Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH TEORI DAN STRATEGI PEMBELAJARAN PTK

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Herminarto Sofyan, M.Pd.

Disusun Oleh:

I Made Mandalika (17702251001)

Julian Rachmawan Hidayat (17702251031)

Fitri Ramadhanti (17702251036)

Ni Putu Diah Untari Ningsih (17702251037)

Farthaur Ahkyat (16702251018)

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN – S2

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
A. PENDAHULUAN
Visi pendidikan nasional adalah pada tahun 2025, Sistem Pendidikan Nasional
berhasrat menghasilkan: INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF. Cerdas
meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional & sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinetik.
Kompetitif dimaknai berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat
juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat
dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu,
berorientasi global, dan pembelajar sepanjang hayat. Dalam visi ini tersirat bahwa proses
menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif digantungkan pada
pendidikan. Kemajuan suatu bangsa dan negara tidak bisa dilepaskan dari kemajuan
bidang pendidikan. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan
dari proses penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tangguh dan terampil.
Hakekat pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya
mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di
dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dari
generasi ke generasi (Sumitro, dkk. 1998).
Fungsi pendidikan adalah melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam
masyarakat dan sebagai agen pembaharuan sosial sehingga dapat mengantisipasi masa
depan. Menurut Tilaar (2006), pendidikan memiliki fungsi preparatoris dan
antisipasipatoris adalah bahwa di samping mempersiapkan peserta didik sebagai generasi
masa depan (tenaga kerja), pendidikan juga menyiapkan peserta didik utk antisipasi
kemungkinan masa depan dengan membekali kemampuan dan tingkah laku yg
diperlukan. Visi sistem pendidikan nasional di atas pada dasarnya dimaksudkan
menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya, utuh dalam potensi dan utuh dalam wawasan
(Sumitro, dkk. ,1998). Utuh dalam potensi meliputi potensi badan dengan
pancainderanya, potensi berpikir, potensi rasa, potensi cipta yang meliputi daya cipta,
kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi, potensi karya, potensi budi nurani yaitu
kesadaran budi, hati nurani, dan kata hati. Utuh dalam wawasan adalah manusia yang
sadar nilai, yaitu wawasan dunia akhirat, wawasan jasmani rohani, wawasan individu dan
sosial, dan wawasan akan waktu, yaitu masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan kejuruan yang merupakan salah satu jenis pendidikan nasional juga
memiliki peran penting dalam menyiapkan manusia utuh, baik sebagai tenaga kerja
maupun sebagai warga masyarakat dan bangsa. Adanya dampak globalisasi yang ditandai
dengan kemajuan teknologi menyebabkan pendidikan kejuruan dinilai masih belum
optimal dalam menyediakan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja. Pendidikan
kejuruan belum dapat maksimal mengimbangi dampak kemajuan teknologi di pasar kerja.
Menurut Tilaar (2006), saat ini terdapat empat krisis pokok pendidikan nasional, yaitu
masalah kualitas pendidikan, relevansi atau efisiensi external, elitisme dan manajemen.
Kualitas pendidikan menyangkut standar isi, proses, sarana prasarana, pendidik, dan
standar-standar lainnya. Relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal diukur dari
keberhasilan sistem pendidikan memasok tenagatenaga terampil dalam jumlah yang
memadai bagi kebutuhan sektor-sektor pembangunan. Berdasarkan uraian di atas,
terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu manajemen penyelenggaraan pendidikan
kejuruan dan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajarannya. Berkaitan dengan
hal ini, dalam makalah ini akan diseksripsikan secara singkat tentang tarnsformasi budaya
dalam pendidikan kejuruan, peran pendidikan kejuruan, dampak perkembangan
teknologi, dan penerapan teknologi dalam pembelajaran kejuruan.

B. PEMBAHASAN
1. Model-model Pembelajaran Vokasi Abad 21
Ada beberapa model pembelajaran yang layak untuk diaplikasikan dalam
pembelajaran abad 21. Namun yang paling populer dan banyak di implementasikan
adalan model Pembelajaran PjBL (Project Based Learning dan Inquiry Based Learning)
a. Pembelajaran Praktek
Metode secara harfiah berarti “cara” jadi metode menurut istilah adalah sebagai
suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Metode juga bisa
diartikan salah satu alat untuk mencapai tujuan artinya metode harus menunjang
pencapaian tujuan pengajaran jadi metode dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk
mencapai tujuan pengajaran. Model pembelajaran praktek atau pelatihan menurut Joyce
dan Weil (1980) terdiri dari lima tahap diantaranya:
1) Penyampaian Tujuan
2) Penjelasan Materi Praktek
3) Pendemonstrasian Cara Kerja
4) Latihan (Praktek Simulasi)
5) Latihan Pengalihan
b. Project based learning
PjBL atau Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan
penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Mengingat
bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk
menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi
dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
“Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di
dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi
terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada bidang masing-masing. Dengan
pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana
dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja
c. Work Based Learning
Banyak definisi yang dikemukakan berkait pengertian work-based learning.
Sering work-based learning dipertukarkan dengan work-related learning (Connor, 2006).
Beberapa definisi menjelaskan bahwa work-based learning sebagai semua bentuk
pembelajaran melalui tempat kerja, apakah berwujud pengalaman kerja (work experience)
atau kerja dalam bimbingan (work shadowing) dalam waktu tertentu. Definisi lain
menyatakan bahwa WBL adalah semua pembelajaran yang terjadi sebagai hasil aktivitas
di tempat kerja (Little, 2006).
Menurut Work-Based Learning Guide (2002) karakteristik kunci dalam
pelaksanaan program Work-Based Learning: (1) program dikoordinasikan oleh
koordinator yang ‖kualified‖ dan memiliki dedikasi; (2) pembelajar mengikuti program
berdasarkan sikap, kebutuhan, interes, dan tujuan okupasi yang jelas; (3) tempat-tempat
pelatihan di tempat kerja dikembangkan oleh koordinator untuk menyediakan penga-
laman on-the-job/di tempat kerja yang langsung berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan
karir pembelajar; (4) bimbingan karir yang dilakukan mencakup informasi-informasi
tentang okupasi-okupasi tradisional dan non-tradisional. Karakteristik selanjutnya: (5)
instruksi yang relevan direncanakan dan langsung berkait dengan pengalaman dan
kebutuhan OJT pembelajar; (6) aturan-aturan yang dikembangkan ditentukan secara jelas
dan tanggungjawab yang tepat diukur dari pedoman/panduan program; (7) aktivitas
evaluasi memungkinkan para koordinator guru untuk memonitor program; (8) komite
penasehat untuk menyeimbangkan aspek jender/etnik/komunitas okupasi memberi sa-ran
dan penugasan dalam perencanaan, pengembangan dan implementasi; (9)
kesepakatan/perjanjian pelatihan tertulis dan rencana-rencana pembelajar perseorangan
dikembangkan secara cermat dan disetujui oleh pengusaha/pemilik perusahaan, sponsor
pelatihan, pembelajar dan koordinator; (10) pengusaha memberi kompensasi dan
penghargaan kredit (sks) pada 8 para pembelajar untuk penyelesaian pengalaman OJT
yang lengkap; (11) tempat-tempat pelatihan WBL melekat/mengacu pada ketentuan
hukum negara bagian ataupun federal dalam hal praktik-praktik ketenagakerjaan.
Enam karakteristik berikutnya adalah: (12) waktu yang cukup (minimum satu
setengah jam per minggu per orang) disediakan untuk koordinator guru untuk
mengadakan koordinasi dan supervisi; (13) para koordinator guru menyediakan kontrak
yang diperluas untuk membantu para sponsor pelatihan, mengembangkan rencana
pelatihan, memperbaharui catatan, mensupervisi pembelajar dan menangani/mengem-
bangkan program/kegiatan; (14) para penasehat/pembimbing dan koordinator guru
bekerja sama secara erat dalam upaya pelaksanaan WBL; (15) hasil studi tindak lanjut
yang diadakan oleh koordiantor guru dan pembimbing dimanfaatkan untuk meningkatkan
program dan rencana kedepan; (16) fasilitas yang cukup disediakan untuk para
koordinator guru termasuk kantor, telepon, dan kelas instruksional yang cukup; (17) para
koordinator guru harus mengetahui manfaat WBL dan mempromosikan pengalaman
WBL ke berbagai kalangan termasuk ke para siswa, orangtua, pengusaha, dan komunitas
mereka.
d. Inquiry Based Learning
Inquiry didefiniskan sebagai usaha menemukan kebenaran, informasi, atau
pengetahuan dengan bertanya. Seseorang melakukan proses inquiry dimulai ketika lahir
sampai dengan ketika meninggal dunia. Proses inquiry dimulai dengan mengumpulkan
informasi dan data melalui pancaindera yakni penglihatan, pendengaran, sentuhan,
pencecapan, dan penciuman (Rohim, 2016).
Pendekatan IBL adalah suatu pendekatan yang digunakan dan mengacu pada
suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi), atau mempelajari
suatu gejala. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu mengusahakan agar siswa
selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja
diberitahukan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga
mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-
konsep yang direncanakan oleh guru.
e. Blended Learning
Blended learning terdiri dari kata blended (kombinasi/ campuran) dan learning
(belajar). Istilah lain yang sering digunakan adalah hybrid course (hybrid =
campuran/kombinasi, course = mata kuliah). Makna asli sekaligus yang paling umum
blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur antara
pembelajaran tatap muka (face to face = f2f) dan pembelajaran berbasis komputer (online
dan offline). Thorne (2003) menggambarkan blended learning sebagai "It represents an
opportunity to integrate the innovative and technological advances offered by online
learning with the interaction and participation offered in the best of traditional learning.
Sedangkan Bersin (2004) mendefinisikan blended learning sebagai: “the
combination of different training “media” (technologies, activities, and types of events) to
create an optimum training program for a specific audience. The term “blended” means
that traditional instructor-led training is being supplemented with other electronic
formats. In the context of this book, blended learning programs use many different forms
of e-learning, perhaps complemented with instructor-led training and other live formats”.
Istilah blended learning pada awalnya digunakan untuk menggambarkan mata kuliah
yang mencoba menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online.
Pembelajaran berbasis blended learning mengkombinasikan antara tatap muka dan e-
learning tinggi paling tidak memiliki 6 (enam) unsur, yaitu: (a) tatap muka (b) belajar
mandiri, (c) aplikasi, (d) tutorial, (e) kerjasama, dan (f) evaluasi.
f. Problem based learning
PBM atau PBL adalah suatu pendekatan peng mengmbelajaran yang
mengguanakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar
tentang cara berpikir kririt dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi
pelajaran. Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan
karakteristik dari PBM, yaitu:
1) Learning is student-centered. Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan
kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
2) Authentic problems form the organizing focus for learning. Masalah yang disajikan
kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah
memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
profesionalnya nanti.
3) New information is acquired through self-directed learning. Dalam proses pemecahan
masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan
prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik
dari buku atau informasi lainnya.
4) Learning occurs in small groups. Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran
dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan
dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas
dan penetapan tujuan yang jelas.
5) Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai
fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan
aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Yongwu Miao et.al. membut model Protokol PBM yang disajikan dalam ilustrasi berikut:

Peran guru sebagai fasilitator sangat penting karena berpengaruh kepada proses
belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak belajar sendiri tetapi guru juga memiliki
peranan yang sangat penting. Peran guru sebagai tutor adalah memantau aktivitas siswa,
memfasilitasi proses belajar dan menstimulasi siswa dengan pertanyaan. Guru harus
mengetahui dengan baik tahapan kerja siswa baika aktivitas fisik ataupun tahapan
berpikir siswa.: Dalam pelaksanaannya, PBM tentunya memiliki kelebihan dan
kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekuranag dari PBM.
Kelebihan Project Based Learning:
1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata
2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas
belajar
3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubunganna tidak
perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal
atau menyimpan informasi
4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan,
internet, wawancara dan observasi
6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan
diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam
bentuk peer teaching
Kekurangan Project Based Learning:
1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan
aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut
kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah
2) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi
kesulitan dalam pembagian tugas
3) PBM kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan
bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau
paling tidak sekolah menengah.
4) PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak
dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada
masalah bukan konten materi
5) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok
secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik

2. Peranan Media Berbasis IT pada Pembelajaran Vokasional


a. Tranformasi Budaya dalam Pendidikan Kejuruan
Saat ini kita sedang menuju masyarakat industri. Masyarakat industri modern
adalah masyarakat terbuka, rasional dan kritis (Tilaar, 2006). Derap kehidupan
masyarakat merupakan proses budaya. Transformasi budaya menimbulkan nilai-nilai
instrinsik dan nilai instrumental.. Nilai-nilai instrinsik menyangkut pembentukan nilai-
nilai moral dan budaya menuju identitas manusia seutuhnya. Nilai-nilai instrumental:
disiplin, penghargaan terhadap waktu, spesialisasi, orientasi pada kerja dan prestasi.
Transformasiadalah suatu kompleks jalinan kekuatan yg saling terkait dari 7 poros
transformasi yaitu: globalisasi, struktur ekonomi, politik-ideologi, budaya nasional,
manusia dan masyarakat, iptek, dan informasi (Alfian, 1986).
Globalisasi merupakan rekayasa ekonomi yang menjadikan kehidupan manusia
menjadi begitu terbuka dan dalam keterbukaan itu manusia adalah kuncinya. Pendidikan
yg bermutu adalah moto globalisasi. Perubahan struktur ekonomi berdasarkan pertanian
menuju ekonomi berdasarkan industri akan mengubah cara hidup dan berfikir bangsa.
Meningkatnya industri modern meminta tenaga teknik yg semakin banyak baik pada
tingkat menengah maupun tenaga teknik profesional. Pendidikan dan pelatihan perlu
dipersiapkan dalam menyesuaikan programnya dengan kemajuan teknologi yang cepat
perkembangannya. Sejalan dengan itu pendidikan kejuruan perlu ditransformasikan
dengan dasar pendidikan sains yang kuat.
Peranan iptek dalam masyarakat industri menuntut manusia yang sadar iptek.
Masyarakat industri bukan hanya melek huruf tetapi juga melek numerik. Penyusunan
dan pemanfaatan iptek untuk negara-negara berkembang akan berhasil bila: 1) negara itu
menumbuhkan kemampuannya memiliki teknologi yang sesuai karena benar-benar
diperlukan, 2) dapat memilih teknologi yang diperlukan serta dapat memanfaatkannya
tanpa mempunyai mayarakat ilmiah terlebih dahulu. Memasuki dunia industri modern
dengan ipteknya berarti memasuki tatanan nilai yang baru yang berorientasi kepada
efisiensi, logika dan pragmatisme. Informasi dapat mengubah wajah duania dan siapa
yang menguasai informasi dapat menguasai dunia: opini dunia, politik, sosial, dan
ekonomi. Untuk menguasai informasi diperlukan kemampuan: (1) mengetahui di mana
dan bagaimana informasi diperoleh, b) menyeleksi informasi sesuai dengan kegunaan
untuk pengembangan pribadi, c) menganalisis data yang diperoleh dengan teknologi
komputer, d) mengadakan sintesis atas hasil analisis sehingga dapat merumuskan
alternatifalternatif keputusan yang baik dan benar, e) mengambil keputusan, dan f)
mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh.
Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan kejuruan
dipengaruhi adanya transformasi budaya. Empat dari 7 poros transformasi yang sangat
erat kaitannya pendidikan kejuruan adalah globalisasi, struktur ekonomi, iptek, dan
informasi.
b. Peran Pendidikan Kejuruan
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Wardiman D. (1998) mendeskripsikan
pendapat Evans bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang bertujuan untuk (1)
memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, (2) meningkatkan pilihan pendidikan
bagi setiap individu, dan (3) menumbuhkan motivasi untuk belajar sepanjang hayat.
Menurut Sukamto (2001), pendidikan kejuruan mencakup semua jenis dan bentuk
pengalaman belajar yang membantu anak didik meniti tahap-tahap perkembangan
vokasionalnya, mulai dari identifikasi, eksplorasi, orientasi, persiapan, pemilihan dan
pemantapan karir di dunia kerja.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah
jenis pendidikan untuk memasuki lapangan kerja dan diperuntukkan bagi siapa saja yang
membutuhkannya dan yang mendapatkan untung darinya (Wardiman D., 1998) Batasan
batasan pendidikan kejuruan di atas menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan identik
dengan pendidikan keduniakerjaan. Oleh karenanya, pendidikan kejuruan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum. Beberapa karakteristik pokok
tersebut di antaranya bahwa pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja,
keberhasilan peserta didik dilihat dari tampilannya di dunia kerja, responsip dan
antisipatif terhadap kemajuan teknolologi, lebih fokus pada ¡§learning by doing¡¨ dan
¡§hands-on experience¡¨, dan perlu dukungan fasilitas untuk pembelajaran praktik.
Dalam rangka untuk mendapatkan sumberdaya manusia sebagai pengisi dan
penggerak pembangunan, pendidikan kejuruan memiliki banyak fungsi, diantaranya
fungsi sosialisasi, kontrol sosial, seleksi dan alokasi, asimilasi dan konservasi budaya dan
promosi perubahan (Wardiman D., 1998). Fungsi sosialisasi artinya dalam pendidikan
kejuruan terjadi proses transmisi nilai-nilai dan norma-norma sebagai konkritisasi nilai-
nilai tersebut. Fungsi kontrol sosial artinya pendidikan kejuruan berfungsi sebagai kontrol
perilaku agar sesuai dengan nilai-nilai beserta normanormanya, misalnya kerjasama,
keteraturan, kedisiplinan, dan kejujuran. Fungsi seleksi dan lokasi artinya pendidikan
kejuruan berfungsi menyiapkan, memilih, dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai
dengan perubahan dan perkembangan pasar kerja. Fungsi promosi perubahan artinya
pendidikan kejuruan tidak semata-mata befungsi untuk mentransformasikan apa yang ada,
tetapi juga berfungsi sebagai agen pembaharuan dan perubahan.
Di samping itu, selain memiliki banyak fungsi, pendidikan kejuruan juga dapat
memberikan manfaat yang sangat besar, baik bagi peserta didik, bagi dunia kerja maupun
bagi masyarakat. Bagi peserta didik, manfaat pendidikan kejuruan antara lain untuk
peningkatan kualitas diri, penyiapan diri agar berguna bagi masyarakat dan bangsa, dan
penyesuaian diri terhadap lingungan. Bagi dunia kerja, pendidikan kejuruan bermanfaat
untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas dan dapat membantu memajukan dan
mengembangkan usaha. Bagi masyarakat, manfaat pendidikan kejuruan antara lain: dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas nasional yang
pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan negara.
Hingga saat ini lulusan dari lembaga-lembaga pendidikan kejuruan lebih mudah
memasuki pasar kerja dibandingkan dengan lulusan pendidikan umum. Mengingat hal ini
pemerintah terus melakukan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas pendidikan kejuruan. Salah satu kebijakan tersebut adalah bahwa pada akhir
tahun 2009 perbandingan jumlah antara sekolah kejuruan dan sekolah umum diharapkan
menjadi 70:30. Hal ini membawa konsekuensi pada peningkatan kualitas untuk semua
aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan.
Agar fungsi dapat berjalan optimal dan sekaligus dapat memberikan manfaat yang
semaksimal mungkin maka pendidikan kejuruan harus dikelola sebaik mungkin. Terdapat
sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar penyelenggaraan pendidikan kejuruan
menjadi efektif dan efisien, di antaranya:
1) Tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang
ditetapkan di tempat kerja.
2) Peserta didik dilatih dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan itu sendiri.
3) Guru telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan
pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
4) Sejak awal latihan sudah ada pembiasaan perilaku yang akan ditunjukkan dalam
pekerjaannya.
5) Pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata.
Tantangan utama yang dihadapi pendidikan kejuruan adalah bagaimana cara
untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang semakin tinggi akibat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi menyebabkan manusia tidak bisa lepas
dari ketergantungan pada teknologi (Lie dan Sorensen, 1998). Hal ini menuntut
pendidikan kejuruan untuk melaksanakan program-program yang tepat sehingga tidak
terlalu berat bebannya dalam mengimbangi kemajuan teknologi. Untuk itu, program-
program pembelajaran di sekolah-sekolah kejuruan dituntut untuk selalu responsif dan
antisipatif terhadap kemajuan teknologi.
c. Dampak Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah membawa dampak pada berbagai
aspek kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif maupun yang negatif.
Dampak positif dapat dilihat dari segi kemudahan dan keuntungan yang diperoleh
manusia, sedang dampak negatif dilihat dari adanya kerugian dan kesusahan yang
diterima oleh manusia. Terlepas dari dampak positif dan negatif ini, ternyata manusia
tidak bisa menghindari dari ketergantungannya pada teknologi. Jadi, tidaklah berlebihan
apa yang dikemukakan oleh Thurow yang dikutip oleh Ninok L. (2007) bahwa
technology is making skills and knowledge the only sources of sustainable strategic
advantage. (teknologi membuat keterampilan dan pengetahuan sebagai satu-satunya
sumber keunggulan strategis berkelanjutan). Kebanyakan manusia memandang teknologi
sebagai suatu hasil cipta karya manusia yang ditujukan untuk mempermudah dan
mengatasi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Teknologi sering dipandang sebagai
cara pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi adalah
cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan
akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh
anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia (Iskandar Alisyahbana, 1980).
Teknologi adalah penerapan berbagai prosedur hasil penelitian ilmiah dan
pengalaman praktis untuk mengatasi berbagai problem dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari (Stolovitch & Keeps, 1992). Dalam Dictionary of Scientific and Technical Terms,
Fifth Edition disebutkan bahwa technology is systematic knowledge of and its application
to industrial processes, closely related to engineering and science. Dengan teknologi,
dapat membuat sesuatu menjadi lebih mudah, membuat sesuatu menjadi lebih unggul
(advanced), dan menemukan sesuatu yang baru ( &Heath, 1996). Dengan teknologi, suatu
kegiatan atau aktivitas dapat terlaksana lebih efektif dan efisien (Noe, dkk., 1997).
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat dikatakan bahwa teknologi adalah
keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada sesuatu yang bercirikan efektif dan
efisien dalam setiap kegiatan manusia. Dengan demikian, teknologi dapat dilihat dari
tigas aspek yaitu teknologi sebagai disiplin ilmu, teknologi sebagai sistem, dan teknologi
sebagai produk yang dibuat oleh manusia (Dyrenfurth, 1984). Pada bagian lain, Slamet
PH (2001) mengemukakan bahwa teknologi memiliki empat komponen yaitu manusia,
alat sumber daya, dan proses. Manusia adalah subjek yang membuat, mengembangkan
dan menggunakan teknologi. Alat adalah komponen penunjang pokok yang digunakan
manusia demi kemajuan teknologi. Sumber daya adalah material yang digunakan untuk
teknologi yang mencakup bahan, energi, uang, waktu, dan informasi. Proses merupakan
keadaan yang menyebabkan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Manusia adalah komponen utama dalam teknologi. Proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia dapat terjadi juga karena pengaruh teknologi. Teknologi tertentu
menyebabkan adanya ciri-ciri tertentu sehingga menimbulkan adanya tipe khusus dari
suatu komunitas masyarakat itu yang membedakannya dengan masyarakat lain
(Merelman, 2000). Manusia yang selalu responsif dan antisipatif terhadap perkembangan
teknologi dapat diartikan manusia yang melek teknologi.
Melek teknologi adalah respons psikologis seseorang terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dengan teknologi. Terdapat beberapa ciri dari manusia melek teknologi,
seperti yang dikemukakan oleh Feirer & Lindbeck (1986) dan Dyrenfuth (1984) yaitu:
a) Awarness of key processes and their governing principles.
b) Understanding of essential relationship among key principles and are of technology.
c) Comfort with basic technological hardware.
d) Ability to copceptualize how an unfamiliar technological process or machines
operates.
e) Imagination to apply existing technology to new problems or situations.
f) Sense of personal limits.
g) Familialirity with technology¡¦s effects on indiviuals and society.
h) Ability to evaluate a technological process or product in terms of personal benefit as
a computer.
i) Ability to choose among technological alternatives in daily life.
j) Insight as to the relationship between careers and technological future,
k) Ability to protect alternatives futures based on technological capacities and
applications.
l) Knowledge of technological information accessing methods and sources.
Satu hal yang perlu digarisbawahi dari respons psikologis tersebut yaitu bahwa
manusia yang melek teknologi menyadari akan keterbatasan dirinya (sense of personal
limits) meskipun teknologi yang dihasilkan dan dibuat sangat canggih dan mutakhir.
Berbagai macam pekerjaan dan keterampilan mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi (Werther & Davis, 1996). Menyikapi hal ini,.
pendidikan kejuruan dituntut untuk merencnakan dan melaksanakan berbagai program
pembelajaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dalam kaitan ini, teknologi
dilihat dari tiga aspek, yaitu teknologi sebagai ilmu, teknologi sebagai sebuah sistem, dan
teknologi sebagai produk.
d. Upaya-Upaya Transformasi Teknologi dalam Pembelajaran Kejuruan
Dinamika penyelenggaraan pendidikan kejuruan sangat ditentukan bagaimana
proses pembelajaran dilaksanakan yang pada akhirnya dilihat bagaimana siswa belajar.
Adanya krisis ekonomi, desentralisasi pendidikan dan globalisasi menyebabkan
terjadinya pergeseran paradigma pendidikan. Berikut beberapa pergeseran paradigma
dalam pendidikan:
Traditional Learning New Learning
Teacher Centered Student Centered
Single Media Multi Media
Isolated Work Collaborative
Information Delivery Information Exchange
Factual, Knowledge Based Learning Critical Thinking and Informed
Decision Making
Push Pull
Sumber: Suyanto (2007)
Berdasarkan pergeseran paradigma tersebut menjadikan batasan belajar menjadi
lebih luas yaitu mencakup learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to
live together. Dalam proses pembelajaran terdapat tiga komponen pokok yang saling
berinteraksi yaitu pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan. Pergeseran paradigma
pendidikan menjadikan peserta didik sebagai subjek yang harus mengembangkan potensi
dirinya berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai. Tercapai tidaknya tujuan pendidikan
sangat ditentukan bagaimana pendidik/guru mengelola semua komponen yang terkait
dalam pembelajaran. Ada dua hal yang sangat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran kejuruan yaitu pemanfaatan iptek dan pemanfaatan informasi. Pemanfaatan
teknologi dalam pembelajaran kejuruan dapat dijabarkan dalam tiga keperluan yaitu
teknologi sebagai ilmu, teknologi sebagai produk, dan teknologi sebagai cara atau sistem.
Sebagai ilmu terapan, teknologi mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan
perancangan/rekayasa untuk menemukan produk baru yang dapat memenuhi kebutuhan
manusia dalam segala aspek kehidupan, baik yang berkait dengan aspek ideologi, politik,
sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
Dalam perkembangannya produk teknologi bukan hanya berupa produk
kebendaan, tetapi juga pengembangan suatu sistem yang mendukung layanan/jasa.
Tujuan pembelajaran teknologi lebih banyak pada kegiatan yang bersifat praktik dengan
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai proses pembentukan
kompetensi. Dengan demikian, kompetensi dalam pembelajaran ini adalah integrasi dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh seseorang untuk
melaksanakan suatu tugas di dunia kerja. Pada level pendidikan dasar dan menengah
kajian teknologi lebih berfokus pada aspek keterampilan untukmelakukan tindakan yang
berbasis teknologi, yang meliputi keterampilan gerak/psikomotor dalam ragam teknologi,
bisnis, dan seni. Peserta didik dinyatakan berkompeten dalam pekerjaan tertentu
manakala ia memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimum yang
digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam bentuk unjuk kerja/kinerja.
Unjuk kerja adalah tingkah laku yang membuahkan suatu hasil, khususnya tingkah laku
yang dapat mengubah lingkungan dengan cara-cara tertentu. Dalam pembelajaran, unjuk
kerja merupakan penampilan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu tugas yang terkait
dengan pembelajaran yang dilakukan. Pendidikan kejuruan dapat diartikan sebagai
pendidikan keduniakerjaan. Dunia kerja dan pekerjaan berubah dan berkembang akibat
kemajuan teknologi.Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang efektif
perlu diperhatikan adanya beberapa prinsip pendidikan kejuruan di antaranya:
1) Tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang
ditetapkan di tempat kerja.
2) Peserta didik dilatih dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan itu sendiri.
3) Guru telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan
pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan. Sejak awal latihan
sudah ada pembiasaan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaannya.
4) Pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata.
Dengan menerapkan beberapa prinsip di atas diharapkan pendidikan kejuruan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi.
Dalam proses pembelajaran, guru adalah komponen paling utama yang dapat mengatur
efektif tidaknya kegiatan belajar mengajar. Secara normatif, salah satu kompetensi yang
harus dimiliki guru sekolah kejuruan adalah kompetensi profesional, (Undang-Undang
Sisdiknas nomor 14 tahun 2005). Beberapa ciri-ciri kompetensi profesional tersebut
adalah (a) menganalisis dan menguasai serta mengimplementasikan kurikulum dalam
bentuk teori dan praktik, (b) memilih dan mengembangkan materi dengan memperluas
dan memperdalam dasar-dasar kejuruan yang lebih kuat dan mendasar, (c) melaksanakan
praktik dengan menghubungkan dan menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan lapangan
kerja/industri, (d) mengembangkan prototipe teknologi mutakhir untuk kebutuhan
pembelajaran, (e) mengembangkan alat dan desain riset.
Sesuai dengan karakteristik pendidikan kejuruan guru dituntut memiliki
kemampuan dalam menerapkan multi metode dan multi media. Kemampuan multi
metode dimaksudkan bagaimana guru mampu memilih dan menggunakan metodemetode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik. Kemampuan
multi media dimaksudkan bagiaman guru mampu memilih dan menggunakan berbagai
macam media pembelajaran yang sesuai karakteristik bahan pelajaran. Agar pembelajaran
berjalan baik maka perlu diciptakan iklim belajar yang menyenangkan, mengasyikkan,
mencerdaskan, dan menguatkan. Untuk dapat menciptakan iklim belajar seperti ini perlu
diterapkan model Pembelajaran yang Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM) yang
memiliki ciri-ciri multi metode, multi media, praktik dan bekerja dalam tim,
memanfaatkan lingkungan sekitar, di dalam dan di luar kelas, dan multi aspek (logika,
praktika, etika).
Beberapa program yang dapat diterapkan dalam trasformasi teknologi pada
pembelajaran kejuruan yang diharapkan dapat menyenangkan, mengasyikan,
mencerdaskan, dan menguatkan peserta didik telah banyak diusulkan oleh beberapa
penulis. Sukamto (2001) dan Pardjono (2007) mengemukakan bahwa model
pembelajaran konstruktivisme sangat relevan dan memberikan kontribusi positif dalam
menumbuhkan keaktifan peserta didik dalam belajar. Selanjuntya, ditambahkan oleh
Pardjono bahwa penerapkan model pembelajaran berbasis kerja (work based learning)
juga relevan dalam menguatkan pencapai kompetensi peserta didik sekolah kejuruan.
Pada bagian lain, penerapan berbagai macam model pembelajaran berbasis kompetensi
juga dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran kejuruan (Herminarto, S., 2008). Di
samping penerapan berbagai model pembelajaran tersebut, agar proses transformasi
teknologi dapat dicapai maka perlu dilaksanakan program pengembangan guru sekolah
kejuruan berkarakter teknologi (Siti Mariah, 2006).
C. KESIMPULAN
Model-model pembeljaran vokasi abad 21, yaitu pembelajaran praktik, Project
Based Learning, Work Based Learning, Problem Based Learning, Inquiry Based
Learning, Blended Learning. Salah satu fungsi pendidikan kejuruan adalah untuk
menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif, baik bagi pendidik/guru maupun bagi
peserta. Pembentukan sikap ini sangat tepat sekali dalam rangka memanfaatkan kemajuan
teknologi. Sikap seperti ini akan menumbuhkan suatu sikap positif terhadap
perkembangan teknologi sehingga akan dihasilkan insan-insan pendidikan kejuruan yang
melek teknologi. Transformasi teknologi dalam penyelenggaran pendidikan kejuruan
dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa model pembelajaran seperti pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme, pembelajaran berbasis kerja, pembelajaran berbasis
kompetensi, dan pelaksanaan program pengembangan guru berkarakter teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

Dyrenfurth, Michael, J. (1984). Literacy for a technological world. The Ohio State
University. Columbus. Ohio. National Center for Research in Vocational
Education.

Feirer, John L. & Lindbeck John R (1986). Production technology. Industry today and
tomorrow. California, Glencoe Publshing Company.

Griffith, Alan K & Heath, Nancy Parsons (1996). High school student’s views about
technology. Research in Science and Technological Education. Volume 14,
number 2, 153-162.

Hendley, Dave & Lyle, Sue (1996). Pupil’s perception of design and technology: a
case study of pupils in South Wales. Research in Science and Technological
Education. Volume 14, number 2, 141-151.

Herminarto Sofyan (2008). Optimalisasi pembelajaran berbasis kompetensi pada


pendidikan kejuruan otomotif. Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas
Negeri Yogyakarta, tanggal 16 Februari 2008.

Pardjono (2008). Urgensi Penerapan Konstruktivisme dalam Pendidikan Kejuruan.


Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 10
Mei 2008.

Parker, Sybill P. (1994). Dictionary of scientific and technological terms. New York,
McGraw-Hill Inc.

Siti Mariah (2006). Pengembangan guru teknologi dan kejuruan berkarakter


teknologi. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Profesi
Guru Berbasis Moral dan Kultur, pada tanggal 11 Mei 2006 di Universitas
Negeri Yogyakarta.

Sukamto (2001). Perubahan karakteristik dunia kerja dan revitalisasi pembelajaran


dalam kurikulum pendidikan kejuruan. Pidato pengukuhan Guru Besar di
Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 5 Mei 2008.

Suyanto (2006). Tantangan profesionalisme guru di era global. Makalah disampaikan


pada Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta, pada tanggal 21 Mei 2006.

Sumitro, dkk. (1998). Pengantar ilmu pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan.


Universitas Negeri Yogyakarta.

Tilaar, D.A.R (2006). Manajemen pendidikan nasional. PT.Remaja Rosdakarya,


Jakarta 2006

Wardiman Djojonegoro (1998). Pengembangan sumber daya manusia melalui SMK.


PT. Jayakarta Agung Offset. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai