Makalah
Disusun oleh:
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
tentang Konstitusi Negara Indonesia dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
PENDAHULUAN
Dewasa ini sebagian dari masyarakat Indonesia cenderung mengabaikan dan acuh dengan
arti dari konstitusi Negara yang dianut oleh negara tempat dimana ia dilahirkan dan besar.
Bahkan tidak hanya mengabaikan, tetapi banyak juga yang tidak mengetahui makna dari negara
dan konstitusi tersebut. Banyak dari mereka yang bingung dan bahkan tidak tahu saat mereka
ditanyai tentang konstitusi yang dianut Negara Indonesia. Hal ini tentu saja akan menimbulkan
masalah serius karena masyarakat Indonesia sudah tidak lagi peduli dengan negaranya sendiri.
Terlebih di era-globalisai ini masyarakat dituntut untuk dapat memilah pengaruh positif dan
negatif yang ada disekitarnya. Pengaruh positif dari luar dapat diambil manfaatnya, sedangkan
untuk pengaruh negatifnya maka harus dibuang. Untuk memilah antara kedua pengaruh tersebut,
diperlukan suatu konsep dan dasar yang kuat. Salah satu hal yang dapat kita jadikan pegangan
ialah konstitusi yang telah dianut oleh Negara Indonesia sendiri yaitu Undang- Undang Dasar
1945.
Secara umum, Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Bahkan setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi dapat
dikatakan tanpa konstitusi, Negara tidak mungkin terbentuk. dasar-dasar penyelenggaraan
bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar (Winarno, 2013). Dapat disimpulkan
bahwa jika tidak ada Negara maka tidak akan ada konstitusi, begitu juga dengan sebuah Negara
yang tidak memiliki konstitusi maka Negara tersebut tidak akan memiliki pedoman dan dasar
yang kuat untuk menjalankan kehidupan bernegara didalamnya.
Dalam arti yang luas konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan
ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti sempit
konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat
aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara.
Norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi
norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Jadi kaitan
antara dasar Negara dengan konstitusi adalah dasar Negara menjadi sumber bagi penyusunan
konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum dibawah dasar Negara harus bersumber dan berdasar
pada dasar Negara (Winarno, 2013).
Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan Negara konstitusional
(constitusional state). Constitusional state merupakan salah satu ciri Negara demokrasi modern.
Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagi Negara konstitusional maka konstitusi
Negara tersebut harus memenuhi sifat atau ciri-ciri dari konstitusionalisme (constitusionalism).
Jadi, Negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau paham (Winarno, 2013).
Rumusan Masalah
Tuntutan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia telah mendorong
lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian
diikuti oleh Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia
yang dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan pelanggaran hak asasi manusia
Memang UUD 1945 sebelum amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat ketentuan-
ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik para pakar konstitusi, maupun politisi
dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal-pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang
kita harapkan akan lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Pemerintah dan DPR, juga telah mensahkan berbagai instrument HAM internasional, di samping
juga mensahkan undang-undang tentang HAM.
Kecurigaan bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama ini dari Barat
diantisipasi oleh amandemen pada pasal Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya pembatasan
HAM. Karena itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai pembatasan
HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus pasal mengenai kewajiban asasi.
Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga kewajiban asasi.
Dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7 pasal, yaitu Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31, dan 34.
Sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni
dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang
tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.
Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah
dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun 1970 dan UU
Nomor 8 Tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM. UU Nomor 14 Tahun
1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagi
pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa
Indonesia untuk menegakkan HAM. "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus
dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM
harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4) UUD 1945
menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung
jawab negara terutama pemerintah.