Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam pasal 1 ayat 1 UUD NRI Th.1945 menyebutkan bahwa “Negara
Indonesia adalah kesatuan yang berbentuk republik” dimana di dalam negara unitaris
(kesatuan) tidak ada satupun negara lain di dalam negara, yang berarti tidak ada
kedaulatan lain dalam wilayah negara indonesia selain daripada wilayah kesatuan NKRI
itu sendiri. Dengan paham negara kesatuan tersebut Indonesia cenderung bersatu, yang
mengatasi segala paham ataupun golongan yang menjamin seluruh warga negaranya
sama dihadapan hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali. Dalam negara kesatuan juga
diakui corak kemajemukan bangsa, yang tetap dipertahankan tanpa menimbulkan
“sparatis” atau keretakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mewujudkan hal itu
sangat dibutuhkan suatu instrumen demokrasi yaitu lembaga perwakilan salah satunya
adalah DPR (dewan perwakilan rakyat), sebagai perwujudan kehendak rakyat dalam
menentukan kebijakan-kebijakan negara melalui peraturan perundang-undangan.
DPR merupakan perwakilan politik (polical representation) yang anggota dipilih melalui
pemilu. DPR adalah organ pemerintahan yang bersifat sekunder sedangkan rakyat
bersifat primer, sehingga melalui DPR kedaulatan rakyat bisa tercapai sebagaimana
dalam pasal 1 ayat 2 NRI Th.1945 “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD “B. Dari paparan singkat di atas sangatlah jelas kalau DPR berperan
penting dalam NKRI. Maka dari itu kami akan sedikit menjelaskan mengenai DPR.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui sejarah DPR
b. Mengetahui tugas DPR
c. Mempelajari fungsi DPR
d. Dan mempelajari ruang lingkup DPR

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah DPR

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia, yang kita kenal sebagai UUD 1945. Maka mulai saat itu, penyelenggaraan negara
didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut UUD 1945.

Sesuai Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia
Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai calon
badan Legislatif di Indonesia. Tanggal 29 Agustus 1945 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Masa awal kemerdekaan (1945-1949)

Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum
dibentuk. Maka, sesuai pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini adalah bakal calon badan legislatif di Indonesia.

Anggota KNIP berjumlah 60 orang. Sumber lain ada yang menyebutkan jumlahnya 103
anggota. Dalam melakukan kerjanya, DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.
Badan tersebut berhasil menyetujui 133 RUU di samping pengajuan mosi, resolusi, usul dan
lain-lain.

Dalam Sidang KNIP yang pertama telah ditentukan susunan pimpinan sebagai berikut:

1. Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua.


2. Mr. Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua.
3. Mr. J. Latuharhary sebagai wakil ketua II.
4. Adam Malik sebagai wakil ketua III.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)

Pada masa Republik Indonesia Serikat, badan legislatif terbagi menjadi dua majelis, yaitu
Senat dengan jumlah anggota 32 orang, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang anggotanya
berjumlah 146 orang (49 orang dari anggota tersebut adalah perwakilan Republik Indonesia dari
Yogyakarta).

Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif, dan amendemen, serta wewenang untuk
menyusun Rancangan Undang Undang (RUU) bersama pemerintah. Selain itu DPR juga
memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket, namun tidak memiliki hak untuk
menjatuhkan kabinet. Dalam masa kerja kurang lebih setahun, berhasil diselesaikan 7 buah
Undang Undang, yang di antaranya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi

2
Sementara RIS (Republik Indonesia Serikat) menjadi Undang Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia; diajukan 16 mosi, dan 1 interpelasi, baik oleh Senat maupun DPR.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)

Pada 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No.
7/1850, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan
rapat. Pada rapat itu dibacakan piagam pernyataan tujuan terbentuknya NKRI:

1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi.


2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai
berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148
anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.

Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)

DPR hasil pemilu 1956 menghasilkan jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang.
Pemilu 1956 juga memilih 542 orang anggota konstituante. Tugas dan wewenang DPR hasil
pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang
berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang
kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini
terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet
Djuanda.

Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)

Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR
terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.

Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya
menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan. Presiden kemudian
mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang isinya mengatur Susunan DPR-GR (Dewan
Perwakilan Rakyat-Gotong Royong).

DPR-GR memiliki jumlah anggota sebanyak 283 orang. Semua anggota DPR-GR itu
diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Salah satu kewajiban pimpinan
DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu. Sesuai
keadaannya, hal ini menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Mulai tahun 1960 hingga 1965,
DPR-GR telah menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

3
Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)

Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR melakukan pemurnian dan melakukan pembekuan


sementara terhadap 62 orang anggota DPR-GR yang berbau PKI dan ormas-ormasnya. Masa
kerja DPR-GR tanpa PKI adalah 1 tahun. Sepanjang itu DPR-GR tanpa PKI telah mengalami 4
kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu:

1. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.


2. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966.
3. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966.
4. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966.

Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden
sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut. Dalam rangka menanggapi
situasi masa transisi, DPR-GR membuat keputusan untuk membentuk 2 buah panitia :

1. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang


politik.
2. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan
keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah
pemecahannya.

Masa Orde Baru (1966-1999)

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikukuhkan dalam UU No.


10/1966), DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari Orde
Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah sebagai
berikut:

1. Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23 ayat 1


UUD 1945 beserta penjelasannya.
2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1, pasal
20, pasal 21 ayat 1 dan pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
3. Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan
penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
4. Masa reformasi (1999-sekarang)
5. Korupsi menjadi cap yang amat akrab bagi DPR. Ini merupakan bentuk nyata bahwa
DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya. Cerminan lain mengenai
buruknya kinerja DPR adalah ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan
pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur
Lapindo, dan banyak kasus lagi.
6. DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa
UU. Kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para
anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi
demonstrasi yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh
DPR.

4
Masa periode DPR RI

Nama Periode
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 29 Aug 1945 – 15 Feb 1950
DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS)) 15 Feb 1950 – 16 Aug 1950
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) 16 Aug 1950 – 26 Mar 1956
DPR hasil Pemilu Pertama 26 Mar 1956 – 22 Jul 1959
DPR setelah Dekrit Presiden 22 Jul 1959 – 26 Jun 1960
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) 26 Jun 1960 – 15 Nov 1965
DPR GR minus Partai Komunis Indonesia (PKI) 15 Nov 1965 – 19 Nov 1966
DPR GR Orde Baru 19 Nov 1966 – 28 Okt 1971
DPR hasil Pemilu ke-2 28 Okt 1971 – 1 Okt 1977
DPR hasil Pemilu ke-3 1 Okt 1977 – 1 Okt 1982
DPR hasil Pemilu ke-4 1 Okt 1982 – 1 Okt 1987
DPR hasil Pemilu ke-5 1 Okt 1987 – 1 Okt 1992
DPR hasil Pemilu ke-6 1 Okt 1992 – 1 Okt 1997
DPR hasil Pemilu ke-7 1 Okt 1997 – 1 Okt 1999
DPR hasil Pemilu ke-8 1 Okt 1999 – 1 Okt 2004
DPR hasil Pemilu ke-9 1 Okt 2004 – 1 Okt 2009
DPR hasil Pemilu ke-10 1 Okt 2009 – 1 Okt 2014
DPR hasil Pemilu ke-11 1 Okt 2014 – 1 Okt 2019

2.2 Pengertian DPR


DPR adalah kepanjangan dari Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga
perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang
dipilih melalui pemilihan umum.
Secara umum, Pengertian DPR adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
legislatif. Dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 19 ayat 1,2, dan 3 menyatakan bahwa
anggota DPR dipilih melalui pemulihan umum. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat
diatur dalam undang-undang dan bersidang sedikitnya satu kali satu tahun. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga negara yang memiliki susunan
kedudukan, tugas, fungsi, dan kewajiban.

5
2.3 Kedudukan DPR
Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
berdasarkan hasil pemilu. Dpr berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di
tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut
DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan UU pemilu No.10 tahun 2008 ditetapkan sebagai
berikut : jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang ; jumlah anggota DPRD provinsi
sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang ; jumlah anggota
DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 50 orang.
Keanggotaan residen diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili
di Ibu kota Negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat
anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya,
anngota DPR mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua
Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR. Kedudukan DPR diperkuat dengan
adanya perubahan UUD 1945 yang tercantum dalam pasal 7C yang menyebutkan
“Presiden tidaka dapat membekukan atau memebubarkan DPR”. Presiden dan DPR
dipilih langsung oleh rakyat sehingga keduanya memiliki legitimasi yang sama dan kuat
sehingga masing-masing tidak bisa saling menjatuhkan.
2.4 Fungsi DPR

1. Fungsi DPR dibidang pembuatan Undang-Undang (legislasi) Salah satu pilar pemerintah
yang demokratis adalah menjunjung tinggi supermasi hukum. Supermasi hukum dapat
terwujud apabila di dukung oleh perangkat peraturan Perundang-undangan yang
dihasilkan melalui proses legislasi. Oleh karena itu, fungsi legislasi DPR dalam proses
demokrasi sangatlah penting. Menurut ketentuan konstitusi rancangan Undang-Undang
(RUU) yang akan dibahas di DPR dapat berasal dari pemerintah dan dapat pula berasal
dari DPR sebagai RUU usul inisiatif. Untuk masa yang akan datang jumlah RUU yang
berasal dari inisiatif DPR diharapkan akan semakin banyak. Hal ini merupakan bagian
penting dari komitmen reformasi hukum nasional dan pemberian peran yang lebih besar
kepada DPR secara konstitusional dalam pembuatan undang-undang. Peningkatan peran
tersebut merupakan hasil dari perubahan UUD 1945. dalam naskah asli UUD 1945 hak

6
membuat undang-undang berada pada Presiden “Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang” (Pasal 5 ayat 1). Dari hasil perubahan hak tersebut bergeser
dari Presiden kepada DPR dan rumusan tersebut dituangkan dalam perubahan UUD 1945
dalam Pasal 20 ayat (1) menyebutkan “DPR memegang kekuasaan membentuk undang-
undang”.
Namun demikian kinerja dan produktifitas DPR dalam pembuatan undang-undang
dirasakan masih kurang. Tercatat rancangan undang-undang yang dibahas di DPR
Sebagian besar berasal dari pemerintah, sedangkan RUU usul inisiatif DPR sangat lah
minim sekali. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja dalam bidang legislasi
sebaiknya DPR tidak terjebak pada fungsi pengawasan saja yang pada akhirnya
menelantarkan fungsi legislasi.
2. Fungsi DPR dibidang anggaran (budgeter) Untuk menjalankan fungsi pokok Dewan
Perwakilan Rakyat di bidang anggaran diatur dalam Pasal 23 perubahan UUD 1945.
Ditegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan tiap
tahun dengan undang-undang. Kedudukan DPR dalam APBN sangatlah kuat, karena
apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan oleh
pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu
3. Fungsi DPR dibidang pengawasan Dengan diadakan perubahan terhadap UUD 1945 kini
peran presiden mulai bergeser dan berubah. Meskipun Presiden masih memegang
kekuasaan pemerintah, tetapi dengan adanya pergeseran ini, Presiden tidak lagi
mempunyai kekuasaan di bidang legislasi, sebab kekuasan tersebut sekarang ada pada
tangan DPR. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang”. Sedangkan Presiden hanya mempunyai hak
mengajukan rancangan undang-undang saja. Dalam kontek pengawasan, perubahan dan
pergeseran tersebut terlihat dengan dicantumkanya fungsi pengawasan sebagi the orginal
power DPR dalam perubahan UUD 1945 dan melalui berbagi perturan Perundang-
undangan yang dihasilkan. Pasal 20A ayat (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Kemudian untuk melaksanakan fungsinya, sebagi
mana dijelaskan pada Pasal 20A ayat (2), DPR memiliki hak anggket, hak interpelasi, dan
hak menyatakan pendapat Serta pada ayat (3) pasal yang sama setiap anggota DPR
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak menyatakan usul dan berpendapat sekaligus

7
hak imunitas. Perubahan UUD 1945 telah memberikan peran yang kuat kepada DPR
dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Pengawasan yang dilakukan DPR dalam
menjalankan pemerintahan, merupakan bagian dari sistem dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kebangsaan yang mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi. Disaat
yang bersamaan situasi masyarakat yang berkembang demikin cepat dan kepercayaan
yang demikian besar untuk menggantungkan harapan serta kepentingan-kepentingannya
kepada lembaga perwakilan, kemudian gejala demikian disambut oleh DPR sebagai salah
satu lembaga perwakilan dengan meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanan fungsi
kontrol atau pengawasan kepada pemerintah. Pelaksanaan fungsi pengawasan dilakukan
melalui mekanisme penggunaan beberapa hak yang pada sebelumnya tidak digunakan
seperti hak interpelasi ataupun hak angket. Melalui hak interpelasi, Presiden diminta
untuk memberikan keterangan atau klarifikasi atas kebijakannya. Sedangakan melalui
hak angket, DPR melakukan penyelidikan terhadap peryeimpangan penggunaan dana-
dana yang digunakan oleh Persiden. Pengawasan DPR juga dilakukan melalui
keterlibatan DPR dalam proses pemilihan pejabat-pejabat publik yang ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang lainya. Dalam hal
pengangkatan duta, penempatan duta negara lain, pemberian amenesti, abolisi, Presiden
harus mendengarkan pertimbangan DPR. Kemudian dalam hal pengangkatan Dewan
Gubernur Bank Indonesia (UU No.23 Tahun 1999), pengangkatan dan pemberhentian
panglima TNI (Tap MPR No. IV/MPR/2000), pengankatan dan pemberhentian Kapolri.
4. Tugas dan Wewenang DPR

Tugas dan wewenang DPR antara lain :


 Bersama-sama dengan presiden membuat UU
 Bersama-sama dengan presiden menetapkan APBN
 Melaksanakan pengawasan terhadap:
 Pelaksanaan undang-undang
 Pelaksanaan APBN
 Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan ketetapan MPR

8
 Membahas hasil pemeriksaan atas pertanggung jawaban keuangan negara yang
diberitahukan Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam rapat paripurna
DPR, untuk dipergunakan sebagai pengawasan
 Membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan perang
serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh
presiden
 Menampung dan menindak lanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
 Melaksanakan hal-hal yang ditegaskan oleh ketetapan MPR dan/atau undang-undang
kepada DPR
5. Hak DPR
 Hak petisi(hak untk mengajukan pertanyaan bagi setiap anggota)
 Hak budget(untuk mentapkan anggaran pndapatan dan belanja negara atau daerah)
 Hak interprestasi(untuk meminta keterangan terutama pada ksekutif)
 Hak amademen(untuk mngadakan perubahan peraturan)
 Hak angket(untuk mengadakan penyelidikan karena didga terlibat kasus)
 Hak inisiatif(untuk mengajukan rancangan undang-undang)
 Hak prakarsa
 Hak untuk mengajukan pernyataan pendapat
6. Kewajiban DPR
 Mempertahankan pancasila dan UUD 1945
 Menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah
 Memperhatikan aspirasi masyarakat
7. Alat Kelengkapan DPR
1. Pimpinan DPR
2. Fraksi-Fraksi
3. Komisi-Komisi
4. Badan msyawarah
5. Badan urusan rumah tangga
6. Badan kerjasama antar parlemen
7. panitia khusus(PANSUS)

9
Contoh Kasus Yang Melibatkan Anggota DPR
• Angelina alias Angie ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi wisma atlet
SEA Games.
• Anas Urbaningrum dia menjabat sebagai anggota DPR sekaligus ketua fraksi Partai
Demokrat periode 2009-2014, yang terkena kasus korupsi Proyek Hambalang.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DPR terdiri dari partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil
pemilihan umum, yang berjumlah lima ratus lima puluh orang yang diresmikan dengan
keputusan presiden dengan masa jabatan 5 tahun dan berakhir bersama-sama pada saat anggota
DPR yang baru, mengucapkan sumpah yang dipandu oleh ketua mahkamah agung dalam sidang
paripurna DPR. Adapun pimpinan DPR terdiri atas seorang ketua dan 3 orang wakil ketua yang
memiliki tugas memimpin sidang-sidang, serta menyusun recana kerja dan menjadi juru bicara
DPR. Adapun fungsi DPR yaitu fungsi legislagsi, yakni membentuk UU, selain itu juga memiliki
fungsi anggaran yaitu mengontrol APBN dan memiliki fungsi penguasaan atas jalannya UU.
Dari fungsi itu maka DPR memiliki hak mengajukan rancangan UU, mengajukan usul dan
pendapat, memiliki hak imunita, disamping itu DPR memiliki kewajiban mengamalkan
pancasila, melaksanakan UU NRI dan kehidupan demokrasi serta memelihara kerukunan
nasional dan keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
3.2 SARAN
Keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia sungguh sangat berpengaruh
dan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu pada tahun 2012 ini, dimana wajah
DPR sedang menjadi sorotan publik karena profil yang negatif, maka sangat penting untuk
dilakukan penyuluhan secara berkala atau pendekatan konkret oleh DPR terhadap masyarakat,
baik melalui media maupun terjun langsung ke lapangan masyarakat untuk menghindari semakin
rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara ini.

11

Anda mungkin juga menyukai