Anda di halaman 1dari 44

1.

Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah
melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang
harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan,
agama dan pekerjaan.[1]
1. Riwayat Penyakit Sekarang,
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah
keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk
mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan
utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama,
dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara
anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama. [1]

Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :


1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih
lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta
menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan
penjalarannya ke arah mana. Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai
proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah kiri  lambung; sebelah kanan
 duodenum, hati, kandung empedu; di atas  hati, oesofagus, paru, pleura dan
jantung. Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di
pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas  lambung
dan duodenum; bawah belikat kanan  kandung empedu; bahu kanan 
duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri  diafragma kiri. [1]

2. Onset dan kronologis


Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa
lama.Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul
atau menetap.Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila
nyeri ulu hati timbul secara ritmik  curiga ulkus peptikum, malam hari  ulkus
peptikum dan tiap pagi  dispepsia non ulkus

. 3. Kualitas (sifat sakit)


Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit
yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk,
menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas,
kramp, kolik, sesuatu yang bergerak
biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu).
Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).

4. Kuantitas (derajat sakit) Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan
penderita. Hal ini tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif,
karena dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit,
status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan apakah
sakitnya ringan, sedang atau berat.Apakah sakitnya mengganggu kegiatan sehari-
hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.

5. Faktor yang memperberat keluhan. Ditanyakan adakah faktor-faktor yang


memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi
tertentu.Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit, seperti
makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/
minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan
pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis,
apendisitis, perforasi, peritonitis dan abses hati.Batuk, nafas dalam dan bersin
menambah sakit pada pleuritis.

6. Faktor yang meringankan keluhan. Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat
memperingan sakit, misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang,
menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi
membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari
pankreas atau hati.

7. Keluhan yang menyertai Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul


menyertai dan faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu
hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :
 Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
 Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
 Adakah ikterik ?
 Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
 Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat
dingin atau badan lemas ?
 Adakah penurunan berat badan ?
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
 Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four &
Sacred Seven.
 Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa,
sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
 Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.[1]

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit
yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes
mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat
menstruasi (untuk wanita). 3. Riwayat Penyakit Keluarga Anamnesis ini digunakan
untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus,
hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular. 4. Riwayat sosial dan
ekonomi Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol
atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan
kepercayaan). [1]

No ANAMNESIS HASIL
1 Riwayat Penyakit Sekarang Sesak nafas
2 Dimana lokasi sesak yang bapak rasakan ? Di dada kiri
3 Kapan mulai timbul sesak nafas? sudah berapa Sejak 30 menit yang lalu
lama ?
4 Bagaimana rasa sesak yang bapak rasakan ? Terus-menerus
5 Apakah rasa sesaknya ringan atau berat ? seberapa Rasa sesak timbul saat
sering sesak nafas timbul ? apakah mengganggu melakukan aktivitas berta
aktivitas ?
6 Adakah faktor yang memperberat rasa sesak ? Berbaring telentang
7 Apakah faktor yang memperingan rasa sesak ? Saat posisi duduk
8 Apakah ada keluhan lain yang bapak rasakan selain  Nyeri dada kiri seperti
sesak nafas ? ditindih menjalar ke
tangan kiri tembus ke
punggung
 Merokok (+)
 Makan tidak teratur
 Konsumsi tinggi lemak
dan garam
 Gelisah
 Tangan dankaki dingin
9 Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi dan
hiperkolesterol
10 Riwayat Penyakit Keluarga -
11 Riwayat Sosial dan Ekonomi Seorang pengusaha dan
sudah menikah
\
3. PEMERIKSAAN FISIK

•Tanda Vital

Tekanan darah : 80 / 60 mmHg

Nadi : 75x/menit

RR : 28x / menit

Suhu : 30°

•Kepala

Mata

Bola mata : normal

Kelopak mata : normal

Konjungtiva : (-) anemis

Pupil : 3 mm, isokor

Sklera ikterik : (-)

•Leher

JVP : 5+(-2)

•Pemeriksaan Thorax

•Jantung

Inspeksi : Iktus kordis SIC V 1 jari medial LMCS

Palpasi : Teraba iktus koris SIC V 1 jari medial LMCS

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi :

•Paru

Inspeksi : dinding dada simetris, otot bantu napas (+)

Palpasi : Fremitus taktil normal


Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronki basa halus di basal pulmo (+/+)

•pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus normal, bruit (-)

Perkusi : Timpani

Palpasi : Hepar tidak teraba, HJR tidak meningkat

•Ekstremitas

Sianosis : (-)

Clubbing finger : (-)

Akral dingin : (+)

Saturasi O2 : 90%

Pemeriksaan Fisik

1.Sewaktu terjadi serangan angina dapat tidak menunjukkan kelainan.

Walau jarang pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel

dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat

menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.

2. Dapat ditemukan pembesaran jantung

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

ELEKTROKARDIOGRAM

Gambaran elektrokardiogram (ekg) yang dibuat pada waktu istirahat dan


bukan pada waktu serangan angina seringkali normal. Gambaran ekg kadang-
kadang menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard pada masa
lampau. Kadang-kadang ekg menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada
pasien hipertensi dan angina. Kadang-kadang ekg menunjukkan perubahan
segmen st dan gelombang t yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, ekg
akan menunjukkan adanya depresi segmen st dan gelombang t menjadi negatif.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina


pectoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard
jantung akut maka sering dilakukan pemeriksaan enzim cpk, sgot, atau ldh.
Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina
kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol, hdl,
ldl, dan trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti
hiperlipidemia dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan
diabetes mellitus yang juga merupakan faktor risiko bagi pasien angina pectoris.

1. PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP:

Pemeriksaan darah lengkap atau darah rutin ini memang pemeriksaan yang
umum dilakukan, bukan hanya dapat mendeteksi adanya gangguan pada
jantung. Tapi juga dapat mendeteksi adanya infeksi, adanya demam berdarah,
bahkan adanya anemia.

Pemeriksaan darah rutin hampir selalu dilakukan pada setiap penderita penyakit
jantung dan pembuluh darah. Pada pemeriksaan darah lengkap (leukosit,
hemaglobin, hematokrit dan trombosit) kita dapat menggali adanya gangguan
pada jantung. Pada pemeriksaan hemaglobin dan hematokrit darah dapat
mendeteksi adanya anemia yang dapat menyertai atau menjadi salah satu
penyebab penyakit jantung.

Pada anak-anak, pemeriksaan hemaglobin dan hematokrit dapat mengaetahui


adanya kelainan jantung bawaan. Bila terlihat peningkatan kadar hemoglobin
dan hematokrit, ini merupakan petunjuk adanya penurunan aliran darah ke paru.

Sedangkan pada peningkatan lekosit (12.000 sampai 15.000), pada penderita


dengan infark miokard (kematian otot jantung) akut dapat ditemukan dalam
darah selama 5-7 hari.

2. Pemeriksaan troponin t: peningkatan kadar troponin t dapat menjadi penanda


kejadian koroner akut pada penderita angina pektoris tak stabil. Pada saat terjadi
kerusakan miokard (otot jantung) akibat iskemia (kekuarang oksigen), troponin
t dari sitoplasma dilepas ke dalam darah. Masa pelepasan troponin t ini
berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Itu sebabnya, pada seseorang
yang mengalami serangan jantung pemeriksaan ini segera dilakukan.

Troponin
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot
rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot.
Kontraksi otot terjadi karena pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen
aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga polipeptida :

Troponin c (tnc) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan
mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.

Troponin t (tnt) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen


inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

Troponin i (tni) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.

Tujuan

Uji troponin digunakan untuk membantu mendiagnosis serangan jantung, untuk


mendeteksi dan mengevaluasi cedera miokardium, dan untuk membedakan
nyeri dada karena serangan jantung

Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua
fase. Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat
keluar dari sel-sel miokardium dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan
ck-mb dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan demikian, kemunculan akut
troponin jantung mengisyaratkan ima. Kedua, troponin jantung juga dibebaskan
dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini
memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat
dehidrogenase (ldh) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai
beberapa hari setelah kejadian akutnya.

Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin.


Karena itu penggabungan pengukuran mioglobin (sangat sensitif tetapi kurang
spesifik untuk cedera miokardium) dan troponin jantung (sangat spesifik untuk
cedera miokardium)

3. Pemeriksaan isoenzim ck-mb: pemeriksaan ini merupakan tes yang paing


spesifik pada nekrosis (kerusakan) otot jantung. Peningkatan konsentrasi enzim
ini pasti menunjukkan adanya infark miokard.

Tujuan pemeriksaan ck

Ck/cpk (creatin posfo kinase)


Creatin posfo kinase merupakan senyawa protein yang terposforisasi dan
menjadi katalisator transfer posfat ke adp (energi). Enzim ini berkonsentrasi
tinggi di otot jantung dan otot rangka. Enzim ini juga berada dalam otak,tapi
konsentrasinya rendah. Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah infrak,
mencapai puncaknya 16-24 jam, kembali ke normal setelah 72 jam.

4. Pemeriksaan sgot: enzim ini akan dilepaskan oleh sel otot miokard yang
rusak atau mati.konsentrasi dalam serum akan meningkat dalam 8-12 jam
setelah serangan, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai turun kembali
kenormal setelah 3-4 hari.

Sgot (serum glutamik oksaloasetik transaminase)

adalah enzim transaminase sering juga disebut juga ast (aspartat amino
transferase) katalisator-katalisator perubahan asam amino menjadi asam alfa
ketoglutarat.

Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan
enzim yang tinggi kedalam serum menunjukan adanya kerusakan terutama pada
jaringan jantung dan hati.

Pada penderita infark jantung, sgot akan meningkat setelah 12 jam dan
mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada
hari ke-3 sampai hari ke-5.

Pemeriksaan hiperlipidemia: adalah salah satu faktor resiko penyakit jantung


koroner. Hampir semua kasus hiperlipoproteinemia dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah. Untuk mendapatkan
hasil terbaik, penderita diharuskan puasa 14 jam sebelum pengambilan sampel
darah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. EKG (ELEKTROKARDIOGRAM)

Ekg ini dapat merekam impuls elektrik jantung. Sehingga dapat diketahui
apakah otot jantung telah menerima supplay oksigen yang cukup atau
kekurangan oksigen (iskemia). Selain itu, ekg ini juga dapat digunakan untuk
menentukan atau mengetahui ritme jantung. Gambaran ekg saat istirahat dan
bukan pada saat serangan angina sering masih normal. 30 % normal, 70 %
abnormal pada episode nyeri dada atau aktifitas, berupa depresi segmen st, atau
gel.t inverted.

B. ARTERIOGRAFI KORONER

Merupakan satu- satunya teknik yang memungkinkan untuk melihat


penyempitan pada koroner. Suatu kateter dimasukkan lewat arteri femoralis
ataupun brakialis dan diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan
dan kiri. Media kontras radio grafik kemudian disuntikkan dan
cineroentgenogram akan memperlihatkan kontur arteri serta daerah
penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke
ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan
bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat
keparahannya akan dapat dinilai, demikian juga kita dapat mengetahui penyakit
arteri koroner lain.

C. FOTO RONTGEN DADA

Foto Rontgen Dada Sering Menunjukkan Bentuk Jantung Yang Normal; Pada
Pasien Hipertensi Dapat Terlihat Jantung Membesar Dan Kadang-Kadang
Tampak Adanya Pengapuran Pembuluh Darah Aorta

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

• pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina


pektoris.

• walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis serangan jantung


akut sering dilakukan pemeriksaan enzim jantung. Enzim tersebut akan
meningkat kadarnya pada serangan jantung akut sedangkan pada angina
kadarnya masih normal.

• pemeriksaan profil lemak darah seperti kolesterol, hdl, ldl, trigliserida


dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti
kolesterol dan/atau diabetes mellitus.

E. UJI LATIHAN JASMANI

Karena pada angina pectoris gambaran ekg seringkalimasih normal, maka


seringkali perlu dibuat suatu ujian jasmani. Pada uji jasmani tersebut dibuat ekg
pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat treadmill
atau sepeda ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal
atau submaksimal dan selama latihan ekg di monitor demikian pula setelah
selesai ekg terus di monitor. Tes dianggap positif bila didapatkan depresi
segmen st sebesar 1 mm atau lebih pada waktu latihan atau sesudahnya. Lebih-
lebih bila disamping depresi segmen st juga timbul rasa sakit dada seperti pada
waktu serangan, maka kemungkinan besar pasien memang menderita angina
pectoris. Di tempat yang tidak memiliki treadmill, test latihan jasmani dapat
dilakukan dengan cara master, yaitu latihan dengan naik turun tangga dan
dilakukan pemeriksaan ekg sebelum dan sesudah melakukan latihan tersebut.

F. THALLIUM EXERCISE MYOCARDIAL IMAGING

Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian latihan jasmani dan dapat


menambah sensifitas dan spesifitas uji latihan.thallium 201 disuntikkan secara
intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning
jantung segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien
sehat dan kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada
daerah yang yang menderita iskemia pada waktu latihan dan menjadi normal
setelah pasien istirahat. Pemeriksaan ini juga menunjukkan bagian otot jantung
yang menderita iskemia.

APO B 100

Dalam tubuh kita, transport lemak akan berlangsung dalam bentuk partikel
lipoprotein (gabungan antara lemak dan protein). Lipoprotein ada berbagai
macam, yang telah banyak dikenal adalah low density lipoprotein (ldl) dan high
density lipoprotein (hdl). Apo b-100 merupakan protein yang terdapat pada
partikel lipoprotein yang dapat meningkatkan risiko pjk. Lebih dari 90% apo b-
100 terdapat pada partikel ldl.

Lemak yang berlebihan dalam tubuh merupakan faktor risiko pjk karena lemak
yang berlebihan dapat menempel pada dinding pembuluh darah sehingga akan
terjadi penyumbatan pembuluh darah. Proses penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah ini dikenal sebagai aterosklerosis. Pada saat lemak masuk ke
dalam pembuluh darah, lemak akan masuk dalam bentuk partikel lipoprotein,
terutama dalam bentuk partikel ldl. Apo b-100 sangat penting peranannya dalam
aterosklerosis karena dengan adanya apo b-100, maka akan ada interaksi antara
apo b-100 dengan bagian dinding pembuluh darah yang mengakibatkan partikel
ldl tersebut tertahan di dalam dinding pembuluh darah. Partikel lipoprotein
mengandung apo b yang tertahan inilah yang akan menignkatkan risiko
aterosklerosis karena partikel lipoprotein tersebut akan dirubah menjadi partikel
berbahaya yang meningkatkan risiko pjk.

Manfaat pemeriksaan apo b-100

Berikut ini adalah beberapa manfaat pemeriksaan apo b-100 yaitu:

1. Apo b-100 merupakan protein utama dalam partikel lipoprotein yang


potensial mengakibatkan pjk, terutama partikel ldl. Karena tiap partikel ldl
mengandung 1 molekul apo b, maka konsentrasi apo b tidak hanya
mencerminkan risiko yang terkait dengan pjk, tetapi juga mencerminkan jumlah
partikel ldl di dalam tubuh. Penentuan konsentrasi apo b merupakan komponen
penting untuk menentukan risiko pjk. Peningkatan apo b berkaitan dengan
peningkatan jumlah partikel lipoprotein yang potensial mengakibatkan
aterosklerosis dan peningkatan risiko pjk.

2. Penetuan apo b bermanfaat dalam mementukan risiko adanya small dense


ldl (bentuk ldl yang lebih kecil dan lebih padat). Jadi ldl memang berbahaya
karena dapat menyusup ke lapisan pembuluh darah, tetapi small dense ldl lebih
berbahaya karena:

A Lebih Mudah Masuk Ke Dalam Pembuluh Darah Karena Ukurannya Yang


Kecil

B. Mudah teroksidasi dan memicu aterosklerosis

Rasio ldl kolesterol/ apo b serum <1,2 menunjukkan adanya small dense ldl
yang meningkatkan risiko pjk 3 kali lipat bila dibandingkan ldl dengan ukuran
partikel yang normal.

Nilai rujukan apo b

Pria : 66-133 mg/dl

Wanita : 60-70mg/dl

MIOGLOBIN

Mioglobin adalah protein yang berukuran kecil (sekitar 17.200 dalton) yang
terdapat di otot jantung dan otot rangka, berfungsi menyimpan dan
memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi ke enzim-enzim
respirasi di dalam sel kontraktil. Ketika terjadi kerusakan pada otot, mioglobin
dilepas ke dalam sirkulasi darah.
Mioglobin disaring dari darah oleh ginjal dan diekskresikan melalui urin. Jika
sejumlah besar mioglobin yang dilepaskan ke dalam aliran darah, seperti setelah
trauma parah, mioglobin berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal
dan akhirnya mengakibatkan kegagalan ginjal.

Peningkatan mioglobin serum terjadi 2-6 jam setelah terjadi kerusakan jaringan
otot jantung atau otot rangka, mencapai kadar tetinggi dalam waktu 8-12 jam,
dan kembali normal dalam waktu 18-36 jam. Mioglobin urin dapat dideteksi
selama 3-7 hari setelah cedera otot.

NILAI RUJUKAN

DEWASA : 12-90 NG/ML, 12-90 µG/L

WANITA : 12-75 NG/ML, 12-75 µG/L

PRIA : 20-90 NG/ML, 20-90 µG/L

Gandasoebrata R, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan 13, Dian Rakyat,


Jakarta, 2007.

4.Angina pektoralis

A. Definisi dan Epidemiologi

Angina pectoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium. Angina pectoris ini mempunyai karakteristik tertentu yaitu nyeri
retrointestinal yang lokasi terseringnya di dada, substernal atau sedikit ke kiri,
dengan perjalan ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari
bagian ulnar, punggung/pundak kiri. AP sering juga dirasakan sebagai rasa tidak
nyaman di dada, biasanya dalam waktu ± 10 menit dada, rahang bahu kiri
punggung sampai ke pergelangan tangan atau jari-jari, yang dipicu oleh
aktivitas, stress emosional dan menghilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin. AP juga bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman di epigastrium.
Karakteristik yang penting dari AP adalah adanya pemburukan dari nyeri dada
yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan stress emosi. Gejala klasik dari
angina biasa juga terlihat setelah makan dalam porsi yang banyak atau muncul
pertama kali di pagi hari. Kelainan-kelaian tersebut dapat dihubungkan dengan
kejadian iskemia miokardium, namun dapat juga terkait dengan kelainan
esophagus, paru, atau dinding dada. Nyeri yang bukan tergolong angina
biasanya ditandai dengan keterlibatan kecil di sebagian hemotoraks dan
berlangsung dalam beberapa jam atau hari, dan nyeri tidak berkurang dalam
pemberian nitrogliserin.

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti terdintindih/berat


di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti
diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat
disertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan takut mati. Biasanya
bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-tusuk/diiris sembilu, dan bukan
pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak
di dadanya.

Berikut beberapa karakteristik dari angina pectoris (AP) yang dapat


dijadikan patokan dalam membedakan dengan nyeri non kardiak :

• Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat akan tetapi


tak berhubungan dengan gerakan pernafasan atau gerakan dada ke kiri dan ke
kanan. Nyeri juga dapat dipicu oleh stress baik fisik maupun emosional

• Kuantitas : nyeri yang pertama muncul biasanya agak nyata, dari


beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat
maka harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris
= UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koronari akut = acute coronary
syndrome (ACS), yang memerlukan perawatan khusus. Nyeri dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
Nyeri tidak terus- menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin
bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung
terus- menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari hari biasanya bukanlah
nyeri angina pectoris.
Epidemiologi
Prevalensi terjadinya angina pada studi populasi meningkat di setiap tingkatan usia dan
perbedaan jenis kelamin. Terdapat data 5-7% di wanita berusia 45-67 tahun dan 10-12% di
wanita berusia 65-84 tahun mengalami angina pectoris stabil, dan pada pria ditemukan 4-7%
usia 45-64 tahun, dan 12-14% pada usia 65-84 tahun.
Sumber :
Setiati, Siti. Dkk.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

B. Etiologi ANDRE

C. Faktor risiko YONA

• Penggunaan Tembakau

o Mengunyah tembakau, merokok dan paparan jangka panjang untuk asap


rokok merusak dinding interior arteri - Termasuk arteri ke jantung anda -
memungkinkan endapan kolesterol untuk mengumpulkan dan menyumbat aliran
darah.

• Diabetes\

o Diabetes adalah ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan cukup


insulin atau merespon insulin dengan benar. Insulin, suatu hormon yang
dikeluarkan oleh pankreas , memungkinkan tubuh untuk menggunakan glukosa,
yang merupakan bentuk gula dari makanan. Diabetes meningkatkan risiko
penyakit arteri koroner, yang menyebabkan angina dan serangan jantung dengan
mempercepat aterosklerosis.

• Hipertensi

o Tekanan darah ditentukan oleh jumlah darah pompa jantung dan jumlah
resistensi terhadap aliran darah di arteri . Seiring waktu, darah tinggi kerusakan
tekanan arteri.

• Kolesterol Darah Tinggi atau Kadar Trigliserida

o Kolesterol merupakan bagian utama dari deposito yang dapat


mempersempit arteri di seluruh tubuh , termasuk yang mensuplai jantung .
Tingkat tinggi dari salah jenis kolesterol, dikenal sebagai lipoprotein (LDL)
kolesterol (kolesterol "buruk") low-density, meningkatkan resiko angina dan
serangan jantung. Tingkat tinggi trigliserida, sejenis lemak darah yang
berhubungan dengan diet Anda, juga tidak diinginkan.

• Kurang Olahraga
o Gaya hidup aktif memberikan kontribusi untuk kolesterol tinggi, tekanan
darah, diabetes tipe 2 dan obesitas.

• Kegemukan

o Obesitas meningkatka resiko angina dan penyakit jantung karena terkait


dengan tingkat kolesterol darah tinggi tekanan darah tinggi dan diabetes. Juga
jantung harus lebih keras untuk memasok darah ke jaringan.

Sumber : http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/angina/basics/risk-
factors/con-20031194 (diakses pada tangal 19 Desember 2016)

D. Patofisiologi

Patofisiologi Angina Pektoris

Mekanisme timbulnya angina pektoris tidak stabil didasarkan pada


ketidakadekuatan supply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis
koroner).1

Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas


bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling
sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka
kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung
yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah
dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan
atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik
(kekurangan suplai darah) miokardium. 1

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat


Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan
tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul
spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen
ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala
yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75
% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam
laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila
keutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap respons terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke
sel-sel miocard di jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, rahang, dan daerah abdomen. 1

Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen juga
akan meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang
sehat, maka arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
oksigen kepada jaringan. Akan tetapi jika terjadi kekakuan dan penyempitan
pembuluh darah seperti pada penderita arteosklerotik dan tidak mampu
berespon untuk berdilatasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen. Terjadilah
iskemi miocard, yang mana sel-sel miocard mulai menggunakan glikolisis
anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan ini sangat
tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asalm laktat. Asam laktat
kemudian menurunkan PH Miocardium dan menyebabkan nyeri pada angina
pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang (istirahat, atau
dengan pemberian obat) suplay oksigen menjadi kembali adekuat dan sel-sel
otot kembali melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energy melalui proses
aerob. Dan proses ini tidak menimbulkan asam laktat, sehingga nyeri angina
mereda dan dengan demikian dapat disimpulkan nyeri angina adalah nyeri yang
berlangsung singkat.

Rubeinstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture note: kedokteran klinis. Edisi ke-6.


Jakarta: Erlangga; 2007.

E. Gejala Klinis

Angina Pectoris

Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi
dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara
tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita
dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang.
Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.
[7]
Iskemia otot jantung akan memberi nyeri dengan derajat yang bervariasi, mulai
dari rasa tertekan pada dada sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut
atau rasa akan menjelang ajal. Nyeri sangat terasa pada di daerah belakang
sternum atas atau sternum ketiga tengah (retrosentral). Meskipun rasa nyeri
biasanya terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke leher, dagu,
bahu, dan aspek dalam ekstremitas atas. Pasien biasanya memperlihatkan rasa
sesak, tercekik, dengan kualitas yang terus menerus. Rasa lemah atau baal di
lengan atas, pergelangan tangan, dan tangan akan menyertai rasa nyeri. Selama
terjadi nyeri fisik, pasien mungkin akan merasa akan meninggal. Karakteristik
utama nyeri tersebut akan berkurang apabila faktor presipitasinya
dihilangkan.[7]

Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya. Nyeri
berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang menyebar
ke lengan kiri bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu dan leher kiri,
bahkan dapat sampai ke kelingking kiri. Perasaan ini dapat pula menyebar ke
pinggang, tenggorokan rahang gigi dan ada juga yang sampaikan ke lengan
kanan. Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di
daerah apeks kordis. Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala
berikut ini : berkeringat dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan rasa
akan pingsan (fainting).[8]

Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil). Serangan
ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut dan
beristirahat. Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi
bisa sampai lebih dari 20 menit. Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi
perubahan misalnya lama serangan bertambah, nyeri lebih hebat, ambang
timbulnya serangan menurun atau serangan datang saat bangun tidur, maka
gangguan ini perlu diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda
prainfark (angina tidak stabil). Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut
angina Prinzmetal biasanya timbul saat penderita sedang istirahat. Angina
dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi sesudah kerja
fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong juga angina
tidak stabil. Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan
kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan
darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa keras. Pada
auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar pada
pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat Biasanya didapatkan
faktor risiko: hipertensi, obesitas atau diabetes melitus.[8]

7. Talbert, R. L., 2005, 2008, Ischemic Heart Disease, In Pharmacotherapy:


A Pathophysiology Approach, McGraw Hill, New York.

8. Priori, S. G., Blanc, J. J., (France), Budaj., A., Camm, J., Dean, V.,
Deckers, J., Dickstein. K., Lekakis, J., McGregor. K., Metra. M., Morais. J.,
Osterspey. A., Tamargo, J., Zamorano, J. L., Guidelines on the management of
stable angina pectoris, 2006, European Heart Journal
doi:10.1093/eurheartj/ehl002 ESC Committee for Practice Guidelines (CPG).

F. Klasifikasi

Klasifikasi Angina

1.Stable Angina Pectoris (angina pektoris stabil)

Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan, sesuai dengan berat
Ringannya pencetus, dibagi atas beberapa tingkatan:

a.Selalu timbul sesudah latihan berat.

b.Timbul sesudah latihan sedang (jalan cepat 1/2 km)

c.Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)

d.Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)

2.Unstable Angina Pectoris (angina pektoris tidak stabil/ATS)

Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi
biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri
tersendiri.

3. Angina prinzmetal (Variant angina)

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme
arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung dibagian hilir. Kadang-
kadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis

Klasifikasi Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular Society


Classification System:
1.Kelas I: Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan angina. Angina akan
muncul ketika melakukan peningkatan aktivitas fisik (berjalan cepat,
olahraga dalam waktu yang lama).

2.Kelas II: Adanya pembatasan aktivitas sedikit/aktivitas sehari-hari (naik


tangga dengan cepat, jalan naik, jalan setelah makan, stres, dingin).

3.Kelas III: Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik karena sudah timbul
gejala angina ketika pasien baru berjalan 1 blok atau naik tangga 1 tingkat.

4. Kelas IV: Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman,


untuk melakukan aktivitas sedikit saja bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga
bisa terjadi angina

Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Fasilitas


Pelayanan Primer. http://fk.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/PPK-
Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf. Diakses tanggal 19 Desember 2016

G. Tatalaksana

TATALAKSANA ANGINA

TERAPI

Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan


strategi invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi invasive
melibatkan dilakukannya angiografi, dan ditujukan pada pasien dengan tingkat
risiko tinggi hingga sangat tinggi. Waktu pelaksanaan angiografi ditentukan
berdasarkan beberapa parameter dan dibagi menjadi 4 kategori,

yaitu:

1. Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C).

Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi
(veryhigh risk)

2. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A)

Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu

kriteria risiko tinggi (high risk) primer (Tabel 11)

3. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A)


Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau
dengan gejala berulang

4. Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau angiografi elektif

Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara rutin.
Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi
dan dianggap memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:

• Nyeri dada tidak berulang

• Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung

• Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-6
hingga 9)

• Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6 hingga 9

• Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia) Penentuan


risiko rendah berdasarkan risk score juga dapat berguna dalam pengambilan
keputusan untuk menggunakan

strategi konservatif. Penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien-pasien ini


berdasarkan evaluasi PJK. Sebelum dipulangkan, dapat dilakukan stress test
untuk menentukan adanya iskemi yang dapat ditimbulkan (inducible) untuk
perencanaan pengobatan dan sebelum dilakukan angiografi elektif.

Obat-obatan yang diperlukan

Penyekat beta (beta blocker).

Keuntungan utama terapi penyekat Beta terletak pada efeknya terhadap


reseptor beta-1 yang mengakibatkan Turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan Pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signifikan, Asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri.
Pada kebanyakan kasus, Preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.
NITRAT.

keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga
konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi
pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.

nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau
hipertensi dalam 48 jam pertama.

nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmhg atau
>30 mmhg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan.
CALCIUM CHANNEL BLOCKERS (CCBS).

nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau
tanpa efek pada sa node atau av node. sebaliknya verapamil dan diltiazem
mempunyai efek terhadap sa node dan av node yang menonjol dan sekaligus
efek dilatasi arteri. Semua ccb tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner
yang seimbang. Oleh karena itu ccb, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik.

ASPIRIN

aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan

INHIBITOR ACE DAN PENGHAMBAT RESEPTOR ANGIOTENSIN

inhibitor angiotensin converting enzyme (ace) berguna dalam mengurangi


remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard
yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung
klinis. penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut,
walaupun pada penderita dengan faktor risiko pjk atau yang telah terbukti
menderita pjk, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.
STATIN

tanpa melihat nilai awal kolesterol ldl dan tanpa mempertimbangkan modifikasi
diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme a reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita uap/nstemi, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin
dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A).
Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients


presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal 2012

H. Preventif

I. Komplikasi

J. Prognosis

5. Infark Miokard

A. Definisi Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung. Penyebab
IMA yang paling banyak adalah trombosis sehubungan dengan plak
ateromatosa yang pecah dan ruptur.

Pada Agustus 2002 sampai Desember 2002, terdapat 92 pasien IMA yang
datang ke Instalasi Gawat Darurat rumah sakit Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Data Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2006 didapatkan kasus
IMA 7,32 per 1.000 penduduk. Pada tahun 2010, Laporan Profil Kesehatan
Kota Semarang menunjukkan kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah
sebanyak 95.957 kasus dan sebanyak 1.847 (2%) merupakan IMA. Penyakit
jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian utama selama
periode 2005-2010 dengan jumlah kematian sebanyak 2.941 kasus dan
sebanyak 414 kasus (14%) disebabkan IMA.

Rubeinstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture note: kedokteran klinis. Edisi ke-6.


Jakarta: Erlangga; 2007.

C. Etiologi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan
sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan
koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat
sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark. [2]

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan
bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi thrombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. [3]

Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi
menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner.
Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu
nidus untuk pembentukan trombus. [4]

Reperfusi jaringan terjadi ketika adanya iskemik atau nekrosis miokard akibat terbentuknya
trombus. Leukosit khususnya neutrofil berperan dalam melakukan reperfusi jaringan dengan
cara sel miokardium yang hipoksia merilis sitokin-sitokin untuk pengaktifan leukosit. Jumlah
sitokin yang dirilis oleh miosit yang hipoksia akan menyebabkan terjadinya kerusakan
permanen pada miosit secara in vitro dan dapat menyebabkan cedera langsung endotelium
serta kardiomiosit. [6]

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. [3]
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri koronaria,
anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan
hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.[5]

1. Medical Education Division, Brookside Associates Ltd., 2008, Scrub, Gown, and Glove Procedure.

2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna

Publishing; 2010.

4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.

5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Disease : A textbook of Cardiovascular Medicine.

Philadephia: Elsevier; 2008.

6. Vinten Jakob, Johansen., 2003. Involvement of neutrophils in the pathogenesis of lethal myocardial reperfusion

injury. Oxford Journals. 61: 481-497.

D. Faktor risiko

Yang tidak dapat diubah:


1.Usia

Risiko meningkatpada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun


(umumnya setelah menopause)

2.Jenis kelamin

Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan
estrogen endogen yang bersifat protektif pada perempuan. Hal ini terbukti
insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-
laki pada wanita setelah masa menopause.

3.Riwayat keluarga

Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia <
55 tahun dan ibu < 65 tahun.

Yang dapat di

ubah:

1. Mayor

a.Peningkatan lipid serum

b.Hipertensi

c.Merokok

d.Konsumsi alkohol

e.Diabetes Melitus

f.Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori

2.Minor

a.Aktivitas fisik kurang

b.Stress psikologik

c.Tipe kepribadian
Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Fasilitas
Pelayanan Primer. http://fk.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/PPK-
Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf. Diakses tanggal 19 Desember 2016

E. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI INFARK MIOKARD

AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih
dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner /
coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak
(plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri
koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung) Plaque dapat
rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan
plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah
baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai


bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot
jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya
sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri
koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan
dalam beberapa kasus ini

Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi
obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang
ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa
menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark
ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke
jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri.
Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior
dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan
melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai
aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan
ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner
kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi
atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian
jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus
AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika
infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden
anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri
koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka
infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan
pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika
hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark
miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi
(disekeliling daerah infark).

Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan


sebagai berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah
yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi);
Perubahan daya kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup;
Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada
beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa
menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi
fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian
inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon terhadap iskemi
kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju
miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang
terjadi minimal; Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika
mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta:


EGC; 2001

F. Gejala Klinis

Gejala Klinis Infark miokard !

Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen
miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang
dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor
pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat.

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin

Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume
yang dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.

Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.


Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub
perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEIM.

Setiati, Siti. Dkk.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

G. Klasifikasi ANDRE

H. Tatalaksana

Penatalaksanaan infark miokard akut


Pasien herus dipindahkan ke unit perawatan koroner (CCU) untuk
monitoring, namun pentalaksanaan awal tidak boleh ditunda selama menunggu
pemindahan ke CCU :

Analgesia dengan opiate

Oksigen dengan masker

Aspirin segera, dikunyah tidak ditelan

Trombolisis, biasanya dengan streptokinase atau activator plasminogen


(tPA) jaringan (trombolitiklain biasanya sama ampuhnya)

Bloker β , intravena, terutama pada hipertensi atau takikardia tanpa gagal


jantung yang jelas

Diuretic bila terjadi edema paru

Inhibitor enzim pengubah angiotensin (ACE) (hari ke-2 atau ke_3) terutama
pada gagal jantung klinis, atau kerusakan fungsi ventrikel kiri yang signifikan
(MI anterior, pelepasan enzim dengan kadar tinggi, kerusakan ventrikel kiri
pada ekokardiografi) [1]
(sumber: pendoman tatalaksana sindrom koroner akut)
(sumber: pendoman tatalaksana sindrom koroner akut)
(sumber: pendoman tatalaksana sindrom koroner akut)

Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta


terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya
konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan
disfungsi akut ventrikel kiri. Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP
atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama
tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat beta oral hendaknya
diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan
untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi
kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat
pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan
kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B).

Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis

Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai


efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV
Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node
dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena
itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk
mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan
NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta
dalam mengatasi keluhan angina.

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa Pemilihan kombinasi agen


antiplatelet oral, agen penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dan
antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas
I-C). Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan
pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya
peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah
(Kelas I-B). Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi
(Kelas III-A) atau pada pasien yangmendapatkan DAPT yang diterapi secara
konservatif (Kelas III-A).

Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin Inhibitor


angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi remodeling
dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang disertai
gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun
pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK,
beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

Statin Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa


mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme
A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI,
termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar kolesterol LDL
sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.[1]

Tatalaksana (stemi)

Pada ruang emergensi

Aspirin : 160-325-mg tablet buccal, lanjutkan 75-162mg/hari

Jika hipoksemia, berikan suplementasi O2 2-4 1/menit selama 6-12 jam

Control ketdaknyamanan

Nitrogliserin sublingual 3x0,4 mg dengan jeda 5 menit. Bila gejala tidak


hilang, berikan nitrogliserin intravena

Morfin 2-4mg intravena, dapat diulang sampai 3 kali dengan jeda 5 menit

Betablocker iv: Metoprolol 5 mg. 2-5 menit sebanyak 3 kali. 15 menit


setelah dosis ke-3, berikan 4 x 50 mg p.o selama 2 hari, lalu 2 x 100mg. atenolol
: 2,5-5mg selama 2 menit, total 10 mg selama 10-15 menit. Bisoprolol 1 x 2,5-
10 mg. percutaneous coronary intervention (PCI) : jika diagnosis meragukan,
kontraindikasi terapi fibrinolisis, ada renjatan kardiogenik, risiko perdarahan
meningkat, atau gejala tidak tertangani dalam 2-3 jam.

Terapi revaskularisasi

Jika tidak tersedia saraa intervensi koroner perekutan (IKP) atau tidak
mungkin mengerjakan IKP primer <2 jam.

Terapi Fibrinolisis
Waktu pemberian : efektifitas menurun dengan lamanya waktu, terutama
bila > 3 jam setelah onset

Indikasi : serangan <12 jam, elevasi segmen ST ≥ 0,1 mV (≥1 mm) dalam
2 lead berturut- turut atau adanya Left Bundle Branch Block (LBBB)

Kontraindikasi :

Absolute : neoplasma intracranial, aneurisemia, malformasi arteri vena,


stroke non hemoragik atau trauma kepala tertutup dalam 3 bulan terakhir,
perdarahan internal aktif atau adanya perdarahan diastesis, curiga diseksi aorta

Relative : hipertensi berat dengan tekanan darah sistol > 180 atau diastol
> 110 mmHg, stroke iskemik, resutisasi kardiopulmonal yang lama > 10 menit,
trauma atau oprasi besar dalam 3 minggu terakhir; perdarahan interna dalam 2-4
minggu terakhir, noncompressible vascular puncture, kehamilan, menggunakan
antikoagulan.

Tissue Plasminoogen Activator (tPA) : 15 mg bolus iv, lanjutkan 50 mg


selama 30 menit, lalu 35 mg selama 60 menit

Streptokinase : 1,5 juta unit iv selama 1 jam

Tenecteplase (rPA) : 2 x 10 juta unit bolus dalam 2-3 menit, jeda 30


menit antara dosis pertama dan kedua

Inteervensi koroner perkutan (IKP) : jika tersedia sarana ikp dan ikp bisa
dikerjakan <2 jam. Jika tidak bisa berikan fibrinolitik

Tienopiridin

Clopidogrel 300-600 mg

Prasugrel 60 mg

Glycoprotein IIb/IIIa (GP IIb/IIIa inhibitors) : bekerja menghambat


agregasi trombosit

ACE Inhibitor untuk hipertensi, akut miokard infark anterior , atau


disfungsi ventrikel kiri: captopril 3x 6,25 mg, mulai dalam waktu 24jam atau
ketika stabil (tekanan darah sistolik >100 mmHg)

Lipid- lowering agent (jika LDL > 70-100 mg/dl, total cholesterol >135
mg/dl) :Atrovastatin 10-80 mg/ hari, rosuvastatin 20-40mg/hari.[1]
(sumber: penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam panduan praktik
klinis)

I. . Preventif

Pencegahan Infark Miokard Akut

Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit


jantung dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi
risiko penyakit jantung. Sasaran dari pencegahan ini adalah masyarakat yang
sehat secara umum. Upaya ini terutama ditujukan kepada masalah penyakit
tidak menular.1 Upaya primordial dapat berupa anjuran kesehatan, peraturan-
peraturan atau kebijakan nasional nutrisi dalam sektor agrokultur, industri
makanan, impor ekspor makanan, pencegahan hipertensi, promosi aktivitas fisik
atau olahraga dan peringatan pemerintah pada iklan rokok.

Pencegahan Primer

Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan penyakit jantung


sebelum seseorang menderita penyakit jantung. Pencegahan ini ditujukan
kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko tinggi. Dengan adanya
pencegahan ini diharapkan kelompok yang berisiko ini dapat mencegah
berkembangnya proses atherosklerosis secara dini.

Upaya-upaya pencegahan disarankan meliputi:

a. Mengontrol kolesterol darah, yaitu dengan cara mengidentifikasi jenis


makanan yang kaya akan kolesterol kemudian mengurangi konsumsinya serta
mengkonsumsi serat yang larut.

b. Mengontrol tekanan darah. Banyak kasus tekanan darah tinggi tidak dapat
disembuhkan. Keadaan ini berasal dari suatu kecenderungan genetik yang
bercampur dengan faktor risiko seperti stress, kegemukan, terlalu banyak
konsumsi garam dan kurang gerak badan. Upaya pengendalian yang dapat
dilakukan adalah mengatur diet, menjaga berat badan, menurunkan stress dan
melakukan olahraga.
c. Berhenti merokok. Program-program pendidikan umum dan kampanye anti
merokok perlu dilaksanakan secara intensif di rumah sakit dan tempat umum
lainnya.

d. Aktivitas fisik. Manfaat melakukan akvifitas fisik dan olahraga bagi penyakit
jantung antara lain adalah perbaikan fungsi dan efisiensi kardiovaskular,
pengurangan faktor risiko lain yang mengganggu pembuluh darah koroner. Ada
dua jenis olahraga, yaitu olahraga aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga
aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan
oksigen masih dapat dipenuhi tubuh. Sebagai contoh olahraga aerobik adalah
gerak jalan cepat, jogging, lari, senam, renang, dan bersepeda. Olahraga
anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi
seluruhnya oleh tubuh. Sebagai contoh angkat besi, lari sprint 100 M, tenis
lapangan, dan bulu tangkis.

Pencegahan Sekunder

Yaitu upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi


melalui tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan yang tepat pada
penderita penyakit jantung. Disini diperlukan perubahan pola hidup terhadap
faktor-faktor yang dapat dikendalikan dan kepatuhan berobat bagi mereka yang
sudah menderita penyakit jantung. Pencegahan ini ditujukan untuk menurunkan
mortalitas. Dalam hal ini dilakukan beberapa pemeriksaan yakni:

a. Pemeriksaan Fisik

Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering


mengurut-urut dadanya (Levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri
teraba dingin, nadi bervariasi, bisa brakikardia atau bahkan takikardia. Kadang
juga disertai dengan nadi yang tidak teratur oleh aritmia. Tekanan darah
biasanya normal, tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan sitolik
sering turun. Pulse pressure (tekanan nadi) sering menurun karena tekanan
diastolik meningkat. Penderita dengan syok kardiogenik tekanan darah sistolik
menurun.

b. Pemeriksaan Penunjang

b.1. Pemeriksaan Laboratorium

Ada beberapa serum marker untuk Infark Miokard Akut, yaitu creatinekinase
(CK), CK isoenzim (CK-MB), serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan cardiac troponin (cTnI,cTnT). Enzim
CK meningkat dalam 4-8 jam dan menurun ke kadar normal dalam 2-3 hari
dengan kadar puncak pada 24 jam. , CK isoenzim (CK-MB) meningkat dalam
3-12 jam pertama dan mencapai puncak dalam 18-36 jam selanjutnya menjadi
normal setelah 3-4 hari. Sementara lactic dehydrogenase (LDH) meningkat pada
10 jam dengan kadar puncaknya tercapai dalam 24-28 jam kemabali normal
setelah 10-14 hari.

b.2. Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen-ST sesuai dengan


lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut, perubahan
EKG didahului oleh gelombang T yang meninggi, kemudian elevasi segmen-T
selanjutnya terbentuk gelombang Q yang patologis disertai elevasi segmen-ST.

b.3. Ekokardiografi

Ekokardiografi sangat berguna di dalam ruangan Coronary Care Unit (CCU)


karena dapat mendiagnosa dengan cepat dan tepat adanya iskemia miokard
terutama bila elektrokardiogram penderita tidak jelas dan kadar enzim jantung
belum meningkat. Ciri khas adanya nekrosis miokard ekokardiografi adalah
adanya abnormalitas pergerakan dinding ventikel.

b.4. Arteriografi Koroner

Dengan kateter khusus melalui cara kateterisasi perkutan, disuntikkan zat


kontras ke dalam arteri koroner yang hendak diperiksa. Dengan cara ini
tampaklah arteri koroner yang menyempit dan beratnya stenosis dapat pula
dinilai.

b.5. Radioisotop

Pemeriksaan sistem kardiovaskular dengan radionuklear dilakukan dengan


menyuntikkan zat radioaktif secara intravena, kemudian zat tersebut dideteksi di
dalam tubuh manusia. Zat-zat yang biasa digunakan adalah thallium dan
technetium 99m (Tc-99m).

c. Diagnosis Infark Miokard Akut Berdasarkan kriteria WHO tahun 2000,


diagnosis Infark Miokard Akut ditegakkan berdasarkan terpenuhinya minimal 2
dari 3 kriteria berikut yakni :
c.1. Nyeri dada anterior tetapi timbulnya nyeri yang berkepanjangan tidak
seketika itu juga ( > 30 menit, biasanya dirasakan sebagai rasa terbius), yang
dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, shock atau gagal jantung.

c.2. Kadang-kadang tanpa nyeri, sehingga sering dikelirukan dengan gagal


jantung kongestif akut, pingsan, stroke dan syok.

c.3. Perubahan EKG (gelombang Q patologis dengan elevasi segmen-ST) dan


peningkatan kadar enzim jantung (CK-MB, troponin T atau trponin I). Dengan
teknik pencitraan tampak adanya gerakan dinding segmental yang abnormal.

d. Pengobatan Infark Miokard Akut Infark Miokard Akut adalah keadaan gawat
karena dapat menyebabkan kematian yang mendadak. Penderita harus mendapat
penanganan segera (cepat) dan tepat. Segera dilakukan pemasangan infus dan
diberikan oksigen 21/menit dan penderita harus istirahat total serta dilakukan
monitor EKG 24 jam (di ICCU). Selain itu dilakukan pemberian obat seperti
analgetik (biasanya golongan narkotik diberikan secara intravena dengan
pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan), nitrat, aspirin, trombolitik
terapi, betablocker, ACE-inhibitor.

e. Revaskularisasi Koroner

e.1. Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner (Coronary ArteryBypass Grafting)


Revaskularisasi bedah menggunakan CABG pertama kali dilakukan awal tahun
1960-an dan sekarang merupakan salah satu prosedur pembedahan yang paling
sering dilakukan.

Operasi bedah pintas koroner harus dipertimbangkan pada kasus-kasus


komplikasi Infark Miokard Akut, pasien dengan kondisi klinik dan anatomi
koroner yang sesuai untuk tindakan bedah pintas koroner.

e.2. Angiosplasti/Stent Koroner Implan stent intrakoroner manusia pertama kali


dilakukan tahun 1986. Perkembangan ini merupakan penanda dalam kardiologi
intervensional karena dengan ditemukannya sten intrakoroner ini menurunkan
insidensi penutupan mendadak pembuluh darah, Infark Miokard Akut, kematian
mendadak dan kebutuhan CABG darurat.

Pencegahan Tersier

Merupakan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat


atau kematian serta usaha untuk rehabilitasi. Komplikasi penyakit infark
miokard akut tak terbatas hanya saat pasien dirawat di rumah sakit saja,
demikian pula tanggung jawab para ahli kesehatan agar pasien hidup sehat
sejahtera, tidak berarti selesai dengan keluarnya pasien dari rumah sakit. Sedini
mungkin, pasien mengikuti program rehabilitasi kardiovaskular, dan kemudian
terus dilanjutkan meskipun pasien pulang ke rumah. Pengertian rehabilitasi
jantung oleh American Heart Association dan The Task Force on
Cardiovascular Rehabilitation of the National Heart, Lung and Blood Institute,
adalah proses untuk memulihkan dan memelihara potensi fisik, psikologis,
sosial, pendidikan dan pekerjaan pasien.

Pencegahan ini merupakan upaya agar tidak terjadi kambuh pada


penderita dan penderita dapat melaksanakan aktivitasnya kembali. Ini dapat
dilakukan setelah penyakit jantung dianggap sudah tidak membahayakan lagi.
Upaya pencegahan ini mencegah terjadinya komplikasi yang lebih atau
kematian. Seringkali setelah terkena penyakit jantung seseorang merasa sudah
lumpuh dan tidak boleh melakukan pekerjaan, tetapi dengan mengikuti program
rehabilitasi ini diharapkan dapat kembali bekerja seperti biasanya dengan
melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa dan dibutuhkan pemantauan yang
cukup ketat.

J. Komplikasi

Komplikasi

1. Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. [3]

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di


rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya.[3]
3. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.[3]

4. Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.[3]

5. Aritmia paska STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf


autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.[3]

6. Ekstrasistol ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien


STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.[3]

J. Prognosis
PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda Vital
Tekanan darah : 80 / 60 mmHg
Nadi : 75x/menit
RR : 28x / menit
Suhu : 30°
 Kepala
Mata
Bola mata : normal
Kelopak mata : normal
Konjungtiva : (-) anemis
Pupil : 3 mm, isokor
Sklera ikterik : (-)
 Leher
JVP : 5+(-2)
 Pemeriksaan Thorax
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis SIC V 1 jari medial LMCS
Palpasi : Teraba iktus koris SIC V 1 jari medial LMCS
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi :
 Paru
Inspeksi : dinding dada simetris, otot bantu napas (+)
Palpasi : Fremitus taktil normal
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronki basa halus di basal pulmo (+/+)
 pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus normal, bruit (-)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Hepar tidak teraba, HJR tidak meningkat
 Ekstremitas
Sianosis : (-)
Clubbing finger : (-)
Akral dingin : (+)
Saturasi O2 : 90%

6. Sindrom koroner Akut

Anda mungkin juga menyukai