Anda di halaman 1dari 71

Adapun tahapan Pilpres :

Pendaftaran pemilih-warga Negara

pada prinsipnya prosedur dan proses pendaftarannya menggunakan DPT

Pencalonan Presiden dan Wakil presiden

Berdasarkan ketentuan UU No.42/2008 tentang Pilpres-Wapres Ri,bahwa pasangan Capres-


Cawapres di usulkan-didaftarkan Parpol atau Gabungan Parpol kepada KPU, dan harus
memperoleh min 20% dari jumlah anggota DPR atau 25% dari perolehan suara sah Nasional
dalam pemilu DPR

Kampanye pemilu Presiden dan Wakil presiden

Kampanye Pilpres dilakukan selama 30 hari dan masa tenang 3 hari, yang dilakukan oleh Tim
Kampanye dan di bentuk oleh pasangan Capres-Cawapres bersama Parpol atau Gabungan Parpol
yang mengusulkannya.Dana kampanye berasal dari pasangan Capres-Cawapres, Parpol atau
Gabungan Parpol,dan sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yaitu sumbangan perseorangan
dan/atau badan hukum swasta. Dana kampanye harus di simpan dalam rekening khusus yang
terdaftar di KPU, dana kampanye dari perseorangan maksimal Rp. 100 juta dan badan hukum swasta
maksimal Rp. 750 juta.

Pemungutan dan perhitungan suara

Penetapan calon terpilih dan pelantikan

Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan pengumuman hasil Pilpres di lakukan
KPU,dalam waktu 30 hari sejak hari pemungutan suara.

Materi Budaya Demokrasi

BUDAYA DEMOKRASI

Standar Kompetensi : 2. Menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani


Kompetensi Dasar : 2.1. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya
demokrasi
Indikator :
• Menguraikan pengertian budaya demokrasi.
• Mengidentifikasikan unsur-unsur budaya demokrasi.
• Menjelaskan contoh-contoh konkret budaya demokrasi

Uraian Materi
A. Pengertian Demokrasi dan Budaya Demokrasi
Secara etinologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos berarti rakyat dan
kratos atau kratein berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau
kekuatan rakyat, yaitu suatu bentuk pemerintahan negara dengan rakyat sebagai pemegang
kedaulatannya. Muhammad Hatta, mengatakan demokrasi sebagai sebuah pergeseran dan
penggantian kedaulatan raja menjadi kedaulatan rakyat.
Abraham Lincoln (Presiden Amerika ke-16) mengemukakan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Giovanni Sartori memandang demokrasi sebagai suatu sistem di mana tak sesorang pun dapat
mengidentifikasikan dia dengan kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari
kekuasaan lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat.
Dalam ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila menyebutkan bahwa demokrasi
adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari
mereka yang diperintah. Dengan kata lain bahwa demokrasi adalah pola pemerintahan yang
mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang diambil oleh
mereka yang berwenang.
Dari beberapa pandangan mengenai demokrasi, secara kompleks demokrasi berarti suatu
sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dengan tanpa memandang
partisipasi mereka dalam kehidupan politik, sementara pengisian jabatan-jabatan publik
dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan mereka memiliki hak untuk memilih dan
dipilih.
B. Prinsip-prinsip Demokrasi
Dalam negara demokrasi, tidak terdapat dominasi pemerintah yang berlebihan, artinya tidak
setiap aspek kehidupan dikendalikan secara monopolistik dan terpusat oleh negara. Warga
negara pun terlibat dalam hal-hal tertentu, seperti pembuatan keputusan-keputusan politik,
baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya. Beberapa prinsip demokrasi yang
berlaku universal mencakup :
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu di antara warga negara
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para
warga negara
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan oleh sejumlah besar orang sering disebut "rule by
the people" kemudian diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Artinya bahwa rakyat selaku mayoritas mempunyai suara yang menentukan dalam proses
perumusan kebijakan pemerintah melalui saluran-saluran yang tersedia (infrastruktur politik),
seperri partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan pendapat umum.
Prinsip-prinsip dasar demokrasi secara universal memberi ketegasan bahwa yang disebut
pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang menempatkan kewenangan
tertinggi berada di tangan rakyat, kekuasaan pemerintah harus dibatasi, dan hak-hak individu
harus dilindungi. Namun penerapan demokrasi di masing-masing negara bersifat kondisional,
artinya harus disesuaikan dengan situasi negara dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Lyman Tower Sargent, berpendapat ada beberapa unsur/prinsip yang secara umum dianggap
penting dalam demokrasi, yaitu :
1. keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik,
2. tingkat kebersamaan tertentu di antara warga negara
3. tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga
negara,
4. suatu sistem perwakilan, dan
5. suatu sistem pemilihan-kekuasaan mayoritas.
Prinsip-prinsip demokrasi ditinjau dari pendapat Alamudi yang dikenal sebagai soko guru
demokrasi adalah :
1. Kedaulatan rakyat,
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah,
3. Kekuasaan mayoritas,
4. Hak-hak minoritas,
5. Jaminan hak asasi manusia,
6. Pemilihan yang bebas dan jujur,
7. Persamaan di depan hukum,
8. Proses hukum yang wajar,
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional,
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Gagasan dasar suatu pemerintahan demokratis yaitu pengakuan terhadap hakikat manusia.
Dengan dasar itu maka terdapat dua asas pokok demokrasi adalah :
1. Pengakuan partisipasi masyarakat di dalam pemerintahahan,
2. Pengakuan harkat dan martabat manusia.
Adapun prinsip-prinsip demokrasi Pancasila adalah :
1. Kedaulatan di tangan rakyat,
2. Pengakuan dan perindungan terhadap hak asasi manusia
3. Pemerintahahan berdasarkan hukum (konstitusi)
4. Peradilan yang bebas tidak memihak
5. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
6. Adanya parpol dan orsospol
7. Pemilu yang demoktrastis

C. Ciri-ciri Demokrasi
Ciri-ciri suatu negara dengan sistem politik demokrasi umumnya adalah :
1. Adanya pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi
individu dan kelompok, dalam penyelenggaraan pergantian pimpinan secara berkala, tertib,
damai dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif.
2. Prasarana pendapat umum baik pers, televisi, dan radio harus diberi kesempatan untuk
mencari berita secara bebas dalam merumuskan pendapat mereka.
3. Sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih mengutamakan musyawarah
daripada paksaan dalam menyelesaikan perselisihan, sikap menerima legitimasi dari sistem
pemerintahan.
Henry B. Mayo dalam buku "Introduction to Democratic Theory", memberikan ciri-ciri
demokrasi dari sejumlah nilai (value), yaitu :
1. menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga,
2. menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah,
3. menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of rulers),
4. membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion);
5. mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam masyarakat;
6. menjamin tegaknya keadilan.
Beberapa sumber menyatakan bahwa prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan dasar untuk
menjalankan negara demokrasi sebagai berikut :
1. jaminan hak asasi
2. persamaan kedudukan di depan hukum
3. pengakuan terhadap hak-hak politik,
4. pengawasan dari rakyat terhadap pemerintah,
5. pemerintahan berdasarkan konstitusi,
6. pemerintah membiarkan tindakan-tindakannya dinilai,
7. pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil,
8. adanya kedaulatan rakyat.

D.Unsur-unsur Budaya Demokrasi


Pada dasarnya prinsip-prinsip demokrasi secara universal adalah kedaulatan ada di tangan
rakyat dan kebebasan berbicara atau mengeluarkan pendapat tanpa paksaan. Dari kedua
prinsip ini, konferensi tahun 1965 menegaskan bahwa syarat negara demokrasi adalah :
1. adanya perlindungan HAM secara yuridis konstitusional,
2. adanya kebebasan mengeluarkan pendapat,
3. adanya kebebasan berserikat, berorganisasi, dan beroposisi,
4. adanya pendidikan politik warga negara,
5. adanya badan peradilan yang bebas dan adil.
Dua macam budaya demokrasi yang berlaku di dunia, adalah :
1. Demokrasi konstitusional
Demokrasi yang dilandasi dengan peraturan perundangan/hukum atau konstitusi.
2.

Demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat

A Latar belakang.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga
negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks
and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang
memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan
lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang
diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif,
selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya
pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak
wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang
berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.
Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin
negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara
langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya
dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi.
Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi
meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu
adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih
pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati
umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana).
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Memaparkan masalah-masalah yang ada dalam demokrasi kehidupan sehari-hari
2. Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dan
keluarga

C.Pembahasan
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu
dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya yaitu:
¬ a.Belum tegaknya supermasi hukum.
¬ b.Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan
bernegara.
¬ c.Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
¬ Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk
mencapai mufakat). Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka
makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan
sehari-hari baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.

D.Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari :

a. Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk
sebagai berikut:
a) ¬ Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
b) ¬ Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
c) ¬ Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
d) ¬ Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.

b. Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk
sebagai berikut:
a) ¬ Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
b) ¬ Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
c) ¬ Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
d) ¬ Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
e) ¬ Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.

c. Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
a) ¬ Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
b) ¬ Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras,agama
c) ¬ Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
d) ¬ Mengutamakan musyawarah, dalam menyelesaikan masalah

d. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara


Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam
bentuk sebagai berikut:
a) ¬ Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
b) ¬ Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai
c) ¬ Memiliki kejujuran dan integritas;
d) ¬ Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
e) ¬ Menghargai hak-hak kaum minoritas;
f) ¬ Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
g) ¬ Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-
masalah kenegara

F.Kesimpulan.
Mewujudkan nilai-nilai demokrasi agar tercipta di kehidupan sehari-hari memang tidak
mudah,oleh karna itu kita sebagai masyarakat harus lebih memahami lagi dan masih perlu
pembelajaran,agar Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar
membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terciptanya demokrasi yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendahuluan

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata demos artinya rakyat dan
cratos/kratein artinya pemerintahan/berkuasa. Pemerintahan demokrasi yang kokoh
adalah pemerintahan yang sesuai dengan pandangan hidup, kepribadian, dan
falsafah bangsanya. Pada masa Yunani Kunosudah berkembang demokrasi
langsung, artinya seluruh rakyat terlibat secara langsung dalam masalah
kenegaraan. Hal ini terjadi karena wilayah negara sempit dan penduduknya sedikit.
Pada masa modern, demokrasi langsung tidak dapat dijalankan karena wilayah
negara cukup luas, jumlah penduduk banyak, rakyat melalui suatu lembaga
perwakilan (badan-badan perwakilan rakyat) dapat menyalurkan aspirasinya dalam
kenegaraan atau serimng disebut demokrasi perwakilan.

PENGERTIAN BUDAYA DEMOKRASI

1. Budaya Demokrasi, adalah pola pikir, pola sikap, dan pola tindak warga masyarakat
yang sejalan dengan nilai-nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antar
manusia yang berintikan kerjasama, saling percaya, menghargai keanekaragaman,
toleransi, kesamaderajatan, dan kompromi.
2. International Commision of Jurist (ICJ), demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
diselenggarakan oleh wn melalui wakil-wakil yg dipilih oleh mereka dan bertanggung
jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yg bebas.
3. Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat.
4. Giovanni Sartori, memandang demokrasi sebagai suatu sistem di mana tak
seorangpun dapat memilih dirinya sendiri, tak seorangpun dapat menginvestasikan
dia dgn kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari kekuasaan
lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat.
5. Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Panca-sila, demokrasi adalah suatu pola
pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang
diperintah.
Unsur-unsur budaya demokrasi adalah :

1. Kebebasan, adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan


atau melakukan sesuatu yang bermamfaat untuk kepentingan bersama atas
kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak manapun. Bukan kebebasan untuk
melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan untukhal yang
bermamfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar aturan yang berlaku.
2. Persamaan, adalah Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang
sama. Di dalam masyarakat manusia memiliki kedudukan yang sama di depan
hukum,politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk
menduduki jabatan pemerintahan.
3. Solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama
dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar
tidak jatuh kedalam perpecahan.
4. Toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dll) yang bertentangan atau berbeda dengan
pendirian sendiri.
5. Menghormati Kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar
hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konplik di
masa depan.
6. Menghormati penalaran, adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki
pandangan tertentu, membela tindakan tertentu,dan menuntut hal serupa dari orang
lain. Kebiasaan memberipenalaran akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada
banyakalternatif sumber informasi dan ada banyak cara untuk mencapai tujuan.
7. Keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi
pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan
terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan
santun, dan beradab.

Prinsip-prinsip demokrasi secara umum meliputi :

a. Kekuasaan suatu negara sebenarnya berada di tangan rakyat atau kedaulatan ada
di tangan rakyat.
b. Masing-masing orang bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, beda pendapat,
dan tidak ada paksaan.

Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila adalah :

a. Kedaulatan di tangan rakyat


b. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
c. Pemerintahan berdasar hukuk (konstitusi)
d. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
e. Pengambilan keputusan atas musyawarah
f. Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik
g. Pemilu yang demkratis.

Ciri pemilu yang demokratis menurut Austin Ranney, adalah :


1. Hak pilih umum, pemilu disebut demokratis manakala semua warga negara dewasa
menikmati hak pilih pasif dan aktif. Hak pilih pasif, yaitu hak warga negara untuk
dapat dipilih menjadi wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Hak pilih aktif, yaitu hak setiap warga negara untuk dapat memilih atau
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk memilih wakilnya yang akan
mewakilinya di lembaga perwakilan rakyat.
2. Kesetaraan bobot suara, suara tiap-tiapemilih diberi bobot yang sama, artinya tidak
boleh ada sekelompok warga negara, apapun kedudukan, sejarah kehidupan, dan
jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakildari warga lainnya. Contoh bila
harga sebuah kursi parlemen adalah 420.000 suara,msaka haruis ada jaminan
bahwa tak ada sekelompok warga negarapun yang kurang dari kuota tersebut
mendaatkan satu atau bahkan lebih di parlemen.
3. Tersedianya pilihan yang signifikan, para pemilih harus dihadapkan pada pilihan-
pilihan atau calon-calon wakil rakyat atau partai politik yang berkualitas.
4. Kebebasan nominasi, Pilihan-pilihan itu harus datang dari rakyat sendiri melalui
organisasi atau partai politik yang telah diseleksi untuk memdapatkan calon yang
mereka pandang mampu menerjemahkan kebijakan organisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara.
5. Persamaan hak kampanye, melalui kampanye mereka memperkenalkan program
kerja kepada rakyat pemilih, pemecahan masalah yang ditawarkan, serta program
kesejahteraan, dll.
6. Kebebasan dalam memberikan suara, para pemilih dapat menentukan pilihannya
secara bebas, mandiri, sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan hati nuraninya.
7. Kejujuran dalam penghitungan suara, kecurangan dalam penghitungan suara akan
menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat.
Pemantau independen dapat menopang perwujudan kejujuran dalampenghitungan
suara.
8. Penyelenggaraan secara periodik, pemilu tidak bolrh dimajukan atau diundurka
sekehendak hati penguasa. Pemilu tidak boleh digunakan oleh penguasa untuk
melanggengkan kekuasaannya. Tapi pemilu digunakan untuk sarana penggantian
kekuasaan secara damai dan terlembaga.

MACAM-MACAM DEMOKRASI

1. Dari segi idiologi, demokrasi ada 2 macam :

a. Demokrasi konstitusional (demokrasi liberal), yaitu kekuasaan pemerintahan


terbatas dan tidak banyak campur tangan serta tidak bertindak sewenang-wenang
terhadap warga negaranya. Kekuasaan dibatasi oleh konstitusi. Penganut
demokrasi ini adalah Negara-negara eropa barat, Amerika serikat, India, pPakistan,
Indonesia, Filipina, Singapura.
b. Demokrasi Rakyat (Proletar) adalah demokrasi yang berlandaskan ajaran
komunisme dan marxisme. Demokrasi ini tidak mengakui hak asasi warga
negaranya. Demokrasi ini bertentangan dengan demokrasi konstitusional.
Demokrasi ini mencita-citakan kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan
pribadi. Negara adalah alat untuk mencapai komunisme yaitu untuk kepentingan
kolektifisme.

2. Berdasarkan titik perhatiannya demokrasi ada 3 macam :


1. Demokrasi Formal ( negara-negara liberal), demokrasi menjunjung tinggi persamaan
dalam bidang politik, tanpa upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi.
2. Demokrasi material (negara-negara komunis), menitikberatkan pada upaya-upaya
menghilangkan perbedaann pada bidang ekonomi, kurang persamaan dalam bidang
politik bahkan kadang dihilangkan.
3. Demokrasi gabungan (negara-negara nonblok), demokrasi yang menghilangkan
kesenjangan ekonomi dan sosial, persamaan dibidang politik, hukum.

Pengelompokan Demokrasi :

Demokrasi ada 2 macam :

1. Konstitusional a. Negara Liberalis dan Komunis/Sosialis


b. Indonesia : 1. Demokrasi Liberal
2. Demokrasi Terpimpin
3. Demokrasi Pancasila

2. Komunis/Marxisme atau Demokrasi Proletar

PRINSIP BUDAYA DEMOKRASI

Banyak negara mengaku sebagai negara demokrasi, tapi belum tentu


menerapkan prinsip demokrasi dengan baik dan benar. Prinsip-prinsip demokrasi
antar lain :

1. Adanya jaminan hak asasi manusianya, merupakan hak dasar yang melekat sejak
lahir merupakan anugerah Tuhan YME yang tidak boleh dirampas oleh siapapu
termasuk oleh negara.
2. Persamaan kedudukan di depan hukum, agar tidak tewrjadi diskriminasi dan
ketidakadilan, siapapun melanggar hukum harus mendapat sanksi menurut hukum
yang berlaku, dan sebaliknya.
3. Pengakuan terhadap hak-hak politik, seperti berkumpul, beroposisi, berserikat dan
mengeluarkanpendapat.
4. Pengawasan atau kontrol rakyat terhadap pemerintah, melalui demokrasi itu sendiri.
5. Pemerintahan berdasar konstitusi, agar pemerintgah tidak menyalahgunakan
kekuasaan seweang-wenang terhadap rakyat.
6. Adanya saran atau kritik rakyat terhadap kinerja pemerintah melalui media massa
sebagai alat penyalur aspirasi rakyat.
7. Pemilihan umum yang bebas dan jujur serta adil.
8. Adanya kedaulatan rakyat.

MASYARAKAT MADANI (Civil Society)

Pengertian Masyarakat madani :

1. Patrick, civil society atau masyarakat madani, adalah jaringan kerja yang komplek
dan organisasi-organisasi yang dibentuk secara sukarela, yang berbeda dari
lembaga-lembaga negara yang resmi, bertindak secara mandiri atau dalam
bekerjasama dengan lembaga-lembaga negara.
2. Mohammad A.S. Hikam, Civil Society, adalah wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi dan bercirikan sukarela, keswasembadaan, keswadayaan,
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan terikat dengan norma atau
hukum yang berlaku.
3. Lary Diamond, Civil Society, adalah kehidupan sisial terorganisasi yang terbuka,
sukarela, lahir secara mandiri, berswadaya, otonom dari negara, terikat pada
hukum. Contoh menurutnya adalah :
a. Perkumpulan/jaringan perdagangan.
b. Perkumpulan keagamaan, suku, budaya yang membela hak kolektif,
kepercayaan.
c. Yayasan penyelenggara pendidikan, asosiasi penerbitan
d. Gerakanperlindungan konsumen, seperti perlindungan perempuan, perlindungan
etnis minoritas, perlindungan kaum cacat, korban diskriminasi.
CIRI-CIRI MASYARAKAT MADANI / CIVIL SOCIETY :

1. Lahir secara mandiri, dibentuk oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan negara.
2. Keanggotaan bersifat sukarela, atas kesadaran masing-masing anggota.
3. Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya) tidak bergantung bantuan pemerintah.
4. Bebas dan mandiri dari kekuasaan negara sehingga berani mengontrol kebijakan
negara.
5. Tunduk pada hukum yang berlaku atau norma yang disepakati bersama.
Arti Keadaban : ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin; kebaikan budi pekerti (budi bahasa dsb):
melanggar ~ manusia

CIRI-CIRI MASYARAKAT MADANI

Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama
kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang
identik dengan negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai
organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum
yang dipatuhi masyarakat.
Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya
adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan
masyarakat madani di Indonesia, maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk
menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis
argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan,
menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab,
memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi mass media secara kritis dan objektif,
berani tampil dan kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi,
memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan mau silih asah-asih-asuh antara sejawat,
memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa mendatang dan
sebagainya.
Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :

1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan
kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan
kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta
kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan
demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar
demokrasi yang meliputi : (1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap
sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan
rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki
kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan
hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan civil
society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut :

1. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan


2. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji
atau di PHK secara sepihak dan lain-lain)
3. Sebagai kontrol terhadap negara
4. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group)
5. Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di
satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi
warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di
antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun
Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya.

c. Rangkuman Materi 2

1. Mayarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab
dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.
2. Masyarakat madani akan terwujud apabila suatu masyarakat telah menerapkan prinsip-
prinsip demokrasi dengan baik.
3. Karakteristik masyarakat madani adalah :

(1) Free public sphere (ruang publik yang bebas)


(2) Demokratisasi
(3) Toleransi
(4) Pluralisme
(5) Keadilan sosial (social justice)
(6) Partisipasi sosial
(7) Supremasi hukum

MASYARAKAT MADANI

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering
diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata
civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan
Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary
activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997),
ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui


kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam


masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-
program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-


organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan
pemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui


keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai


ragam perspektif.

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah
masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-
program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat
yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair
yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji,
masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka
ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya
democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil
responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat
masyarakat madani sbb:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif
bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan
dan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya
akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga


swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan
publik dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai
perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,


hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang


memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan
terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat
madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham
militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada
beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat
DuBois dan Milley, 1992). Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring
masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:

1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan
yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam
faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip
nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.

2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan
sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka
dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya
berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena,
seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan,
pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.”

Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras
tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa
suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi
ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu,
diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras
terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok
tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial
memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.

3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata
atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok
orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi
orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada
dalam masyarakat.

Sementara itu komunalisme adalah perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompoknya
sendiri dan memandang kelompok lain sebagai lawan yang harus diwaspadai dan kalau perlu
dibinasakan.

AGENDA JALAN KETIGA

Bagaimana mewujudkan masyarakat madani yang berkeadilan. Agenda Jalan Ketiga dapat dijadikan
pedoman oleh para community workers dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya di
masyarakat. Dalam garis besar agenda itu mencakup dua hal, yaitu: Politik Jalan Ketiga dan Program
Jalan Ketiga (Giddens, 2000: 76-80):

Politik Jalan Ketiga:

 Persamaan
 Perlindungan atas mereka yang lemah.
 Kebebasan sebagai otonomi.
 Tak ada hak tanpa tanggungjawab.
 Tak ada otoritas tanpa demokrasi.
 Pluralisme kosmopolitan.
 Konservatisme filosofis.
 Program Jalan Ketiga:
 Negara demokratis baru (negara tanpa musuh).
 Masyarakat madani yang aktif.
 Keluarga demokratis.
 Ekonomi campuran baru.
 Kesamaan sebagai inklusi.
 Kesejahteraan positif.
 Negara berinvestasi sosial (social investemnt state).
 Bangsa kosmopolitan.
 Demokrasi kosmopolitan
 Startegi untuk menjalankan Agenda Jalan Ketiga meliputi empat hal (lihat Blakeley dan
Suggate, 1997):

1. Membangun masyarakat dalam membantu pencapaian tujuan-tujuan pemerintah. Peningkatan


investasi-investasi sosial dan pendistribusian pelayanan-pelayanan sosial dasar yang lebih luas
dan adil.

2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Strategi ini meliputi


desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan program-program pengembangan
masyarakat yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merealisasikan
kepentingan-kepentingannya.

3. Peningkatan masyarakat dan perlindungan hak azasi manusia, kebebasan berorganisasi dan
menyatakan pendapat, penetapan struktur-struktur hukum bagi lembaga-lembaga swadaya
masyarakat.

4. Peningkatan partisipasi masyarakat. Strategi ini ditujukan untuk memberikan kesempatan pada
masyarakat agar dapat memberikan masukan bagi perumusan kebijakan dan praktek-praktek
pemerintahan yang menjamin konsultasi dan pengakuan hakiki terhadap fungsi-fungsi organisasi-
organisasi lokal.

Sejatinya, agenda utama bagi para community workers dalam mewujudkan masyarakat yang
berkeadilan adalah mengetahui visi dan makna yang sesungguhnya dari community workers dan
masyarakat madani. Seperti kata adagium: visi tanpa aksi adalah mimpi, sedangkan aksi tanpa visi
adalah kegiatan sehar-hari.
CATATAN

1. Makalah disajikan pada Orasi Ilmiah dalam Pembentukan HIMA Jurusan Pengembangan Sosial
Masyarakat (PSM) STKS Bandung, Senin 21 Oktober 2002.

2. Penulis, yang lahir di Jatiwangi, Majalengka tanggal 6 Nopember 1965, adalah staf pengajar
STKS dan UNPAS Bandung. Setelah menamatkan Sarjana Pekerjaan Sosial di STKS Bandung
tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Asian Institute of Technology (AIT) Bangkok dan
memperoleh MSc pada tahun 1994. Pada tahun 2002 belum lama ini, penulis baru saja kembali
dari New Zealand setelah memperoleh PhD dari Massey University. Area of interest-nya antara
lain: Poverty, The Urban Informal Sector, Community Development, Social Work Research,
Social Planning dan Social Policy.

 Penggunaan istilah masyarakat madini ,Konsepsi Masyarakat Madani sebagian besar


scholars di Indonesia sepakat bila digunakan sebagai padanan yang tepat untuk Civil
societyistilah civil society. diterjemahkan dalam istilah lain seperti masyarakat sipil,
masyarakat Istilah masyarakat madanikewarganegaraan, dan masyarakat beradab.
merupakan padana dari istilah civil society sehingga eksplorasi konsep ini relevan dengan
substansi istilah Konsep masyarakatterakhir. madani yang disorot berdasarkan substansi
dan indikator-indikatornya sehingga konteks pembentukannya dari sisi politik
 Kekuatan3. wacana masyarakat madani terletak pada sisi substansinya,yaitu sebagai
rival yang tepat ketika negara Dimengembangkan korporatismenya. negara dengan tingkat
intervensi struktur yang tinggi dan masuk ke segala bidang kehidupan rakyat,wacana ini akan
mendapat respon yang Realitas yang terjadi pada negaracukup kuat. berkembang
menunjukkan bahwa negara adalah struktur yang dominan, entitas yang dibenarkan mengatur
masyarakat sesuai visi dan keabsahannya.
 4. Substansi Konsep MasyarakatMadani (Civil Society) Menurut ParaAhli
 5. M Dawam Rahardjo Substansi : Ruang partisipasi masyarakat, dalam perkumpulan-
perkumpulan sukarela, media massa, perkumpulan profesi, Indikator :1. Kekuasaan
berupaserikat buruh tani, keagamaan rasionalitas yang menuntun masyarakat ke arah
kebaikan umum.2. Potensi untuk mengatur diri secara rasional dan bebas.3. Terdiri dari
organisasi-organisasi yang melayani kepentingan umum.4. Masyarakat madani mengandung
agama, peradaban, perkotaan.
 6. Franz Magnis Suseno Substansi : Wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi
dan bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan, Indikator :1. Keberadaannya didekati secara
factual bukankeswadayaan. normatif.2. Terorganisasi, sukarela, swasembada, swadaya, dan
mandiri.3. Terikat dengan norma-norma ysng diikuti warganya.4. Harus bebas secara
internal.5. Masyarakat diatur oleh pihak-pihak yang dapat menjamin kebebasan
masyarakat.6. Kehidupan bersama harus didukung oleh suatu
 7. Nurcholis Madjid Substansi : Perkataan madinah menujuk kepada semangat dan
pengertian civil society, yang berarti masyarakat sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk
negara Indikator :1.yang baik. Adanya kedaulatan rakyat.2. Berpartisipasi dan mengambil
bagian dalam proses- proses menentukan kehidupan bersama.3. Terbuka, lapang dada,
pengertian, dan senantiasa memberi maaf.
 8. Riswandha Imawan Substansi : Masyarakat madani merupakan konsep tentang
keberadaan satu masyarakat yang dalam batas-batas tertentu mampu memajukan dirinya
melalui penciptaan aktivitas mandiri Indikator :1. Kesejajaran hubungan antara warga
Negara dan Negara yang saling menghormati.2. Membangun hubungan yang bersifat
konsultatif antara warga Negara dan Negara.3. Bersikap sebagai citizen yang memiliki hak
dan kebebasan.4. Memperlakukan semua warga Negara sebagai pemegang hak dan
kebebasanyang sama.
 9. Indikator untuk mengidentifikasi ada tidaknya perkembangan madani dibagi 5, yaitu :1.
Sifat Partisipatif Tidak akan menyerahkan seluruh nasibnya pada negara, tetapi menyadari
bahwa yang menentukan masa depan mereka berasal dari diri sendiri; kekuatan masyarakat
yang harus mewarnai; bisa terlihat dalam setiap proses politik di berbagai bidang yang akan
dikeluarkan negara. Gambar masyarakat madani yang ikut mewarnai dan memengaruhi
sistem politik, yaitu hasil pemilu.
 10. 2. Otonom Memiliki karakter mandiri; tidak tergantung dan menunggu bantuan negara;
terbiasa dengan inisiatifnya mampu berinovasi, sekaligus independen secara politik dan
ekonomi; relatif mandiri dengan mengembangkan aktivitasnya, dengan menghasilkan dan
membiayai sendiri. Gambar masyarakat madani yang mandiri dan bisa membiayai sendiri
keperluannya.
 11. 3. Tidak Bebas Nilai Memiliki keterikatan terhadap nilai-nilai hasil kesepakatan
demokratis; tidak terlepas dari nilai yang memagari agar manifestasi kreativitas dan inovasi
tidak merugikan komponen masyarakat lain serta berimplikasi positif; nilai yang dianut
bersumber dari agama dan tradisi yang kondusif. Gambar tradisi yang menjadi sumber dari
nilai-nilai yang dianut.
 12. 4. Merupakan bagian dari sistem dengan struktur non-dominatif (plural) Merupakan
bagian dari suatu negara sehingga juga mengakui keberadaan Negara dan unsur- unsur
masyarakat lainnya dengan syarat kekuatan dan keberadaan mereka tidak mengembangkan
interaksi dominatif, seperti memegang prinsip kompetisi, non-privilege, dan tidak memaksa,
atau mengakui pluralisme sebagai satu dinamika yang dimaknai dan ditangani secara tepat.
 13. 5. Termanifestasi Dalam Organisasi Prinsip-prinsip organisasi yang dipegang sebagai
perwujudan identitasnya secara material artinya, masyarakat madani bukan merupakan
individu- individu yang partisipatif dan otonom saja, tetapi terdiri dari sekumpulan individu
yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi yang mampu menjamin anggotanya untuk mampu
mengekspresikan diri, mengembangkan minat, saling menukar informasi, memediasi
perbedaan, dan menciptakan pola hubungan yang stabil; tertata dalam organisasi modern
yang mengembangkan nilai-nilainya sendiri secara konsisten.
 14. 2. Karakteristik Masyarakat MadaniN Indikator Uraian/Keterangano1. Free Public
Sphere Adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
Menurut Ardent dan Habermas, ruang publik secara teoritis diartikan sebagai wilayah dimana
masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan public.
Warga negara berhak menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan
informasi kepada publik.
 15. 2. Demokratis Memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya,
termasuk berinteraksi dengan lingkungannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku
santun dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan
suku, ras, dan agama; salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani; mencakup
berbagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan
sebagainya.
 16. 3. Toleran Toleran adalah suatu sikap yang dikembangkan untuk menunjukan sikap
saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban
melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang
“enak”, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau “manfaat” dari pelaksanaan
ajaran yang benar.
 17. 4. Pluralisme Pluralisme harus dipahami dengan menciptakan sebuah tatanan
kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-
hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan
masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan pluralisme itu bernilai positif merupakan rahmat Tuhan. Menurut Nurcholis
Madjid, konsep pluralisme adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan- ikatan keadaban
(genuine engagement of diversities within the bonds of civility).
 18. 5. Keadilan social (Social Keadilan menyebutkan Justice) keseimbangan dan
pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang
mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan pada suatu kelompok masyarakat.
 19. Gambar masyarakat madani yang bebas berpendapat dan harus ada sikap toleran dalam
menanggapi pendapat dalam kelompok masyarakat.Gambar keberagamanmasyarakat
madani(plural). Kita harusmenghargai danmenghormatikeberagaman.
 20. 3. Menuju Masyarakat Madani Sistem politik suatu negara senantiasa berhubungan
dengan ruang publik yang berkaitan dengan kebanyakan orang atau rakyat yang mengatur
proses serta mekanisme. Untuk itu dibentuk lembaga- lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Di luar negara, terdapat sekelompok masyarakat yang disebut sebagai civil society
yang terbentuk dari kelompok-kelompok kecil di luar lembaga negara dan lembaga lain yang
berorientasi kekuasaan. Bentuk nyata masyarakat madani secara sederhana dapat kita lihat
dengan berkembangnya budaya gotong-royong untuk terlibat secara partisipatif di berbagai
daerah di Indonesia. Masing-masing masyarakat di Indonesia dengan keberagamaan etnik,
bahasa, agama, dan adat istiadat telah memiliki mekanisme dan pengaturan sosial yang
berbeda-beda. Seluruh aktivitas tersebut dilakukan secara mandiri dan mendorong partisipasi
dalam kebersamaan.
 21. Sistem Politik DemokrasiMemiliki Kemampuan untuk Secara umum telah memenuhi
kebutuhan memiliki kemampuan pokok sendiri (mampu Demokratisasi ekonomi, sistem
politik,mengatasi ketergantungan) sosial-budaya dan agar tidak menimbulkan pertahanan
keamanan yang kerawanan terutama di dinamis, tangguh serta bidang ekonomi. berwawasan
global. Masyarakat Madani Kualitas sumber daya Semakin mantap (Civil Society)
mengendalikan sumber- manusia yang terancam sumber pembiayaan dalam antara lain dari
negeri (berbasis kerakyatan)kemampuan tenaga-tenaga yang berarti ketergantungan
professional untuk sumber-sumber pembangunan memenuhi kebutuhan dari luar negeri
semakin kecil pembangunan serta ilmu atau tidak ada sama sekali.pengetahuan dan teknologi.

A. Pengertian Masyarakat Madani ( Civic Society )


Civic society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan masyarakat
sipil atau masyarakat madani. Kata madani berasal dari kata Madinah, yaitu sebuah kota
tempat hijrah Nabi Muhammad SAW. Madinah berasal dari kata “madaniyah” yang berarti
peradaban. Oleh karena itu masyarakat madani berarti masyarakat yang beradap.
Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society) yang
mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses penyemaian demokrasi,
hubungan keduanya ibarat ikan dengan air, bab ini membahas tentang masyarakat madani
yang umumnya dikenal dengna istilah masyarakat sipil (civil society), pengertiannya, ciri-
cirinya, sejaraha pemikiran, karakter dan wacana masyarakat sipil di Barat dan di Indonesia
serta unsur-unsur di dalamnya

Di bawah ini adalah beberapa definisi masyarakat madani :


1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang
menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi
yang beradab, iman dan ilmu.
2. Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang
berada di luar pengaaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling
akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk
lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.
3. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada
masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai
masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain :
egaliteran(kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
4. Menurut Ernest Gellner, Civil Society (CS) atau Masyarakat Madani (MM)merujuk pada
mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat
untuk dapat mengimbangi Negara.
5. Menurut Cohen dan Arato, CS atau MM adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara
wilayah ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-
kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi,
menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good).
6. Menurut Muhammad AS Hikam, CS atau MM adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial
yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan
(self-generating), keswadayaan (self-supporing),dan kemandirian yang tinggi berhadapan
dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh
warganya.
7. Menurut M. Ryaas Rasyid, CS atau MM adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri
yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok sosial
yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan
dengan negara.
8. Menurut kelompok kami, CS atau MM adalah suatu konsep sosial kemasyarakatan yang
mandiri dan independent dimana elemen-elemen pendukungnya memiliki kemampuan
(capability) untuk merumuskan dan berperan aktif dalam menjalankan suatu tujuan bersama
diluar konteks pemerintahan dan kenegaraan yang baku.

B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani


Ciri-ciri masyarakat madani berdasarkan definisi di atas antara lain :
a. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.
b. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
c. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ).
d. Free public sphere (ruang publik yang bebas)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
mempublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada
publik.
e. Demokratisasi
Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional
masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini
hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani. Demokratisasi dapat
terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2) Pers yang bebas
3) Supremasi hokum
4) Perguruan Tinggi
5) Partai politik
f. Toleransi
Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap
sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat
madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas
yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
g. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
h. Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak
dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
i. Partisipasi sosial
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi
terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia
iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
j. Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran
di atas hukum.

Prof. Dr. M. A.S. Hikan menjelaskan ciri-ciri pokok masyarakat madani di Indonesia
antara lain :
a. Kesukarelaan
b. Keswasembadaan
c. Kemandirian yang tinggi terhadap negara.
d. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama.

C. Contoh Kasus- Kasus yang terdapat pada masyarakat madani :

1. Reformasi, Sebuah Kata Kunci

Pemilihan Umum (pemilu) yang


dilangsungkan tanggal 7 Juni 1999 lalu
adalah tonggak penting dalam upaya
Bangsa Indonesia melepaskan diri dari
belenggu otoritarian dan menumbuhkan
masyarakat madani yang demokratis.
Peristiwa ini merupakan perwujudan dari
semangat Reformasi !!! yang dipekikkan
mahasiswa Indonesia di awal dan
pertengahan tahun 1998.
Kata Reformasi menjadi kata kunci
terhadap proses perubahan yang terjadi pada sebuah kondisi yang stagnan, cenderung negatif
dan memiliki pola yang menunjukkan gabungan antara keinginan dan kondisi yang dialami.
Reformasi akan menjadi sebuah alternatif yang sangat penting terhadap proses perbaikan
melalui sebuah perubahan, yang terjadi secara perlahan-lahan ataupun cepat dan tak
terbendung, secara evolusi ataupun revolusi, namun kecenderungan reformasi identik dengan
perubahan yang cepat namun tepat dan terukur.
Untuk menentukan sebuah tujuan reformasi tentunya memerlukan sebuah rencana dan
langkah-langkah yang strategis dan memiliki dampak terhadap perubahan yang diharapkan,
bila reformasi itu dilakukan pada tataran sosial tentunya dampak sosial juga diharapkan akan
terjadi dan berkesinambungan dengan dampak terhadap kondisi politik, budaya dan ekonomi
secara umum. Reformasi bukan merupakan gerakan chaos yang liar tak terkendali dan tanpa
rencana serta tidak memberikan dampak positif terhadap kondisi masa kini, justru sebaliknya
merupakan sebuah gerakan yang terencana, sistematis dan terukur serta memiliki parameter
yang jelas terhadap perubahan yang akan dilakukan dan ukuran yang jelas terhadap dampak
yang ditimbulkannya.
Demikian awal diskusi ini tentang sebuah kata yang banyak disebut orang yaitu
REFORMASI.
2. Masyarakat Madani dan Lingkungan Hidup dalam contoh kasus Illegal Logging
Masyarakat Madani merupakan cita-cita bersama Bangsa dan Negara yang sadar akan
pentingnya suatu keterikatan antar komponen pendukungnya dalam terciptanya Bangsa dan
Negara yang maju dan mandiri. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, masyarakat madani
sejatinya sadar dan peduli terhadap lingkungan hidup sebagai tonggak pembangunan yang
berkelanjutan (yang berwawasan lingkungan) yang menyejahterakan kehidupan
antargenerasi, disamping upaya pengentasan kemiskinan, peningkatan daya saing, dan
kesiapan menghadapi kecenderungan globalisasi.
Dalam contoh kasus yang kami angkat adalah mengenai kasus illegal logging di
Indonesia yang semakin marak dieksploitasi oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan
dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebenarnya kasus illegal logging bukan kasus baru
dalam sejarah kelam rusaknya lingkungan di negeri ini. Awal mula terjadinya kasus illegal
logging adalah ketika pada masa penjajahan kolonial dimana kayu dijadikan komoditas
penting dalam mencukupi segala kebutuhan pihak-pihak tertentu yang terkait pada masa itu
untuk menjadikan kayu sebagai salah satu produk pemenuh kebutuhan yang berharga.
Melihat kondisi tersebut, beberapa kalangan yang belum mempunyai kesadaran lingkungan
yang tinggi kemudian mulai memanfaatkan keadaan atas kebutuhan akan tersedianya kayu
untuk kepentingan pribadi maupun kelompok dengan cara-cara melakukan penebangan yang
tidak terkendali dan tidak sesuai standar baku, diluar kemampuan sumberdaya hutan tersebut
untuk tumbuh dan berkembang kembali. Inilah yang menjadi awal terjadinya kasus illegal
logging di Indonesia.
Melihat semakin menipisnya pasokan sumberdaya hutan tersebut, membuat para ahli
dan pejabat pemerintahan pada masa itu menetapkan regulasi-regulasi yang mengatur
pemafaatan, pengelolaan, distribusi dan pelestarian sumberdaya hutan khususnya kayu di
Indonesia demi menjaga agar pasokan kayu tetap terkontrol dan dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka akan sumberdaya hutan tersebut. Dengan diterapkanya sistem regulasi
yang ketat pada masa tersebut, mengakibatkan jumlah penebangan hutan untuk diambil
commodities kayunya semakin terkontrol dan kasus illegal logging cenderung menurun
meskipun tetap terjadi kasus penebangan liar skala dalam kecil.
Tetapi selepas masa penjajahan tersebut, pemanfaatan sumberdaya kayu hutan di
Indonesia mulai berngsur-angsur naik kembali akibat tidak diterapkannya lagi regulasi-
regulasi yang bersifat ketat warisan masa penjajahan tersebut, demi memenuhi kebutuhan
dalam dan luar negeri serta permintaan akan kayu hutan dan produk-produk turunan. Hal
tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya menaikan devisa negara yang baru saja
merdeka tersebut. Tetapi meskipun demikian, pemerintah pada masa itu (hingga saat ini)
masih berupaya membuat dan menerapkan peraturan-peraturan pengganti yang sifatnya
dirasakan oleh beberapa kalangan baik masyarakat, akademisi, para ahli dan pengamat
kebijakan tidak tegas dan tidak mampu memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan
lingkungan tersebut. Dan pada akhirnya kasus yang sama kembali menimpa Bangsa ini.
Permintaan akan kebutuhan kayu yang besar menimbulkan keinginan beberapa pihak
memanfaatkan dan menggunakan cara-cara illegal yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku dalam usaha mendapatkan keuntungan-keuntungan semata dan melupakan dampak
ekologis yang terjadi akibat penebangan dan pemanfaatan hasil hutan khususnya kayu yang
tidak terkendali dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Dari gambaran dan contoh kasus yang telah dipaparkan, terlihat betapa lemahnya
mekanisme peraturan serta kesadaran semua pihak akan isu lingkungan hidup khususnya
mengenai illegal logging di Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi seringkali bagaikan
lingkaran setan yang saling berputar-putar dalam konteks keterkaitan yang saling
berhubungan. Di satu sisi pemerintah sebagai pengambil kebijakan menginginkan
terciptanya suatu kondisi lingkungan hutan yang lestari (sustainable forest), tetapi di lain sisi
pemerintah harus memenuhi permintaan akan ketersediaan kayu dalam usaha menaikan
pendapatan negara. Dan hal ini makin menjadi dilema ketika pemerintah kesulitan dalam
mengawasi dan menerapkan peraturan dan perundang-undangan yang tegas dalam rangka
menciptakan suatu management hutan lestari (sustainable forest management) pada pihak-
pihak yang terkait khususnya bagi para pelaku illegal logging. Dan diluar komponen
pemerintahan pun kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan pun juga masih rendah,
yang memperparah kondisi bangsa ini.
Dalam hal inilah peran Masyarakat Madani sangat dibutuhkan. Kita menyadari bahwa
Masyarakat Madani identik dengan masyarakat yang sadar dan peduli akan suatu hal yang
berkaitan dengan kepentingan bersama dan dalam cakupan antargenerasi, yang dalam hal ini
difokuskan mengenai lingkungan hidup. Maka untuk itu, masyarakat yang mulai sadar akan
pentingnya arti kelestarian lingkungan diharapkan mampu menjadi salah satu faktor
penggerak dan turut berpartisipasi mewujudkan transformasi bangsa menuju masyarakat yang
kita dambakan tersebut. Dan kita bisa melihat usaha-usaha menuju ke arah tersebut semakin
terbuka lebar. Tapi itu semua harus dilandasi juga dengan kesadaran semua komponen
bangsa, beberapa diantaranya adalah komitmen dalam menaati peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan tanpa pandang bulu, turut berperan aktif dalam mengkritisi kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah yang dirasa perlu untuk dikritisi tanpa ada suatu niatan buruk, serta selalu
mendorong berbagai pihak untuk turut berperan serta dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan demi masa depan kita semua.

Penutup
Sesungguhnya kehadiran Masyarakat Madani sebagai sebuah kenyataan, sebenarnya
telah menandai meledaknya semacam “revolusi intelektual” , yaitu meningkatnya kesadaran
warga negara dalam menjalankan hak dan kewajiban secara independen. Dan sebenarnya
model masyarakat dengan otononi yang relatif kuat itulah yang dapat mejamin
berkembangnya demokrasi, walaupun Masyarakat Madani tersebut bukanlah suatu syarat
mutlak untuk membangun demokrasi. Dengan kata lain, “ Masyarakat Madani Ada Tanpa
Negara,Negara Anarkis Tanpa Masyarakat Madani, Otoriter atau Totaliter…”
Masyarakat Madani di Indonesia : Paradigma dan Praktik
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh
kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam
perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan
HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat
Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai
komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di
Indonesia.Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana
seharusnya bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
Pertama, pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa
sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam
masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Kedua, pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang
menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada
pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis
lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua
pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda
dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan
penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat
madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya
untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan
gabungan strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas
menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara
politik dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator
dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi
global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses
pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
2. Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak
mencampuri atau mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif
merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara
secara keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang
dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip
pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
E. Gerakan Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani (Civil Society)
Keberadaan masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial, gerakan sosial dapat
dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga
ranah, yaitu negara (state), perusahaan atau pasar, dan masyarakat sipil. Berdasarkan
pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada diranah negara dan gerakan
ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga oleh Sidney Tarrow yang melihat political parties
berkaitan dengan gerakan politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan
politik oleh partai politik melalui pemilu., gerakan ekonomi berkaitan dengan lobby dimana
terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan publik tanpa harus menduduki jabatan politik
tersebut.
Berdasarkan pemetaan diatas, secara empiris ketigaya dapat saling bersinergi, pada
ranah negara dapat menjadi beberapa gerakan politik yang dilakukan oleh parpol dalam
pemilu yang mengusung masalah yang juga didukung oleh gerakan sosial. Sebagai contoh
gerakan sosial oleh masyarakat sipil seperti mereka yang pro atau anti Rancangan Undang-
undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) mempunyai kaitan dengan kelompok atau
parpol di ranah politik maupun kelompok bisnis pada sisi yang lain.
F. Organisasi Non Pemerintah dalam Ranah Masyarakat Madani (Civil Society)
Istilah Organisasi Non Pemerintah adalah terjemahan NGO (Non-Governmental
Organization). Yang telah lama dikenal dalam pergaulan internasional, istilah ini merujuk
pada organisasi non negera yang mempunyai kaitan dengan organisasi non pemerintah, istilah
ini perlahan-lahan menyebar dan dipakai oleh komunitas internasional.
Dalam arti umum, pengertian organisasi non pemerintah mencakup semua organisasi
masyarakat yang berada diluar struktur dan jalur formal pemerintah, dan tidak dibentuk oleh
atau merupakan bagian dari birokrasi pemerintah, karena cakupan pengertiannya yang luas,
penggunaan istilah organisasi non pemerintah sering membingungkan dan juga bisa
mengaburkan pengertian organisasi atau kelompok masyarakat yang semata-mata bergerak
dalam rangka pembangunan sosial-ekonomi masyarakat tingkat bawah, istilah organisasi non
pemerintah bagi mereka yang tidak setuju memakai istilah ini berpotensi memunculkan
pengertian tidak menguntungkan. Pemerintah khususnya menolak menggunakan istilah itu
dengan alasan makna organisasi non pemerintah terkesan “ memperhadapkan “ serta seolah-
olah “ oposan pemerintah, pengertian organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya yang
bersifat non pemerintah, di dalamnya bisa termasuk serikat kerja, kaum buruh, himpunan
para petani atau nelayan, rumah tangga, rukun warga, yayasan sosial, lembaga keagamaan,
klub olahraga, perkumpulan mahasiswa, organisasi profesi, partai politik, atau pun asosiasi
bisnis swasta.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang menjamin kesimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat,
inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah
yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
2) Perwujudan masyarakat madani ditandai dengan karakteristik masyarakat madani,
diantaranya wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan
sosial.
3) Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi
nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan dan penyadaran politik.
4) Masyarakat sipil mengejewantah dalam berbagai wadah sosial politik di masyarakat, seperti
organisasi keagamaan, organisasi profesi, organisasi komunitas, media dan lembaga
pendidikan.
B. SARAN
Demikianlah pembahasan tentang masyarakat madani yang dapat kami paparkan,
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya, semoga para pembaca,
pendengar dan guru pembimbing dapat memberikan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun, demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

Organisasi-organisasi yang terbentuk pasca-soeharto


Pada pemerintahan pasca orde baru memberikan otoritas kepada berbagai organisasi
masyarakat dengan mengambil sikap untuk memberikan otonomi dan independensi pada
organisasi masyarakat tersebut. Berbagai organisasi masyarakat tersebut, seperti ICW (
Indonesia Corruption Watch ) yang bergerak dibidang pemberantasan korupsi, ada juga FBR
( Forum Betawi Rempug)sebagai suatu organisasi masyarakat yang memperjuangkan hak-
hak orang betawi yang merasa tertindas selama ini. Selanjutnya FPI ( Front Pembela Islam ),
KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) sebuah komisi yang
kekerja memantau persoalan tentang HAM (Hak Asasi Manusia),KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) yang bergerak dalam memantau penyiaran di Indonesia.

b. Pengaruh dari beragam organisasi terhadap kehidupan masyarakat maupun hubungan


masyarakat dengan pemerintah
Dengan adanya organisasi-organisasi tersebut tentunya memberi pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat atau hubungan masyarakat misalnya keberadaan organisasi
masyarakat sepeti ICW ( Indonesia Corruptiotn Watch ) memberi pengaruh yang positif
dengan membantu pemerintah dalam menindak kasus korupsi serta pelakunya. Misalnya juga
keberadaan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang juga membantu dalam memantau siaran
yang sehat ditonton oleh masyarakat atau tidak. Namun terdapat pula organisasi masyarakat
yang justru merugikan kehidupan masyarakat ataupun hubungan masyarakat dengan
pemerintah seperti FBR ( Forum Betawi Rempug) dan FPI ( Front Pembela Islam ) yang
sering berperilaku anarkis dalam setiap aksinya. Dampak dari tindakan yang dilakukan FPI
dan FBR tersebut tentunya berimbas pada hubungan masyarakat dengan pemerintah yang
kurang baik karena tindakan anarkis. Kemudian dengan adanya organisasi-organisasi
masyarakat ini disamping mereka menyalurkan aspirasi mereka dengan tindakan-tindakan
mereka yang beberapa tidak dapat diterima masyarakat, namun ada juga organisasi
masyarakat yang justru membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahannya,
semisal ICW dan organisasi masyarakat tersebut juga sebagai pengawas atau mengevaluasi
jalannya pemerintahan.
BAB I
PERMASALAHAN

Fokus permasalahan dalam makalah ini antara lain yang pertama, mengenai dua
organisasi masyarakat yang muncul (ICW dan KPI) dari pemerintahan pasca Soeharto yang
mana dari kedua organisasi tersebut dikategorikan sebagai civil society dan yang bukan civil
society. Kemudian yang kedua mengenai pengaruh dua organisasi tersebut terhadap integrasi
sosial dan nasional, termasuk tipe integrasi yang terbentuk (normatif, fungsional, koersif)
Hipotesis (Jawaban Sementara): Berdasarkan uraian pokok masalah yang dipaparkan
diatas maka penulis mempunyai jawaban sementara (hipotesis) atas permasalahan tersebut
yaitu yang pertama ICW merupakan civil society sedangkan KPI bukan merupakan civil
society. Kemudian kinerja KPI dan ICW berpengaruh terhadap integrasi sosial maupun
nasional karena kinerja kedua organisasi tersebut sama-sama memberikan dampak yang
positif bagi kehidupan masyarakat dan nantinya juga akan berpengaruh dalam hubungan
masyarakat sehingga baik integrasi sosial dan integrasi nasional akan mudah dicapai.
Kemudian pengaruh dari kinerja ICW dan KPI juga akan sama-sama membentuk integrasi
normatif, fungsional, dan koersif.
BAB II
KERANGKA TEORI

a. Defenisi Civil Society, Ciri-ciri civil society, Integrasi sosial, Integrasi nasional, tiga tipe
Integrasi
- Definisi civil society
Civil Society menurut Muhammad Hikam dalam bukunya yang berjudul Demokrasi
dan Civil Society menguraikan bahwa civil society didefinisikan sebagai wilayah-wilayah
kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi
berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang
diikuti oleh warganya. Dari pengertian ini, maka civil society itu sendiri berwujud dalam
berbagai organisasi maupun asosiasi yang dibuat oleh masyarakat tanpa adanya campur
tangan negara seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial dan keagamaan,
paguyuban, dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
Ciri-Ciri Civil Society
Adapun Ciri-ciri utama civil society, menurut AS Hikam, ada tiga, yaitu: (1) adanya
kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam
masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara, ciri-ciri ini berkaitan dengan
idependensi yang harus dimiliki oleh civil society, (2) adanya ruang publik bebas sebagai
wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis
(praktik-praktik) yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan (3) adanya kemampuan
membatasi kuasa negara agar ia (civil society) tidak intervensionis, yang dimaksud ciri ini
adalah tidak adanya campur tangan langsung oleh pemerintah melalui kemampuan
membatasi kuasa negara yang dimiliki oleh civil society.
- Integrasi sosial dan Integrasi nasional
Menunjuk suatu proses dimana unsur-unsur dalam suatu masyarakat( kelompok sosial,
satuan daerah, institusi sosial ) saling berhubungan secara intensif dan harmonis dan juga
merujuk pada kondisi dimana masyarakat Indonesia secara riil berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari baik hubungan yang harmonis maupun hubungan yang penuh dengan konflik
sedangkan, Integrasi nasional, mengacu pada proses menyatunya unsur-unsur dalam
masyarakat secara formal kedalam suatu nation state( negara bangsa ). Jadi integrasi sosial
lebih bersifat sosiologis, sementara integrasi nasional bersifat politis.
- Tiga tipe integrasi (Normatif, Koersif, Fungsional)
Integrasi normatif
Hasil dari harapan normatif yang menkondisikan para anggota masyarakat sepakat
pada nilai-nilai dasar dan cita-cita yang sama, dan juga memiliki unsur kesamaan dengan
solidaritas mekanik Durkheim, dimana solidaritas ini menunjuk pada suatu keadaan
hubungan individu atau kelompok yang didasarkan pada nilai moral dan kepercayaan yang
dianut dan juga dipersatukan oleh kesadaran kolektif (menunjuk pada totalitas kepercayaan
dan sentimen-sentimen bersama). Contoh : Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang
mencantumkan nilai-nilai dan norma-norma luhur yang patut untuk dijadikan pedoman untuk
seluruh warga Indonesia.
Integrasi Fungsional
Intergasi ini didasarkan pada kerangka perspektif fungsional tetapi penekanannnya pada
ketergantungan fungsional pada masyarakat yang memiliki diferensiasi sosial atau tingkat
spesialisasi yang semakin tinggi. Konsep ini terkait dengan solidaritas mekanik dimana
solidaritas ini menunjukkan tingkat ketergantungan masyarakat satu dengan yang lainnya
menjadi tinggi karena disebabkan adanya diferensiasi sosial. Contoh : Pembagian kerja pada
masyarakat di kota yang berbeda-beda menyebabkan tingkat ketergantungan mereka antara
satu dan lainnya menjadi semakin tinggi.
Integrasi Koersif
Integrasi koersif muncul bukan sebagai hasil dari kesepakatan normatif maupun
ketergantungan fungsional atas unsurnya,melainkan hasil dari kekuatan yang sanggup
mengikat individu-individu atau unsur-unsur masyarakat secara paksa. Integrasi dapat terjalin
secara paksa oleh pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar dengan menggunakan lembaga-
lembaga sebagai alat yang memiliki kekuatan untuk mengikat anggota-anggota kelompok
sosial tersebut. Contoh : Aturan-aturan yang dimiliki setiap organisasi
b. Pengaruh civil society terhadap integrasi sosial dan nasional dan tiga tipe integrasi
Dalam hal integrasi, civil society melalui kinerjanya dapat membentuk hubungan yang
harmonis dalam masyarakat sehingga dapat menciptakan intergrasi sosial dan nasional.
Keberadaan civil society juga dapat membentuk integrasi normatif melalui nilai-nilai yang
ditanamkan dalam masyarakat,integrasi fungsional dimana civil society menciptakan
hubungan yang saling ketergantungan antara masyarakat dengan civil society maupun civil
society dengan masyarakat, serta integrasi koersif dimana civil society memaksakan anggota-
anggotanya melalui aturan yang dibuat oleh civil society itu sendiri. Namun beberapa civil
society yang sering bertindak anarkis juga dapat menjadi ancaman karena dapat memicu
disintegrasi.
BAB III
PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum dua Organisasi pasca pemerintahan Soeharto


- Indonesia Corruption Watch (ICW)
ICW adalah lembaga nirlaba yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki
komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan rakyat untuk
terlibat atau berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi. ICW lahir
di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca Soeharto yang demokratis, bersih dan bebas korupsi. Adapun Visi dan
Misi ICW antara lain :
Visi ICW :Menguatnya posisi tawar rakyat untuk mengontrol negara dan turut serta dalam
keputusan untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang demokratis, bebas dari korupsi,
berkeadilan ekonomi, sosial serta gender sedangkan Misi ICW adalah memberdayakan rakyat
dalam:

1. Memperjuangkan terwujudnya sistem politik, hukum, ekonomi dan birokrasi yang


bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan sosial dan jender.
2. Memperkuat partisipasi rakyat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan
publik.

ICW bersama-sama dengan rakyat membangun gerakan sosial untuk mencegah korupsi
dan menjaga keseimbangan didalam tata pemerintahan agar tidak terjadi penyelewengan
dalam sistem pemerintahan. Adapun peran-peran yang dilakukan ICW beberapa diantaranya
adalah mendorong inisiatif rakyat untuk membongkar kasus-kasus korupsi yang terjadi dan
melaporkan pelakunya kepada penegak hukum serta ke masyarakat luas untuk diadili dan
mendapatkan sanksi sosial dan memfasilitasi peningkatan kapasitas rakyat dalam
penyelidikan dan pengawasan korupsi.

Berita mengenai ICW :


Berita mengenai dugaan ICW mengenai Mark up senilai 602 milyar dalam
pembangunan gedung DPR baru. Nominal ini didapat setelah ICW melakukan penghitungan
berdasarkan peraturan menteri pekerjaan umum nomor 45/PRT/M/2007. Dalam
penghitungan itu, total kebutuhan ruang pada gedung baru mencapai 79.767 meter persegi
yang hanya mencapai 18 lantai. Sementara itu, berdasarkan penghitungan saat ini,
diperkirakan luas gedung baru 157 meter persegi dengan 36 lantai. ICW juga menghitung
harga per meter persegi hanya Rp 6.715.500. Berbeda dengan versi DPR, di mana per meter
persegi Rp 7,2 juta. Dengan angka ini, total yang seharusnya dikeluarkan untuk pengeluaran
biaya konstruksi bangunan Rp 532.675.288.500. Hal ini dinilai jauh berbeda dengan biaya
konstruksi yang ditetapkan DPR yang mencapai Rp 1,138 triliun. Angka Rp 602 miliar itu
didapat dari selisih penghitungan di atas.
Menurut Firdaus, dugaan mark up dari nilai Rp 1,138 triliun itu hanya untuk anggaran
konstruksi bangunan. Ia menduga, kemungkinan hal yang sama juga terjadi pada anggaran
fasilitas lainnya untuk gedung baru, seperti anggaran mebel untuk fasilitas kerja dan anggaran
listrik untuk gedung baru. Anggaran-anggaran tersebut selain digunakan untuk anggaran
konstruksi juga digunakan untuk melengkapi ruangan dengan berbagai funiture dan berbagai
perlengkapan lainnya. Misalnya televisi plasma yang melengkapi ruangan gedung DPR yang
baru tersebut Melihat kejanggalan dan dugaan mark up ini, ICW berencana akan memberikan
hasil penghitungannya untuk memberikan masukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum
dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Perbedaan penghitungan ini diharapkan bisa menjadi
dasar KPK untuk menelusuri kembali dugaan penyimpangan rencana pembangunan gedung
baru DPR. [1]
- KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan sebuah organisasi formal dibawah
pemerintahan yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. KPI
lahir pada tahun 2002 atas amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI
Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia antara
lain visi KPI : Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat
untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat, kemudian misi KPI
beberapa diantaranya adalah membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran yang
tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antarwilayah
Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia internasional dan mewujudkan program siaran
yang sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai dan budaya
Indonesia.
Berita mengenai KPI :
Empat tayangan televisi mendapat ancaman dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Jika mereka tidak melakukan perbaikan, tayangannya akan dihentikan sementara. Keempat
tayangan yang dianggap bermasalah adalah Bleach(Indosiar), Cerita SMA (RCTI), Detektif
Conan(Indosiar), dan Naruto (Global TV dan Indosiar). Ditambahkan, tayangan ini dinilai
melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena
mengandung unsur kekerasan, tidak sesuai norma kesopanan dan kesusilaan, tidak
melindungi kepentingan anak dan remaja, dan tidak menampilkan klasifikasi penggolongan
tayangan berdasarkan usia penonton. Seharusnya, menurut Arif, Ketua Tim Panelis Peneliti
Siaran, isi siaran harus mengandung pendidikan, informasi, dan hiburan. Di samping itu, KPI
sedang memantau dua film animasi atau kartun, yakni Tom and Jerry dan Popeye yang
dikategorikan sebagai lampu merah pengawasan. Idola Cilik yang tayang di RCTI juga
diawasi. Pasalnya, menurut Arif, tayangan Idola Cilik mempunyai jam tayang yang panjang.

[1] Berita dikutip dari kompas. ICW Duga ada Mark UP Rp 602 Miliar.
http://entertainment.kompas.com/read/2011/04/13/1426468/ICW.Duga.Ada.Mark.Up.Rp.602.Milia
r. diakses pada tanggal 18 oktober 2011 pukul 15:56 WIB
Selain itu, tayangan tersebut juga sering menampilkan ejekan terhadap presenter. Ejekan ini
jadi bahan candaan di kalangananak-anak.[2]

Organisasi dalam kategori Civil Society dan bukan Civil Society


Indonesia Corruption Watch ( ICW ) merupakan suatu organisasi yang dikategorikan
dalam civil society karena didalam organsasi ICW yang bekerjasama dengan masyarakat
telah memiliki suatu ruang publik yang bebas dimana setiap anggota masyarakat memiliki
kebebasan dalam menyampaikan setiap pendapat serta menyampaikan inspirasi dihadapan
publik. Salah satu peran ICW yang menjadikan ICW termasuk dalam kategori civil society ini
antara lain adalah mendorong inisiatif masyarakat dalam membongkar kasus-kasus korupsi
yang terjadi dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang beranggung jawab(
demokratisasi) Selain itu alasan kenapa ICW termasuk organisasi dalam kategori civil society
karena ICW ini bersifat indepeden, dimana anggota-anggonya bersifat objektif dalam
menghadapi pejabat negara ataupun kelompok kepentingan tertentu. Anggota ICW tidak
boleh membuat keputusan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial atau materi
bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Hal ini merujuk pada salah satu karakteristik civil
society yang dinyatakan oleh Muhammad Hikam bahwa yang tergolong ke dalam civil
society mempunyai kemandirian yang tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok
dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara. Selain itu, ICW dalam
kategori civil society memperlihatkan bahwa anggota-anggotanya tidak pernah melakukan
kejahatan pidana, politik, ekonomi, dan hak asasi manusia.
Integrasi, pluralisme, keadilan sosial dan supremasi hukum merupakan beberapa ciri-
ciri dari civil society dimana prinsip ICW telah mencangkup semua dari ciri-ciri tersebut,
misalnya bahwa anggota ICW tidak pernah membela atau melindungi koruptor. Setiap
anggota ICW tidak boleh menempatkan dirinya dibawah kepentingan financial atau
kewajiban lainnya dari pihak luar, baik individu maupun organisasi yang dapat
mempengaruhinya dalam menjalankan tugas-tugas dan misi ICW.
Berbeda dengan ICW, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) bukan merupakan civil
society karena berdasarkan penjelasan mengenai definisi civil society sebagai wilayah-

[2] Dikutip dari Kompas.2008. KPI tegur empat tayangan


televisi.http://nasional.kompas.com/read/2008/08/19/12313980/kpi.tegur.empat.tayangan.televisi
diakses pada tanggal 18 oktober 2011 pukul 15:21 WIB
wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), KPI
(Komisi Penyiaran Indonesia tidak mencakup kesukarelaan karena anggota-anggota KPI
merupakan orang-orang yang terpilih , berkompeten, dan berkualitas tinggi serta anggota
KPI dipilih dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian dari segi
keswasembadaan, KPI tidak terlepas dari pengaruh pemerintah dalam hal administrasi, segala
anggaran yang digunakan oleh KPI berasal dari pemerintah. Meskipun KPI merupakan
lembaga yang independen, namun lembaga ini tidak terlepas dari pengaruh administrasi yang
berasal dari pemerintah sehingga Komisi Penyiaran Indonesia bertanggung jawab dalam
sistem administrasi kepada pemerintah. Maksudnya independen adalah pemerintah tidak
boleh ikut campur dalam mengurusi kinerja KPI, sehingga kinerja KPI benar-benar murni
tanpa adanya pengaruh dari pihak-pihak lain yang berkepentingan. Selanjutnya mengenai
keswadayaan,KPI merupakan organisasi yang tidak berdiri sendiri, KPI dibentuk berdasarkan
amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002.

b. Pengaruh Dua Organisasi Terhadap Integrasi Nasional dan Sosial serta Tipe Integrasi yang
dibentuk
Dengan adanya organisasi-organisasi seperti ICW (Indonesia Corruption Watch) dan
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia tentunya memberi jalan untuk membentuk baik integrasi
sosial maupun nasional. Pasalnya, kinerja kedua organisasi ini memberikan dampak yang
sangat baik bagi kehidupan masyarakat, ICW yang mengungkap kasus korupsi sedangkan
KPI yang memantau penyiaran di Indonesia membuat masyarakat merasa aman dan mudah
berinteraksi dengan masyarakat lainnya sehingga menciptakan hubungan yang harmonis dan
integrasi sosial dan integrasi nasional dapat dibentuk dengan mudah. Kemudian keberadaan
ICW dan KPI juga membentuk beberapa integrasi antara lain integrasi normatif, dari segi
integrasi normatif, ICW menanamkan nilai-nilai kepada masyarakat bahwa tindak kejahatan
berupa korupsi haruslah diperangi dan tidak menjadikan diri sebagai koruptor sedangkan KPI
menanamkan nilai-nilai bahwa masyarakat Indonesia haruslah mendapatkan siaran yang
sehat dan layak ditonton sesuai dengan kententuan yang berlaku oleh KPI. Kemudian
integrasi yang dibentuk juga adalah integrasi fungsional dimana dari segi ICW, masyarakat
sangat tergantung terhadap keberadaan ICW dalam mengungkap kasus korupsi karena ICW
merupakan organisasi yang benar-benar murni dibentuk oleh masyarakat sedangkan
KPI,masyarakat juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap KPI dalam memantau
penyiaran di Indonesia karena diketahui sekarang banyak sekali bermunculan siaran-siaran
yang tidak layak dikonsumsi publik di masyarakat, namun baik KPI dan ICW juga memiliki
ketergantungan dengan masyarakat dalam hal dukungan demi keeksistensian KPI dan ICW di
masyarakat. Integrasi yang terbentuk terakhir adalah integrasi koersif dimana dari segi KPI
berkaitan dengan aturan-aturan yang dibuat KPI dalam hal penyiaran yang harus dipatuhi
oleh stasiun-stasiun televisi sedangkan ICW berkaitan dengan aturan-aturan yang harus
ditaati oleh anggota ICW itu sendiri seperti misalnya anggota ICW tidak boleh menempatkan
dirinya dibawah kepentingan financial

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pasca pemerintahan Soeharto bermunculan organisasi-organisasi seperi ICW (
Indonesia Corruption Watch) dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Banyak diantara
organisasi tersebut merupakan civil society dan ada juga yang merupakan civil society.
Menurut Muhammad Hikam civil society didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan
sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi
berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang
diikuti oleh warganya dan berwujud dalam berbagai organisasi maupun asosiasi yang dibuat
oleh masyarakat tanpa adanya campur tangan negara seperti lembaga swadaya masyarakat,
organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban, dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
Berdasarkan pembahasan penulis, ICW (Indonesia Corruption Watch) organisasi yang
bergerak dalam mengungkap kasus korupsi merupakan civil society karena mencakup ciri-ciri
dari sebuah civil society seperti ICW merupakan lembaga yang independen, tidak ada campur
tangan dari pemerintah dalam hal pembentukan maupun kinerja sedang KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia) meskipun merupakan lembaga independen, adanya pengaruh
administratif dari pemerintah menjadikan KPI merupakan civil society , selain itu anggota
KPI juga merupakan hasil seleksi dari pemerintah. Keberadaan KPI dan ICW tentunya
memberi pengaruh bagi integrasi sosial dan nasional, dengan dampak-dampak positif yang
diberikan oleh kedua organisasi tersebut memudahkan jalan masyarakat untuk membentuk
integrasi sosial dan nasional, kemudian tiga tipe integrasi pun dibentuk oleh dua organisasi
ini antara lain integrasi normatif melalui nilai-nilai yang ditanamkan ICW dan KPI dalam
masyarakat, integrasi koersif melalui aturan-aturan yang dibuat oleh ICW dan KPI baik yang
berlaku bagi masyarakat maupun anggota masing-masing organisasi tersebut, serta yang
terakhir adalah integrasi fungsional dimana adanya ketergantungan antara masyarakat baik
dengan ICW maupun KPI.

DAFTAR PUSTAKA

Hikam, Muhamad AS.1999. Demokrasi dan Civil Society.Jakarta:LPE3S hal 1-8.


Sujatmiko, Iwan Gardono. 2001.Wacana Civil Society di Indonesia, Masyarakat Jurnal
Sosiologi, Edisi No.9. Depok : Labsosio FISIP UI, hal.37-47
KontraS. Profil Kontras. http://www.kontras.org/index.php?hal=profile diakses pada tanggal
26 April 2011 pukul 13:22 WIB
Deny Suito (CMM). 2006. Membangun masyarakat madani. http://www.cmm.or.id/cmm-
ind_more.php?id=A2342_0_3_0_M diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul 13:50 WIB
ICW.Tentang ICW. http://www.antikorupsi.org/ diakses pada tanggal 26 April 2011 pukul
13: 30 WIB
KPI. 2007. Visi dan Misi.
http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=15&Itemid=5&lang
=id diakses pada tanggal 18 oktober 2011 pukul 14:41 WIB

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

1. Masa Orde Lama :

a. Demokrasi parlementer / liberal (RIS dan UUDS 1950), pada masa ini Indonesia
memakai sistemdemokrasi parlementer. Cara kerja:
 Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR, partai politik yang menuasai suara
mayoritas di DPR membentuk kabinet.
 Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah pimpinan
Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
 Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana
Menteri.
 Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas.
 Jika DPR atau parlemen menilai kinerja menteri kurang bauik maka parlemen
mengajukan mosi tak percaya, maka menteri harus meletakkan jabatannya.
 Jika kabinet bubar maka presiden menunjuk formatur kabinet untuk menyususn
kabinet baru.
 Jika DPR atau parlemen mengajukan mosi tak percaya pada kabinet yang baru,
maka DPR atau parlemen dibubarkan dan diadakan pemilihan umum.

Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer :

1. Usia atau masa kerja kabinet rata-rata pendek, selama kurun waktu 1950 -1959
telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet.
2.Ketidak serasian hubungan antara dalam tubuh angkatan bersenjata. Sebagian
condong ke kabinet Wilopo sebagian condong ke Presiden Soekarno.
3. Perdebatan terbuka antara Soekarno dengan tokh Masyumi yaitu Isa Anshary
tentang penggantian dasar negara yang lebih Islami apakah akan merugikan umat
agama lain atau tidak.
4. Masa kampanye jadi panjang (1953-1955), sehingga meningkatnya ketegangan di
masyarakat.
5. Kebijakan beberapa perdana menteri cenderung menguntungkan partainya.
6. Pemerintah pusat mendapat tantangan dari daerah seperti pemberontakan
Permesta dan PRRI.

Hal-hal positif yang terjadi dimasa demokrasi parlementer :

1. Badan peradilan menikmati kebebasannya dalam menjalankan fungsinya.


2. Pers bebas dan banyak kritik di surat kabar.
3. Jumlah sekolah bertambah
4. Kabinat dan ABRI berhasil mengatasi pemberntakan RMS, DI/TII
5. Sedikit ketegangan diantara umat beragama.
6. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
7. Nama baik indonesia di Internasional dan berhasil melaksanakan Konferensi Asia
Afrika di Bandung April 1955.

2. Demokrasi Terpimpin 5 Juli 1959-1966:

Mulai dijalankan sejak dekrit presiden 5 Juli 1959, dengan mamakai UUD
1945 oleh sebab itu demokrasi ini didasarkan atas Pancasila dan UUD 1945. Pada
waktu itu sesuai dengan UUD 1945 maka bentuk negara adalah
Kesatuan,pemerintahannya adalah Republik, sistem pemerintahannya adalah
Demokrasi. Dalam UUD 1945 indonesia juga adalah negara hukum.
MPR harus berfungsi sebagai lembaga tertinggi negara yang memilih dan
mengangkat presiden, oleh karena itu presiden wajib tunduk dan bertanggung jawab
kepada MPR. Presiden bersama DPR membuat UU. Presiden dibantu para menteri
dalam menjalankan kekuasaan Eksekutif dan Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya secara independen bebas dari
pengaruh lembaga lainnya.

Dari kenyataannya demokrasi terpimpin ini menyimpang dari prinsip negara


hukum dan demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyimpangai itu
antara lain :
1. Pelanggaran prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman : dimana UU No. 19 tahun
1964 menyatakan demi kepentingan revolusi, Presiden berhak mencampuri proses
peradilan. Dan hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945. Sehingga
peradilan sering dijadikan untuk menghukum lawan politik dari pemerintah.
2. Pengekangan hak di bidang politik yaitu berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat, yaitu ulasan surat kabar dibatasi atau tidak boleh menentang kebijakan
pemerintah.
3.Pelampauan batas wewenang presiden. Banyak hal yang seharusnya diatur dalam
UU namun hanya ditetapkan lewat Penetapan Presiden.
4. Pembentukan lembaga negara Ekstrakonstitusional ( diluar UUD 1945) seperti
pembentukan Front Nasional yang dimamfaatkan oleh partai komunis sebagai ajang
mempersiapkan pembentukan negara komunis indonesia.

5.Pengutamaan fungsiPresiden seperti :

 Pimpinan MPR, DPR dan lembaga lainnya di setarakan dengan menteri dan berada
di bawah Presiden.
 Pembubaran DPR tahun 1960 oleh presiden setelah menolak Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan pemerintah. Padahal dalam UUD
45 menyatakan Presiden tidak dapat membubarkan DR, bila DPR tidak menyetujui
angaran yang diajukan pemerintah maka pemerintah menggunakan anggaran tahun
lalu.
 Demokrasi tidak dipimpinhikmat kebijaksanaan, tetapi dipimpin oleh presiden selaku
panglima tertinggi ABRI.

Keberhasilan yang capai di masa Demokrasi terpimpin;

1. Berhasilmenumpas pemberontakan DI/TII yang telah berlangsung 14 tahun.


2. Berhasil menyatukan Irian Barat kepangkuan Indonesia dari phak Belanda.
3. Demokrasi Pancasila di Masa Orde Baru 11 Maret 1966 - 21 Mei 1998

Hal-hal yang terjadi di masa oerde baru adalah :

Pelaksanaan demokrasi di indonesia baik di masa Orde baru maupun


reformasi sermua menamakannya demokrasi Pancasila, sebab demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang dijiwai oleh pancasila terutama sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ber
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adail dan beradab,
persatuan indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Kehidupan politik di masa orde baru terjadi penyimpangan-penyimpangan


dari cita-cita Pancasila dan UUD 1945,antara lain :

1. Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, secara formal kekuasaan negara dibagi


ke beberapa lembaga negara seperti MPR, DPR, MA, dll), taoi dalam praktiknya
presiden dapayt mengendalikan lembaga tersebut. Anggota MPR yang diangkat
dari ABRI adalah dibawah presiden sebab presiden sebagai panglima tertinggi
ABRI. Anggota MPR dari Utusan daerah dapat dikendalikan oleh presiden karena
dipilih oleh DPRD Tk. I yang merupakan bagian dari pemerintah daerah sebagai
bawahan presiden.
2. Pembatasan hak-hak politik rakyat, Sejak tahun 1973 jumlah parpol di indonesia
hanya 3 (PPP, Golkar, PDI), pers bebas tetapi pemerintah dapat membreidel
penerbitan Pers (Tempo, Editor, Sinar Harapan,dll). Ada perlakuan diskriminatif
terhadap anak keturunan PKI. Pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik.
Pegawai negeri dan ABRI harus menmdukung Golkar (partai penguasa).
3. Pemilu yang tidak demokratis, aparat borokrasi dan militer melakukan cara-cara
untuk memenangkan Golkar. Hak parpol dan rakyat pemilih dimanipulasi untuk
kemenangan Golkar.
4.Pembentukan lembaga ektrakonstitusional, untukmelanggengkan kekuasaannya
pemerintah membentuk KOPKAMTIB (Komando Pengendalian Keamanan dan
Ketertiban), utnuk mengamankan pihak-pinak yang pootensial nejadi oposisi
pebnguasa.
5. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Akibat penggunaan kekuasaan yang terpusat
dan tak terkontrol, maka KKN meraja lela, rakyat sengsara, menjerumuskan rakyat
kepada krisis multidimensi berkepanjangan.krisis moral, kepercayaan. Dimasa orde
baru ada upaya penanaman nilai Pancasila kepada seluruh rakyat dengan cara
indoktrinisasi P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalasn Pancasila).

4. Demokrasi Pancasila di masa transisi/reformasi 22 Mei- sekarang

Mundurnya Soeharto yang digantikan BJ. Habibi yang memerintah sekitar 18


bulan. Pemuilu yang tertib dan bersih berhasil dilaksanakan tanggal 7 Juni 1999
diikuti 48 partai politik dan Gus Dur terpilih sebagai presiden dan dicopot tahun 2001
dari presiden fdan digantikan oleh Megawati.

PEMILU WUJUD BUDAYA DEMOKRASI DI INDONESIA

Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 diatur dalam UU no 12 tahun 2003


tentang pemilu sebagai wujud pelaksanaan pasal 1 ayat 2 UUD 1945, yang
dilaksanakan dengan Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Tujuan
pemilu adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilna
Daeara, DPRD. Jumlah anggota DPR ditetapkan 550 kursi, DPRD TK I sekurang-
kurangnya 35 orang dan paling banyak 100 kursi, DPRD TK. II/ Kota sekurang-
kurangnya 20 kursi dan paling banyak 45 kursi.

Landasan Pemilu Di Indoneia :

1. Idiil : Pnacasila
2. Konstitusinil : UUD 1945
3. Operasional : Tap MPR no III/MPR/1998, UU no. 31 tahun 2002 tentang Partai
politik, UU No. 12 tahun 2003 tantang Pemilihan Umum.

Pemilu adalah sarana untuk mewujudkan pelaksanaan UUD pasal 1 ayat 2


yaitu kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang. Dalam
pemilu rakyat memiliki hask pilih aktif dan pasif. Aktif adalah hak rakyat untuk dapat
memilih wakilnya da;am pemilu yang akan dudum, di DPR, sedang hak pasif adalah
hak warganegara dalam pemilu untuk dapat dipilih menjadi anggota DPR/MPR.
Sehubungan denga hak pilih dan memilih, maka hendaknya masyarakat dapat :
a. Menggunakan hak memilih dan dipilih sebaik-baiknya.
b. Menghormati badan permusyawaratan/perwakilan.
c. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan yang telah dilakukan secara
demokratis, dengan itikad baik dan tanggung jawab.

Menurut UU RI No. 22 Tahun 2003, tentang susunan dan kedudukan MPR,


DPR, DPD, dan DPRD disebutkan sebagai berikut :

1. DPR terdiri dari anggpota partai politik peserta pemilu yang dipilih melalui pemilu :
a. Anggota DPR berjumlah 550 kursi
b. Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden
c. Anggota DPR berdomisili di ibukota negara RI
2. DPD rterdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilu :
a. Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi
b. Jumlah seluruh anggota DPD tidak boleh melebihi sepertiga anggota DPR.
c. Keanggotaan DPD diresmikan oleh keputusan Presiden
d. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya dan selama bersidang
bertempat di ibukota RI
3. DPRD Provinsi terdiri dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
berdasarkan hasil pemilu :
a. Anggota DPRD Provinsi berjumlah minimal 35 kursi dan sebanyak-banyaknya
100 rang.
b. Keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan Menteri dalamNegeri atas
nama presiden
c. Anggota DPRD provinsi berdomisili di ibukota provinsi.
4. DPRDD kabupaten/Kota terdiriatas anggota partai politik peserta pemilu yang di[ilih
melalui pemilu :
a. Anggota DPRD Kabupaten/Kota berjumlah minimal 20 kursi dan sebanyak-
banyaknya 45 kursi.
b. Keanggotaanya diresmikan dengan keputusan Gubernur atas nama presiden.
c. Anggota DPRD Kabupaten/Kota berdomisili di kota kabupaten bersangkutan.

Perbedaan Pemilu Sebelum dengan sesuidah tahun 2004

No Pembeda Sebelum 2005 Setelah 2004

Memilih DPR,DPRD
1 Tujuan Memilih Provinsi dan kota
Pemilu DPR,DPRD ditambah DPD (Dewan
Perwakilan Daerah)
Provinsi dan
Kab./Kota
2 Sistem Proporsional denga stelsel Prpporsional dengan
Pemilihan daftra (pilih/coblos gambar daftar calon terbuka
partai politik) (pilih coblos gambar
partai politik dan nama
calon di bawah gambar
parpol yang dipilih.
3. Daerah Didasarkan pada 1. Didasarkan pada
pemilihan kabupaten/kotamadya jumlah pendudk yang
atau provinsi ada di wilayah tersebut
2. daerah pemilihan
untuk DPR adalah
provinsi, DPRD Provinsi
adalah
kabupaten/Kotamadya,
DPRD Kabupaten adalah
kecamatan atau
gabungan kecamatan.

4. Peserta Partai politik Partai politik dan


Pemilu perorangan /individu

5 Syarat partai Memiliki pengurus dan 1. memiliki pengurus


politik peserta sekretariat tetap di dan sekretariat di dua
pemilu setengah pada atautiga pada
kabupaten/kotamadya kabupaten/kotamadya
yang ada di provinsi yang ada diprvinsi
tersebut.
2. memiliki anggota 1000
orang atau seperseribu
pendudukdimasing-
masing
kabupaten/kotamadya
yang dibuktikan dengan
kartu tanda anggota.
6 Syarat Tidak ada 1. didukung minimal
perseorangan 1000 orang di provinsi
sebagai yang berpenduduk satu
pesertapemilu juta orang dan minimal
5000 orang di
provinsiberpenduduk
kurang lebih 15 juta
orang.
2. Dukungan tersebut
tersebar di sekurang-
kurangnya di 25 % dari
jumlah
kabupaten/kotamadya
provinsi yang
bersangkutan
Pasnitia Dipusat dilaksanakan Komusi pemilihan umum
penyelenggara oleh KPU dan (KPU) dari pusat sampai
7 daerah yang bersifat non
panitiapemilihan
indonesia partisipan, independen dan
sebagaipelaksanapemilu. tetap sampai 5 tahun.
Di daerah dilaksanakan
oleh panitia pemilihan
daerah (PPD) tk I dan II

8 Syarat calon Surat keterangan dari Harus memiliki ijazah


legislatif pengurus parpol yang SMA dan yang sederajat
menyatakan calon punya
pengalaman setaraf
dengan SMA

9 Pelibatan Tidak ada Nominasi caleg


peremuan memperhatikan kuota 30
% perempuan
10 Perhitungan Dulu ada stambus accord Menggunakansistem
perolehan bilanganpembagi
kursi pemilihan

11 Penegakan Tidak ada ketentuan Adaketentuan pidana


hukum pidana beserta hukum
acaranya/prosedurnya

PELAKSANAAN BUDAYA DEMOKRASI

Di Lingkungan keluarga :

Masalah – masalah keluarga hendaknya diselesaikan dengan musyawarah.


Keoala keluarga selalu menyerap aspirasi dan pendapat dari anggota keluarga
untuk mencapai kata mufakat. Mamfaat musyawarah di lingkungan keluarga adalah
:
1. Seluruh anggota keluarga merasa berarti atau berperanan.
2. Anggota keluarga ikut bertanggung jawab terhadap keputusan bersama.
3. Tidak ada anggota keluarga yang merasa ditinggalkan
4. Semangat kekluargaandan kebersamaansemakinkokoh.

Di lingkungan semkolah :

1.menyusun tata tertib bersama


2. Menyusun kelompok piket kelas
3.Mermilihketua OSIS, ketua kelas

Di Lingkungan Masyarakat :
1. Pemilihan ketua RT
2.Musyawarah dyang menyangkut kepentingan bersama,sepertiprogram
pembaqngunan masyarakat dan lingkungan.

Di Lingkungan Negara :
1. Terlibat dalam pemilihan umum
2.Melalui wakil kita terlibat dalampenyusunan Undang-undang
3. Melaskukan engawasan baik terhadap wakil rakyatmaupun pemerintah melalui
media massa.

Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September
1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa
masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih
jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-
sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang
dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan
mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi
“khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan
rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.
Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun
persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).
Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan
hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl
[16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan
hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan
sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam,
menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak
melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan
antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan
tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam
mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah
mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat


beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan
prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

BAB II

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

2.1 Konsep Masyarakat Madani


Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah
Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan
civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat
Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai
legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat
muslim modern.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society.
Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat.
Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis”
dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara
(state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ.
Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan
masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut
dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah


dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society
lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan
pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan
ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan
Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil
society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan.
Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan.
Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat
yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental
yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak


arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa
Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi
dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes
place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).

2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam
Q.S. Saba’ ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

2.1.2 Masyarakat Madani Dalam Sejarah

Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat
madani, yaitu:

1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.

2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah


SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan
beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi
kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan
kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi,
menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap
keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

2.1.3 Karakteristik Masyarakat Madani


Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam


masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi


dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara


dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan


organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim


totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu


mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan


berbagai ragam perspektif.

8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,


yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan
yang mengatur kehidupan sosial.

9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun


secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.

10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.

11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan
oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas
pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.

13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan


terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
umat manusia.

14. Berakhlak mulia.

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani
adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-
hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-
kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya
bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di
wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali
jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair
yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai
masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis)
yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil
yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil
resilience).

Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani
sbb:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam


masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital)
yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga
swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama
dan kebijakan publik dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga


ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan


kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar
mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada
jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit
yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering
melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang
perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan
Milley, 1992).

Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat


menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:

1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe


pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi
kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-
mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan
keadilan sosial.

2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara


berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas
terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka
mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan.
Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya
berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari
penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah
kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap
potensi manusia.”

Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu


kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi
legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya
lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan:
individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras
berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras
terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya
menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat
dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan
larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.

3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan


terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise.
Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian
dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau
sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam
masyarakat.

Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan


untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural
merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung
terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan
hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada
sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih
diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih
jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani dan
kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama
dalam membangun masyarakat bangsa.

Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang
mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson
merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society),
yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani. Gagasan masyarakat sipil
merupakan tujuan utama dalam membongkar masyarakat Marxis. Masyarakat sipil
menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri individual dan pemenuhan
maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakan bagian dari masyarakat yang
menentang struktur politik (dalam konteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara.
Masyarakat sipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral)
dan bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih. Gellner:1996).

Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam


masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja jauh
lebih penting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakan kemakmuran
sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak mempertimbangkan peranan agama
ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua partisipan tersebut (masyarakat
komersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukan kebajikan di dalam konsep
masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian yang lebih sempit ialah bagian dari
masyarakat yang menentang struktur politik dalam konteks tatanan sosial di mana
pemisahan seperti ini telah terjadi dan mungkin.

Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal,


dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata politik
dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada pemisahan
hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling memperkuat satu sama
lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial.
Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakat perang digantikan
dengan masyarakat komersial, maka negara menjadi lemah dari serangan musuh. Secara
tidak disadari Ferguson menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang
mengemukakan spesialisme mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan
yang merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu
Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan negara,
maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.

Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat


Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah
secara langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu Khaldun. Deskripsi
masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan
mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada kenyataannya masyarakat sipil
tidak sama dengan masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah
masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil
merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat
dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya),
menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat
Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya
didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi
Medinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara historispun
masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan sama sekali.
Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi
kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan
kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di bawah suatu
perlindungan hukum.

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang


sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat
berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama
dalam masyarakat madani adalah Alquran.

Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal
namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan
pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai
cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah
mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.

Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad


Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan
hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap
optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).

Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah


mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau
kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah
mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial
yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani
Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk
Yahudi dan Nasrani.

Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam masyarakat
madani. Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi
sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah
menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada
dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam
Alquran surat Al-Hujurat (49) ayat 13.

Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralisme merupakan karunia Allah yang bertujuan
mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas) juga
merupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran
yang hidup) yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan (Muhammad
Imarah:1999).

Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang
kosmopolit akan tercipta manakala umat Islam memiliki sikap inklusif dan mempunyai
kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan
catatan identitas sejati atas parameter-parameter autentik agama tetap terjaga.

Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara sesama
Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat
diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang
lain.

Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan Islam
tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun juga
mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan seiring
dan saling menghormati satu sama lain. Sebagaimana hal itu pernah dicontohkan
Rasulullah Saw. di Madinah. Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransi dapat
kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam surat Al-An’am ayat 108.
Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal
dengan istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep
demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya pada
wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Alquran juga terdapat nilai-
nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-Mujadilah:11).

Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan
terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini. Paling
tidak hal tersebut menjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-
citakan.

2.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam
terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di
bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik
dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan
dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu
Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

2.2.1 Kualitas SDM Umat Islam

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat
yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan
umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan
kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan
riil.

2.2.2 Posisi Umat Islam


SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.
Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang
signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas
SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional.
Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik
dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam
belum mencerminkan akhlak Islam.

2.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan
ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan
antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan
ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian
realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini
berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada
Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi
atau relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya
melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk
mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus
dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam
sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai
dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak
seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan
kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan
tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Islam
memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama
derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya. Konsep
persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka
hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang
memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap masyarakat.
Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat 183:

Artinya:

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan
ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan
dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat
upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi
ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat,
kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat.

Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan:

Artinya:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi
orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada
budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa
mereka mengingkari nikmat Allah.

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan


kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau
kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.

Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain
Q.S. An-nisa ayat 114:

Artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari
keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat.
Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak. Dengan melaksanakan kedua hungan itu
hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2.4 Manajemen Zakat

2.4.1 Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada
orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran
tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan
haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk
Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat,
wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.

Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut
istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut
“muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq” .Zakat
merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk
mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati.

Di dalam Alquran Allah telah berfirman sebagai berikut:

Al-Baqarah: 110

Artinya:

“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan
bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah
Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.

At-Taubah: 60

Artinya:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
At-Taubah: 103

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui”.

Adapun hadist yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannya zakat antara lain
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia
bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh karena
itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan
sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk
ajakan itu, maka beritahukannlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada
mereka atas mereka salat lima kali sehari semalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk
ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat
atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka; kemudian jika mereka taat
kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta
mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara
doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.

Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:

1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.

2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.

3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.

4. Harta perdagangan.

5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.

Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:

1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya sehingga
ia selalu dalam keadaan kekurangan.

3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk
dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.

4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat
agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.

5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk
menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.

6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.

7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.

8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan yang
bermaksud baik (bukan untuk maksiat).

2.4.2 Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia

Sejak Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan sumber
sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan
digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4
Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk
mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naib
sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan rakyat
yang bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan
priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu memberikan
dampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam, karena
dengan sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat untuk melawan
tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang mengurus


masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah terfokus pada
masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan
zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang lebih
luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah yang mendorong
dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.

2.4.3 Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang


tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada
umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat
membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan
sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara
pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:

1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.

2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil


zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.

3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.

4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
baiknya.

Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:

1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
dan penderitaan.

2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik

3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.

4. Meningkatkan syiar Islam


5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.

6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

2.4.4 Hikmah Ibadah Zakat

Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dilaksanakan


dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan zakat, infak, dan
sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi
standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupun sedekah akan tercapai.

Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi
masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa
manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan
angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.

Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan
sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya,
sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.

Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan


dan pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat
muslim tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepada
mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.

2.5 Manajemen Wakaf

Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan
lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi
lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakf muncul dari satu pernyataan dan perasaan
iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Dalam
fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian
hari, karena ia merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terus menerus
mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya,
wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.
2.5.1 Pengertian Wakaf

Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. Menurut H. Moh. Anwar
disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatu barang daripada dijual-belikan atau
diberikan atau dipinjamkan oleh yang empunya, guna dijadikan manfaat untuk
kepentingan sesuatu yang diperbolehkan oleh Syara’ serta tetap bentuknya dan boleh
dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang meneriman
wakafan), perorangan atau umum.

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist yang menerangkan tentang wakaf ini ialah:

Al-Baqarah ayat 267:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Al-Hajj ayat 77

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Jika seorang manusia
meninggal dunia, maka terputuslah masa ia melanjutkan amal, kecuali mengenai tiga hal,
yaitu: Sedekah jariyah (waqafnya) selama masih dipergunakan, ilmunya yang dimanfaatkan
masyarakat, dan anak salehnya yang mendo’akannya.” (Riwayat Muslim).

Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasullullah SAW mengutus Umar untuk memungut
zakat…… di dalam hadist itu terdapat pula Khalid mewakafkan baju besi dan perabot
perangnya di jalan Allah.

2.5.2 Rukun Wakaf

Adapun beberapa rukun wakaf ialah:

1) Yang berwakaf, syaratnya:

- Berhak berbuat kebaikan walau bukan Isalam sekalipun


- Kehendak sendiri, ridak sah karena dipaksa

2) Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya:

- Kekal zakatnya, berarti bila diambil manfaatnya, barangnya tidak rusak.

- Kepunyaan yang mewakafkan walaupun musya (bercampur dan tidak dapat


dipisahkan dari yang lain).

3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).

4) Lafadz wakaf, seperti: “saya wakafkan ini kepada orang-orang miskin dan
sebagainya.

2.5.3 Syarat Wakaf

Syarat wakaf ada tiga, yaitu:

1) Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.

2) Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.

3) Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga

2.5.4 Hukum Wakaf

1) Pemberian tanah wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah diamalkannya karena
Allah.

2) Pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan mendapatkan ganjaran terus-
menerus selagi benda itu dapat dimanfaatkan oleh umum dan walaupun bentuk
bendanya ditukar dengan yang lain dan masih bermanfaat.

3) seseorang tidak boleh dipaksa untuk berwakaf karena bisa menimbulkan perasaan
tidak ikhlas bagi pemberiannya.

BAB III

KESIMPULAN

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka
kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain
itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah
bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat
akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat
madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta
ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman
Rasullullah.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi
manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri
manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan
semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-
latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

Adapun di dalam Islam mengenal yang namanya zakat, zakat memiliki dua fungsi baik
untuk yang menunaikan zakat maupun yang menerimanya. Dengan zakat ini kita dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat higga mencapai derajat yang disebut masyarakat
madani. Selain zakat, ada pula yang namanya wakaf. Wakaf selain untuk beribadah kepada
Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan antara seorang muslim dengan muslim
lainnya. Jadi wakaf mempunyai dua fungsi yakni fungsi ibadah dan fungsi sosial.

Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni
melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi,
serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat
Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali
ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaiku wr.wrb.
DAFTAR PUSTAKA

Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim
Indonesia: Jakarta.

Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.

Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers


Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.

Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.

Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat:
Bandung.

Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung

Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.

Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Prenada Media: Jakarta.

Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya
dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara
Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang
beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling
menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin
dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi
dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara
dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-
masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-
individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan
diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial
dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,
yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai
landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu
oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat
madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya
menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk
mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara,
taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk
dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita
kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai
masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk
menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil
security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat
madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam
masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail
capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-
tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata
lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-
lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga
ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan
kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi
antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti
pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme”
yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi
dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa
rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat
madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).
Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat
menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:
1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti
prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang
terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang
mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip
nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.
2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara
berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas
terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka
mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan.
Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya
berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari
penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah
kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap
potensi manusia.”
Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu
kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi
legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan
budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga
tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu,
diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat
organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-
undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural,
diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan
pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan
terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise.
Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian
dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau
sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam
masyarakat.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas
usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural.
Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang
sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik
dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan
seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai
saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh
beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara
historis kemunculan masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat
Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama dalam membangun
masyarakat bangsa.
Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang
mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam
Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat
sipil (civil society), yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani.
Gagasan masyarakat sipil merupakan tujuan utama dalam membongkar
masyarakat Marxis. Masyarakat sipil menampilkan dirinya sebagai daerah
kepentingan diri individual dan pemenuhan maksud-maksud pribadi secara
bebas, dan merupakan bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik
(dalam konteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara. Masyarakat sipil,
memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral) dan
bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih.
Gellner:1996).
Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam
masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja
jauh lebih penting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakan
kemakmuran sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak
mempertimbangkan peranan agama ketika menguraikan saling mempengaruhi
antara dua partisipan tersebut (masyarakat komersial dan masyarakat perang),
padahal dia memasukan kebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat
sipil dalam pengertian yang lebih sempit ialah bagian dari masyarakat yang
menentang struktur politik dalam konteks tatanan sosial di mana pemisahan
seperti ini telah terjadi dan mungkin.
Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal,
dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata
politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak
ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling
memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada
masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila
masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara
menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson
menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan
spesialisme mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang
merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu
Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan
negara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya,
masyarakat sipil.
Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan
masyarakat Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis
kita lebih mudah secara langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu
Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan
moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada
kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat Madani.
Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur
oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di
luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al
Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa
faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah
Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya
didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah
menjadi Medinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara
historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan
sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad
SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan
syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan
dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup
dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan
motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat
yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-
prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang
baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat
meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan
konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi
Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut
terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah
dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang
madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah
mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup
plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di
antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan
mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara
berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan
lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.
Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam
masyarakat madani. Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya,
pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan
sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam
pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah
SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat (49)
ayat 13.
Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam
kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralisme merupakan karunia Allah yang
bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia
(pluralitas) juga merupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitas
kreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaannya jika tidak
terdapat perbedaan (Muhammad Imarah:1999).
Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban
yang kosmopolit akan tercipta manakala umat Islam memiliki sikap inklusif dan
mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekitar. Namun, dengan catatan identitas sejati atas parameter-parameter
autentik agama tetap terjaga.
Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara
sesama Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana
toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai
pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan
Islam tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah
agama. Namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak
hidup, berdampingan seiring dan saling menghormati satu sama lain.
Sebagaimana hal itu pernah dicontohkan Rasulullah Saw. di Madinah.
Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransi dapat kita tilik dalam firman
Allah yang termaktub dalam surat Al-An’am ayat 108.
Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih
dikenal dengan istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai
perbedaan konsep demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti
membatasi hanya pada wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di
dalam Alquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-
Mujadilah:11).
Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang
menginginkan terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam
konteks hari ini. Paling tidak hal tersebut menjadi modal dasar untuk
mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.

Anda mungkin juga menyukai