Anda di halaman 1dari 55

37.

PEMERIKSAAN OBSTETRI (PENILAIAN SERVIKS, DILATASI,

MEMBRAN, PRESENTASI JANIN DAN PENURUNAN)

a. Vaginal toucher pada kasus obstetric

Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:

1. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnose kehamilan muda

2. Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu

digunakan untuk melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri

klinik) dan menentukan apakah ada kelainan pada jalan lahir yang

diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya proses persalinan

pervaginam

3. Pada saat masuk kamar bersalin dilakuakan untuk menentukan fase

persalinan dan diagnose letak janin

4. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses

persalinan sesuai dengan yang diharapkan

5. Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya

prolapse bagian kecil janin atau tali pusat

6. Pada saat inpartu, ibu Nampak ingin meneran dan digunakan untuk

memastikan apakah fasr persalinan sudah masuk pada persalinan kala

II.

b. Teknik

Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan persalianan:

1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna.

2. Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan

lahir.
3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari

telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum.)

4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat

dimasukkan kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada

servik.

 Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase).

 Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah

pecah, bila sudah pecah tentukan :

1. Warna

2. Bau

3. Jumlah air ketuban yang mengalir keluar


 Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi

(berdasarkan denominator) serta derajat penurunan janin

berdasarkan stasion.

 Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil janin lain

atau talipusat yang berada disamping bagian terendah janin

(presentasi rangkap – compound presentation).

 Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan

pelvimetri klinik :

1. Pemeriksaan bentuk sacrum

2. Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak.

3. Menentukan apakah spinaischiadica menonjol atau

tidak.

4. Mengukur distansiainterspinarum.

5. Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul.

6. Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga

adanya kesempitan panggul (mengukur

conjugatadiagonalis).
7. Menentukan jarak antara kedua tuberischiadica.

Referensi:

Departemen Kesehatan RI : “Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar Berbasis

Hak Asasi Manusia dan Keadilan Gender” Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat. Direktorat Bina Kesehatan Keluarga 2004

38. ASUHAN PERSALINAN NORMAL DAN PERAWATAN NEONATAL


ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:


 Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
 Persalinan terjadi spontan
 Presentasi belakang kepala
 Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
 Tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin
Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:
 Kala I dibagi menjadi 2:
- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.
- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6 jam.
 Kala II: pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2
jam pada multigravida.
 Kala III: segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar 30
menit.
 Kala IV: segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum.

1. KALA I
Tatalaksana
 Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu
 Jika ibu tampak gelisah/kesakitan:
• Biarkan ia berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur
sarankan untuk miring kiri.
• Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya
• Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau membasuh
muka ibu
• Ajari teknik bernapas
• Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan orang lain
tanpa seizin ibu.
• Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setelah buang air
kecil/besar
• Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
baru lahir, suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu serta jendela harus
tertutup.
• Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
• Sarankan ibu berkemih sesering mungkin.
• Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan partograf.

Tabel Penilaian dan intervensi selama kala I

*Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam

• Pasang infus intravena untuk pasien dengan:


• Kehamilan lebih dari 5
• Hemoglobin ≤9 g/dl atau hematokrit ≤27%
• Riwayat gangguan perdarahan
• Sungsang
• Kehamilan ganda
• Hipertensi
• Persalinan lama
• Isi dan letakkan partograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien
• Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan
• Persiapkan rujukan jika terjadi komplikasi

Tabel Yang harus diperhatikan dalam persalinan kala I

Selain kondisi di atas, ada beberapa tindakan yang sering dilakukan namun
sebenarnya tidak banyak membawa manfaat bahkan justru merugikan, sehingga
tidak dianjurkan melakukan hal-hal berikut:
• Kateterisasi kandung kemih rutin: dapat meningkatkan risiko infeksi saluran
kemih. Lakukan hanya jika ada indikasi.
• Posisi terlentang: dapat mengurangi detak jantung dan penurunan aliran
darah uterus sehingga kontraksi melemah
• Mendorong abdomen: menyakitkan bagi ibu, meningkatkan risiko ruptura
uteri
• Mengedan sebelum pembukaan serviks lengkap: dapat menyebabkan
edema dan/atau laserasi serviks
• Enema
• Pencukuran rambut pubis
• Membersihkan vagina dengan antiseptik selama persalinan

2. KALA II, III, DAN IV


Tatalaksana
Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN yaitu:
Mengenali tanda dan gejala kala dua
1. Memeriksa tanda berikut:
• Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
• Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/ atau
vaginanya.
• Perineum menonjol dan menipis.
• Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.
• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam
wadahnya
• Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih
dan hangat
• Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik
dan bersih
• Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di
dalam partus set/wadah DTT
• Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau
kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup
kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan
sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih.
5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10
unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/ wadah DTT atau steril
tanpa mengontaminasi spuit.

Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik


7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau
kasa yang dibasahi air DTT.
8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks
sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah,
dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak
teraba.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/ menit). Ambil
tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan


Meneran
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
• Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman.
• Anjurkan ibu untuk cukup minum.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
• Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
• Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
*Posisi setengah duduk

Segera hubungi dokter spesialis obstetri dan ginekologi jika bayi belum atau
tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (untuk primigravida)
atau 60 menit (1 jam) meneran (untuk multigravida). Jika dokter spesialis obstetri
dan ginekologi tidak ada, segera persiapkan rujukan.

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan
yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu
lahirnya kepala.
• Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.
 Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat
kepala bayi.
 Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting
di antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.

*Menggunting tali pusat


21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Membantu Lahirnya Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
 Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkus pubis seperti pada gambar berikut.

*Melahirkan bahu depan


 Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang seperti
gambar berikut:
*Melahirkan bahu belakang

Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai


23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah
perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
 Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang
lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang
berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
 Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk
menilai apakah ada asfiksia bayi:
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
 Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Bila ada jawaban “TIDAK”, bayi mungkin mengalami asfiksia. Segera lakukan
resusitasi bayi baru lahir (lihat bab 3.3) sambil menghubungi dokter spesialis anak.
Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan

Pengisapan lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin

26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal.
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
KECUALI BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN
VERNIKS.
 Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
 Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus
(hamil tunggal).

Manajemen Aktif Kala III


28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk
membantu uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unitIM
di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin!).

Jika tidak ada oksitosin:


• Rangsang puting payudara ibu atau minta ibu menyusui untuk menghasilkan
oksitosin alamiah.
• Beri ergometrin 0,2 mg IM. Namun TIDAK BOLEH diberikan pada pasien
preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat memicu terjadi penyakit
serebrovaskular.

30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada
sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus,
lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat
ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem
pertama.
31. Potong dan ikat tali pusat.
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua
menggunakan simpul kunci.
 Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan/ bahan apapun ke
puntung tali pusat

32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan
bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi
berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara
ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada
kepala bayi.
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas
simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti
gambar berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk menstimulasi puting susu.

*Melakukan peregangan tali pusat terkendali


Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur
di atas.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai
dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap
melakukan tekanan dorso-kranial, seperti gambar berikut.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan.
• Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus
dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras).
• Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
Menilai Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh.
41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

Tabel Derajat robekan/laserasi perineum


Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-
bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
• Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu
• Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit
ke-45-60, dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara.
• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi
berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
• Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum
bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan
mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.
• Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit
dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
• Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan
ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1,
salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga
kehangatannya.
• Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila
suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya
kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya
sampai bayi hangat kembali.
• Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam
jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering
keinginannya.
44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
• Timbang dan ukur bayi.
• Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau
antibiotika lain).
• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha
kiri anterolateral bayi.
• Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).
• Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu,
waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
• Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-
tanda bahaya pada bayi.

Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter
spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan

45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis
B di paha kanan anterolateral bayi.
• Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan.
• Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil
menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:
• Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
• Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus
tidak berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi,
mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan
medis.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascasalin.
• Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pascasalin.
• Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
• Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal
24 jam setelah suhu stabil.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman.
• Bantu ibu memberikan ASI.
• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV.
Catatan: Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah asuhan persalinan
selesai.

39. AMNIOTOMI

 Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ).


 Melakukan pemeriksaan dalam di antara kontraksi dan raba secara hati-hati
selaput ketuban untuk memastikan kepala telah masuk panggul dan tidak
teraba tali pusat/bagian-bagian janin. Catatan: pemeriksaan dalam lebih
nyaman dilakukan di antara kontraksi, kecuali jika selaput ketuban tidak
teraba.
 Menggunakan tangan yang lain, menempatkan setengah kocher ke dalam
vagina dan memandu dengan jari tangan.
 Memegang ujung klem di antara ujung jari, menggerakkan jari dengan
lembut dan menyobek kulit ketuban sampai pecah. Membiarkan air ketuban
membasahi jari tangan.
 Menggunakan tangan yang lain untuk mengambil setengah kocher dan
meletakkan ke dalam larutan klorin.
 Tangan yang satu tetap berada di dalam vagina tetap untuk mengetahui
penurunan kepala dan memastikan tali pusat/bagian-bagian kecil teraba.
 Mengeluarkan tangan secara lembut dari dalam vagina (setelah diketahui
penurunan kepala dan tidak ada tali pusat/bagian janin lain).
 Melakukan evaluasi warna ketuban, adakah mekonium atau darah.
 Memeriksa ulang denyut jantung janin (DJJ).
40. Episiotomi

1. Episiotomi
A. Anatomi dan persyarafan perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak
antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta
diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas
fascia superfisialis perinei dan terdiri dari otot-otot transversus perinealis
profunda. Diafragma pelvis dibentuk oleh otot-otot koksigis dan levator ani yang
terdiri dari 3 otot penting yaitu: m.puborektalis, m.pubokoksigis, dan
m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis,
diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.
Perineum berbatas sebagai berikut:
1. Ligamentum arkuata dibagian depan tengah.
2. Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan.
3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang.
4. Tulang koksigis dibagian belakang tengah.

Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu:


1. Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat m. sfingter ani eksterna yang
melingkari anus.
2. Regio urogenitalis. Disini terdapat m. bulbokavernosus, m. transversus
perinealis superfisialis dan m. iskiokavernosus.

Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan
sebagai tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas.
Persyarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum
tulang belakang (spinal cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus.
Syaraf ini meninggalkan pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui
lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui
foramen sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang dinding samping fossa
iliorektal dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu
memasuki kanalis Alcock, n. pudendus terbagi menjadi 3 bagian / cabang
utama, yaitu: n. hemorrhoidalis inferior diregio anal, n. perinealis yang juga
membagi diri menjadi n. labialis posterior dan n. perinealis profunda ke
bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga
adalah n. dorsalis klitoris.
Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan syaraf yaitu berasal dari
arteri pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi
a. hemorrhoidalis inferior, a. perinealis dan a. dorsalis klitoris.

B. Definisi 1,5
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada
jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau
elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus
mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai
dengan kondisi yang dihadapi. Tujuan episiotomi adalah menyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

C. Indikasi 2
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu
maupun pihak janin.
1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin
dengan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga
ditakuti akan terjadi robekan perineum, misalnya pada primipara,
persalinan sungsang, persalinan dengan ekstraksi cunam,
ekstraksi vakum dan anak besar.
Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena
para penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan
episiotomi akan mencegah penyulit dan infeksi, serta lukanya
akan sembuh dengan baik daripada robekan spontan, tetapi
belum ada bukti yang mendukung hal tersebut
Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan :
a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma.
b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat
dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang
terjadi tanpa episiotomi.
c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan.
d. Meningkatnya risiko infeksi

D. Kontra Indikasi 2
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti
penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada
vulva dan vagina.

E. Jenis-Jenis 2,3
Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari :
a. Episiotomi medialis
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingterani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
 Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena
merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
 Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali
lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet
(laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).

b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju
arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan
kearah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang
yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm.
Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk
mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih
banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh
darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan
luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

3. Episiotomi lateralis
Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai
dengan arah jarum jam.
Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak
menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi
dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
4. Insisi Schuchardt.
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi
sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum,
serta sayatannya lebih lebar.

Gambar 1. Jenis-Jenis Episiotomi

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul


dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi
dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul sudah sangat
teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan
tercapai.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis menganjurkan
episiotomi dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter
3 - 4 cm pada waktu his.
Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah
cunam terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila
dilakukan sebelum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta
memperbesar resiko perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama
pemasangan cunam.
Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan
sebelum bokong lahir, dengan demikian luasnya episiotomi dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.

F. Penjahitan luka episiotomi 2,3,4


Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil
penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi
itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila
timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu
hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka.
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus
diperhatikan adalah sebgai berikut:
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang
baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.
3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.
4. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan
yang berlebihan.
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum
atraumatik.
Tekhnik episiotomi
1. Episiotomi medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai
batas atas otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi iniltrasi antara lain dengan
larutan procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine
1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan
gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus,
tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat
dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri
dan kanan dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa
jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula dengan beberapa jahitan.
Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat
dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur
(continous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput
lendir adalah catgut khromik, sedangkan untuk kulit perineum dipakai benang
sutera.
A. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
B. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan
C. Selaput lendir vagina dijahit
D. Kulit perineum dijahit dengan benang sutera
2. Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah
kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.
Panjang insisi kira-kira 4 cm.
Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama
dengan teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemkian
rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
A. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus
B. Benang jahitan pada otot-otot ditarik
C. Selaput lendir vagina dijahit
D. Jahitan otot-otot diikatkan
E. Fasia dijahit
F. Penutupan fasia selesai
G. Kulit dijahit
3. Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada
jam 3 atau jam 9 menurut arah jarum jam.
Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak
memimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa
nyeri yang mengganggu penderita.

G. Komplikasi
Episiotomi dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, pembengkakan, memar
atau terinfeksi. Hal ini juga dapat terjadi jika sayatan meluas ke rektum atau
luka episiotomi tidak dijahit kembali bersama-sama dengan baik.
Hindari hubungan seksual selama beberapa minggu sampai episiotomi
benar-benar sembuh. Dalam beberapa kasus, mungkin anda akan merasakan
sesuatu yang menyakitkan ketika berhubungan seksual bahkan setelah sayatan
episiotomi telah sepenuhnya sembuh.

EPISIOTOMI

Anestesi Lokal
Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu
merasa tenang

Pasanglah jarum no.22 pada semprit 10 ml, kemudian isi semprit dengan
bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)

Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala dan janin dan
perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam
sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-
jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.

Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura


posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva.

Arahkan jarum dengan membuat sudut 450 ke sebelah kiri(atau kanan) garis
tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit).
(Intravasasi bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat
menyebabkan syok pada ibu)

Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%

Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi
dilakukan.
-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.
-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.
* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his
sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan.
* Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu
masih merasakan nyeri, tambahkan 10 ml lidokain 1% pada daerah nyeri
* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah
akumulasi bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi
kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.

Tindakan Episiotomi

Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.

Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum,
searah dengan rencana sayatan.

Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan
terbuka di antara telunjuk dan tengah.

Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 450 ke


lateral (kiri atau kanan).

Lanjutkan pimpinan persalinan.

Penjahitan Luka Episiotomi


Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot
pada daerah yang benar.
Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan
perineum.

Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah


tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke
daerah yang akan dijahit.

Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.

Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih


bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit,
tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan.

Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari
cemaran.

Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas
batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di
dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan
menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm.

Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat


ke bawah sampai lingkaran sisa himen.

Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan


keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya
jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi.

Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot
sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki
ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik).

Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan
mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler.

Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa


vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler.

Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali


jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya
benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada
sisi berlawanan.

Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul
kunci.

Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan


tindakan yng sesuai bila diperlukan.)

Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik.
PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin
0,5%

Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis

Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau


cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%

Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%

Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir

Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih

PERAWATAN PASCA TINDAKAN

Periksa tanda vital pasien

Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien

Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien

Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan


serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan.

41. RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Pendahuluan

Diperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas pada

saat lahir dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penilaian awal

saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal itu ialah: apakah bayi

cukup bulan, apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot bayi baik.

Jika bayi lahir cukup bulan, menangis, dan tonus ototnya baik, bayi dikeringkan

dan Dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada

ibunya dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria

tersebut, dinilai untuk dilakukan satu atau lebih tindakan secara berurutan di bawah

ini:
A. Langkah awal stabilisasi (memberikan kehangatan, membersihkan jalan

napas jika diperlukan, mengeringkan, merangsang)

B. Ventilasi

C. Kompresi dada

D. Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume

Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi langkah

awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan ke

langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu

pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP)

atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu

frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi.

Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi dan pada

tahun 2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk

resusitasi neonatus:

 Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda

vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan

untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat

diandalkan.

 Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan

udara dibanding dengan oksigen 100%.

 Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara

(blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan

oksimetri.
 Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya

pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur

mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan pada

Langkah Awal).

 Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika

diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat

dipertimbangkan.

 Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau

mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya

ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan tindak

lanjut sesuai panduan.

 Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung

selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan

resusitasi setelah 10 menit.

 Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi

yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk

merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang

memerlukan resusitasi.

Langkah Awal

Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan

bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit

tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu,

mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.

Membersihkan jalan napas:


a. Jika cairan amnion jernih.

Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi

hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang

memerlukan VTP.

b. Jika terdapat mekonium.

Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya

pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi

tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data

untuk merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan.

Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi

dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi

perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan

sungkup dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten.

Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen

Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi penting

karena adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat

merusak bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada gambar

algoritma.

Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:

 Resusitasi diantisipasi

 VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas

 Sianosis menetap

 Oksigen tambahan diberikan.

Pemberian oksigen tambahan


Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara

atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen

untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi

dimulai dengan udara kamar. Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit)

setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen

ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung

kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.

Pernapasan awal dan bantuan ventilasi

Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per

menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari

100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari

frekuensi denyut jantung.

Tekanan akhir ekspirasi

Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway

pressure (CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami kesulitan

setelah lahir. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi prematur. Untuk bayi

cukup bulan dengan gawat napas, tidak ada cukup bukti untuk mendukung atau

tidak mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin.

Alat untuk ventilasi

Alat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon Tidak

Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri, atau T-piece

resuscitator. Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings) disebutkan dapat


digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau ≥34 minggu. LMA

dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil dan intubasi

endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA belum diteliti untuk digunakan

pada kasus air ketuban bercampur mekonium, pada kompresi dada, atau untuk

pemberian obat melalui trakea.

Pemasangan intubasi endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah:

 Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar.

 Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu

lama.

 Jika dilakukan kompresi dada.

 Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat

lahir amat sangat rendah.

Kompresi dada

Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per

menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus,

rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan

oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan

sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit.

Medikasi

Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika

frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan

ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin

atau pengembang volume atau ke duanya dapat dilakukan.


Epinefrin

Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis

intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0 mg/kg dapat

dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini

belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah

1:10.000 (0,1 mg/mL).

Pengembang volume

Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga

kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon

adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat

diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.

Perawatan pasca resusitasi

Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal,

mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan

sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi

gangguan.

Nalokson

Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di

ruang bersalin untuk bayi dengan depresi napas.

Glukosa

Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang

meningkat untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah

kejadian hipoksik iskemik. Pemberian glukosa intravena harus dipertimbangkan

segera setelah resusitasi dengan tujuan menghindari hipoglikemia.


Hipotermia untuk terapi

Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur

kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik sedang dan

berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan perkembangan

neurologik yang lebih rendah pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding

bayi yang tidak diberi terapi hipotermia. Penggunaan cara ini harus menuruti

panduan yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang memadai.

Penghentian resusitasi

Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung

selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan

resusitasi setelah 10 menit.


DAFTAR PUSTAKA

1. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus

on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care


Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-

e287.

2. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American

Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400-e1413.

42. MENILAI APGAR SCORE

Pendahuluan

Sekitar sepuluh tahun setelah diperkenalkan oleh Dr. Virgina Apgar,

akronim APGAR dibuat di Amerika Serikat sebagai alat bantu menghafal:

Appearance, Pulse, Grimace, Activity, dan Respiration (warna kulit,

denyut jantung, respons refleks, tonus otot / keaktifan, dan pernapasan). Alat

bantuhafal ini diperkenalkan pada tahun 1963 oleh dokter anak Dr. Joseph

Butterfield. Akronim yang sama juga digunakan di Jerman, Spanyol, dan Perancis.

Kata Apgar juga dibuatkan kepanjangan American Pediatric Gross Assessment

Record. Tes ini juga telah direformulasikan dengan singkatan yang berbeda “How

Ready Is This Child”, dengan kriteria yang pada dasarnya sama: Heart rate,

Respirotary effort, Irritability, Tone, dan Color (denyut nadi, pernapasan, reaksi

refleks, sikap, dan warna).

Pengertian Nilai Apgar

Penilaian APGAR adalah metode penilaian yang digunakan untuk mengkaji

kesehatan neonatus dalam 1 sapai 5 menit setelah lahir. Penilaian menit pertama

adalah menentukan tindakan, sedangkan menit kelima adalah menentukan

prognosa
Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan

penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai

dinamakan Skor APGAR.

Skor Apgar biasanya dinilai pada menit pertama kelahiran dan biasanya

diulang pada menit kelima. Dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada

menit ke 10, 15 dan 20.

Hal Yang Harus Dinilai

Tabel Penilaian APGAR

Tanda-tanda 0 1 2
A:Appreance Pucat atau Biru Tubuh Merah Seluruh Tubuh
(warna kulit) Merah
P: Pulse Tak ada <100x/menit >100x/menit
(frekuensi jantung) detak jantung Lemah dan Detak jantung
Lamban kuat
G:Gremace Tidak ada respon Menyeringai atau Menangis
(Reaksi thdp Kecut
rangsang)
A: Activity (Tonus Tidak ada Ada sedikit Seluruh
otot) gerakan ekstermitas
bergerak aktif
R: Respiratori Tidak ada Pernapasan Menangis Kuat
perlahan, Bayi
terdengar marah

Klasifikasi Klinik

a. Nilai 7-10 : bayi normal

b. Nilai 4-6 : bayi dengan asfiksia ringan dan sedang

c. Nilai 1-3 : bayi dengan asfiksia berat

Jika jumlah skor berkisar di 7 - 10 pada menit pertama, bayi dianggap

normal. Jika jumlah skor berkisar 4 - 6 pada menit pertamabayi memerlukan

tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas
dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya

jika tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik dan Skor Apgar pada menit

kelima akan naik.

Jika nilai skor Apgar antara 0 - 3, diperlukan tindakan medis yang lebih

intensif lagi.

Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang didisain untuk

menilai keadaan bayi secara menyeluruh, sehingga dapat ditentukan secara cepat

apakah seorang bayi memerlukan tindakan medis segera. Skor Apgar bukanlah

patokan untuk memperkirakan kesehatan dan kecerdasan bayi dimasa yang akan

datang.

Hasil dan Tindakan

Bayi dengan hasil total 7 atau lebih pada menit pertama setelah lahir, secara

umum berada pada keadaan sehat. Bukan berarti skor yang rendah menunjukkan

bahwa anak tidak sehat atau tidak normal. Hasil yang rendah dalam penilaian itu,

menunjukkan bahwa anak membutuhkan tindakan yang sifatnya segera, seperti

menyedot atau mengeluarkan cairan dari saluran pernapasan atau pemberian

oksigen untuk membantu pernapasan, tindakan tersebut dapat memberikan

perbaikan keadaan bayi secara umum.

Pada menit ke-5 setelah lahir, penilaian kembali dilakukan, dan jika skor

bayi tidak naik hingga nilai 7 atau lebih dan berdasarkan pertimbangan lainnya dari

keadaan bayi maka dokter dan perawat akan melanjutkan tindakan medis yang perlu

untuk dilakukan dan pemantauan intensif. Beberapa bayi yang lahir dengan masalah

pada organ jantung dan paru-paru akan membutuhkan tindakan medis lanjutan,

sedangkan yang lain hanyamembutuhkan waktu yang lebih lama untuk


menyesuaikan diri terhadap lingkungan luar. Kebanyakan bayi baru lahir dengan

nilai Apgar pertama dibawah 7, akan baik-baik saja.

Penting bagi orang tua yang baru memiliki bayi untuk mengetahui nilai

Apgar. Penilaian ini dibuat untuk menolong tenaga kesehatan dalam mengkaji

kondisi secara umum bayi baru lahir dan memutuskan untuk melakukan tindakan

darurat atau tidak. Penilaian ini bukan ditujukan sebagai prediksi terhadap

kesehatan bayi atau perilaku bayi, atau bahkan status intelegensia/kepandaian.

Beberapa bayi dapat mencapai angka 10,dan tidak jarang, bayi yang sehat memiliki

skor yang lebih rendah dari biasanya, terutama pada menit pertama saat baru lahir.

Perlu diingat bahwa skor Apgar agak rendah (terutama pada menit pertama)

adalah normal pada beberapa bayi baru lahir, terutama bayi yang lahir dari ibu hamil

dengan risiko tinggi, lahir melalui proses operasi cesar, atau ibu yang memiliki

komplikasi selama kehamilan maupun proses persalinan. Skor Apgar yang rendah

juga bisa terjadi pada bayi prematur, dimana kemampuan untuk menggerakkan

otot/alat gerak lebih rendah daripada bayi cukup bulan. Bayi prematur dalam kasus

apapun akan memerluan pemantauan ekstra dan bantuan pernapasan, dikarenakan

paru- paru belum sempurna.

Jika dokter atau tenaga kesehatan peduli terhadap penilaian bayi, maka

mereka akan memberitahukan dan menjelaskan kondisi bayi, apa yang mungkin

menjadi penyebab masalah, dan penanganan apa yang akandiberikan. Yang paling

penting, sebagian besar bayi melakukan penyesuaian dengan baik maka tetap

tenang dan jalani proses tersebut dengan sebaik- baiknya.

Pertolongan Yang Mungkin Dilakukan Jika nilai APGAR 4-6 maka dapat

dlakukan pertolongan penghisapan lendir yaitu dengan cara sebagai berikut:


1. Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.

2. Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi

lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus lebih sedikit

tengadah ke belakang.

3. Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan

yang dibungkus kasa steril.

4. Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi

dengan kain kering. Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis.

Kekurangan zat asam pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kerusakan

otak. Sangat penting membersihkan jalan napas, sehingga upaya bayi

bernapas tidak akan menyebabkan aspirasi lendir (masuknya lendir ke paru-

paru).

5. Alat penghisap lendir mulut (DeLee) atau alat penghisap lainnya yang steril,

tabung oksigen dengan selangnya harus telah siap di tempat

6. Segera lakukan usaha menghisap mulut atau hidung.

7. Petugas harus memantau dan mencatat usaha napas yang pertama.

8. Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut harus

diperhatikan. Bantuan untuk memulai pernapasan mungkin diperlukan

untuk mewujudkan ventilasi yang adekuat.

9. Dokter atau tenaga medis lain hendaknya melakukan resusitasi setelah satu

menit bayi tak bernapas

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Pediatrics, Committee on Fetus and Newborn,

American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on

Obstetric Practice Pediatrics 2006;117;1444

43. PEMERIKSAAN FISIK BAYI BARU LAHIR

Pengkajian segera pada bayi baru lahir adalah Pengkajian yangdiberikan

pada bayi tersebut selama bayi pertamanya setelah kelahiran.Sebagian besar bayi

yang baru lahir akan menunjukkan usahapernafasan spontan dengan sedikit bantuan

atau gangguan. Aspek-aspek penting dari kajian segera bayi baru lahir :

1. Jagalah agar bayi tetap ke ring dan hangat.

a. Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan kontak antara kulit

bayidengan kulit ibu.

b. Ganti handuk / kain yang basah dan bungkus bayi dengan

selimutdan memastikan bahwa kepala telah terlindungi dengan

baikuntuk mencegah keluarnya panas tubuh.

c. Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi

setiap15 menit.

1) Bila telapak bayi terasa dingin, periksa suhu aksilah bayi.

2) Bi l a suhu ba yi <3 6,5 oC, segera hangatkan bayi tersebut.

2. Kont ak di n i d engan ba yi

a. Kontak dini antara ibu dan bayi penting untuk :

1) Kehangatan mempertahankan panas yang benar pada

bayibaru lahir.

2) Ikat an b atin dan pem ber i an AS I.


b. Dorong ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi telah

siap(dengan menunjukkan refleks rooting) jangan paksa bayi

untukmenyusu.

Perubahan-perubahan yang segera terjadi sesudah kelahiran

1. P erubahan m et abolism e karbohidrat Dalam waktu 2 jam setelah

lahir kadar gula darah tali pusat akanmenurun, energi tambahan yang

diperlukan neonatus pada jam-jampertama sesudah lahir diambil dari hasil

metabolisme asam lemaksehingga kadar gula darah dapat mencapai 120

Mg/100 museumLampung. Bila ada gangguan metabolisme akan lemah.

Sehinggatidak dapat memenuhi kebutuhan neonatus maka

kemungkinanbesar bayi akan menderita hipoglikemia.

2. P e r u b a h a n s u h u t u b u h ketika bayi baru lahir, bayi berasa pada suhu

lingkungan yang >rendah dari suhu di dalam rahim. Apabila bayi dibiarkan

dalam suhukamar maka akan kehilangan panas mil konveksi.

Evaporasisebanyak 200 kal/kg/BB/menit. Sedangkan produksi yang

dihasilkantubuh bayi hanya 1/100 nya, keadaan ini menyebabkan

penurunansuhu bayi sebanyak 20C dalam waktu 15 menit. Akibat suhu

yangrendah metabolisme jaringan meningkat dan kebutuhan

O2punmeningkat.

3. P e r u b a h a n p e r n a f a s a n Selama dalam rahim ibu janin mendapat

O2dari pertukaran gas millplasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas

melalui paru-paru bayi.Rangsangan gas melalui paru-paru untuk gerakan

pernafasanpertama.

a. Tekanan mekanik dari toraks pada saat melewati janin lahir.


b. M e n u r u n kadar pH O 2dan meningkat kadar pH

CO2merangsangkemoreseptor karohd.

c. Rangsangan dingin di da erah muka dapat merangsang,permukaan

gerakan pinafasa.

d. Pernafasan pertama pada BBL normal dalam waktu 30

detiksetelah persalinan. Dimana tekanan rongga dada bayi padamelalui

jalan lahir mengakibatkan cairan paru-paru kehilangan 1/3dari jumlah

cairan tersebut. Sehingga cairan yang hilang tersebutdiganti dengan

udara. Paru-paru mengembang menyebabkanrongga dada troboli pada

bentuk semula, jumlah cairan paru-parupada bayi normal 80 museum

Lampung – 100 museum Lampung.

4. P e r u b a h a n s t r u k t u r Dengan berkembangnya paru-paru

mengakibatkan tekanan O2meningkat tekanan CO2menurun. Hal ini

mengakibatkan turunnyaresistensi pembuluh darah paru-paru sebagian

sehingga aliran darahke pembuluh darah tersebut meningkat. Hal ini

menyebabkan darahdari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus

arteriosusmenutup. Dan menciutnya arteri dan vena umbilikasis kemudian

talipusat dipotong sehingga aliran darah dari plasenta melalui venacava

inverior dan foramen oval atrium kiri terhenti sirkulasi darah bayisekarang

berubah menjadi seperti semula.

5. P e r u b a h a a n l a i n Alat-alat pencernaan, hati, ginjal dan alat-alat lain

mulai berfungsi.

Pengkajian Pertama Pada Bayi Baru Lahir


Kegiatan pengkajian ini merupakan pengkajian fisik yang dilakukan oleh bidan

yang bertujuan untuk memastikan normalitas & mendeteksiadanya penyimpangan

dari normal.Pengkajian ini dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik

bayimelakukan penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuanapa yang

diperlukan. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan,

dan dapat ditunda apabila suhu tubuh bayirendah atau bayi tampak tidak

sehatPengkajian ini dilakukan di kamar bersalin setelah bayi lahir dan

setelahdilakukan pembersihan jalan nafas/resusitasi, pembersihan badan bayi,dan

perawatan tali pusat. Bayi ditempatkan di atas tempat tidur yanghangat. Maksud

pemeriksaan ini adalah untuk mengenal/menemukan kelainan yang perlu

mendapatkan tindakan segera dan kelainan yangberhubungan dengan kehamilan,

persalinan, dan kelahiran, misalnya;bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes

melitus, eklamsia berat danlain-lain, biasanya akan mengakibatkan kelainan

bawaan pada bayi.Oleh karena itu, pemeriksaan pertama pada bayi baru lahir ini

harussegera dilakukan. Hal ini ditujukan untuk menetapkan keadaan bayi danuntuk

menetapkan apakah seorang bayi dapat dirawat gabung atau ditempat khusus.

Dengan pemeriksaan pertama ini juga bisa menentukan pemeriksaan dan terapi

selanjutnya.

Langkah-Langkah Dalam Melakukan Pengkajian Fisik Pada Bayi Baru Lahir

a. seorang petugas mengkaji keadaan umum bayi; melihatcacat bawaan yang

jelas tampak seperti hidrosefal, mikrosefali,anensefali, keadaan gizi dan

maturitas, aktivitas tangis, warna kulit, kulitkering/mengelupas, vernik

caseosa, kelainan kulit karena fravina lahir,toksikum, tanda-tanda

metonium, dan sikap bayi tidur.


b. Pertugas melakukan pemerikasaan pada kulit. Ketidakstabilan vasomotor

dan kelambatan sirkulasi perifer ditampakan oleh warna merah tua atau biru

keunguan pada bayi yang menangis.Yang warnanya sangat gelap bila

penutupan gloris mendahului tangisanyang kuat dan oleh sianosis yang

tidak berbahaya.

c. Pada pemeriksaan kepala bisa dilihat; besar, bentuk, molding, sutura

tertutup/melebar, kaput suksedanium, hematoma – sefaldan karniotabes.

d. Pada pemeriksaan telinga dapat mengetahui kelainan daun/bentuktelinga.

e. Pada pemeriksaan mata yang bisa dinilai perdarahan sukonjugtiva,mata

yang menonjol, katarak, dan lain-lain.

f. Mulut dapat menilai apakah bayi; labioskisis, labioynatopalatoskisis,tooth-

buds, dan lain-lain.- Leher; hematoma, duktis tirolusus, higromakoli.

g. Dada; bentuk, pembesaran buah dada, pernafasan retraksi interkostal,sifoid,

merintih, pernafasan cuping hidung, bunyi paru

h. Jantung; pulsasi, frekuensi bunyi jantung, kelainan bunyi jantung.

i. Abdomen; membuncit, (pembesaran hati, limpa, tumor, asites),

skafoid(kemungkinan bayi mengalami hernia diafragmatika atau

atresiaesofagis tanpa fistula), tali pusat berdarah, jumlah pembuluh darah

talipusat, warna dan besar tali pusat, hernia di pusat atau di selangkang.

j. Alat kelamin; tanda-tanda hematoma karena letak sungsang, testisbelum

turun, fisnosis, adanya perdarahan/lendir dari vagina, besar danbentuk

klitoris dan labia minora, atresia ani.

k. Tulang punggung; spina bifida, pilonidal sinus dan dumple.


l. Anggota gerak; fokomeria, sindaktili, polidaktili, fraktor, paralisis

talipesdan lain-lain.

m. Keadaan neuramuskular; refleks moro, refleks genggam, refleksrootingdan

sebagainya: tonus otot, tremor.

n. Pemeriksaan lain-lain; mekonium harus keluar dalam 24 jam sesudahlahir,

bila tidak harus waspada terhadap atrersia ani/obstruksi usus.Urine harus

ada juga pada 24 jam. Bila tidak ada harus diperhatikankemungkinan

obstruksi saluran kencing.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

Pustaka, Jakarta.

2. Saifuddin AB.Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta:EGC. 2009.

44. PEMERIKSAAN TINGGI FUNDUS, PLASENTA: LEPAS/TERSISA

Pengukuran tinggi fundus uteri mulai dari batas atas symfisis dan

disesuaikan dengan hari pertama haid terakhir. Tinggi fundus uteri diukur pada

kehamilan >12 minggu karena pada usia kehamilan ini uterus dapat diraba dari

dinding perut dan untuk kehamilan > 24 minggu dianjurkan mengukur dengan pita

meter. Tinggi fundus uteri dapat menentukan ukuran kehamilan. Bila tinggi fundus

kurang dari perhitungan umur kehamilan mungkin terdapat gangguan pertumbuhan

janin, dan sebaliknya mungkin terdapat gemeli, hidramnion atau molahidatidosa.

Pengukuran tinggi fundus uteri adalah merupakan pemeriksaan palpasi

abdomen, pada pemeriksaan palpasi ini ada cara menurut Leopold (yang sering) I,

II, III, IV dan atau cara Kenebel, Budin dan Ahfeld. Biasanya bila dilakukan
pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan cara Leopold I diteruskan dengan Leopold

II, III, dan IV sekaligus perabaan gerakan janin dan pemeriksaan auskultasi untuk

mendengarkan denyut jantung janin. Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah

untuk mengetahui pertumbuhan janin dengan menilai besarnya tinggi fundus uteri

yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, atau penilaian terhadap janin yang

tumbuh terlalu besar sehingga tinggi fundus uteri yang terlalu besar seperti pada

kehamilan ganda.

Menurut Spiegelberd dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari

simfisis, maka diperoleh :

- 22 – 28 minggu : 24 – 25 cm di atas simfisis.

- 28 minggu : 26,7 cm di atas simfisis.

- 30 minggu : 29,5 – 30 cm di atas simfisis.

- 32 minggu : 29,5 – 30 cm di atas simfisis.

- 34 minggu : 31 cm di atas simfisis.

- 36 minggu : 32 cm di atas simfisis.

- 38 minggu : 33 cm di atas simfisis.

- 40 minggu : 37,7 cm di atas simfisis.

Menurut Sarwono (2008), pengukuran tinggi fundus uteri, kemudian hasil

pengukuran dimasukkan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus:

Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 13) x 155 gram: untuk kepala janin

yang masih floating.

Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 12) x 155 gram: untuk kepala janin

yang

sudah memasuki pintu atas panggul


Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 11) x 155 gram: untuk kepala janin

yang

sudah melewati atas panggul.

Pengukuran tinggi fundus uteri juga dapat dilakukan pada posisi ibu tidur

terlentang, ibu diminta untuk berkemih sehingga kandungan kemih dalam keadaan

kosong. Titik 0 pada pengukurannya adalah tulang symphisis pubis. Pemeriksaan

dimulai dengan pemeriksaan Leopold. Perut ibu disimetriskan, centimeter ditarik

dari titik 0 sampai setinggi umbulikus, kemudian ditambahkan dari hasil

pengukuran yang kembali dimulai dari umbulikus ke fundus uteri.


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono.(2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta :Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

45. MEMPERKIRAKAN/MENGUKUR KEHILANGAN DARAH


SESUDAH MELAHIRKAN

PENDAHULUAN

Kehamilan adalah proses fisiologis normal yang didefinisikan dengan

keberadaan kompleks uteroplacental. Perubahan fisiologis karena kehamilan bisa

disebabkan karena kemampuan sistem organ yang terbatas mendapat beban lebih

dan mengakibatkan memburuknya keadaan fisik sebelumnya. Mengingat hal

tersebut, perlakuan khusus dan pengawasan yang adekuat harus diberikan kepada

pasien, baik dari trimester pertama kehamilan hingga penanganan postpartum

terhadap semua keadaan yang mungkin mengancam jiwa ibu dan/atau janin. Dari

semua keadaan tersebut, penyebab terbesar kematian ibu setiap tahunnya adalah

pendarahan. Pendarahan post-partum didefinisikan oleh The World Health

Organization (WHO) sebagai keadaankehilangan darah >500 ml pada 24 jam

setelah melahirkan. Beberapa pengertian lain menyebutkan>500 ml merupakan

jumlah darah yang hilang melaluipersalinan normal, sedangkan >1000 ml untuk

seksiocaesarean. Definisi populer lainnya mengatakanpenurunan 10%, baik

hemoglobin maupun hematokrit. Namun, definisi tersebut sering tidak

merefleksikan keadaan hemodinamik pasien. Menurut penelitian tahun 2008,

dikatakan setiap wanita meninggal tiap menitnya saat melahirkan, dimana 24%

disebabkan karena pendarahan berat. Sekitar 529.000 wanita meninggal saat hamil

setiap tahunnya dan hampir semuanya (99%) terjadi pada negara berkembang. 40%
kematian karena pendarahan post-partum terjadi pada 24 jam pertama dan 66%

terjadi saat minggu pertama.

Pendarahan post-partum didefinisikan sebagai kehilangan darah >500 ml melalui

persalinan normal, sedangkan >1000 ml untuk seksio- caesarean. Sekitar 529.000

wanita meninggal saat hamil setiap tahunnya dan hampir semuanya (99%) terjadi

pada negara berkembang.

Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya pendarahan post-partum umumnya karena

atonia uteri, plasentasi yang abnormal, trauma maupun koagulopati. Keadaan

tersebut biasa disebut dengan “Four Ts”. Faktor resiko lainnya berupa kala 3 yang

memanjang, multi-gravida, episiotomy, makrosomia fetus dan riwayat pendarahan

post-partum. Melahirkan bayi kembar dengan persalinan normal juga merupakan

faktor resiko.

Atonia uteri didefinisikan sebagai berkurang/tidak adanya kontraksi uterus

yang efisien setelah lepasnya plasenta, merupakan penyebab umum pendarahan

post-partum dan komplikasi pada 1 disetiap 20 proses melahirkan. Atonia uteri bisa

disebabkan karena uterus yang over-distensi (polihydramnions, bayi kembar,

makrosomia), kelelahan (proses melahirkan yang lama), atau tidak bisa kontraksi

karena tokolitik atau anastesia general. Trauma berupa laserasi dan hematum karena

melahirkan dapat menyebabkan kehilangan darah yang signifikan, yang berkurang

seiring waktu dan hemostasis. Kebanyakan kasusnya minor, tetapi beberapa kasus

disertai dengan pendarahan yang signifikan, segera maupun tertunda. Tempat

terjadinya trauma umumnya pada perineum, vagina dan serviks.


Penyebabnya dapat karena nul-paritas, episiotomy, ibu yang lanjut usia, melahirkan

dengan operasi, bayi kembar, dan makrosomia. Abnormal plasentasi diartikan

sebagai penempelan abnormal plasenta pada dinding uterus. Penempelan yang

abnormal dapat menyebabkan pendarahan masif dan bersama dengan atonia uteri

merupakan penyebab umum dilakukannya histerektomi. Abnormal plasentasi bisa

disebabkan karena umur ibu yang lanjut, paritas yang tinggi, adanya riwayat

invasive plasenta atau melahirkan secara seksio, dan plasenta previa (terutama

kombinasi dengan riwayat seksio-cesarean, meningkat 67% dengan 4 atau lebih).

Diagnosis

Umumnya pendarahan post-partum didiagnosa apabila jumlah pendarahan

dianggap melebihi batas normal. Tanda dan gejala klinis dari kehilangan darah

meliputi kelemahan, berkeringat, dan takikardi yang biasanya timbul setelah

kehilangan 15-25% kehilangan darah dari volume total. Penurunan hemodinamik

hanya terjadi pada kehilangan darah 35% dan 45%.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sanjaya, D (2016), Tanda Bahaya Serta Penatalaksanaan Perdarahan Post-

Partum.Ism, Vol. 3 No.1, Mei-Agustus, Hal.9-18

2. Brian T. Bateman, MD et al. The Epidemiology of Postpartum Hemorrhage

in a Large, Nationwide Sample of Deliveries. Society for Obstetric

Anesthesia and Perinatology. 2010. 110: 1368-1373

3. M. Walfish, A Neuman, D. Wlody. Maternal hemorrhage. British Journal

of Anaesthesia. 2009

Anda mungkin juga menyukai