Anda di halaman 1dari 3

AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDHA di INDONESIA

Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi.


Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu
dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli
dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak
diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada
di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih
terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan
kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi tersebut tampak
pada :

1. Sistem Pemerintahan

Sebelum masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan oleh


kepala suku yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan anggota
kelompok lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk maka berdiri Kerajaan yang
dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa secara turun-temurun. Dalam ajaran Hindu-
Buddha, dikenal adanya dewa-dewa yang memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja. Raja di
Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat,
sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-
raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R
Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah.
Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota
yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan
Wikramawardana

2. Kepercayaan

Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal


dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan
dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai
menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti
pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam
sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme
dalam keagamaan Hindu-Budha.

1
Contoh :
Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari
Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih
terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari,
100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh
masyarakat Jawa.

3. Bidang Teknologi

Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni
bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India
tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di
India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui
dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan
yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat
perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak,
yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai
tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia untuk
pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah
meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di
India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang
terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.

4. Seni Rupa

Seni rupa yang terdapat pada candi berupa patung dan relief. Patung-patung yang
ada pada candi Periode Awal adalah patung para dewa Hindu-Buddha, seperti Dewa
Brahma, Wisnu, dan Siwa. Akan tetapi, pada Periode tengah, terutama Jawa Timur, yang
dibuat adalah patung raja-raja di Indonesia yang merupakan titisan para dewa, misalnya
patung Tribuwana sebagai Parwati, atau Kertanegara sebagai Siwa. Patung- patung dalam
Periode Akhir, terutama di Bali, sudah benyak menggambarkan makhluk-makhluk seram
(demon).
Seni rupa dalam wujud relief juga dijumpai pada dinding-dinding candi. Relief yang
ada pada Periode Awal memiliki ciri naturalis ( bersifat alami ), misalnya relief pada
dinding candi Borobudur yang menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama, sedangkan
relief pada candi Prambanan mengisahkan Ramayana dan Kresnayana.
Sementara itu, pada Periode Tengah di Jawa Timur, unsur Indonesia semakin terasa
kuat. Hal ini tampak pada relief candi Panataran yang tidak lagi naturalis, melainkan
bergaya wayang. Mengingatkan orang pada kepercayaan lama, yaitu memuja roh nenek
moyang. Pada Periode Akhir di Bali, relief yang mencolok berupa candi-candi yang dibuat
di tebing sungai merupakan makam para raja, seperti yang ada di Gunung Kawi ( Tampak
Siring ).

2
5. Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan


waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut
perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan
tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun
masehinya 654 + 78 = 732 M
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan
perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Candrasangkala adalah
susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak
ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat
bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila
diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan
dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan
tahun runtuhnya Majapahit .

Anda mungkin juga menyukai