Disusun Oleh:
dr. Kania Adhytia Suhardi
Pendamping:
dr. Eva Maya
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan kasus sebagai salah satu
tugas Dokter Internsip di bagian Instalasi Gawat Darurat.
Tema laporan kasus ini adalah “Cedera Kepala Ringan”. Pada kesempatan
ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Eva Maya selaku pendamping Dokter Internsip di RSUD 45
Kuningan yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga laporan
kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dokter Jaga di IGD RSUD 45 Kuningan yang telah mendampingi
proses pemahiran Dokter Internsip dalam kasus kegawatdaruratan.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat bermanfaat untuk kesempurnaan proses
Program Internsip ini. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan bagi semua pihak yang membacanya.
Penyusun
1
BAB I
STATUS PASIEN
1.2 HETEROANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri kepala setelah kecelakaan motor
Keluhan Tambahan :
Mual muntah dan luka di beberapa bagian tubuh
PRIMARY SURVEY
Respon: verbal
A (Airway)
o Snoring (-), gurgling (-), stridor (-)
o Multiple trauma (-)
o MANAGEMENT: CLEAR
B (Breathing and ventilation)
o Inspeksi: Gerak dada simetris, jejas (-), benda asing (-), dada yang
tertinggal (-), deviasi trakea (-), otot bantu napas (-)
o Palpasi: vocal premitus terasa dikedua lapang paru, krepitasi (-),
nyeri tekan (-)
o Perkusi: sonor di seluruh lapang paru, dullness (-), hipersonor (-)
o Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, BJ I/II reguler
MANAGEMENT: CLEAR
C (Ciculation with control hemorraghe)
o TD 110/70 HR 84x/m reguler, isi cukup, akral hangat +, CRT <2
detik, eksternal hemorrhage (-), internal hemorrhage (-)
o MANAGEMENT: CLEAR
E (Exposure/environmental control)
Suhu: 36,5C
o Look: Tampak luka di regio parietalis sinistra
- Luka lebam berwarna merah keunguan batas tegas, ukuran
± 5x3cm, perdarahan (-), deformitas (-)
- Tampak luka lecet di pelipis kiri, tangan kiri dan lutut pada
kaki kiri.
o Feel: nyeri tekan (-), krepitasi (-)
o MANAGEMENT: wound toilet
SECONDARY SURVEY
• Allergies : (-)
• Medication currently used : (-)
• Past illneses : (-)
• Last meal : (-)
• Events/Environment : tidak menggunakan helm, kepala terbentur
aspal
• HEAD AND MAXILLOFACIAL
• Kepala: perdarahan (-), laserasi (-), VE parietalis sinistra (+),
krepitasi (-), hematom (+)
• Mata: pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, perdarahan
konjungtiva (-), racoon eyes (-)
• Hidung: perdarahan (-), laserasi (-), deformitas (-), edema (-/-),
krepitasi (-)
• Mulut: perdarahan (-), laserasi (-), sianosis (-)
STATUS GENERALISATA
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 50 kg
2. Tanda Vital
HR : 84x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala (normocephal)
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Hidung : Deformitas (-), sekret +/+ serous
- Telinga : Massa -/-, sekret -/--
- Mulut : sianosis (-) Tonsil T1-T1 tenang, Faring hiperemis (+)
Leher :
- KGB : tidak teraba
- Kaku kuduk : (-)
- Retraksi : suprasternal (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris, retraks intercostal (-)
Palpasi : Pergerakan dada simetris, vokal fremitus ka = ki normal
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : BVS (+/+) normal, ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) 10x/mnt
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Hepar dan lien tidak membesar
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
b. N. Kranialis
N.I : Normosmia +/+
N.II :
Acies visus : normal
Campus visus : normal
Funduskopi : tidak dilakukan
N.V
Cabang motorik
o Membuka mulut : Baik
o Menggerakkan rahang : Baik
o Jaw refleks : Baik
Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik
Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik
Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik
N.VII
Motorik orbitofrontal : Kesan parese (-)
Motorik orbikularis okuli : Kesan parese (-)
Motorik orbikularis oris : Kesan parese (-)
Pengecapan lidah
o Manis : Baik
o Asin : Baik
o Asam : Baik
o Pahit : Baik
N.VIII
Vestibular
Vertigo : Negatif
Nistagmus : -/-
Cochlear
Test Rinne : tidak dilakukan
Webber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan
N.IX ; N.X
Motorik : Baik/baik
Sensorik : Baik/baik
N.XI
Mengangkat bahu : Baik/baik
Menoleh : Baik/baik
N.XII
Pergerakan lidah : Lidah di tengah
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Tremor :-
STATUS LOKALIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Hemoglobin 14,6 11,7 – 15,5 g/dl
Ekspertise:
RESUME
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
o HR : 84x/menit
o RR : 28x/menit
o Suhu : 36,5°
Status lokalis
Hematoma a/r parietalis sinistra
Multiple Vulnus eksoriasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS BANDING
- Comosio Cerebri
- Cedera Kepala Ringan-Sedang
DIAGNOSIS KERJA
TATALAKSANA
Non-medikamentosa
ABCDE
Posisi tidur, bagian kepala elevasi 300
Perawatan luka
Diet biasa: kalori 1800 Kkal/hari
Medikamentosa
IVFD Nacl/ 8 Jam
Ondansentron 4mg amp (ekstra)
Inj.Ranitidin 25mg amp/12jam/iv
Inj. Citicolin 250mg amp/6 jam/iv
Paracetamol 500 mg 3x1 tab/po
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .
(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras
membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat
peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat
luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis
untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling
otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan
hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek
yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak,
maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa
terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,
keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi
ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut
jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa
menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang
mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat
peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).
Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak
dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu
jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan bebas, yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan
lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar yang
bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan
kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik
yang mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa
infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.
Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam
disebut tabula interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan
tertimbun dalam ruang epidural.
Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid,
dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat
erat dengan permukaan dalam tengkorak.
Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans
atau terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan
titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya
fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut,
tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk
kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan
kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih
sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus
interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe
(liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis
tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat
dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan
perdarahan.
C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang
tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak
sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar
dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas
biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan
terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam
atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma
yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga
terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi
sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera
timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala
kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah
dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa
ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan
biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-
Scan akan tampak gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks
(double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya sebagai gambaran
football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di
dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau
beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi
pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya
tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan
adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf
atau menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign. Hematoma
subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan.
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya
terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan
pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering
tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi
juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.
Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan
bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.
Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu
mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.
Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai
SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan
otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,
nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal
dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk
kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang
menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang
cair.
Fraktur tengkorak
II. Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang
tengkorak. Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau
stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya
terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis
cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah
tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke
hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut,
dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar
patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika
pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
1. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap
cedera kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada
tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik
ringan sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami
penurunan kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan
juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa
digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.
Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan
suction, pasang NGT
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan
tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan
yang dilakukan adalah tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang
oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera
pasang infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa
ditambah dengan tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk
memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan
kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada
luka robek, bersihkan lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada
pasien – pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Kriteria rawat :
a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang
setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke
rumah sakit bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
8. Terapi simtomatik
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan
sebagai berikut :
- Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah
supratentorial
- Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial
- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
- Tanda fokal neurologis semakin berat
- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala
hebat, muntah proyektil)
- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai
lebih dari 3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan
ulang
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh
beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan
fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur
penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya,
semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area.
Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka
hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan
lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak
dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat
mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan
penderita akan pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA