Anda di halaman 1dari 7

KONSTITUSI NEGARA INDONESIA

Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan


Yang dibina oleh Ibu Dra. Yayik Sayekti, SH., M.Hum

Disusun oleh:

Kelompok 4 Offering I Tahun 2018

1. Endah Retno Atdha Sari (170342615502)

2. Fakhriza Rizqi Viyanto (170342615578)

3. Farida Ariyani (170342615518)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU ALAM

JURUSAN BIOLOGI

Februari 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
tentang Konstitusi Negara Indonesia dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 3 Februari 2018

Penyusun
PENDAHULUAN

Dewasa ini sebagian dari masyarakat Indonesia cenderung mengabaikan dan acuh dengan
arti dari konstitusi Negara yang dianut oleh negara tempat dimana ia dilahirkan dan besar.
Bahkan tidak hanya mengabaikan, tetapi banyak juga yang tidak mengetahui makna dari negara
dan konstitusi tersebut. Banyak dari mereka yang bingung dan bahkan tidak tahu saat mereka
ditanyai tentang konstitusi yang dianut Negara Indonesia. Hal ini tentu saja akan menimbulkan
masalah serius karena masyarakat Indonesia sudah tidak lagi peduli dengan negaranya sendiri.
Terlebih di era-globalisai ini masyarakat dituntut untuk dapat memilah pengaruh positif dan
negatif yang ada disekitarnya. Pengaruh positif dari luar dapat diambil manfaatnya, sedangkan
untuk pengaruh negatifnya maka harus dibuang. Untuk memilah antara kedua pengaruh tersebut,
diperlukan suatu konsep dan dasar yang kuat. Salah satu hal yang dapat kita jadikan pegangan
ialah konstitusi yang telah dianut oleh Negara Indonesia sendiri yaitu Undang- Undang Dasar
1945.

Secara umum, Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Bahkan setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi dapat
dikatakan tanpa konstitusi, Negara tidak mungkin terbentuk. dasar-dasar penyelenggaraan
bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar (Winarno, 2013). Dapat disimpulkan
bahwa jika tidak ada Negara maka tidak akan ada konstitusi, begitu juga dengan sebuah Negara
yang tidak memiliki konstitusi maka Negara tersebut tidak akan memiliki pedoman dan dasar
yang kuat untuk menjalankan kehidupan bernegara didalamnya.

Dalam arti yang luas konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan
ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti sempit
konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat
aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara.
Norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi
norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Jadi kaitan
antara dasar Negara dengan konstitusi adalah dasar Negara menjadi sumber bagi penyusunan
konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum dibawah dasar Negara harus bersumber dan berdasar
pada dasar Negara (Winarno, 2013).
Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan Negara konstitusional
(constitusional state). Constitusional state merupakan salah satu ciri Negara demokrasi modern.
Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagi Negara konstitusional maka konstitusi
Negara tersebut harus memenuhi sifat atau ciri-ciri dari konstitusionalisme (constitusionalism).
Jadi, Negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau paham (Winarno, 2013).

Untuk mengatasi permasalahan ketidaktahuan masyarakat tentang konstitusi yang ada


pada negaranya sendiri, diperlukan suatu langkah nyata untuk merubah pola pikir mereka untuk
tidak peduli pada konstitusi negaranya sendiri. Dengan adanya pendidikan tentang konstitusi
diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami serta melaksanakan segala
kegiatan kenegaraan berlandaskan pada konstitusi, namun dengan tidak menghilangkan jati
dirinya. Dengan memahami arti konstitusi masyarakat akan memiliki pedoman hidup yang dapat
digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Konstitusi Negara Indonesia yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 telah disusun dan disesuaikan khusus untuk Negara Indonesia,
sehingga apabila seluruh masyarakat Indonesia menerapakan UUD 1945 dalam kehidupan
sehari-harinya serta memahami artinya maka kehidupapn bermasyarkat, berbangsa dan bernegara
dapat berjalan dengan tertib dan damai.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah proses penyusunan UUD 1945 di dalam Sidang BPUPKI?


2. Bagaimanakah pengaruh Piagam PBB “ The Universal Declaration of Human Rights ”
terhadap ketentuan pokok yang termuat dalam UUD 1945?
3. Mengapa terjadi pergantian konstitusi di Indonesia dari UUD 1945 ke UUD RIS dan dari
UUD RIS ke UUDS 1950, selanjutnya Indonesia menyatakan kembali ke UUD 1945?
Adakah faktor yang mempengaruhinya? Badan apa yang menetapkan UUD RIS 1949 dan
UUDS 1950?
4. Badan apakah yang menetapkan berlakunya UUD 1945? Mengapa badan tersebut berhak
menetapkan berlakunya UUD 1945? Apakah UUD 1945 bersifat tetap atau sementara?
5. Mengapa dilakukan amandemen terhadap UUD 1945? Bagaimana sistem ketatanegaraan
setelah dilakukan amandemen UUD 1945 dibandingkan dengan sebelum amandemen
UUD 1945?
Tujuan

1. Untuk mengetahui proses penyusunan UUD 1945 di dalam Sidang BPUPKI


2. Untuk mengetahui pengaruh Piagam PBB “ The Universal Declaration of Human Rights
” terhadap ketentuan pokok yang termuat dalam UUD 1945
3. Untuk mengetahui alasan pergantian konstitusi di Indonesia dari UUD 1945 ke UUD RIS
dan dari UUD RIS ke UUDS 1950, selanjutnya alasan Indonesia menyatakan kembali ke
UUD 1945, faktor yang mempengaruhinya dan badan apa yang menetapkan UUD RIS
1949 dan UUDS 1950
4. Untuk mengetahui badan apakah yang menetapkan berlakunya UUD 1945, alasan badan
tersebut berhak menetapkan berlakunya UUD 1945, dan apakah UUD 1945 bersifat tetap
atau sementara
5. Untuk mengetahui alasan dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, bagaimana sistem
ketatanegaraan setelah dilakukan amandemen UUD 1945 dibandingkan dengan sebelum
amandemen UUD 1945
Berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 merupakan saat yang paling penting
terhadap eksistensi HAM. Adanya PBB juga merefleksikan komitmen dari sejumlah besar negara
menyangkut HAM. Hal tersebut terlihat dari ketentuan-ketentuan mengenai HAM yang terkandung di
dalam Piagam PBB. Sejalan dengan terbentuknya PBB, HAM semakin mendapatkan perhatian yang
besar. Hal ini terbukti dari adanya mandat yang diberikan oleh The Economic and Social Council
(ECOSOC) kepada Komisi HAM PBB agar menyusun semacam dokumen HAM. Dokumen tersebut berisi
daftar hak-hak yang termasuk kategori HAM. Dokumen tersebut dikenal sebagai Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM) atau The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang disetujui oleh
Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Deklarasi tersebut merupakan tonggak sejarah bagi
perkembangan HAM di dunia.

Tuntutan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia telah mendorong

lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian

diikuti oleh Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia

yang dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan pelanggaran hak asasi manusia

khususnya pelanggaran hak asasi manusia berat.

Pembent ukan undang-undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa


Indonesia sebagai anggota perserikatan bangsa-bangsa, serta sebagai tanggung jawab moral dan
hukum dalam melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta yang terdapat dalam instrumen hukum lainnya yang
mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima oleh Negara Republik
Indonesia.

Memang UUD 1945 sebelum amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat ketentuan-
ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik para pakar konstitusi, maupun politisi
dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal-pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang
kita harapkan akan lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Pemerintah dan DPR, juga telah mensahkan berbagai instrument HAM internasional, di samping
juga mensahkan undang-undang tentang HAM.

Kecurigaan bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama ini dari Barat
diantisipasi oleh amandemen pada pasal Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya pembatasan
HAM. Karena itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai pembatasan
HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus pasal mengenai kewajiban asasi.
Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga kewajiban asasi.

Dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7 pasal, yaitu Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31, dan 34.
Sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni
dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang
tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.

Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah
dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun 1970 dan UU
Nomor 8 Tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM. UU Nomor 14 Tahun
1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagi
pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa
Indonesia untuk menegakkan HAM. "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus
dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM
harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4) UUD 1945
menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung
jawab negara terutama pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai