 3. Keracunan
bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat dan narkotika.

Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan dengan
penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan (Knight, 1996 ).

Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu: 1. Anoksia Anoksik (Anoxic
anoxia) Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:

Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara
yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi.
Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri,
penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan
asfiksia mekanik.

Anoksia Anemia (Anemia anoxia) Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati
pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan
yang membawa bahan bakar ke pabrik.

Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia) Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa
karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi
sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia) Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif.

Di Belanda disebutkan bahwa Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan suatu usaha (nalaten)
untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk
kepentingan pasien itu sendiri.37

37 Cecep Tribowo, Etika & Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2014, hlm. 200.

menurut kamus Kedokteran Dorland Euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian
yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati,pengakhiran kehidupan
seseorang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-
hati dan disengaja.

Kode etik kedokteran Indonesia menggunakan Euthanasia dalam tiga arti, yaitu : 1. Berpindahnya ke
alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan; 2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan
penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang; 3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit
dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri atau pihak keluarga.

Pengertian Syok

Adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
Pada kondisi syok, terjadi gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak adekuatnya hantaran
oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan hemodinamiknya dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat
kecilnya curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik
primer pada system kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. (hardisman,2013)

Prinsip Penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik


kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap
pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai
pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas dokter atau petugas medis,
maka penatalaksanaan syok harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi penatalaksanaan
sebelum dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit. Penatalaksanaan sebelum di tempat
pelayanan kesehatan harus memperhatikan prinsipprinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi
jantung, jalan nafas dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah
menghentikan trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut.
Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan resusitasi cairan
secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga
adalah teknik mobilisai dan pemantauan selama perjalanan.

Syok hipovolemik

merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat
terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan
(ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar
dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat
disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organorgan tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan
luka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.2

Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kg secara bolus dapat dilakukan sambil menilai respon tubuh. Pada
syok hipovolemik, maka peninkatan volume intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai
penurunan frekuensi jantung. Pada kasus yang berat, pemberian ini dapat diulangi 10 ml/kg sambil
menilai respon tubuh. Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai nilai CVP kurang dari
5 mm Hg. Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai normovolemik. Kebutuhan cairan untuk
mengisi ruang intravaskular umumnya dapat dikurangi bila digunakan cairan koloid.

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung, yang dapat diakibatkan akibat preload,
afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung juga menurun pada disritmia. Gangguan
preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium atau
penumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif congenital, emboli,
peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada pheochromocytoma). Gangguan kontraktilitas
miokardium dapat diakibatkan infeksi virus, gangguan metabolik seperti asidosis, hipoglikemia,
hipokalsemia, penyakit kolagen dll. Disritmia, misalnya blok arterioventrikular atau paroxysmal atrial
takikardia dapat mengakibatkan syok kardiogenik. Respon neurohumoral seperti terjadi pada syok
hipovolemik juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi vaskular sistemik akan
meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan berakibat penurunan curah jantung.

(Tatalaksana)Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Sesuai
dengan hukum Starling, peningkatan preload akan berkorelasi positif terhadap curah jantung hingga
tercapai plateau. Karena itu, sekalipun pada gangguan fungsi jantung, mempertahankan preload yang
optimal tetap harus dilakukan. Penurunan curah jantung pasca bolus cairan menunjukan bahwa volume
loading harus dihentikan. Upaya menurunkan afterload terindikasi pada keadaan gagal jantung dengan
peningkatan systemic vascular resistance yang berlebihan. Untuk tujuan ini dapat digunakan vasodilator.
Diuretik digunakan pada kasus dengan tanda kongestif paru maupun sistemik. Untuk tujuan ini dapat
digunakan loop diuretic, atau kombinasi dengan bumetanide, thiazide atau metolazone.

Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium harus segera diatasi, seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan asidosis. Untuk memperbaiki fungsi kontraktilitas ini, selanjutnya, dapat
digunakan obat inotropik (contoh: dopamine, dobutamin, adrenalin, amrinone, milrinone). Untuk
mencapai fungsi kardiovaskular yang optimal, dengan pengaturan preload, penggunaan obat inotropik
dan vasodilator (contoh: sodium nitropruside, nitrogliserine), dibutuhkan pemantauan tenanan darah,
curah jantung dan systemic vascular resistance.

Syok Distributif

Syok distributif terjadi akibat berbagai sebab seperti blok syaraf otonom pada anesthesia (syok
neurogenik), anafilaksis dan sepsis. Penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan
berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan vena sentral. Pada
syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume
intravaskular berkurang.

Patofisiologi Syok Hipovolemik

Berbagai organ memberi respon yang berbeda ketika terjadi syok, berikut ini merupakan
uraiannya secara singkat.
a. Respon Selular
Ketika terjadi syok, transportasi nutrisi interstitial mengalami gangguan yang dapat menyebabkan
penurunan simpanan ATP di dalam sel. Sebagai konsekuensi, terjadi akumulasi ion hidrogen, laktat
dan produk sisa lain dari metabolisme anaerob. Saat syok berkembang semakin progresif, metabolit
vasodilator melawan tonus vasomotor sehingga semakin memperberat hipotensi dan hipoperfusi.
Pada kondisi syok yang berat dapat terjadi disfungsi membran sel yang dapat memicu terjadinya
peningkatan natrium dan air di dalam sel sehingga menyebabkan sel membengkak dan
terganggunya perfusi mikrovaskular.1

b. Respon Kardiovaskular
Preload, afterload dan kontraktilitas jantung merupakan hal penting dalam mengontrol stroke
volume (SV). Curah jantung sebagai penentu utama perfusi jaringan ditentukan oleh stroke volume
dan frekuensi denyut jantung. Hipovolemia memicu terjadinya penurunan preload ventrikular yang
dapat menurunkan stroke volume. Peningkatan denyut jantung sebagai respon dari penurunan
aktivitas vagal merupakan mekanisme yang terbatas dalam mempertahankan curah jantung. 1

c. Respon Pulmonar
Mekanisme kompensasi dari syok yang lain berupa peningkatan laju pernapasan (takipnea).
Takipnea akan menurunkan volume tidal dan meningkatkan dead space serta ventilasi semenit.
Syok dapat memicu terjadinya acute lung injury terutama acute respiratory distress syndrome
(ARDS).1

Berdasarkan patofisiologi dan respon organ terhadap syok, syok terbagi atas tiga fase yaitu fase
kompensasi, fase progresif dan fase irreversible/refrakter.

Pada fase kompensasi, penurunan curah jantung terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot lurik dan
penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk
mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Ginjal mempunyai cara regulasi sendiri
untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi
glomeruler juga menurun.2,3

Fase progresif terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,
hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfingter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor
dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan seperti histamin dan bradikinin yang ikut
memperberat syok dengan menyebabkan vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung. Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus
ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperburuk keadaan. Hal ini dapat
menimbulkan sepsis dan DIC, serta merusak integritas sistim retikuloendotelial dan mikro sirkulasi.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.2,3

Fase ketiga yaitu fase irrevesibel/refrakter terjadi karena kerusakan seluler dan sirkulasi
sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup,
paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya terjadi anoksia dan
hiperkapnea.2,3

Etiologi Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi karena kehilangan volume intravaskular yang cepat dan
masif.

Beberapa penyebab yang bisa menimbulkan syok hipovolemik adalah

a) Trauma
Ditimbulkan dari trauma tajam ataupun tumpul. Umumnya, trauma yang dapat menimbulkan
syok antara lain myocardial laserasi dan rupture, laseri pembuluh darah besar, cedera
abdominal, patah tulang pelvic dan femoral serta laserasi dari SCALP.

b) Vascular
Gangguan vascular yang bisa menimbulkan kondisi ini antara lain, aneurysm, dissection dan
AVM.

c) Gangguan Saluran Pencernaan


Bisa ditimbulkan dalam kasus, pendarahan varises esophagus, pendarahan peptic ulcer, diare,
muntah, Mallory-weiss tears dan aortoinstestinal fistula.

d) Pregnacy related disorder


Termasuk didalamnya rupturnya kehamilan ectopic, plasenta previa, abrusi plasenta. 5

Diagnosis

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik tersebut
pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan
pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan persentase volume
kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium.
Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan
skor tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat
dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut. 1-3,13 1. Stadium-I adalah syok hipovolemik
yang terjadi pada kehilangan darah hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium
ini tubuh mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan
refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan
darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal. 2. Syok
hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium ini
vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi
takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang
melambat, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas. 3. Syok hipovolemik
stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II
menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit,
peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah
sistolik sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat. 4. Stadium-IV adalah syok
hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali
permenit dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada
stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan
kesadaran atau letargik.

Anda mungkin juga menyukai