Anda di halaman 1dari 12

1. Penyebab sakit kepala pada pasien ? Patofisiologi sakit kepala?

Jawab:
nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang dirasakan dalam
kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan. Perasaan yang tidak nyaman tersebut sangat
bersifat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut.
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor
yang dimaksud adalah nosireseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang
berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus
nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta
mekanik.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berfungsi sebagai reseptor adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga nosiseptor. Secara anatomis nosiseptor ini ada yang bermielin dan ada juga
yang tidak bermielin dari saraf aferen. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat
dikelompokkan dalambeberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam
(deep somatik) dan pada daerah viseral. Kerna letaknya yang berbeda inilah nyeri yang
timbul memiliki sensasi yang berbeda-beda.
Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf memegang
peranan yang sangat penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di
lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis pada medula spinalis.
Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni neurotransmiter dan
neuromodulator. Neurotransmiter mengirim impuls listrik melewati celah sinaps diantara
dua serabut saraf sedangkan neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan
menyesuaikan atau mentransmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda
saraf melalui sebuah sinaps. Neuroregulator diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni
dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmiter tertentu.
Neurotransmiter terdiri dari (1) Substansi P ditemukan pada neuron nyeri di kornu
dorsalis (peptida ektisator), diperlukan untuk mentransmisi impuls nyeri dari perifer ke
otak dan menyebabkan vasodilatasi dan edema, (2) Serotonin dilepaskan oleh batang otak
dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri, (3) Prostaglandin dibangkitkan
dari pemecahan pospolipid di membran sel dan dipercaya dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap sel. sedangkan neuromodular terdiri dari (1) endorfin ( morfin
endogen) merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh, diaktivasi oleh
daya stress dan nyeri serta terdapat di otak, spinal dan traktus gastrointestinal serta dapat
memberi efek analgetik, (2) bradikinin yang dilepaskan dari plasma dan pecah di sekitar
pembuluh darah yang mengalami cedera, bekerja pada reseptor syaraf perifer yang dapat
meningkatkan stimulus nyeri dan bekerja pada sel yang menyebabkan reaksi berantai
sehingga terjadi pelepasan prostaglandin.
a. Nyeri Organik
Nyeri Organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial)
organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali sebagai akibat adanya cedera, penyakit
atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa organ.

b. Nyeri Neurogenik
Nyeri Neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia. Nyeri
ini terjadi secara akut amupun kronis. Nyeri pada system neurologis timbul dalam
berbagai bentuk. Neuralgia adalah nyeri yang tajam, seperti spasmus disepanjang satu
atau beberapa jalur saraf. Dua bentuk neuralgia adalah saraf trigeminus pada muka dan
saraf sciatic pada bagian bawah tubuh. Causalgia sejenis neuralgia adalah rasa nyeri yang
terasa sangat membakar disertai dengan cedera saraf perifer pada eksremitas. Pasien
biasanya akan merasakan jalur yang sangat panjangguna mencegah stimulus yang
mengiritasi (seperti suara kapal terbang diatas kepala).

c. Nyeri Psikogenik
Nyeri Psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikogenik. Gangguan ini lebih
mengarah ke gangguan psikogenik dari pada gangguan organ. Klien yang menderita
“benar-benar” mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik
seperti cemas dan takut timbul pada klien. Nyeri psikogenik adalah tanpa diketahui
adanya temuan pada fisik yaitu timbul karena psikologis, mental, emosional atau faktor
perilaku. Sakit kepala, back pain atau nyeri perut adalah contoh sebagian dari nyeri
psikologik yang paling umum. Nyeri psikologik terkadang dilihat dengan stigma yang
salah, di mana nyeri ini dianggap sebagai suatu yang tidak nyata. Padahal semua nyeri
yang dikatakan adalah nyata.

Jenis jenis nyeri kepala

Tension tipe headache


Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe tegang
adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan
jangka waktu dan peningkatan stres. Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang
mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan kemampuan diri sendiri dan
mudah menjadi gentar dan tegang. Pada akhirnya, terjadi peningkatan tekanan jiwa dan
penurunan tenaga. Pada saat itulah terjadi gangguan dan ketidakpuasan yang
membangkitkan reaksi pada otot-otot kepala, leher, bahu, serta vaskularisasi kepala
sehingga timbul nyeri kepala. Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia,
namun sebagian besar pasien adalah dewasa muda yang berusiasekitar antara 20-40
tahun.
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan nyeri yang tersebar secara difus dan sifat nyerinya mulai
dari ringan hingga sedang. Nyeri kepala tegang otot biasanya berlangsung selama 30
menit hingga 1 minggu penuh. Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau terus menerus.
Nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke
kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Selain itu, nyeri ini juga
dapat menjalar ke bahu. Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasa kencang
pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala. Nyeri
kepala tipe ini tidak berdenyut.

Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi anoreksia mungkin saja
terjadi. Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti insomnia (gangguan tidur yang
sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat badan menurun,
palpitasi dan gangguan haid. Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya
merupakan manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan
depresi.

Patofisiologi
Secara umum diklasifi kasikan sebagai berikut:
a. organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifi lis
b. gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfl eksikan.

Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related health), tidak mampu relaks
setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam, dan usia muda adalah
faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/ beban yang
terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caff eine withdrawal, dan fluktuasi
hormonal wanita20. Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering TTH.
Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan
mental dan stres adalah faktor faktor tersering penyebab TTH. Asosiasi positif antara
nyeri kepala dan stres terbukti nyata pada penderita TTH.

Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga penyebab TTH,
tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal selama berolahraga (static muscle
exercise). Aktivitas EMG (electromyography) menunjukkan peningkatan titik-titik
pemicu di otot wajah (myofascial trigger points).23 Riset terbaru membuktikan
peningkatan substansi endogen di otot trapezius penderita tipe frequent episodic TTH.
Juga ditemukan nitric oxide sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat
produksi nitric oxide dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan otot
dan nyeri yang berkaitan dengan TTH.
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik, sedangkan pada
TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan inadequate endogenous
antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme sentral berperan utama pada TTH kronis.
Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan
rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial
perikranial tampaknya bertanggung-jawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH
kronis. TTH episodik dapat berevolusi menjadi TTH kronis:

A. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan elevasi glutamat
yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi NFκB, yang memicu transkripsi
iNOS dan COX-2, di antara enzim-enzim lainnya. Tingginya kadar nitric oxide
menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus,sagitalis superior, dan
kerusakan nitrosative memicu terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya seperti dura.

B. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-neuron


nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC (trigeminocervical
complex.), tempat mereka bersinap dengan second-ordermneurons.

C. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron
mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik
sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.

D1. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan beragam
neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya: substansi P dan glutamat) yang
mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic, membangkitkan potensial-
potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas sinaptik serta menurunkan ambang nyeri
(pain thresholds).
D2. Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara normal
melalui sinyal-sinyal fi ne-tunes pain yang bermula dari perifer, namun pada individu
yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri, serta membiarkan
terjadinya sensitisasi sentral.

E. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment serabut-serabut C


dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC, membiarkan perkembangan allodynia dan
hiperalgesia.

F. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring waktu, berbagai


perubahan molekuler di pusatpusat lebih tinggi seperti thalamus memicu terjadinya
sensitisasi sentral dari neuronneuron tersier dan perubahan-perubahan selanjutnya pada
persepsi nyeri.27-32 Proses ini dapat dilihat pada Skema. Konsentrasi platelet factor 4,
betathromboglobulin, thromboxane B2, dan 11- dehydrothromboxane B2 plasma
meningkat signifikan di kelompok TTH episodik dibandingkan dengan di kelompok TTH
kronis dan kelompok kontrol (sehat). Pada penderita TTHepisodik, peningkatan
konsentrasi substansi P jelas terlihat di platelet dan penurunan konsentrasi beta-
endorphin dijumpai di selsel mononuklear darah perifer. Peningkatan konsentrasi
metenkephalin dijumpai pada CSF (cairan serebrospinal) penderita TTH kronis, hal ini
mendukung hipotesis ketidakseimbangan mekanisme pronociceptive dan antinociceptive
pada TTH. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa TTH adalah proses multifaktorial
yang melibatkan baik faktor-faktor miofasial perifer dan komponen-komponen sistim
saraf pusat.

Migrain
Migrain sendiri merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang diklasifikasikan
oleh International Headache Society (IHS) dan merupakan penyebab nyeri kepala primer
kedua setelah Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang
umumnya unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di
daerah frontotemporal. Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah
nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya
unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat
oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine.2
a. Riwayat penyakit migren dalam keluarga. 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
b. Perubahan hormone (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada fase
luteal siklus menstruasi.
c. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat) vasokonstriktor
(keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
d. Stres
e. Faktor fisik, tidur tidak teratur
f. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
g. Alkohol dan Merokok

Patofisiologi

Teori Vascular

Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak


berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri kepala
dimulai.

Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)

Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf
trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related).
CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga
bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini
akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain
itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar
serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di
otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka
dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan
dilatasi
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada
migren.

Teori Cortical Spreading Depresion


Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi
neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating
depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode
depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan
menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

Cluster headache

Cluster headache merupakan suatu jenis nyeri kepala primer akibat gangguan
neurovaskuler. Sesuai namanya, cluster yang berarti pengelompokan, nyeri kepala tipe
cluster melibatkan nyeri kepala yang terkelompok-kelompok, biasanya berlangsung
selama beberapa minggu. Jenis nyeri kepala ini dikenal dengan berbagai nama, termasuk
paroxysmal nocturnal cephalalgia (Adams), migrainous neuralgia (Harris), histamine
cephalalgia (Horton), red migraine, dan erythromelalgia kepala. Kunkle dan rekan, yang
terkesan dengan karakteristik "pola cluster" dari serangan nyeri kepala ini, kemudian
mengajukan istilah yang digunakan saat ini - " Cluster Headache". Nyeri kepala tipe
cluster merupakan nyeri kepala pada satu sisi yang disertai dengan keluarnya air mata
dan hidung tersumbat. Serangan berlangsung regular selama 1 minggu hingga 1 tahun.
Serangan-serangan diantarai oleh periode bebas nyeri yang berlangsung setidanknya satu
bulan atau lebih lama. Nyeri kepala memiliki diagnosis diferensial berupa nyeri kepala
tipe lain seperti migraine, nyeri kepala sinus, serya nyeri kepala tipe tegang.

a. Pasien mengeluhkan serangan nyeri kepala yang sangat hebat, bersifat unilateral
(orbital, supraorbital, atau temporal) yang berlangsung selama 15-180 menit, dan
menyerang mulai dari sekali hingga delapan kali per hari.

b. Serangan nyeri kepala disertai dengan satu atau lebih gejala berikut (semuanya
ipsilateral): injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rinore, produksi keringat pada
dahi danwajah, miosis, ptosis, atau edema palpebral.

Patofisologi

Patofisiologi yang mendasari nyeri kepala tipe cluster masih belum sepenuhnya
dipahami. Pola periode serangan menunjukkan adanya keterlibatan jam biologis yang
diatur oleh hipotalamus (yang mengendalikan ritme sikardian), yang disertai dengan
disinhibisi jalur nosisepif dan otonomik – secara spesifik, jalur nosiseptif nervus
trigeminus.
Nervus trigeminus (N.V) adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki komponen yang lebih
besar (porsio mayor) yang terdiri dari serabut sensorik untuk wajah, dan komponen yang
lebih kecil (porsio minor) yang terdiri dari serabut motoric untuk otot-otot pengunyah
(mastikasi).
Ganglion trigeminale (gasserian) bersifat seperti ganglia radiks dorsalis medulla spinalis
untuk persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks dorsalis, ganglion ini
mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang prosesus sentralnya berproyeksi ke
nucleus sensorik prinsipalis nervis trigemini (untuk raba dan diskriminasi) dan ke nucleus
spinalis tigemini (untuk nyeri dan suhu). Nukleus mesensefali nervis trigemini
merupakan kasus khusus, karena sel-selnya mirip dengan sel-sel ganglion radiks dorsalis
meskipun terletak di dalam batang otak; yaitu seakan-akan nucleus perifer telah
dipindahkan ke system saraf pusat. Prosesus perifer neuron pada nucleus ini menerima
impuls dari reseptor perifer di spindle otot yang berbeda di dalam otot-otot pengunyah,
dan dari reseptor lain yang memberikan respons terhadap tekanan, nervus maksilaris
(V2), yang keluar melalui foramen rotudum; dan nervus mandibularis (V3), yang keluar
melalui foramen ovale. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan
morfometri berhasil mengidentifikasi area abu-abu pada bagian posterior hipotalamus
sebagai area inti dari defek pada nyeri kepala tipe cluster.

Pencitraan Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan area spesifik pada otak


(hipotalamus) yang mengalami perbedaan dengan otak pada pasien tanpa nyeri kepala
tipe cluster5 Terdapat perubahan pola sirkuit neuron tregimenus-fasial sekunder terhadap
sensitisasi sentral, yang disertai dengan disfungsi jalur serotonergic nuclei-hipotalamus.
Disfungsi fungsional hipotalamus telah berhasil dikonfirmasi dengan adanya
metabolisme yang abnormal berdasarkan marker neuron N-asetilaspartat pada
pemeriksaan magnetic resonance spectroscopy. Neuron-neuron substansia P membawa
impuls motoric dan sensorik pada divisi maksilaris dan oftalmik dari nervus trigeminus.
Nervus ini berhubungan dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus simpatis
perivaskuler karotis. Dilatasi vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam
pathogenesis nyeri kepala tipe cluster, meskipun hasil penelitian terhadap aliran darah
masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Aliran darah ekstra kranial mengalami
peningkatan (hipertermi dan peningkatan aliran darah arteri temporalis), namun hanya
setelah onset nyeri.

Sekalipun bukti-bukti terkait peranan histamine masih inkosisten, namun nyeri kepala
tipe cluster dapat dipresipitasi dengan sejumlah kecil histamine. Terdapat peningkatan
jumalh sel mast pada kulit area yang terasa nyeri pada beberapa pasien, namun temuan
ini tidaklah konsisten.

Penyebab sakit kepala pada pasien akibat dari Psikogenik adalah nyeri akibat berbagai
faktor psikogenik. Gangguan ini lebih mengarah ke gangguan psikogenik dari pada
gangguan organ. Klien yang menderita “benar-benar” mengalaminya. Nyeri ini umumnya
terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien. Nyeri
psikogenik adalah tanpa diketahui adanya temuan pada fisik yaitu timbul karena
psikologis, mental, emosional atau faktor perilaku. Sakit kepala, back pain atau nyeri
perut adalah contoh sebagian dari nyeri psikologik yang paling umum. Nyeri psikologik
terkadang dilihat dengan stigma yang salah, di mana nyeri ini dianggap sebagai suatu
yang tidak nyata. Padahal semua nyeri yang dikatakan adalah nyata.

(Sumber :
Machfoed,M.H, 2016, Panduan Praktik Klinis Neurologi, Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, Jakarta
Ikatan Dokter Indonesia.2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
pelayanan Kesehatan primer. Status Epileptikus. Jakarta. IDI.
Sadock, B.J & Sadock,V.A, 2015, Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2, EGC: Jakarta
Munir,B, 2015, Neurologi Dasar, Sagug Seto:Jakarta.)
2. Apakah ada hubungan kelumpuhan mendadak pada pasien dengan kejadian di masa
lalunya?
Terdapat hubungan kelumpuhan mendadak pada pasien dengan kejadian di masa lalunya.
Kelumpuhan ini dapat terjadi saat stress dan menimbulkan disfungsi yang cukup
bermakna. Pada pasien ini mengalami gangguan konversi, DSM-IV-TR mendefinisikan
gangguan konversi sebagai gangguan yang ditandai dengan adanya satu gejala neurologis
atau lebih ( contohnya paralisis, buta, dan parastesia) yang tidak dapat di jelaskan dengan
gangguan medis atau neurologis yang diketahui. Diagnosis gagguan ini mengharuskan
bahwa faktor psikologis harus berkaitan dengan permulaan atau perburukan gejala.

Pasien mengalami kelumpuhan pada kaki pada saat umur 14 tahun, ini dirasakan secara
tiba tiba, pasien hanya di bawa ke dukun untuk berobat, tetapi tidak ada penyembuhan,
pada saat di bawa kedokter tidak gagguan medis dan neurologi yang terjadi. Pasien
memiliki faktor faktor psikologis yang menyebabkan kelumpuhan terjadi pada umur 4
tahun pasien ditinggalkan oleh ayahnya dan tidak pernah kembali sehingga pasien
kehilangan kebutuhan psikologis yaitu kasih sayang dari seorang ayah. Dan saat berumur
14 tahun pasien ada seorang laki-laki umur pertengahan yang sering membuntuti dan
berencana menikahi pasien. Respon pasien sering mimpi dan merasa ketakutan dan
cemas.

Penyebabnya adalah karena faktor psikoanalitik, menurut teori, gnagguan konversi


disebabkan oleh represi konflik intrapsikis yang tidak disadari dan konversi ansietas
menjadi suatu gejala fisik. Konflik tersebut adalah antara impuls berdasarkan insting (
agresi dan seksualitas) dan laragan pengungkapan ekspresi. Gejalanya memungkinkan
ekspresi parsial keinginanan atau doronga terlarang, tetapi menyamarkannya sehingga
pasien dapat menghindari secara sadar untuk menghadapi impuls yang tidak dapat
diterima tersebut : gangguan gejala konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik
yang tidak disadari. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien
menyampaikan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Gejala
tersebut dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi
orang lain.

(Sumber : Sadock, B.J & Sadock,V.A, 2015, Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2, EGC:
Jakarta)

3. Prognosis pasien di kasus?


Gejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi, mugkin 90 hingga
100% membaik dalam beberapa hari atau kurang dari kurang dari 1 bulan. Sebanyak 75%
pasien di laporkan dapat tidak mengalami episode lain, tetapi 25% pasein lainnya
memiliki episode tambahan selama periode stress. Terkait dnegan prognosis yang baik
adalah awitan mendadak, stresor mudah di identifikasi, penyesuaian pramorbid baik,
tidak ada gangguan medis atau psikiatri komorbid, dan tidak menjalani proses hukum.
Semakin lama gagguan konversi ada, prognosis lebih buruk. 25 hingga 50 persen pasien
di kemudian hari dapat memiliki gangguan-neurologis atau keadaan medis non psikiatri
yang mengenai sistem saraf. Dengan demikian pasien denga gangguan konversi harus
telah menjalani evaluasi lengkap neurologis dan medis pada saat diagnosis.

(Sumber : Sadock, B.J & Sadock,V.A, 2015, Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2, EGC:
Jakarta)

Anda mungkin juga menyukai