Anda di halaman 1dari 4

Hukum Mengambil Foto dengan Kamera

rumaysho.com/2140-hukum-mengambil-foto-dengan-kamera.html

Bismillah … Segala pujian hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masalah ini adalah masalah nawazil (kontemporer) yang tidak didapati di masa silam. Oleh
karena itu, bagaimana hukum dalam masalah ini, para ulama berselisih pendapat karena
perbedaan dalam memahami dalil dan punya pilihan ijtihad masing-masing. Pada
kesempatan kali ini, kami akan berusaha menyajikan masalah ini secara ringkas.

Hukum Menggambar

Tentang masalah hukum tashwir (menggambar), hukumnya haram. Berikut adalah dalil-
dalil yang menunjukkan hal ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ّ ‫ﱡ‬
‫َرة‬‫ﺿًﺔ أَْو ﻟَِﯿْﺨُﻠُﻘﻮا َذ‬
َ ‫ﻗَﺎَل اَﷲ َﻋَّﺰ َوَﺟَﻞ َوَﻣْﻦ أَْﻇﻠَُﻢ ِﻣَّﻤْﻦ َذَﻫَﺐ َﯾْﺨُﻠُﻖ َﻛَﺨْﻠِﻘﻲ َﻓْﻠَﯿْﺨُﻠُﻘﻮا َﺑُﻌﻮ‬

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang
berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan lalat atau semut
kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga
Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)

Juga dari Abu Hurairah dalam riwayat lain disebutkan,


ّ ‫ﱡ‬
‫َﺒﺔ أَْو َﺷِﻌﯿَﺮًة‬‫ أَْو ﻟَِﯿْﺨُﻠُﻘﻮا َﺣ‬، ‫َرة‬‫ َﻓْﻠَﯿْﺨُﻠُﻘﻮا َذ‬، ‫َﻗﺎَل اَﷲ َﻋَّﺰ َوَﺟَﻞ َوَﻣْﻦ أَْﻇﻠَُﻢ ِﻣَّﻤْﻦ َذَﻫَﺐ َﯾْﺨُﻠُﻖ َﻛَﺨْﻠِﻘﻰ‬

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang
mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut kecil, biji atau gandum (jika
mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda,

ْ ْ َ‫ﱢ‬ ‫َ ﱢ‬
َ ‫إَِّن أَﺷَّﺪ اﻟَﻨﺎس َﻋَﺬاًﺑﺎ ِﻋْﻨَﺪ اﷲ َﯾْﻮَم اﻟﻘَِﯿﺎَﻣِﺔ اﻟُﻤ‬
‫ﺼﱡِﻮروَن‬

“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
‫ﱢ‬
‫إَِّن اﻟَﺬﯾَﻦ َﯾْﺼَﻨُﻌﻮَن َﻫِﺬهِ اﻟ ُﱠﺼﻮَر ُﯾَﻌﱡَﺬﺑﻮَن َﯾْﻮَم اْﻟِﻘَﯿﺎَﻣِﺔ ُﯾَﻘﺎُل ﻟَُﻬْﻢ أَْﺣُﯿﻮا َﻣﺎ َﺧﻠَْﻘُﺘْﻢ‬

1/4
“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat.
Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no.
5961 dan Muslim no. 5535)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ّ
َ ‫ﺻﱠَﻮر ُﺻﻮَرًة ُﻋﱠِﺬب َﺣَﺘﻰ َﯾْﻨُﻔَﺦ ِﻓﯿَﻬﺎ اﻟ ُﱠﺮوح َوﻟَْﯿ‬
‫ﺲ ِﺑَﻨﺎِﻓٍﺦ ِﻓﯿَﻬﺎ‬ َ ‫َﻣْﻦ‬

“Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa meniupkan ruh pada
gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa meniupnya.” (HR. An Nasai no.
5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan
(yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh
saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain
(yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 370)

Dalam hadits berikut juga menunjukkan bahwa jika kepala dihapus dari gambar, maka
gambarnya tidak jadi bermasalah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

َ ُ َ َ ْ َ ‫َ ﱢ‬ َ ُ ْ
‫ﺼﺎِوﯾُﺮ َﻓﺈَِّﻣﺎ‬ َ ‫ » َﻛْﯿَﻒ أْدُﺧﻞ َوِﻓﻲ َﺑْﯿِﺘﻚ ِﺳْﺘٌﺮ ِﻓﯿِﻪ َﺗ‬: ‫ َﻓَﻘﺎل‬. « ‫ » اْدُﺧﻞ‬: ‫اْﺳَﺘﺄَذَن ِﺟْﺒِﺮﯾﻞ َﻋﻠْﯿِﻪ اﻟَّﺴﻼم َﻋﻠﻰ اﻟَﻨﺒِّﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ َﻓَﻘﺎل‬
ُ ْ ّ ُ َ َ
‫ﺼﺎِوﯾُﺮ‬ َ ‫ْن ُﺗْﻘَﻄَﻊ ُرؤوُﺳَﻬﺎ أْو ُﺗْﺠَﻌﻞ ِﺑَﺴﺎًﻃﺎ ُﯾﻮَﻃﺄ َﻓﺈَِﻧﺎ َﻣْﻌَﺸَﺮ اﻟَﻤﻼِﺋَﻜِﺔ ﻻ َﻧْﺪُﺧﻞ َﺑْﯿًﺘﺎ ِﻓﯿِﻪ َﺗ‬

“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril
menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang
bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu
menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak
masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

‫ َﻓﺈَِذا ُﻗِﻄَﻊ َﻓَﻼ ُﺻْﻮَرٌة‬، ‫َﻟ ُّﺼْﻮَرٌة اﻟَّﺮْأُس‬

“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.”
(HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah
Ash Shohihah no. 1921)

Hati-Hati dengan Penghasilan dari Melukis!

Mari kita perhatikan hadits Sa’id bin Abil Hasan berikut ini.

‫ إِﱠَﻧﻤﺎ َﻣِﻌﯿَﺸِﺘﻰ ِﻣْﻦ‬، ‫َﻋْﻦ َﺳِﻌﯿِﺪ ْﺑِﻦ أَِﺑﻰ اْﻟَﺤَﺴِﻦ َﻗﺎَل ُﻛْﻨُﺖ ِﻋْﻨَﺪ اْﺑِﻦ َﻋﱟَﺒﺎس – رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ – إِْذ أََﺗﺎُه َرُﺟٌﻞ َﻓَﻘﺎَل َﯾﺎ أََﺑﺎ َﻋﱟَﺒﺎس إِِّﻧﻰ إِْﻧَﺴﺎٌن‬
‫ﱢ‬
‫ َﻓَﻘﺎَل اْﺑُﻦ َﻋﱟَﺒﺎس َﻻ ُأَﺣﱡِﺪﺛَﻚ إَِّﻻ َﻣﺎ َﺳِﻤْﻌُﺖ َرُﺳﻮَل اَﷲ – ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ – َﯾُﻘﻮُل َﺳِﻤْﻌُﺘُﻪ‬. ‫ َوإِِّﻧﻰ أَْﺻَﻨُﻊ َﻫِﺬهِ اﻟﱠَﺘﺼﺎِوﯾَﺮ‬، ‫ﺻْﻨَﻌِﺔ َﯾِﺪى‬ َ
ّ ‫ّ ﱠ‬
ُ‫ ﻓََﺮَﺑﺎ اﻟﱡَﺮﺟُﻞ َرْﺑَﻮةً َﺷِﺪﯾَﺪةً َواْﺻَﻔَّﺮ َوْﺟُﻬﻪ‬. « ‫ﺲ ِﺑﻨَﺎﻓٍِﺦ ﻓِﯿَﻬﺎ أََﺑًﺪا‬ َ ‫ﱠ‬ ِ َ ْ َ ُ ِ
‫ﱡ‬ َ َ ً ‫ﱠ‬
َ ‫ َوﻟْﯿ‬، ‫ َﺣﺘﻰ َﯾﻨُﻔﺦ ﻓﯿَﻬﺎ اﻟُﺮوح‬، ‫ﺻَﻮر ُﺻﻮَرة ﻓﺈَِن اﷲ ُﻣَﻌﺬﺑﻪ‬َ ‫َُﻘﻮل » َﻣْﻦ‬
ُ
‫ﺲ ِﻓﯿِﻪ ُروٌح‬ َ ّ ُ ‫ﱠ‬ َ َ َ َ ّ
َ َ َ َ
َ ‫ ﻛِﻞ َﺷْﻰٍء ﻟْﯿ‬، ‫ َﻓَﻌﻠْﯿﻚ ِﺑَﻬَﺬا اﻟَﺸﺠِﺮ‬، ‫ َﻓَﻘﺎل َوْﯾَﺤﻚ إِْن أَﺑْﯿَﺖ إِﻻ أْن ﺗْﺼَﻨَﻊ‬.

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas
–radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia
2/4
berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya
tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata,
“Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang
membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar
yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis
tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin
melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR.
Bukhari no. 2225)

Hadits ini menunjukkan bahwa gambar yang masih dibolehkan untuk dilukis adalah gambar
yang tidak memiliki ruh yaitu selain hewan dan manusia. Hadits Sa’id di atas juga
menunjukkan terlarangnya pekerjaan pelukis yang hasil karyanya dengan melukis makhluk
yang memiliki ruh. Namun jika yang digambar adalah pepohonan, laut, gunung dan selain
gambar yang memiliki ruh, tidaklah masalah. Imam Muhammad bin Isma’il Al Bukhari
rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitab shahihnya, “Bab jual beli gambar
makhluk yang tidak memiliki ruh dan yang menunjukkan terlarangnya pekerjaan dari
gambar yang memiliki ruh.”

Hukum Foto dengan Kamera

Jika kita sudah mengetahui secara jelas hukum gambar makhluk yang memiliki ruh,
sekarang kita beralih pada permasalahan yang lebih kontemporer yang tidak dapati di
masa silam. Mengenai masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang
pendapat). Ada yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:

Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan
atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang
membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan
hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut
shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut
demikian.[1]

Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah
disebutkan. Sisi pendalilan mereka:

Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah.
Gambar yang terlarang adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera
adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar
yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat
hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri hafizhohullah–[2],
yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama (kumpulan ulama besar
Saudi Arabia).

Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat dengan alasan
yang sudah dikemukakan.
3/4
Demikian pembahasan kami secara singkat dari penjelasan para ulama yang kami peroleh.
Moga bermanfaat. Semoga Allah senantiasa memberikan kita ketakwaan untuk menjauhi
segala yang Allah larang.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Hanya
Allah yang memberi taufik.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 27 Muharram 1433 H

www.rumaysho.com

[1] Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah guru penulis sendiri, Syaikh
Sholeh Al Fauzan –hafizhohullah-. Kami mendengar langsung ketika beliau menjelaskan
mengenai hukum gambar dari kitab Ad Durun Nadhid karya Muhammad bin ‘Ali Asy
Syaukani, 18 Muharram 1433 H.

[2] Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menyampaikan hal ini dalam sesi tanya jawab Dauroh sehari
mengenai masalah fitnah, 20 Muharram 1433 H di Masjid Jaami’ ‘Utsman bin ‘Affan,
Riyadh, KSA. Beliau menjadi pemateri ketiga dengan materi “Qowa’id wa Dhowabith
Ta’amul ‘indal Fitnah”. Tanya jawab ini di rekaman penulis berada pada menit 83 – 85.

4/4

Anda mungkin juga menyukai