Anda di halaman 1dari 10

Search

 Home
 Ilmu
o Akidah
o Fikih
o Tafsir
o Konsultasi
o Ushul Fikih
o Hadits
 Tsaqafah
o Pemikiran
o Khutbah
o Tokoh
o Wanita
o Bedah Buku
o Tazkiyah
o Sosial
o Politik
o Pendidikan
 Karya Tulis
o Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
o Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
o Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
o Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
o Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
o Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
o Nasionalisme
o Panduan Haji dan Umrah
o Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
o Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
o Panduan Praktis Menghitung Zakat
o Halal dan Haram Dalam Makanan
o Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
o Satu Jam Bersama Al-Qur'an
o Jual Beli Terlarang
o Kekuatan Istighfar
o Panduan Praktis Berqurban
o Al-Quran dan Kesetaraan Gender
o Banyak Jalan Menuju Syurga
o Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
o Fiqih Ta'ziyah
o Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
o Fiqih Wanita
 Seputar Penulis
o Catatan Harian
o Berita
o Pengembangan Diri
o Aktivitas
o Wawancara
 Video
 Audio
 Tentang Kami
 Konsultasi
Karya Tulis
Share15
52649 Hits

Jual Beli Gharar

Pengertian Gharar

Gharar atau al-gharar secara bahasa berarti al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah(ketidak jelasan).

Secara istilah jual beli gharar adalah jual beli atau akad yang mengandung unsur penipuan karena tidak
adanya kejelasan suatu barang baik dari sisi harga, kwalitas, kwantitas, maupun keberadaannya.

Berkata al- Khattabi di dalam Ma’alim as- Sunan (3/672):

“Asal gharar adalah segala sesuatu yang anda tidak mengetahuinya, dan tersembunyi rahasianya… , maka
setiap jual beli yang tujuannya masih samar-samar dan belum diketahui serta tidak bisa diserahterimakan
barangnya maka termasuk jual beli gharar “ (Hal senada juga disampaikan imam Nawawi di dalam al-
Majmu’ )

Hukum Gharar

Jual beli gharar dilarang dalam Islam. Adapun dalil-dalilnya sebagai berikut:

Pertama: Firman Allah:

َ ‫م‬
‫ون‬ ْ ‫م وَأَ ْن ُت‬
ُ َ‫م تَ ْعل‬ ِ ‫اْل ْث‬
ِ ْ ِ‫ل ال َّناسِ ب‬ ْ ‫م لِت َْأ ُكلُوا َفرِي ًقا م‬
ِ ‫ِن أَ ْموَا‬ َّ ‫ح‬
ِ ‫كا‬ ُ ‫ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا إِلَى ْال‬ ْ ْ ‫َك‬
ِ ‫م بِالبَاط‬ ْ ‫و َََل تَ ْأ ُكلُوا أَ ْموَالَ ُك‬
ُ ‫م بَ ْين‬
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui” (Qs. al- Baqarah : 188)

Kedua: Firman Allah:

‫ان‬ َ َّ ‫ن‬
َ ‫َّللا َك‬ َّ ‫م إ‬ ُ َ ‫م و َََل تَ ْق ُتلُوا أَ ْن ُف‬
ِ ْ ‫سك‬ ْ ‫ن تَرَاض ِم ْن ُك‬ َ ‫ِل إِ ََّل أَ ْن تَ ُك‬
ْ ‫ون تِجَا َر ًة َع‬ ْ ْ ‫َك‬
ِ ‫م بِالبَاط‬ ْ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َم ُنوا ََل تَ ْأ ُكلُوا أَ ْموَالَ ُك‬
ُ ‫م بَ ْين‬
ً ‫م َرحِي‬
‫ما‬ ْ ‫بِ ُك‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Qs. an-Nisa : 29)

Ketiga: firman Allah:

َ ‫ح‬
‫ون‬ ْ ‫اج َتنِ ُبو ُه لَ َعلَّ ُك‬
ُ ِ‫م تُ ْفل‬ ِ ‫الش ْيطَا‬
ْ ‫ن َف‬ َّ ِ ‫ِن َعم‬
‫َل‬ ْ ِ‫َاْل َ ْز ََل ُم ر‬
ٌ ‫ج‬
ْ ‫سم‬ ُ ‫َاْل َ ْنص‬
ْ ‫َاب و‬ ْ ‫س ُر و‬
ِ ‫م ْي‬ ْ ‫م ُر و‬
َ ‫َال‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َم ُنوا إِنَّمَا ْال‬
ْ ‫خ‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Qs. al- Maidah: 90)

Keempat: Hadits Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ن بَ ْيعِ ْال َغر َِر‬ َ ‫ن بَ ْيعِ ْال‬


ْ ‫حصَا ِة َو َع‬ َ َّ‫َسل‬
ْ ‫م َع‬ ُ َّ ‫َّللا صَلَّى‬
ِ ‫َّللا َعلَ ْي‬
َ ‫هو‬ ِ َّ ‫ل‬ُ ‫َسو‬
ُ ‫نَهَى ر‬

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah ( dengan melempar batu ) dan jual
beli gharar.” (HR Muslim)

Hikmah Larangan Jual Beli Gharar

Diantara hikmah larangan jual beli gharar adalah untuk menjaga harta orang lain dan menghindari
perselisihan dan permusuhan yang muncul akibat adanya penipuan dan pertaruhan.

Bentuk-bentuk Jual Beli Gharar

Ada tiga macam bentuk jual beli gharar:

Bentuk Pertama: Jual Beli Gharar yang Dilarang

Bentuk pertama ini terdiri dari tiga macam sebagaimana disebutkan Ibnu Taimiyah di dalam al-Fatawa al-
Kubra (4/18) :

‫ أَ ْو‬،‫ق‬ ْ ُ ‫ل ْال‬
ِ َ‫مطل‬ ِ ‫َج ُهو‬ ْ ‫ و‬،‫اْلبِق‬
ْ ‫َالم‬ ِ ْ ‫ َك‬:ِ‫مه‬ ْ َ‫ن ت‬
ِ ‫سلِي‬ ُ ‫َالم َْع‬
ْ ‫جو ُز َع‬ ُ ‫ وَاللَّب‬،ِ‫حبَلَة‬
ْ ‫ و‬،‫َن‬ َ ‫َل ْال‬ َ ‫ َك‬،‫م ْع ُدو ُم‬
ِ ‫حب‬ َ ‫ ْال‬:‫ َفإِنَّ ُه ثَ ََلثَ ُة أَ ْنوَاع‬،‫وَأَ َّما ْال َغ َر ُر‬
‫ أَ ْو َق ْد ُر ُه‬،‫س ُه‬
ُ ‫ج ْن‬ِ ‫ل‬ ِ ‫َج ُهو‬ ْ ‫ن ْالم‬ ِ َّ‫م َعي‬ُ ‫ْال‬

“Adapun al-Gharar, dibagi menjadi tiga: (pertama) jual beli yang tidak ada barangnya, seperti menjual
anak binatang yang masih dalam kandungan, dan susunya, (kedua): jual beli barang yang tidak bisa
diserahterimakan, seperti budak yang lari dari tuannya, (ketiga): jual beli barang yang tidak diketahui
hakikatnya sama sekali atau bisa diketahui tapi tidak jelas jenisnya atau kadarnya “(Adil al-‘Azzazi di
dalam Tamam al-Minnah (3/305) juga menyebutkan hal yang sama)

Berikut ini rincian dari tiga macam jual beli gharar yang dilarang:

Pertama: Gharar karena barangnya belum ada (al-ma'dum).

Contoh dari jual beli al-ma’dum adalah apa yang terdapat dalam hadist Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma bahwasanya beliau berkata :

‫ة‬ َ ‫َل ْال‬


ِ َ‫حبَل‬ َ ِ‫ن بَ ْيع‬
ِ ‫حب‬ َ َّ‫َسل‬
ْ ‫م َع‬ ِ ِ‫َعلَى آل‬
َ ‫هو‬ ِ ‫ي صَلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
َ ‫هو‬ ُّ ‫نَهَى ال َّن ِب‬

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjual anak dari anak yang berada dalam perut unta”. (HR
Bukhari dan Muslim)

Kedua: Gharar karena barangnya tidak bisa diserahterimakan ( al-ma’juz ‘an taslimihi ) Seperti menjual
budak yang kabur, burung di udara, ikan di laut, mobil yang dicuri, barang yang masih dalam pengiriman,

Ketiga: Gharar karena ketidakjelasan (al-jahalah) pada barang, harga dan akad jual belinya.

Contoh ketidakjelasan pada barang yang akan dibeli, adalah apa yang diriwayatkan Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ia berkata:

‫ن بَ ْيعِ ْال َغر َِر‬ َ ‫ن بَ ْيعِ ْال‬


ْ ‫حصَا ِة َو َع‬ َ َّ‫َسل‬
ْ ‫م َع‬ ُ َّ ‫َّللا صَلَّى‬
ِ ‫َّللا َعلَ ْي‬
َ ‫هو‬ ِ َّ ‫ل‬ُ ‫َسو‬
ُ ‫نَهَى ر‬

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli
gharar.” (HR Muslim)

Contoh jual beli al-hashah adalah ketika seseorang ingin membeli tanah, maka penjual mengatakan:
“Lemparlah kerikil ini, sejauh engkau melempar, maka itu adalah tanah milikmu dengan harga sekian.”

Termasuk dalam katagori ini adalah apa yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa
ia berkata :

َ ‫مَلَم‬ ْ ‫منَابَ َذ ِة و‬
ُ ‫َال‬ ُ ‫ن ْال‬ َ َّ‫َسل‬ ِ ‫هللا صَلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
ِ ِ‫ه َو َعلَى آل‬ َّ َ‫أ‬
ُ ‫نر‬
َ ‫َس ْو‬
‫ة‬
ِ ‫َس‬ ِ ‫م نَهَى َع‬ َ ‫هو‬ ِ ‫ل‬

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang dari Al-Munabadzah dan Al-
Mulamasah”. (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Munabadzah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Kalau saya lempar barang ini kepadamu
maka wajib untuk dibeli”

Al-Mulamasah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Apa saja yang kamu sentuh maka harus
dibeli”

Termasuk dalam katagori ini juga adalah apa yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

ُ َ ‫صَل‬
‫حهَا‬ َ ‫ح َّتى يَ ْب ُد ْو‬
َ ‫م َر ِة‬ َّ ‫ن بَ ْيع‬
َ ‫الث‬ َ َّ‫َسل‬
ْ ‫م نَهَى َع‬ َ ‫هو‬ ِ ‫هللا صَلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
ِ ِ‫ه َو َعلَى آل‬ ِ ‫ل‬ َّ َ‫أ‬
ُ ‫نر‬
َ ‫َس ْو‬
ِ
“ Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli buah pohon sampai nampak
baiknya (HR Bukhari dan Muslim)

Termasuk dalam katagori ini adalah Asuransi Konvensional, karena di dalamnya ada ketidakjelasan tentang
keuntungan yang akan diterima keduabelah pihak, baik perusahaan asuransi maupun konsumen. Sebagi
contoh, jika seseorang membayar premi asuransi kecelakaan ketika mau naik pesawat terbang. Akad
seperti ini mengandung gharar atau spekulatif atau ketidakjelasan, apakah penumpang tersebut akan
selamat atau tidak, jika dia selamat maka uang premi yang ia bayarkan ke perusahaan asuransi akan
hangus, sebaliknya jika dia celaka, maka pihak perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dengan
membayar sejumlah uang dalam jumlah yang besar kepada korban atau keluarganya.

Bentuk Kedua: Gharar Yang Diperbolehkan

Jual beli gharar yang diperbolehkan ada empat macam: (pertama) jika barang tersebut sebagai
pelengkap, atau (kedua) jika ghararnya sedikit, atau (ketiga) masyarakat memaklumi hal tersebut
karena dianggap sesuatu yang remeh, (keempat) mereka memang membutuhkan transaksi tersebut.

Imam Nawawi menjelaskan hal tersebut di dalam Syarh Shahih Muslim (5/144):

“Kadang sebagian gharar diperbolehkan dalam transaksi jual beli, karena hal itu memang dibutuhkan
(masyarakat), seperti seseorang tidak mengetahui tentang kwalitas pondasi rumah (yang dibelinya), begitu
juga tidak mengetahui kadar air susu pada kambing yang hamil. Hal – hal seperti ini dibolehkan di dalam
jual beli, karena pondasi (yang tidak tampak) diikutkan (hitungannya) pada kondisi bangunan rumah yang
tampak, dan memang harus begitu, karena pondasi tersebut memang tidak bisa dilihat. Begitu juga yang
terdapat dalam kandungan kambing dan susunya.“ (lihat juga Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari, Kitab: al-
Buyu’, Bab: Bai’ al-Gharar)

Beberapa contoh gharar lain yang diperbolehkan :

1. Menyewakan rumahnya selama sebulan. Ini dibolehkan walaupun satu bulan kadang 28, 29,
30 bahkan 31 hari.
2. Membeli hewan yang sedang mengandung dengan adanya kemungkinan yang dikandung
hanya seekor atau lebih, jantan atau betina, kalau lahir sempurna atau cacat.
3. Masuk toilet dengan membayar Rp. 2000,- padahal tidak diketahui jumlah air yang digunakan
4. Naik kendaran angkutan umum atau busway dengan membayar sejumlah uang yang sama,
padahal masing-masing penumpang tujuannya berbeda-beda.

Jual beli dengan gharar semacam ini dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Berkata Imam Nawawi
di dalam al- Majmu’ Syarhu al-Muhadzab, (9/311):

“Menurut kesepakatan ulama, semua yang disebut di atas diperbolehkan. Para ulama juga menukil ijma’
tentang bolehnya menjual barang-barang yang mengandung gharar yang sedikit.”

Ibnu Qayyim di dalam Zadu al-Ma’ad (5/727) juga mengatakan: “Tidak semua gharar menjadi sebab
pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi
penghalang keabsahan akad jual beli.“ (Lihat juga Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa al-Kubra: 4/ 18)

Bentuk Ketiga: Gharar yang Masih Diperselisihkan


Gharar yang masih diperselisihkan adalah gharar yang berada di tengah–tengah antara yang diharamkan
dan yang dibolehkan, sehingga para ulama berselisih pendapat di dalamnya. Hal ini dikarenakan
perbedaaan mereka di dalam menentukan apakah gharar tersebut sedikit atau banyak, apakah dibutuhkan
masyarakat atau tidak, apakah sebagai pelengkap atau barang inti

Contoh gharar dalam bentuk ketiga ini adalah menjual wortel, kacang tanah, bawang, kentang dan yang
sejenis yang masih berada di dalam tanah. Sebagian ulama tidak membolehkannya seperti Imam Syafi’I,
tetapi sebagian yang lain membolehkannya seperti Imam Malik, IbnuTaimiyah ( Majmu Fatawa: 29/33),
Ibnu Qayyim (Zadu al-Ma’ad: 5/728) .

Penulis cenderung mendukung pendapat yang membolehkan tetapi dengan syarat bahwa penjual dan
pembeli sama- sama mempunyai ilmu tentang barang-barang yang dijual tersebut, seperti apabila
keduanya adalah petani yang mengetahui kwalitas wortel, bawang, kentang yang berada di dalam tanah
dengan melihat kwalitas daunnya atau batangnya atau dengan cara yang lain. Ini seperti halnya seorang
laki-laki yang melamar seorang perempuan dengan hanya melihat wajah dan kedua telapak tangannya.
Walaupun ini masuk dalam katagori gharar, karena laki-laki yang melamar tidak melihat anggota badan
yang tertutup dari perempuan yang dilamar, tetapi paling tidak, wajah dan kedua telapak tangan, biasanya
sudah mewakili apa yang tertutup dan tidak bisa dilihat. Wallahu A’lam.

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

Pondok Gede, 10 Muharram 1435 H/ 14 Nopember 2013 M

VIDEO

Bagaimana Kalau Pilihan Kita Tidak Sesuai Dengan Pilihan Orang Tua?

 Apa Tips Mengenal Calon Pasangan Tanpa Pacaran?


 Kekuasaan Adalah Ujian

KARYA TULIS

Fiqih Wanita

Lihat isinya

Lihat isinya »

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat


Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa

Lihat isinya »

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)

Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)

Lihat isinya »

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)

Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)

Lihat isinya »

Nasionalisme

Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah


Lihat isinya »

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan

Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)

Lihat isinya »

Panduan Praktis Menghitung Zakat

Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan

Lihat isinya »

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam

Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an

Lihat isinya »

Jual Beli Terlarang


Lihat isinya

Kekuatan Istighfar

Lihat isinya »

Panduan Praktis Berqurban

Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender

Lihat isinya »

Banyak Jalan Menuju Syurga

Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan

Lihat isinya »

Fiqih Ta'ziyah

Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah


Lihat isinya »

Fiqih Wanita

Lihat isinya

Lihat isinya »

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat

Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa

Lihat isinya »

« previous next »

Copyright © 2011 www.ahmadzain.com

Anda mungkin juga menyukai