BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 28 hari (0 – 28 hari).9 Periode
neonatal adalah periode yang paling rentan untuk bayi yang sedang menyempurnakan
memerlukan banyak perubahan biokimia dan fisiologis. Banyak masalah pada bayi
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi penyebab
kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat dari buruknya kesehatan ibu, perawatan
kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan bersih,
b. Kematian neonatus lanjut (late neonatal deaths) adalah kematian bayi yang
terjadi pada masa setelah 7 hari tetapi belum mencapai 28 hari kehidupan
(7 – 27 hari).
2.3. Epidemiologi
Secara global, AKN mengalami penurunan. AKN dunia menurun dari 33 per
1.000 KH pada tahun 1990, menjadi 21 per 1.000 KH pada tahun 2012, atau sekitar
4,6 juta kematian pada tahun 1990, menjadi 2,8 juta kematian pada tahun 2012.
Penurunan AKN berjalan lebih lambat, bahkan terjadi peningkatan proporsi kematian
neonatus dalam proporsi kematian bayi yaitu 52,2% pada tahun 1990, menjadi 59,4%
Estimasi AKN oleh WHO pada tahun 2012 menemukan bahwa wilayah
Afrika merupakan wilayah dengan AKN tertinggi, yaitu 32 per 1.000 KH, disusul
Asia Tenggara dengan 27 per 1.000 KH, dan Mediterania Timur 26 per 1.000 KH,
Pasifik Barat 9 per 1.000 KH, Amerika 8 per 1.000 KH, dan paling rendah adalah
AKN di berbagai negara dengan AKN tertinggi terdapat di negara yang berada di
wilayah Afrika, seperti; Sierra Leone 50 per 1.000 KH, Guinea Bissau
46 per 1.000 KH, Somalia 46 per 1.000 KH, dan Angola 45 per 1.000 KH. Sementara
AKN terendah tercatat kurang dari 1 per 1.000 KH terdapat di negara - negara seperti
dalam usaha penurunan Angka kematian ibu, balita, dan bayi. Pola pertama yaitu
negara Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand dengan AKB dan
AKABApada tahun 1990 sudah dibawah 20 per 1.000 KH. Negara-negara tersebut
Pola kedua yaitu, negara Indonesia, Vietnam, dan Filipina dengan angka
kematian yang cukup tinggi tahun 1990. Pada awalnya terjadi penurunan angka
kematian yang cukup besar (kecuali angka kematian ibu di Indonesia), namun setelah
tahun 2000, terjadi ketersendatan di Indonesia dan Filipina. Berbeda dengan Vietnam,
ada peningkatan penurunan angka kematian di Vietnam selama periode ini, dengan
Pola ketiga, terjadi di negara Laos, Kamboja, dan Myanmar memiliki angka
kematian yang cukup tinggi pada tahun 1990, kemudian terjadi penurunan terus-
menerus dari tahun 1990 hingga 2005, kecuali angka kematian ibu di Kamboja.
Ketiga negara tersebut dilaporkan dengan angka kematian yang tinggi baik ibu, bayi,
ASEAN yaitu; Laos 27 per 1.000 KH, Myanmar 26 per 1.000 KH, Timor Leste
24 per 1.000 KH,Kamboja 18 per 1.000 KH, Indonesia 15 per 1.000 KH, Filipina
14 per 1.000 KH, Vietnam 12 per 1.000 KH, Thailand 8 per 1.000 KH, Malaysia 5
per 1.000 KH, Brunei Darussalam 4 per 1.000 KH, dan Singapura 1 per 1.000 KH.3
tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat lahir < 2500 gram),
Permaturitas dan BBLR (30%), Infeksi neonatus (25%), Asfiksia dan trauma lahir
(23%), Kelainan kongenital (7%), Tetanus Neonatorum (3%), Diare (3%), dan
Penyakit Tetanus Neonatorum adalah penyakit toksemik akut dan fatal yang
terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang dari 28 hari) yang disebabkan oleh
Clostridium tetani, yaitu bakteri yang mengeluarkan toksin dan menyerang sistem
Spora bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali
pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun
pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3 – 28
jumlah kasus tertinggi di Filipina dan Indonesia yang melebihi 100 orang, dimana
Thailand dan Brunei Darussalam dilaporkan tidak ada kasus Tetanus Neonatorum.1
2012 pada kawasan South East Asia Region (SEARO) jumlah kasus Tetanus
Neonatorum yang terjadi di India jauh melebihi kasus di negara lain di kawasan
ASEAN, yatu 653 kasus, Bangladesh menempati urutan kedua dengan 109 kasus.1
Berdasarkan data dari Dirjen PP & PL pada tahun 2012, kasus Tetanus
antaranya meninggal.5
terjadi sebagian besar pada bayi kurang bulan.Gangguan napas dapat mengakibatkan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru sehingga
daya pengembangan paru menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat,
90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu
substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu substansi
molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-sel tipe II
terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan pada cairan
ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah memiliki jumlah
Sindrom gawat napas terjadi lebih dari setengahnya pada bayi-bayi yang
dilahirkan sebelum usia kehamilan 28 minggu dan kurang dari sepertiga nya terjadi
umumnya penyakit ini tampak terutama pada bayi baru lahir (neonatus) yang lahir
dengan usia kehamilan kurang dari 36 – 38 minggu dan berat badan kurang dari 2500
gram. Di Amerika Serikat kasus ini terjadi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya
(1 – 2% dari bayi baru lahir normal atau 14% dari bayi dengan BBLR). Insiden
tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan
makin meningkatkan CO2.14,21 Bila proses ini berlanjut terlalu jauh dapat
antaranya adalah hipoksia yang terjadi pada ibu yang dapat menimbulkan hipoksia
pada janin. Gangguan aliran darah uterus, sehingga berkurangnya pengaliran oksigen
ke plasenta, demikian pula ke janin. Sedangkan faktor neonatus dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu
utama kematian bayi disebabkan oleh Asfiksia (35%), Sepsis (28%), dan Prematuritas
(19%).23
kematian bayi baru lahir di Indonesia di antaranya adalah Asfiksia sebanyak 27%.
Sementara itu Depkes RI pada tahun 2004 menyatakan data distribusi pasien keluar
mati di rumah sakit bermula pada masa perinatal di Indonesia adalah 23,13%
diperkirakan bahwa sekitar 23% dari seluruh angka kematian neonatus disebabkan
mikroorganisme ke dalam aliran darah, dan timbul pada satu bulan pertama
dibedakan atas 2, yaitu Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) dan Sepsis
SNAD terjadi pada masa <72 jam setelah dilahirkan. Infeksi terjadi secara
vertikal disebabkan penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama masa
persalinan atau kelahiran. sedangkan SNAL, terjadi pada masa >72 jam setelah
kelahiran. Infeksi berasal dari lingkungan sekitar, atau infeksi karena kuman
nosokomial.23
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4 – 16 per 1.000 KH, di Amerika
jauh lebih tinggi khususnya bila rumah sakit merupakan tempat rujukan. Di RS Cipto
Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum terdiri dari faktor Ibu yang
meliputi; persalinan dan kurang bulan, ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam,
saluran kemih pada ibu, faktor sosial, ekonomi, dan gizi ibu. Sedangkan faktor bayi
meliputi; Asfiksia perinatal, BBLR, Bayi Kurang Bulan (BKB), dan kelainan
bawaan.23
Berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir.
Polindes), sedangkan bayi yang lahir di rumah waktu pengukuran berat badan dapat
i. Berat badan lahir lebih : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.
ii. Berat badan lahir cukup / normal : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir 2500
– 4000 gram.
iii. Berat badan lahir rendah (BBLR) : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <
iv. Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) : Bayi yang dilahirkan dengan berat
v. Berat badan lahir amat sangat rendah (BBLSAR) : bayi yang dilahirkan dengan
i. Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu
dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa
ii. Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
kehamilannya (KMK).
Secara global, pada tahun 2000 WHO memperkirakan lebih dari 20 juta bayi
di dunia (15,5%) lahir dengan kondisi BBLR. Jumlah ini terkonsentrasi di wilayah
Asia (72%) dan Afrika (22%).27Di Indonesia, menurut Survei Ekonomi Nasional
(Susenas) pada tahun 2005, kematian neonatus yang di sebabkan oleh BBLR sebesar
38,85%. Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9 – 20% bervariasi antara satu
daerah dengan daerah lain. Sebanyak 25% bayi dengan BBLR meninggal pada saat
Persentase BBLR tahun 2013 (10,2%) lebih rendah dari tahun 2010 (11,1%).
Masalah yang terjadi pada BBLR terutama yang prematur terjadi karena
ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering
i. Sistem Pernapasan
lahir oleh karena jumlah alveolus yang berfungsi masih sedikit, dan mengalami
defisiensi surfaktan (zat dalam paru yang melapisi alveolus sehingga alveolus tidak
Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf
pusaat. Hal ini disebabkan antara lain : pendarahan intracranial karena pembuluh
darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia, dan
hipoglikemia.
Bayi dengan BBLR sering mengalami gangguan/ kelainan janin, yaitu Patent
Ductus Arteriosus (PDA), yang merupakan akibat dari gangguan adaptasi dan
ductus arteriosus. Selain itu juga dapat terjadi hipotensi atau hipertensi.
Bayi dengan BBLR terutama bayi kurang bulan (BKB) pada umumnya
saluran pencernaan belum berfungsi sempurna seperti pada bayi yang cukup bulan.
v. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami termperatur yang tidak stabil karena
kehilangan panas akibat perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan lebih
besar, kurangnya lemak subkutan (brown fat), kekurangan oksigen yang dapat
ketidakmatangan pusat pengaturan suhu tubuh di otak, dan tidak adanya refleks
dibanding bayi cukup bulan seperti anemia (onset dini atau lanjut),
pada neonatus.
c. Kelainan Kongenital
c.1. Definisi
Kelainan kongenital juga dikenal sebagai cacat lahir, kelainan bawaan, atau
setiap tahunnya.29
Cacat lahir adalah masalah global, namun dampak yang sangat parah terjadi di
negara berpenghasilan menengah dan rendah dimana lebih dari 94% kelahiran dengan
paling umum terjadi pada tahun 2001 adalah ; Congenital Heart Defect (CHD)
Indonesia yaitu 263.154 anak lahir dengan cacat lahir, dimana prevalensinya 59,3 per
1.000 KH dengan Neural Tube Defect 0,7 per 1.000 KH, kelainan sistem
kardiovaskular 7,9 per 1.000 KH, kelainan patologis haemoglobin 0,8 per 1.000 KH,
Meskipun 50% dari semua kelainan kongenital tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab spesifik, ada beberapa penyebab yang diketahui sebagai faktor risiko;
diantara negara dengan sumber daya terbatas. Diperkirakan 94% cacat lahir terjadi di
negara dengan sumber daya menengah hingga kebawah, dimana ibu lebih rentan
kejadian perkembangan janin abnormal, terutama infeksi dan alkohol. Ibu lanjut usia
langka genetik dan hampir dua kali lipat meningkatkan risiko kematian neonatus dan
anak, cacat mental dan cacat lahir yang serius. Beberapa komunitas etnis misalnya
Yahudi Ashekanzi atau Finlandia memiliki prevalensi mutasi genetik langka sehingga
iii. Infeksi
Infeksi ibu seperti Sifilis dan Rubella adalah penyebab signifikan cacat lahir
v. Faktor Lingkungan
psikoaktif, bahan kimia tertentu, dosis tinggi vitamin A selama kehamilan dini, dan
radiasi tingkat tinggi meningkatkan risiko memiliki janin dengan kelainan kongenital.
Bekerja atau tinggal didekat atau dilokasi limbah, atau tambang juga dapat
meningkatkan risiko.
defisit struktural dan fungsional yang muncul selama embriogenesis jantung. CHDs
adalah cacat lahir yang paling sering terjadi, menyumbang 1/3 kematian dari seluruh
kelainan kongenital. Secara global, 1,35 juta bayi lahir dengan CHDs setiap
kehidupan bayi.24
pervalensi CHDs berkisar antara 4 – 10 per 1.000 kelahiran hidup. Prevalensi CHDs
pada janin di perkirakan meningkat, sekitar 14.6 per 1.000 janin. CHDs kompleks
paling sering pada janin dan dapat menyebabkan aborsi spontan dan lahir mati.33
meningkat dari tahun 2008 ke 2012 baik di daerah perkotaan, maupun daerah
pedesaan. Prevalensi kelahiran dengan CHDs di perkotaan meningkat dari 59,33 per
10.000 KH pada tahun 2008, menjadi 107,78 per 1.000 KH. Dan di daerah pedesaan
prevalensinya dari 27,24 per 10.000 KH pada tahun 2008, menjadi 69,40 per 10.000
Cacat tabung saraf atau Neural Tube Defects (NTDs) merupakan salah satu
kelainan kongenital yang paling sering terjadi.34 Saat pembentukan embrio, 2 jaringan
tidak menyatu untuk membentuk tabung saraf (diawali dari otak dan sumsum tulang
belakang), sehingga otak dan tulang belakang tidak berkembang dengan baik.35
NTDs terjadi rata-rata 1 dari 1000 kehamilan di seluruh dunia.34 Insiden NTD
pada populasi umum bervariasi, mulai dari 1 per 1.000 kehamilan di Amerika Serikat,
hingga 12 per 1.000 kehamilan di Irlandia dan Wales dan di antara suku Indian dan
kehamilan.35
Hampir 70% prevalensi NTDs berkaitan dengan faktor genetik.34Tipe NTDs yang
diabetes berisiko10 kali untuk melahirkan anak dengankelainan seperti Spina Bifida,
nutrisi (asam folat, Vitamin B12, dan zinc), dan kelainan kromosom (Trisomy 13 dan
18).24
Asam folat merupakan salah satu vitamin B yang berperan penting dalam
perkembangan otak dan sumsum tulang belakang janin pada awal masa kehamilan
berusia 15 – 44 tahun untuk mengkonsumsi 0,4 mg asam folat setiap hari untuk
Human Development (NICHD) dan CDC merekomendasikan ibu hamil dengan risiko
asam folat setiap hari mulai dari 1 bulan sebelum konsepsi hingga 3 bulan pada masa
kehamilan.24
kromosom untuk saling memisahkan diri pada saat terjadi pembelahan meiosis.
Insiden Down Syndrome 1 dari 700 kelahiran hidup. Insiden pada saat
konsepsi lebih besar, tetapi lebih dari 60% mengalami abortus spontan dan 20% lahir
mati.35 Angka kejadian meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Ibu yang
hamil dengan usia > 35 tahun dapat melakukan pemeriksaan amniosintesis untuk
atas, hidung pesek, hipotonia, kulit leher longgar, kosiput datar, garis Simian,
kelingking bengkok (klinodaktili), serta jarak yang lebar antara jari kaki ke 1 dan ke
2. Retardasi mental merupakan komplikasi yang serius, IQ kurang dari 50. Penyakit
jantung bawaan terdapat pada 40% penderita. Komplikasi lain termasuk Katarak
iv. Gastroschisis
Gastroschisis adalah cacat lahir pada dinding perut, yaitu usus bayi menempel
di luar tubuh, melalui lubang di samping pusar, dan kadang organ lain seperti
lambung dan hati, juga dapat menempel di luar tubuh bayi.Gastroschisis terjadi pada
awal selama kehamilan dimana otot – otot yang membentuk dinding perut bayi tidak
terbentuk sempurna. CDC memperkirakan sekitar 1.871 bayi lahir di Amerika Serikat
Gastroschisis dikaitkan dengan usia ibu pada saat melahirkan. Angka insiden
gastroschisis di antara ibu yang berusia kurang dari 20 tahun adalah 4,71 per 10.000
10.000 KH pada tahun 1994, menjadi 4,4 per 10.000 KH pada tahun 2004.40
a. Umur Ibu
Umur dan paritas ibu berkaitan dengan risiko meningkatnya masalah pada
kematian neonatus.42
Pola kematian bayi dihubungkan dengan usia ibu, ditunjukkan dengan grafik
berbentuk huruf “U” dimana kematian bayi tertinggi terjadi pada kelompok ibu yang
dan kematian neonatus pada ibu yang lebih muda. Penyebab meningkatnya
risikokematian bayi pada ibu yang berusia <18 tahun disebabkan oleh pertumbuhan
Risiko kematian neonatus meningkat dua kali pada Nulipara yang berusia
< 18 tahun ( Nulipara : wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali, atau
pertumbuhan intrauterin, kematian janin, dan gawat janin yang terdapat pada
golongan ibu hamil yang sangat muda. Risiko ini terutama pada kehamilan
pertama.Mortalitas neonatus yang rendah justru ditemukan pada ibu golongan umur
20 – 30 tahun.42
Umur perkawinan pertama ibu merupakan salah satu faktor kematian bayi dan
kematian bayi dan anak menemukan bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menikah muda memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.43 Semakin muda usia
seorang ibu dalam perkawinan, maka ibu akan mengalami masa reproduksi yang
panjang karena semakin lama rentang antara usia subur dengan usia tidak subur yang
satu anak.44
Kehamilan pada ibu yang berusia > 40 tahun memiliki risiko lebih tinggi
terhadap kematian neonatus, maupun komplikasi obstetrik, dan risiko ini di pengaruhi
oleh paritas. Sebuah studi yang dilakukan di Turki menemukan insiden Pre-eklamsia,
prematur, dan IUGR lebih tinggi terjadi pada ibu yang berusia > 40 tahun dibanding
Ibu hamil dengan usia > 35 tahun meningkatkan risiko kelahiran prematur.
berkembang ibu-ibu yang sudah berumur lebih dari 35 tahun umumnya mempunyai
Ibu yang melahirkan dengan umur di atas 35 tahun sering dijumpai faktor
disebabkan karena adanya proses menua jaringan reproduksi dan jalan lahir.
Pertambahan usia juga ikut mempengaruhi organ vital seperti sistem kardiovaskular
dan ginjal. Ibu yang melahirkan pertama kali di atas usia 35 tahun terdapat penyulit
karena kekakuan jaringan panggul yang belum pernah dipengaruhi oleh kehamilan
dan persalinan.43
b. Paritas
Paritas merupakan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup, yaitu kondisi
masa reproduksi.46
baik saat hamil maupun bersalin, di mana faktor tersebut akan turut berpengaruh pula
rendah meliputi nulipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali,
atau wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup, dan primara yaitu wanita yang
pernah melahirkan hanya sekali. Paritas sedang meliputi multipara yang digolongkan
pada wanita hamil dan bersalin dua sampai empat kali. Paritas tinggi atau grande
wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali, atau wanita yang belum pernah
melahirkan bayi hidup) dan berusia < 18 tahun serta ibu yang memiliki paritas > 3
dan berusia > 35 tahun meningkatkan risiko kematian neonatus.42 Hal ini sejalan
dengan SKRT 2001 yang menyatakan bahwa kematian neonatus banyak terjadi pada
seperti partus macet, sedangkan paritas tinggi juga meningkatkan risiko Hipertensi,
persalinan lebih sering terjadi setelah ibu mengalami kelahiran di atas empat kali dan
bayi yang dilahirkan setelah mempunyai risiko lebih tinggi untuk dilahirkan prematur
Kondisi kesehatan ibu karena melahirkan lebih dari empat kali akan
mempengaruhi kondisi kehamilan selanjutnya dan akan memberikan risiko tidak saja
kepada ibu sendiri, tetapi juga kepada bayi yang dilahirkannya. Sedangkan pada
paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman terhadap kematian dan kesakitan baik
pada anak maupun pada ibunya, selanjutnya risiko meningkat pada setiap kehamilan
berikutnya.43
c. Komplikasi Obstetrik
Risiko kematian neonatus meningkat 81% pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dan kejang. Pada bayi dengan ukuran lebih kecil dibanding ukuran normal, risiko
meninggal berkisar 2,8 kali dibanding bayi yang lahir dengan ukuran normal.49
61,9; CI 95% = 13,9 – 274,2) dan kematian perinatal 8 kali berisiko pada wanita
dengan partus lama/ malpresentasi ( OR= 7,9; CI 95% = 39,2 – 15,94) serta kematian
perinatal 13 kali berisiko pada wanita yang pecah ketuban dini / persalinan prematur
Menurut Depkes RI, riwayat obstetrik dikatakan buruk bila gravid > 4, pernah
section caesaria), status bayi yang dilahirkan ( lahir mati, bayi besar, BBLR, dan
Karakteristik Neonatus :
Kematian Neonatus
Karakteristik Ibu :
Umur
Paritas
Komplikasi obstetrik