Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT SESSION

CEDERA KEPALA RINGAN

Diajukan untuk memenuhi Laporan Kasus Internsip


di bagian Instalasi Gawat Darurat

Disusun Oleh:
dr. Kania Adhytia Suhardi

Pendamping:
dr. Eva Maya

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan kasus sebagai salah satu
tugas Dokter Internsip di bagian Instalasi Gawat Darurat.
Tema laporan kasus ini adalah “Cedera Kepala Ringan”. Pada kesempatan
ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Eva Maya selaku pendamping Dokter Internsip di RSUD 45
Kuningan yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga laporan
kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dokter Jaga di IGD RSUD 45 Kuningan yang telah mendampingi
proses pemahiran Dokter Internsip dalam kasus kegawatdaruratan.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat bermanfaat untuk kesempurnaan proses
Program Internsip ini. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan bagi semua pihak yang membacanya.

Kuningan, Mei 2017

Penyusun
1

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. D
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 14 tahun
Alamat : Sindang
Tgl. MRS : 22 April 2017
Tgl. Pemeriksaan : 22 April 2017 pukul 17.55 WIB

1.2 HETEROANAMNESIS

Keluhan Utama :
Nyeri kepala setelah kecelakaan motor

Keluhan Tambahan :
Mual muntah dan luka di beberapa bagian tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD 45 Kabupaten Kuningan dengan keluhan


pusing setelah kecelakaan motor sejak ± 2 Jam SMRS. Kecelakaan terjadi ketika
pasien sedang mengendarai motor sendirian dan ketika hendak berhenti (nge-
rem) dan kehilangan keseimbangan, lalu pasien jatuh dengan posisi kepala bagian
samping kiri membentur tanah. Pasien mengaku tidak menggunakan helm saat
berkendara. Pasien tidak mengalami pingsan setelah terjatuh dari motor. Sesaat
setelah kejadian pasien langsung dibawa ke puskesmas dan diberikan pertolongan
pertama. 1 jam kemudian Pasien mengeluhkan pusing dan muntah sebanyak ± 3x
berisi cairan dan makanan, muntah tidak menyemprot. Tidak ada cairan keluar
dari telinga pasien, Tidak ada sesak, tidak ada nyeri dada ataupun nyeri perut,tidak
ada kelumpuhan anggota gerak, tidak ada hilang ingatan Kelemahan anggota
gerak disangkal.

Di IGD rumah sakit dilakukan pemeriksaan darah serta pemeriksaan CT


Scan kepala pada pasien. Saat dipindahkan ke bangsal, pasien masih merasa nyeri
pada bagian kepala namun muntah sudah tidak ada. Saat kecelakaan, pasien tidak
sakit atau panas. Pasien dan orangtua pasien menyangkal adanya riwayat kejang
sebelumnya, menderita epilepsi, menggunakan narkoba, minum alkohol, maupun
mengkonsumsi obat-obatan seperti obat batuk, obat penenang, obat tidur dan obat
flu. Pasien mengakui tidak mengantuk saat berkendara dan sebelumnya tidak
melakukan aktivitas berat yang membuatnya kelelahan.

PRIMARY SURVEY

Respon: verbal

 A (Airway)
o Snoring (-), gurgling (-), stridor (-)
o Multiple trauma (-)
o MANAGEMENT: CLEAR
 B (Breathing and ventilation)
o Inspeksi: Gerak dada simetris, jejas (-), benda asing (-), dada yang
tertinggal (-), deviasi trakea (-), otot bantu napas (-)
o Palpasi: vocal premitus terasa dikedua lapang paru, krepitasi (-),
nyeri tekan (-)
o Perkusi: sonor di seluruh lapang paru, dullness (-), hipersonor (-)
o Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, BJ I/II reguler
 MANAGEMENT: CLEAR
 C (Ciculation with control hemorraghe)
o TD 110/70 HR 84x/m reguler, isi cukup, akral hangat +, CRT <2
detik, eksternal hemorrhage (-), internal hemorrhage (-)
o MANAGEMENT: CLEAR

 D (Disability: Neurologic status)


o GCS: E4M6V5
o Pupil bulat isokor,
o Jejas/deformitas/nyeri tkean pada tulang belakang (-)
o MANAGEMENT: CLEAR

 E (Exposure/environmental control)
Suhu: 36,5C
o Look: Tampak luka di regio parietalis sinistra
- Luka lebam berwarna merah keunguan batas tegas, ukuran
± 5x3cm, perdarahan (-), deformitas (-)
- Tampak luka lecet di pelipis kiri, tangan kiri dan lutut pada
kaki kiri.
o Feel: nyeri tekan (-), krepitasi (-)
o MANAGEMENT: wound toilet

SECONDARY SURVEY
• Allergies : (-)
• Medication currently used : (-)
• Past illneses : (-)
• Last meal : (-)
• Events/Environment : tidak menggunakan helm, kepala terbentur
aspal
• HEAD AND MAXILLOFACIAL
• Kepala: perdarahan (-), laserasi (-), VE parietalis sinistra (+),
krepitasi (-), hematom (+)
• Mata: pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, perdarahan
konjungtiva (-), racoon eyes (-)
• Hidung: perdarahan (-), laserasi (-), deformitas (-), edema (-/-),
krepitasi (-)
• Mulut: perdarahan (-), laserasi (-), sianosis (-)

• CERVICAL SPINE AND NECK


• Inspeksi: jejas (-), hematom (-), deviasi trakea (-), penggunaan otot
bantu napas (-)
• Palpasi: deformitas (-), nyeri tekan (-), pembengkakan (-), deviasi
trakea (-)
• THORAX
• Inspeksi: jejas (-), hematom (-), penggunaan otot bantu napas (-),
dada yang tertinggal (-)
• Palpasi: trauma tajam (-), trauma tumpul (-), krepitasi (-)
• Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
• Auskultasi: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-), BJ I/II
reguler
• ABDOMEN
• Inspeksi: trauma tajam (-), trauma tumpul (-), perdarahan (-)
• Auskultasi: BU (+) normal
• Perkusi: timpani
• Palpasi: nyeri tekan (-), asites (-), defans muskular (-)
• EKSTREMITAS
• SUPERIOR
• Inspeksi: perdarahan (-), edema (-), hematom (-),
deformitas (-)
• Palpasi: nyerti tekan (-), krepitasi (-), abnormal movement
(-)
• INFERIOR
• Inspeksi: perdarahan (-), edema (-), hematom (-),
deformitas (-)
• nyeri tekan (-), krepitasi (-), abnormal movement (-)

STATUS GENERALISATA
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 50 kg
2. Tanda Vital
HR : 84x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala (normocephal)
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Hidung : Deformitas (-), sekret +/+ serous
- Telinga : Massa -/-, sekret -/--
- Mulut : sianosis (-) Tonsil T1-T1 tenang, Faring hiperemis (+)

Leher :
- KGB : tidak teraba
- Kaku kuduk : (-)
- Retraksi : suprasternal (-)
Thorax
Pulmo
 Inspeksi : bentuk dan gerak simetris, retraks intercostal (-)
 Palpasi : Pergerakan dada simetris, vokal fremitus ka = ki normal
 Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
 Auskultasi : BVS (+/+) normal, ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-)

Abdomen
 Inspeksi : datar, massa (-)
 Auskultasi : bising usus (+) 10x/mnt
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani
 Hepar dan lien tidak membesar

Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, sianosis -/-

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

a. Tanda Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Peningkatan tekanan intrakranial
 Penurunan kesadaran (-)
 Papil oedem -tidak dilakukan pemeriksaan
 Pupil anisokor (-)

b. N. Kranialis
N.I : Normosmia +/+

N.II :
 Acies visus : normal
 Campus visus : normal
 Funduskopi : tidak dilakukan

N.III ; N.IV ; N.VI


Pergerakan bola mata :
 Nasal : normal
 Temporal : normal
 Atas : normal
 Bawah : normal
 Temporal bawah : normal
Eksoftalmus : -/-
Nistagmus : -/-
Ptosis : -/-
Pupil
o Bentuk : Bulat / bulat
o Diameter : 3 mm / 3 mm
o Refleks cahaya langsung : +/+
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
o Reaksi akomodasi : normal
o Reaksi konvergensi : normal

N.V
 Cabang motorik
o Membuka mulut : Baik
o Menggerakkan rahang : Baik
o Jaw refleks : Baik
 Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik
 Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik
 Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik

N.VII
 Motorik orbitofrontal : Kesan parese (-)
 Motorik orbikularis okuli : Kesan parese (-)
 Motorik orbikularis oris : Kesan parese (-)
 Pengecapan lidah
o Manis : Baik
o Asin : Baik
o Asam : Baik
o Pahit : Baik
N.VIII
 Vestibular
Vertigo : Negatif
Nistagmus : -/-
 Cochlear
Test Rinne : tidak dilakukan
Webber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan

N.IX ; N.X
 Motorik : Baik/baik
 Sensorik : Baik/baik

N.XI
 Mengangkat bahu : Baik/baik
 Menoleh : Baik/baik

N.XII
 Pergerakan lidah : Lidah di tengah
 Atrofi :-
 Fasikulasi :-
 Tremor :-

c. Sistem motorik tubuh


Kekuatan otot : 5555 | 5555
5555 | 5555
d. Trofik : Eutrofik/Eutrofik
Tonus : Normotonus /Normotonus
Sensorik : Baik
e. Fungsi otonom
 Miksi : Inkontinensia (-)
 Defekasi : Inkontinensia (-)
 Sekresi keringat : Baik

STATUS LOKALIS

 Look: Tampak luka di regio parietalis sinistra


 Luka lebam berwarna merah keunguan batas tegas, ukuran ± 5x3cm,
perdarahan (-), deformitas (-)
 Tampak luka lecet di pelipis kiri, tangan kiri dan lutut pada kaki kiri.
 Feel: nyeri tekan (-), krepitasi (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hematologi Rutin (19.00 WIB, 22 April 2017)

Tabel 1.1 Hematologi Rutin


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi
Hemoglobin 14,6 11,7 – 15,5 g/dl

Hematokrit 42,3 33 – 45%


Leukosit 7.890 5,0 – 10,0 rb/ul
Trombosit 351 150 – 440 rb/ul
Eritrosit - 3,80 – 5,20 jt/ul
Glukosa Darah
GDS 129 < 200 g/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 38 17-43 mg/dl
Creatinin 14 0,7 – 1,1
Fungsi Hati
SGOT 17 <37
SGPT 19 <41
Elektrolit
Natrium 139,8 135-155 mmol/l
Kalium 3,25 3,6 – 5,5 mmol/l
Chlorida 106 95 – 107 mmol/l
 CT Scan kepala Tanpa Kontras (22 April 2017):

Bone Window Brain Window

Ekspertise:

 Tak tampak lesi hipo/hiperdens abnormal pada parenkim otak


 Tak tampak deviasi midline
 Sistem ventrikel normal
 Sulci / gyri normal
 Orbita / aircell mastoid kanan-kiri normal
 Sinus paranasalis normal
 Tulang-tulang normal

KESAN: CT scan kepala normal

RESUME

An. D 14 tahun ke IGD RSUD 45 Kabupaten Kuningan dengan keluhan pusing


setelah kecelakaan motor sejak ± 2 Jam SMRS lalu pasien jatuh dengan posisi
kepala bagian samping kiri membentur tanah dan tidak menggunakan helm saat
berkendara. Pingsan (-) pusing (+) muntah sebanyak ± 3x berisi cairan dan
makanan, tidak menyemprot. Sesak (-), nyeri dada (-), kelumpuhan anggota gerak
(-) ada hilang ingatan (-)

PEMERIKSAAN FISIK
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda Vital
o HR : 84x/menit
o RR : 28x/menit
o Suhu : 36,5°
 Status lokalis
Hematoma a/r parietalis sinistra
Multiple Vulnus eksoriasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hasil lab: dalam batas normal


 Hasil CT Scan Kepala: dalam batas normal

DIAGNOSIS BANDING
- Comosio Cerebri
- Cedera Kepala Ringan-Sedang

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis : Hematoma a/r parietalis


Multiple Vulnus Eksoriasi
Diagnosis topik :-

Diagnosa etiologi : Cedera kepala ringan

TATALAKSANA

Non-medikamentosa


ABCDE

Posisi tidur, bagian kepala elevasi 300

Perawatan luka

Diet biasa: kalori 1800 Kkal/hari

Medikamentosa
 IVFD Nacl/ 8 Jam
 Ondansentron 4mg amp (ekstra)
 Inj.Ranitidin 25mg amp/12jam/iv
 Inj. Citicolin 250mg amp/6 jam/iv
 Paracetamol 500 mg 3x1 tab/po

PROGNOSIS
 Quo Ad Vitam : ad bonam
 Quo Ad Functionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

CEDERA KEPALA
Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .
(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras
membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat
peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat
luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis
untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling
otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan
hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek
yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak,
maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa
terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,
keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi
ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut
jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa
menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang
mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat
peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).
Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak
dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu
jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan bebas, yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan
lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar yang
bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan
kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik
yang mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa
infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.
Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam
disebut tabula interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan
tertimbun dalam ruang epidural.
Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid,
dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat
erat dengan permukaan dalam tengkorak.

A. Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3)


membentuk periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a.
Meningea media yang bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna.
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus dan elastis, membran ini tidak melakat
dengan dura mater, ruangan antara kedua membran disebut ruang subdural. Vena-
vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala.
Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan
mendalam pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal.
Pia mater adalah membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah
halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua
sulkus dan membungkus semua girus.
Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer.
Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak,
jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di
sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur
tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal
dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan
cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung
atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak,
hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara
langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya
akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang
hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah
frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra
serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang
otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan
ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah
dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di
batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf,
kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan
tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina
kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah
oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan.
Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.
Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin
traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang
mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak
otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak.
Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah
beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks
cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V
biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya
berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat
segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang
timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah
edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan
lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga
merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI
jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila
trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat
dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung
terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri.
Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans
atau terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan
titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya
fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut,
tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk
kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan
kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih
sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus
interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe
(liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis
tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat
dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan
perdarahan.

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.

2. Trauma kepala tertutup


Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri.
Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan
PA. Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan
laserasio serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma
kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,
deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara
tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari
tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan
benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang
menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi
(pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada
saat tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama
terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini
menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan,
peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan
yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.
Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di
tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena
gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan
otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi
tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi
dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak
pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup,
akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan
dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita
kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan
oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari
10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan
linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,
setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik
yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak
menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi
setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang
menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan
kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar
penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-
gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu,
jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam
bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca
konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak
diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala
yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera
mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa
membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan
selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang
bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya
cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah,
sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak
terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap
orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda
memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya
untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah,
aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.
B. Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan
yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang
masih utuh pada kontusio dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang
berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan
subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio  akan
terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat
kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami
kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari
pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan
mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.
Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah
yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan
hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan
vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin
hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya
gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma
pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI
menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa
menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan
kebingungan atau bahkan koma.

C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang
tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak
sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar
dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas
biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan
terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam
atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma
yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga
terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi
sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera
timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala
kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah
dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa
ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan
biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-
Scan akan tampak gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks
(double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya sebagai gambaran
football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di
dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau
beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi
pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya
tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan
adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf
atau menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign. Hematoma
subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:


1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya
terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan
pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering
tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi
juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.
Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan
bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.
Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu
mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.
Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai
SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan
otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.

Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,
nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal
dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk
kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang
menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang
cair.

Fraktur tengkorak
II. Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang
tengkorak. Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau
stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya
terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis
cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah
tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke
hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut,
dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar
patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika
pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa


Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi
pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang
membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut
bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini
menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang
bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya
cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang
nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian
distal akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung
distal

1. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap
cedera kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada
tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik
ringan sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami
penurunan kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan
juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa
digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

Penanganan Cedera Kepala


I. Cedera kepala ringan
Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.
Terdiri atas :
a. Simple head injury
 Tidak ada penurunan kesadaran
 Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )
 Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )
 Amnesia retrograde
 Pusing, sakit kepala, muntah
 Tidak ada defisit neurologis

Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan
suction, pasang NGT
 Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
 Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.
 Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan
tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan
yang dilakukan adalah tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang
oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera
pasang infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa
ditambah dengan tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk
memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan
kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada
luka robek, bersihkan lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada
pasien – pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi

Kriteria rawat :
a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang
setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke
rumah sakit bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
 Mengantuk dan sukar dibangunkan
 Mual dan muntah hebat
 Kejang
 Nyeri kepala bertambah hebat
 Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
 Gelisah
8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang


Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti
perintah sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah,
namun dapat memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir
seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak
begitu akut. Penanganannya sama seperti pada cedera kepala ringan
ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi membaik,pasien boleh
pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang apabila
kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat
untuk di observasi.
III. Cedera kepala berat
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana
karena adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).
Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
a. Contusio cerebri
 Pingsan > 10 menit
 Kegelisahan motorik
 Sakit kepala, muntah
 Kejang
 Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
 Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup Stabilisasi kardiopulmoner mencakup
prinsip ABC seperti pada cedera kepala ringan.
 Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan di bagian tubuh lainnya.
 Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya
pupil, respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s
eye ).
 Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
 Rawat selama 7 – 10 hari.
 Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
 Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
 Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan
sebagai berikut :
- Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah
supratentorial
- Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial
- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
- Tanda fokal neurologis semakin berat
- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala
hebat, muntah proyektil)
- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai
lebih dari 3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan
ulang
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh
beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan
fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur
penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya,
semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area.
Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka
hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan
lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak
dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat
mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan
penderita akan pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian


Rakyat. Jakarta : 2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU,
Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
3. David, Bernath. Head Injury. Available at : w. Accessed on : 22 Juny 2013
4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 25
april 2017
5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 25 april 2017

Anda mungkin juga menyukai