Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Gangguan psikosomatik adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi


medis pasien.1 Seseorang yamg mengalami stress atau gangguan emosi akibat adanya stressor
psikososial atau stressor lain akan mengalami perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis,
dan lain-lain yang merupakan respons tubuh terhadap stressor yang sedang berlangsung. Pada
tahap tertentu keadaan ini akan menimbulkan gejala-gejala psikis dan somatik, yang secara
umum dikenal sebagai gangguan psikosomatik.2

Kurang lebih 400 than SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran
faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan
bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan seseorang.3

Menurut The National Academy Science tahun 1978 definisi psikosomatis adalah bidang
interdisiplin yang memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan perilaku,
biomedis dan teknik relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan pengetahuan, dan
teknik-teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi.1

Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi
diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit,
namun apakah perannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi penyakit,
predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan. Dengan demikian
kedokteran perilaku adalah istilah yang khusus untuk kedokteran psikosomatis.1

Keluhan dan gejala yang ada dapat timbul dari sistem multiorgan atau hanya menonjol
pada salah satu sistem organ yang ada dalam tubuh seperti sistem kardiovaskular khususnya
jantung. Gangguan pada sistem kardiovaskular khususnya jantung merupakan suatu ganggua
yang lazim dan paling sering membawa pasien psikosomatik berobat ke dokter. Sebenarnya
sudah lama diketahui bahwa gejala-gejala jantung sering terdapat pada pasien gangguan psikis,
sehingga muncul berbagai macam istilah diagnosis yang berhubungan dengan jantung seperti
sindrom kardiorespirasi, irritable heart syndrome, sindroma da Costa dan sebagainya. Semua
istilah diagnosis di atas merupakan gangguan jantung fungsional dengan berbagai macam
manifestasi klinis tanpa ditemukan adanya kelainan organik yang menyebabkan munculnya
berbagai macam diagnosis.2
Pada pusat rujukan yang mempunyai senter jantung, gangguan jantung fungsional
berkisar antara 10-20% dari semua kasus rujukan yang diduga mempunyai kelainan organik.
Sedangkan dalam praktek umum dari semua pasien yang dating dengan keluhan yang
berhubungan dengan jantung sekitar 75% merupakan gangguan jantung fungsional.2

Gangguan jantung fungsional pasien psikosomatik kadang-kadang menyerupai penyakit


jantung organic. Pada sisi lain pasien penyakit jantung organic sering kali disertai gangguan
psikis. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis sehingga penatalaksanaan
yang diberikan menjadi kurang tepat dan tidak memberikan hasil pengobatan yang baik.
Pengetahuan dan pemahaman tentang gangguan jantung fungsional sebagai gangguan
psikosomatik sangat diperlukan agar dapat melakukan pengobatan yang lebih tepat.2

Peran sistem autono pendahuluan

Seseorang yang mengalami stress atau gangguan emosi akibat adanya stressor psikososial
atau stressor lain akan mengalami perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain
yang merupakan respons tubuh terhadap stressor yang sedang berlangsung. Pada tahap tertentu
keadaan ini akan menimbulkan gejala-gejala psikis dan somatic, yang secara umum dikenal
sebagai gangguan psikosomatik.2

Keluhan dan gejala yang ada dapat timbul dari sistem multiorgan atau hanya menonjol
pada salah satu sistem organ yang ada dalam tubuh seperti sistem kardiovaskular khususnya
jantung. Gangguan pada sistem kardiovaskular khususnya jantung merupakan suatu gangguan
yang lazim dan paling sering membawa pasien psikosomatik berobat ke dokter. Sebenarnya
sudah lama diketahui bahwa gejala-gejala jantung sering terdapat pada pasien gangguan psikis,
sehingga muncul berbagai macam istilah diagnosis yang berhubungan dengan jantung sperti
sindrom kardiorespirasi, irritable heart syndrome, sindroma da Costa dan sebagainya. Semua
istilah diagnosis di atas merupakan gangguan jantung fungsional dengan berbagai macam
manifestasi klinis tanpa ditemukan adanya kelainan organik yang menyebabkan munculnya
berbagai macam diagnosis.2

Pada pusat rujukan yang mempunyai senter jantung, gangguan jantung fungsional
berkisar antara 10-20% dari semua kasus rujukan yang diduga mempunyai kelainan organik.
Sedangkan dalam praktek umum dari semua pasien yang dating dengan keluhan yang
berhubungan dengan jantung sekitar 75% merupakan gangguan jantung fungsional.2

Gangguan jantung fungsional pasien psikosomatik kadang-kadang menyerupai penyakit


jantung organic. Pada sisi lain pasien penyakit jantung organic sering kali disertai gangguan
psikis. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis sehingga penatalaksanaan
yang diberikan menjadi kurang tepat dan tidak memberikan hasil pengobatan yang baik.
Pengetahuan dan pemahaman tentang gangguan jantung fungsional sebagai gangguan
psikosomatik sangat diperlukan agar dapat melakukan pengobatan yang lebih tepat. 2

PSIKOSOMATIS

Definisi

Psikososomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatic yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostic faktor psikologis
yang memengaruhi kondisi medis.1,2,7

Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk


mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-asek fisis semua faal jasmani dalam
keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan
interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatic (raga) dalam keadaan sehat
maupun sakit.3

Etiologi

Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis4 :

1. Stres umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak
dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala
urutan penyesuaian kembali social (social read justment rating scale) menuliskan 43
peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stress pada kehidupan orang
rata-rata.
2. Stres spesifik lawan non spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian spesifik
atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostasis yang berperan
dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan
keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).

3. Variabel fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variable lainnya
adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif
dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana
hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis
anterior hypothalamus adrenal dan penciutan limfosit. Dalam rantai hormonal, hormone
dilepaskan dari hypothalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormone tropik
berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel
penyebab lain lainnya mungkin adalah keja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi
dengan neuropeptide otak, yang berperan sebagai pembawa pesan (messanger) antara sel-sel
otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
Patofisiologi

Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetative ke
alat-alat visceral yang banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom tersebut, seperti
kardiovaskular, traktus digestivus, respiratorius, sistem endokrin dan traktus urogenital.3

Adapun kriteria klinis penyakit psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang
positif.3

a. Kriteria yang negatif ( yang biasanya tidak ada)


1. Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang telitit sekalipun,
walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organik belum tentu
bukan psikosomatik, sebab :
- Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama
dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.
- Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan
keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan konsidensi.
- Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya
tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain
atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya
menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.
2. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada
disintegrasi kepribadian, tidak ada ditorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit,
masih mau aktif berobat.
b. Kriteria yang positif ( yang biasanya ada)
1. Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu.
2. Keluhan0keluhan tersebut berganti0ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang
dinamakan shifting phenomena tau alternasi.
3. Adanya vegetative imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom).
4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (shifting full life situation) yang menjadi
sebab konflik mentalnya.
5. Adanya perasaan yang negative yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya.
6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhan-keluhannya.
7. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat
pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu.

Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik/somatic, biologi, stigmata, neurotic,


dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada
tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis.3

Manifestasi klinis

Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain4 :

1. Terdapat suatu kondisi medis umum


2. Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara :
- Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti
yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktor psikologis dan
perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatan penyembuhan dari
kondisi medis umum.
- Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum
- Faktor psikologis yang berperan dalam resiko kesehatan individu
- Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau
mengeksaserbasi gejala kondisi umum.

Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah4 :

- Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi berat


memperlambat penyembuhan infark miokard)
- Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi
memperlambat pemulihan setelah pemedahan, kecemasan mengeksaserbasi asma)
- Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis
(misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang
pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada penyakit
kardiovaskular).
- Gangguan kesehatan maladaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak
melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan)
- Respn fisiologis yang berhubungan dengan stress mempengaruhi kondisi medis (
misalnya eksaserbasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang
berhubungan dengan stress)
- Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis
(misalnya faktor personal, kultural atau religius).

Gangguan spesifik pada psikosomatis

Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis4 :

1. Sistem kardiovaskular
2. Sistem pernapasan
3. Sistem gastrointestinal
4. Sistem musculoskeletal
5. Sistem endokrin
6. Gangguan kekebalan (imun)
7. Kanker
8. Gangguan kulit
9. Nyeri kepala

PSIKOSOMATIS PADA SISTEM KARDIOVASKULAR

Hubungan gangguan psikis dan penyakit jantung

Berdasarkan penelitian dan kenyataan klinis hubungan antara gangguan psikis dengan
penyakit jantung dapat digambarkan sebagai berikut2 :

1. Gangguan pada jantung bisa merupakan gangguan fungsional


2. Pasien yang mengalami sakit jantung akan diikuti oleh perasaan tidak enak (disforia)
3. Gangguan psikis merupakan salah satu faktor risiko PJK

Gangguan psikis selalu dapat menyebabkan gangguan jantung fungsional, juga dapat
menyebabkan gangguan jantung organik. Berbagai macam penelitian telah membuktikan
hubungan antara gangguan psikososial seperti ketidakpuasan dalam hidup, tipe kepribadian,
stress akut, dan faktor-faktor sosial budaya dengan penyakit kardiovaskular seperti PJK dan
hipertensi.2

Friedman dan Roesman dari hasil penelitiannya selama 30 tahun menyimpulkan bahwa
kepribadian tipe A yang berciri emosional kompetitif, agresif, dan selalu terburu-buru dalam
mencapai tujuannya merupakan faktor risiko PJK, seperti halnya hipertensi, hiperkolesterolemia,
dan merokok. Kepribadian tipe A kemungkinan terkena PJK 1,7-4,5 kali dibandingkan
kepribadian tipe B yang berciri sebaliknya. Studi lain mendapatkan kejadian angina pektoris dan
IM akut yang berbeda bermakna pada kepribadian tipe A disbanding kontrol.2

Bhatia membuktikan bahwa skor stres yang tinggi menyebabkan kejadian IM yang lebih
tinggi dan berbeda dibandingkan dengan control. Pada penelitian epidemiologi selama 20 tahun
pada perempuan dengan memperhatikan faktor-faktor koroner lain didapatkan korelasi yang
nyata antara pasien yang mempunyai gejala anxietas dan atau depresi akibat stressor psikososial
dengan timbulnya PJK.2

Faktor-faktor psikososial, keadaan stress dapat menyebabkan angina pektoris, menimbulkan


awitan IM premature dan memicu timbulnya IM. Secara langsung dibuktikan dari beberapa
laporan kasus bahwa IM terjadi sesaat setelah adanya stressor psikososial dan pada angiografi
koroner pasien-pasien ini tidak menunjukkan penyempitan koroner yang nyata. Pada pasien
gangguan psikis seperti anxietas panik dapat ditemukan adanya prolapse katup mitral yang
secara klinis pada umumnya tidak membahayakan.2

Efek gangguan psikis terhadap pasien penyakit jantung


Stres psikis selain merupakan faktor risiko timbulnya penyakit jantung dapat
menyebabkan lambatnya penyembuhan pasien penyakit jantung, menyebabkan kekambuhan dan
meningkatkan mortalitas, misalnya pada IM selama dan sesudah perawatan. She dkk,
melaporkan bahwa pada kelompok pasien stres perbaikan daerah iskemia lebih lambat, terjadi
perluasan area infark, komplikasi dan kematian mendadak lebih tinggi.2

Telah dibuktikan dengan skintigrafi bahwa stress dapat menyebabkan iskemia miokard
pada orang sehat dan lebih bermakna pada pasien PJK, di samping dapat menimbulkan
mikrotrombus dan perubahan tonus vagal. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya nyeri dada
yang berkepanjangan, gangguan elektris yang dapat menimbulkan gangguan konduksi dan
aritmia, meluasnya area infark sehingga terjadi gagal jantung, sampai dengan kematian.
Beberapa studi klinis maupun epidemiologis berhasil membuktikan bahwa stress dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas IM. Komplikasi yang terjadi pada pasien IMA dengan
stress 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan tanpa stres. Demikian juga yang didapatkan Holdright
pada pasien angina pectoris iskemia asimptomtik menyebabkan komplikasi yang cukup
bermakna yaitu sekitar 2-3 kali lebih tinggi. Bahkan komplikasi jangka panjang pada pasien IM
dengan stres tetap lebih tinggi, dengan menyingkirkan faktor risiko lain.2

Psikofisiologi gangguan jantung fungsional

Sampai saat ini sistem saraf autonomy terutama saraf simpatis mempunyai peran yang
paling penting dalam mekanisme gangguan jantung akibat gangguan psikis baik secara langsung
mempengaruhi sistem kardiovaskular maupun melalui jalur neurohumoral.2

Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau kecemasan yang
akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah,
menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi
frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.5

Gejala-gejala yang sering didapati antara lain : takikardi, palpitasi, aritmia, nyeri
pericardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala seperti ini
sebagia besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.5
a. Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan darah ke jantung yang ditandai oleh rasa
tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini biasanya ditimbulkan
oleh penggunaan tenang dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau nitrogliserin
sublingual.1

Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai


kepribadian agresif-kompulsif dengan kecendrungan bekerja dengan waktu yang panjang
dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Roesman mendefinisikan
kepribadian tipe A tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan
perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan
berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan
kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan marah jika dihalangi.
Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang agresif, kurang
aktif berjuang mencapai tujuannya.1

Untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi


menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam. Terapi medis harus suportif dan
menentramkan, dengan suatu penekanan psikologis untuk menghilangkan stress psikis,
kompulsif dan ketegangan.1

b. Hipertensi essensial

Orang dengan hipertensi tampak dari luar menyenangkan, patuh, dan kompultif walaupun
kemarahan mereka tidak di ekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang
terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki predisposisi untuk
hipertensi, yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpredisposisi
secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi.
Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.1

Psikoterapi suportif dan teknik perilaku (biofeedback, meditasi, terapi relaksasi ) telah
dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.1

c. Gagal jantung kongestif


Faktor psikologis seperti stress, dan konflik emosional non spesifik, sering kai bermakna
dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah
penting pada pengobatannya.1

d. Sinkop Vasomotor (vasodepressor)

Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls untuk berkelahi
atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari
vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan
pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran.1

e. Aritmia jantung

Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan


emosional dan trauma emosional. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi
terhadap aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan obat penghambat Beta seperti
propranolol.1

f. Fenomena Raynaund

Fenomena Raynaund seringkali disebabkan oleh stress eksternal. Terapi dapat diobati
dengan psikotropika suportif, relaksasi progresif atau biofeedback dan dengan melindungi
tubuh dari dingin dan menggunakan sedatife ringan.1

g. Jantung psikogenik bukan penyakit

Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala yang
mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantung
mereka dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka dapat
terentang dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis
parah, sampai pada keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit jantung.1

Pengobatan psikofarmaka ditujukan pada gejala yang menonjol. Obat antiansietas dapat
digunakan pada kecemasan yang berat.1
Pemeriksaan

Biasanya pasien datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit
atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita
dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati
yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh
karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor :5

1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan
yang tidak tertentu, hubungan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang
terburu-buru, kurang istirahat,
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian, dan kekecewaan dalam hubungan seksual,
anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, enyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah
dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
4. Faktor psikologik, stress psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat,
status didalam keluarga dan stress yang timbul.

Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan2 :

a. Lapangan psikis
b. Lapangan social
c. Lapangan somatic
Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi indentik. Yang ditujukan
pada lapangan social dan somatic disebut psikoterapi non identik, yang terdiri dari
pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial
ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.2

About 20% of patients with chest pain have normal coronary


angiograms.Psychopathological disorders are important differential diagnoses in these chest pain
patients.As this diagnosis is often not recognised, the healthcare system is heavily
burdened.Therefore, patients with non-cardiac chest pain should be examined early on for
psychopathological disorders.8
Diagnosis

Pada umumnya penderita dengan gangguan psikosomatis, dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu :5

1. Terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak terdapat penyakit fisik dan kelainan
organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut.
2. Terdapat keluhan organik tetapi yang primer yang menyebabkannya adalah faktor
psikologis.
3. Terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga gejala lain yang timbul bukan sebab
penyakit organik itu, akan tetapi karena faktor psikologis. Faktor psikologis ini mungkin
timbul akibat penyakit organik seperti kecemasan.

Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis yaitu :5

1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, menifestasi, dan jalannya yang
sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik.
2. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang
dapat menyebabkan gejala-gejala.
3. Adanya suatu stress atau konflik yang menyulitkan penderita.
4. Reaksi penderita terhadap stress ini banyak hubungannya dengan gejala-gejala yang
dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi
fisik dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.
5. Terjadinya stress harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan,
bertambah beratnya penyakit yang ada.

Untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut:5

1. Komponen organik versus komponen monorganik


2. Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik
3. Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi)
4. Stres yang menimbulkan gejala-gejala
5. Beratnya gangguan fisik atau psikologik

Pendekatan diagnosis gangguan jantung fungsional

Untuk dapat memberikan penatalaksanaan yang holistik terhadap pasien gangguan


jantung psikosomatik khususnya gangguan jantung fungsional, tentunya seorang dokter harus
dapat membedakan apakah keluhan dan gejala yang didapatkan tersebut bersifat fungsional atau
organik. Telah disebutkan bahwa pada satu sisi keluhan dan gejala gangguan jantung fungsional
dapat menyerupai penyakit jantung organik. Pada sisi lain penyakit jantung organik sering kali
disertai gangguan psikis.2

Keluhan dan gejala jantung fungsional dapat terbatas pada gejala tertentu saja seperti
palpitasi atau takikardi, atau dengan gejala yang sangat kompleks sehingga menimbulkan
berbagai macam diagnosis. Bahkan salah interpretasi sebagai gangguan jantung organik ataupun
sebaliknya. Spectrum gejala kardiovaskular yang dapat timbul selain palpitasi atau takikardi,
sering kali juga didapatkan adanya sesak napas, nyeri dada, keringat dingin, lekas capai, sakit
kepala sampai dengan pingsan.2

Sebenarnya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti kita sudah dapat
mendiagnosis ada tidaknya gangguan jantung psikosomatik, membedakan antara gangguan
fungsional dan organis.2

Pada pasien jantung fungsional, sesak napas pada umumnya hanya merupakan perasaan
sesak saja yang akan tampak jelas pada saat pasien membicarakan masalah yang sedang
dihadapinya. Pada pasien tidak tampak adanya sesak napas, hanya sesekali menarik napas
panjang yang berkaitan dengan perasaan emosionalnya. Dapat juga terlihat adanya
hiperventilasi.2

Gejala nyeri dada pada umumnya tidak spesifik seperti pada penyakit jantung organik.
Rasa nyeri tepat pada jantung, pada umumnya tepat di daerah adanya tekanan denyut jantung,
tidak menjalar dan dirasakan terus-menerus. Sering kali diserti gejala lain yang tidak spesifik
seperti sakit kepala, mual, nyeri ulu hati.2
Rasa lelah dirasakan pada 60% pasien gangguan jantung fungsional. Umumnya terjadi
pada pagi hari dan bertambah bila melakukan aktivitas. Pada penyakit organik rasa lelah timbul
pada siang atau sore hari setelah melakukan aktivitas.2

Pada pemeriksaan fisis tampak bahwa pasien dalam keadaan cemas. Gejala-gejala
objektif sering kali tidak didapatkan, atau didapatkan adanya peningkatan tekanan darah,
takikardi, ekstrasistol ventrikel. Keringat dingin biasanya hanya pada telapak tangan dan kaki.2

Walaupun jarang, pada pemeriksaan penunjang dengan elektrokardiogram bisa


didapatkan adanya takikardi atrial, takikardi ventrikel paroksismal ataupun perubahan
gelombang ST-T. dalam keadaan yang demikian diperlukan evaluasi yang lebih mendalam untuk
menentukan ada tidaknya penyakit janung organik. Pada ekokardiografi bisa didapatkan adanya
prolaps katup mitral. Kurang lebih 5% pasien anxietas panik didapatkan adanya prolaps katup
mitral.2

Pengobatan

Pengobatan dapat diberikan secara non farmakologis dengan memberikan edukasi dan
bimbingan, sehingga dapat membantu mempercepat penyembuhan. Edukasi dan bimbingan
tersebut antara lain menjelaskan tentang gejala yang timbul dengan tepat tanpa menakutkan
pasien yang dapat memperburuk penyakitnya, meluruskan pola piker pasien yang salah tentang
penyakit jantung, bila mungkin membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.2

Terapi kognitif dan perilaku sangat membantu dalam mengoreksi perilaku yang salah
yang dapat merupakan faktor risiko penyakitnya dan menganjurkan untuk berpola hidup sehat.2

Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak
mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi keluhannya
berlebihan.5

Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat
ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang
rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak
teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh
sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi
bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan pengetahuan
penderita.5

Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi, yaitu: 5

Fase 1

Fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama


berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan
tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan
dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.5

Fase 2

Fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi keterangan tentang
keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain5 :

1. Bahwa gejalanya benar-benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita
2. Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati
3. Bahwa tidak ada kanker atau penyakit barbahaya lain
4. Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional
5. Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang
atau berkurang bila diobati dengan baik.
6. Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan, dan kecemasan.
7. Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul
gejala
8. Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa
9. Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala
merupakan pekerjaan ala tubuh yang bekerja berlebihan.
10. Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3

Fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak bicara.
Terjadi pengakuan, katarsis, dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi,
rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaan dan pengertian. Dokter
menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok
pembicaraan.

Farmakoterapi

Pengobatan farmakologis dengan memberikan terapi simptomatik seperti anti nyeri


(analgetikk), vasodilator koroner. Dapat juga diberikan psikotropik golongan benzodiazepine
seperti diazepam, alprazolam untuk mengurangi kecemasan. Terapi simptomatik lain dapat
diberikan sesuai indikasi, tidak berlebihan dan menghindari obat yang dapat memperburuk
keadaan. Selain itu tidak boleh melupakan pengobatan yang lebih khusus diberikan untuk
gangguan psikis atau organis yang dijumpai.

Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka :9

1. Obat tidur (hipnotik)

Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah
senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti mitrazepam, flurazepam, dan triazolam.
Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin,
prometazin.

2. Obat penenang minor dan mayor


- Obat penenang minor
Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas, agitasi,
spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat
maksimal 2 bulan.
- Obat penenang mayor
Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.
3. Antidepressant
Yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramine,
mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara.
Jakarta. 1997: 276-303
2. Budihalim S, Sukatman D. Gangguan Jantung Fungsional. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. FK UI. Jakarta. 1999: 2122-2125
3. Budihalim S, Sukatman D. Psikosomatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FK UI.
Jakarta. 1999: 591-592
4. Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FK UI. 1999: 228-231
5. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya. 1980:
339-371
6. Budihalim S, Mudjadid. Kedokteran Psikosomatis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi IV. FK UI. Jakarta. 2006. 903-908
7. Ostachowska A, et al. Journal Symptoms of cardiovascular diseases in the course of
mental disorders. Archives of Psychiatry and Psychotherapy. 2015: 66-76
8. Christoph M, Christoph A, Dannemann S, et al. Mental symptoms in patients with
cardiac symptoms and normal coronary arteries. Open Heart. 2014: 1-7
9. Budihalim S, Sukatman D. Pikofarmaka dan Psikosomatik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. FK UI. Jakarta. 1999: 602-603

Anda mungkin juga menyukai