MIOMA UTERI
DI SUSUN OLEH :
1730054
DI SUSUN OLEH :
1730054
NIM : 17.30.054
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik departemen Keperawatan
Anak, yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari - 24 Februari 2018, yang telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari :……………………
Tanggal :……………………
Malang,………………………….
Mahasiswa
Mengetahui :
(…………………………..) (…………………………..)
Kepala Ruang
(…………………………..)
MIOMA UTERI
A. DEFINISI
Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel polos. Tumor
ini mengandung sejumlah jaringan ikat yang berbeda yang mungkin terjadi dari
sel-sel otot polos yang telah mengalami degenerasi di dalam uteri
(www.medicastore.com).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam
kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri,
leiomyoma uteri atau uterine fibroid (Deni, 2013).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang
disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal
mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yangada pada serviks uteri
hanya di temukan dalam 3% sedangkan pada korpus uteri 97 % mioma uteri
banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas
dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche
(Amin dan Hardri, 2013).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan
seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :
a. Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di
dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter.
Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai
ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
b. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel
apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang
berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot
rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
c. Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun
tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan
pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri
subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi
sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis
submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan
melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel
neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom,
khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen,
progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti
endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat
pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan Estrogen.
D. PATOFISIOLOGIS
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding
miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan
pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari
sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti
konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara,
faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian
besar bersifaf degenerative karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri.
Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan
subserosum. Myoma awalnya dipengaruhi oleh faktor hormonal. Hormon yang
berpengaruh adalah Estrogen. Estrogen setiap bulannya dikeluarkan oleh GnRH
untuk proses ovulasi dan saat menstruasi. Apabila estrogen dikeluarkan dalam
jumlah berlebih dan mengenai sel-se immatur otot yang ada pada rahim yang
terjadi yaitu munculnya Myoma uteri. Maka dari itu, myoma uteri sering
ditemukan pada wanita yang pada masa reproduksi dan sangat jarang ditemui
pada wanita saat sebelum hamil. Selain faktor hormonal, myoma uteri
berkembang karena faktor-faktor lain seperti umur, ras, menarche dini,
keturunan, berat badan
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekolog karena tumor ini tidak menganggu. Gejala yang
dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks,
intramural, submukus, subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi
yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia atau dapat terjadi metroragi. Faktor yang menyebabkan terjadi
perdarahan . antara lain :
a. Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya
b. Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium
c. sampai adenokarsinoma emdometrium
d. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
e. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya.
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas pada mioma walaupun sering
terjadi. Rasa nyeri dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma yang disertai nekrosis jaringan setempat dan peradangan.
Pada mioma submukosum yang akan dilahirkan biasanya menimbulkan
dismenore karena penyempitan kanalis servikalis akibat mioma.
3. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri. Penekanan pada uretra
dapat menyebabkan retensio urine dan pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis. Penekanan pada rectum menyebabkan
obstipasi dan tenesmia. Dan penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe mengakibatkan edema tungkai dan nyeri panggul
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat
dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih
mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan
uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
H. PENANGANAN
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan
secara konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang
ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis
GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama
pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat dan
osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai
efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat
dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin
2. Penanganan operatif, bila :
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya.
I. KOMPLIKASI
Perdarahan sampai terjadi anemia.
1. Torsi tangkai mioma dari :
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
2. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
3. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
A. Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
B. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN MIOMA UTERI
1. Pengkajian.
Data subjektif :
a. Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi.
b. Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal.
c. Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah.
d. Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB.
e. Pasien merasa haidnya tidak teratur.
Data objektif :
a. Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan tumor
rata serta adanya pergerakan tumor.
b. Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual di dapat tumor
menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas.
c. Infertilitas atau abortus.
2. Diagnosa.
a) Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan syaraf.
b) Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang ditandai
dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera pucat.
c) Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan vesika urinaria.
d) Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan rektum.
e) Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran indung
telur.
f) Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga uterus.
3. Perencanaan
a. Diagnosa
Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan pada
organ dan syaraf viseral.
Tujuan : Nyeri dapat mengalami penurunan / berkurang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri pasien (skala)
2. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
3. Atur posisi tidur senyaman mungkin.
4. Ajarkan teknik relaksasi/ distraksi untuk mengurangi nyeri.
b. Diagnosa
Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang ditandai
dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera pucat.
Tujuan : Anemia dapat dicegah
Intervensi :
1) Monitor jumlah darah yang keluar.
2) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan cek Hb dan
Ht.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penatalaksanaan nutrisi adekuat.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penambah darah (SF)
5) Kaji TTV.
c. Diagnosa
Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan vesika urinaria.
Tujuan : Disuria dapat dicegah.
Intervensi :
a. Kaji pola miksi pasien
b. Berikan penjelasan pada pasien mengenai penyebab disuria.
c. Anjurkan kepada pasien agar tidak takut untuk miksi.
d. Pasang kateter bila diperlukan
e. Kolaborasi dengan doter untuk pemberian obat analgetik.
d. Diagnosa
Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan rektum.
Tujuan : konstipasi dapat dicegah
Intervensi :
a. kaji adanya tanda - tanda adanya konstipasi
b. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar
c. anjurkan pasien untuk relaksasi
d. anjurkan pasien untuk banyak minum
e. anjurkan pasien untuk banyak makan makanan berserat
e. Diagnosa.
Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran indung
telur.
Tujuan : Infertilitas dapat dicegah
Intervensi :
a. Kolaborasi dengan ahli radiologi (USG) untuk menentukan jenis tumor, letak
mioma.
b. Kolaborasi dengan ahli histerografi dan histeroskopi.
c. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk cek darah lengkap.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat.
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan selanjutnya (operasi,
pengobatan infertilitas).
f. Diagnosa
Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga uterus.
Tujuan : abortus dapat teratasi
Intervensi :
a. Kaji tanda – tanda perdarahan dan jumlah darah.
b. Observasi dengah pemeriksaaan pelvis secara periodik setiap 3 – 6 bulan.
c. Kolaborasi pemberian obat penguat janin, obat anemi (zat besi).
d. Anjurkan pasien un tuk lebih banyak istirahat (bedrest total).
e. Ajarkan pasien untuk relaksasi.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat.
4. Evaluasi.
a. Anemi dapat teratasi
b. Rasa nyeri berkurang
c. Pola eliminasiBAK
d. BAB teratasi
e. Infertilitas dapat dicegah
f. Abortus dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Amin dan Hardhi “Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC”.Jilid-1: 2013
Penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya mioma uteri, antara lain :
1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita
dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen
pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like
growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak
pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma.
Pada kasus Ny.S ini didapatkan data subjektif (keluhan klien), klien mengatakan
jika setelah haid jarak 3 hari (suci/berhenti), keluar darah lagi berwarna coklat
kemuadian berwarna merah segar serta klien merasa mual dan nyeri hebat di perut
bagian bawah ketika darah tersebut keluar. Selama di rumah klien mengatakan jika dala
satu hari habis pembalut 2-4 x. karena darah tidak berhenti, klien periksa ke bidan
terdekat dan diberi obat untuk menghentikan perdarahan. Darah mamper hanya 4 hari,
kemudian darah keluar lagi.
Dalam kasus yang diangkat “MIOMA UTERI" pada Ny.S disebabkan oleh
hormon estrogen yang setiap bulannya dikeluarkan oleh GnRH untuk proses ovulasi dan
saat menstruasi. Tetapi ketika estrogen dikeluarkan dalam jumlah berlebih dan
mengenai sel-sel immature otot yang ada pada rahim sehingga munculnya MIOMA
UTERI.