Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh
pasien.Salah satu keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang
dikenal sebagai migren. 30-40 % penduduk USA pernah mengalami nyeri
kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot danmigraine
menduduki peringkat nomor satu.1
Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik
mulai dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40
tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-
anak menderita migren.Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan
penyakit saraf menderita nyeri kepala migren. 2
Migren merupakan nyeri kepala primer.Nyeri kepala biasanya terasa
berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai
berat dan bertambah dengan aktivitas.Dapat disertai mual dan atau muntah
atau fonofobia dan fotofobia. Banyaknya dan frekuensi serangan sangat
beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan
terjadi akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan
aliran darah di otak dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah
otak serta proses inflamasi (peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini
menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat
inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita.Faktor
genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migren.
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan
disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan
yang dapat menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan
serangan nyeri kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan
mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien serta memberi
perhatian dan mengajak pasien bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan
2

gejala migren pada umumnya serta tindakan penanggulangannya merupakan


bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat menurunkan angka
morbiditas pasien.1

1.2 Rumusan Masalah


Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi,
klasifikasi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari migren.

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memahami
definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, pathogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan dari migren.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri
kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.
Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya
sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual
dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.3

2.2 Epidemiologi
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria
sepanjang hidupnya.Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun.
Migraine timbul pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28
juta orang.4Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan
umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai
dewasa.Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada
wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44
tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus.
Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput
dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan.
Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai
riwayat keluarga penderita migraine.5

2.3 Etiologi
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita
migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para
penderita migraine dengan aura.3,5 Namun, dalam migraine tanpa aura tidak
ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum
menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine
4

juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria


seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis,
and strokelikeepisodes).Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL
(cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.

2.4 Klasifikasi
Menurut The International Headache Society (2013), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut6:
1. Migraine tanpa aura
2. Migraine dengan aura
 Migraine dengan tipikal aura
 Tipical aura dengan sakit kepala
 Tipical aura tanpa sakit kepala
 Migraine dengan brainstem aura
 Hemiplegic migraine
 Familial hemiplegic migraine (FHM)
- Familial hemiplegic migraine type 1
- Familial hemiplegic migraine type 2
- Familial hemiplegic migraine type 3
- Familial hemiplegic migraine, other loci
 Sporadic hemiplegic migraine
 Retinal migraine
3. Chronic migraine
4. Complications of migraine
 Status migrainosus
 Persistent aura without infarction
 Migrainous infarction
 Migraine aura-triggered seizure
5. Probable migraine
 Probable migraine without aura
 Probable migraine with aura
5

6. Episodic syndromes that may be associated withmigraine


 Recurrent gastrointestinal disturbance
 Cyclical vomiting syndrome
 Abdominal migraine
 Benign paroxysmal vertigo
 Benign paroxysmal torticollis

2.5 Patofisiologi5,7
Teori vascular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam
terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri
kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang
mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf
nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh
darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut
jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit
kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin
akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin
akan memperburuk sakit kepala.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia


Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut
oleh para neurologist di dunia.Pada saat serangan migraine terjadi, nervus
trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam
jumlah besar.Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala.CGRP adalah peptida yang
tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,
adrenomedulin, dan amilin.Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar
di sel C dari kelenjar tiroid.Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam
sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal,
dan sistem urologenital.Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP
dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan
6

pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang


akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang
memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi
oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.Pada prinsipnya, penderita
migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas
neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui
dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan
mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap
epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine,
sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus
ikut tersensitisasi saat episode migraine.Mekanisme migraine berwujud
sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental
pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara
berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang
berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka
menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical
spreading depression (CSD).Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di
substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran
ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga
membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip
neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti
glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan
neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian
kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian
menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi
pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia
7

seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan


dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya
menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril
neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.Selain CSD, migren juga
terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak
bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di
otak.Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT)
yang bersifat vasokonstriktor.Pemberian antagonis dopamin, misalnya
Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.

2.6 Kriteria Diagnostik6


1. Migraine tanpa aura
A. Setidaknya lima kali serangan memenuhi kriteria B hingga D.
B. Serangan sakit kepala berlangsung 4 hingga 72 jam (tidak dirawat atau
telah dirawat namun perawatan belum berhasil).
C. Sakit kepala memiliki setidaknya dua dari karakteristik berikut:
1. Lokasinya satu sisi (unilateral)
2. Kualitas berdenyut (pulsating)
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Diperberat oleh atau menyebabkan terganggunya aktifitas fisik
rutin/harian (misalnya berjalan atau naik tangga)
D. Selama sakit kepala berlangsung setidaknya disertai satu hal berikut
ini:
1. Mual dan atau muntah
2. Photophobia atau phonophobia
E. Tidak berhubungan dengan gangguan lainnya.

2. Migraine dengan aura


A. Setidaknya dua kali serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Terdapat satu atau lebih gejala aura dibawah ini yang bersifat
reversibel:
8

1. Gangguan visual
2. Gangguan sensorik
3. Gangguan bicara dan atau bahasa
4. Gangguan motorik
5. Gangguan brainstream
6. Gangguan retinal
C. Setidaknya terdapat dua dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau dua
atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi TIA
disingkirkan.

 Migraine dengan tipikal aura


A. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Gejala aura terdiri dari gangguan visual, sensorik dan atau berbicara
dan bahasa, yang terjadi secara reversibel namun tidak disertai
gangguan motorik, brainstream, dan retinal.
C. Setidaknya terdapat dua dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau
dua atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60
menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi
TIA

 Tipical aura dengan sakit kepala


A. Memenuhi karakteristik Migrain dengan tipikal aura
9

B. Terdapat sakit kepala, dengan atau tanpa karakteristik migrain


yang disertai atau diikuti gejala aura selama 60 menit

 Tipical aura tanpa sakit kepala


A. Memenuhi karakteristik Migrain dengan tipikal aura
B. Terdapat sakit kepala, dengan atau tanpa karakteristik migrain
yang disertai atau diikuti gejala aura selama 60 menit

 Migraine with brainstem aura (Migrain tipe basiler)


A. Sekurang-kurangnya dua kali serangan memenuhi kriteria B-D
B. Gejala aura terdiri dari gangguan visual, sensorik dan atau berbicara
dan bahasa, yang terjadi secara reversibel namun tidak disertai
gangguan motorik dan retinal.
C. Paling sedikit terdapat dua dari gejala brainstream dibawah ini:
1. Disartria
2. Vertigo
3. Tinitus
4. Hipacusia
5. Diplopia
6. Ataksia
7. Pernurunan kesadaran
D. Setidaknya terdapat dua dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau
dua atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60
menit
E. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi
TIA disingkirkan.

 Hemiplegic migraine
10

A. Sekurang-kurangnya dua kali serangan memenuhi kriteria B dan C


B. Serangan aura terdiri dari dua gejala:
1. Kelemahan motorik yang reversibel
2. Gangguan visual, sensorik dan atau bicara dan bahasa yang
reversibel
C. Setidaknya terdapat satu gejala dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau
dua atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit atau gangguan motorik yang
terjadi <72 jam
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60
menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnosis
TIA dan stroke disingkirkan

 Familial hemiplegic migraine (FHM)


A. Memenuhi kriteria hemiplegic migrain
B. Paling sedikit serangan pertama atau kedua memenuhi kriteria
hemiplegic migrain

- Familial hemiplegic migraine type 1


A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Diketahui penyebabnya yaitu mutasi pada gen CACNA1A

- Familial hemiplegic migraine type 2


A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Diketahui penyebabnya yaitu mutasi pada gen ATP1A2

- Familial hemiplegic migraine type 3


A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Diketahui penyebabnya yaitu mutasi pada gen SCN1A
11

- Familial hemiplegic migraine, other loci


A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Tidak terbukti terdapat mutasi pada gen CACNA1A,
ATP1A2, dan SCN1A.

 Sporadic hemiplegic migraine


A. Memenuhi kriteria hemiplegic migrain
B. Serangan pertama atau kedua tidak memenuhi kriteria
hemiplegic migrain

 Retinal migraine
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Terdapat phenomena visual positif/negatif monokuler yang
reversibel penuh (skintilasi, skotama, atau kebutaan, yang
dikonfirmasi dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan adanya gambaran defek lapangan pandang
monokuler selama serangan.
C. Paling sedikit memenuhi dua dari tiga kriteria dibawah ini:
1. Serangan aura terjadi ≥ 5 menit
2. Serangan berakhir dalam 5-60 menit
3. Diikuti nyeri kepala yang terjadi dalam 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi lain dan penyebab lain dari
amaurosis fugax dapat disingkirkan.

3. Chronic migraine
A. Sakit kepala terjadi ≥15 hari dalam satu bulan atau > 3 bulan dan
memenuhi kriteria B dan C
B. Terjadi paling sedikit lima serangan pada kriteria B-D mirgrain tanpa
aura dan atau kriteria B dan C migrain dengan aura.
C. Terjadi ≥ 8 hari dalam satu bulan selama > 3 bulan yang memenuhi
kriteria dibawah ini:
12

1. Kriteria C dan D pada migrain tanpa aura


2. Kriteria B dan C pada migrain dengan aura
3. Pasien mengaku sakit kepala berkurang dengan pemberian obat
golongan triptipan atau ergot.
D. Tidak terdapat kelainan lain.

4. Komplikasi Migren
 Status Migren
A. Serangan sakit kepala yang memenuhi kriteria B dan C
B. Adanya serngan pada pasien dengan kriteria migrain tanpa aura dan
atau migrain dengan aura, seperti serangan sebelumnya kecuali
lama serangannya.
C. Gambaran sakit kepala yang terjadi adalah:
1. Tidak hilang ≥ 72 jam
2. Nyeri kepala intensitas berat
D. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.

 Aura Persisten tanpa Infark


A. Adanya serangan migren tanpa aura yang khas seperti serangan
sebelumnya kecuali satu atau lebih tanda-tanda aura yang
berlangsung selama ≥ 1 minggu.
B. Tidak terdapat infark pada pemeriksaan pada neuroimaging
C. Tidak berkaitan dengan ganguan lain.

 Migrenous Infark
A. Serangan migren yang memnuhi kriteria B dan C
B. Adanya serangan pada pasien dengan aura yang khas seperti
serangan sebelumnya kecuali satu atau lebih tanda-tanda aura yang
menetap >60 menit.
C. Pemeriksaan neuroimaging menunjukkan infark iskemia dengan
area yang sesuai.
D. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
13

 Migraine aura-triggered seizure


A. Terdapat kejang yang memenuhi kriteria satu serangan epiletik dan
memenuhi kriteria B
B. Suatu bangkitan yang memenuhi kriteria migren dengan aura untuk
satu tipe serangan epilepsi yang terjadi selama 1 jam setelah suatu
aura migren.
C. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.

5. Probable migraine
A. Serangan nyeri kepala memenuhi semua kriteria A-D dari migren
tanpa aura atau salah satu dari kriteria A-C dari migren dengan aura.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.

 Probable migraine tanpa aura


A. Serangan nyeri kepala memenuhi semua kriteria A-D dari migren
tanpa aura.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.

 Probable migraine dengan aura


A. Serangan nyeri kepala memenuhi salah satu dari kriteria A-C dari
migren dengan aura ataupun jenis-jenis dibawahnya, kecuali ada
salah satu yang tidak sama.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.

6. Episodic syndromes that may be associated with migraine


 Recurrent gastrointestinal disturbance
A. Sekurang-kurangnya lima kasi serangan dengan episode yang
berbeda dari nyeri abdomen dan atau rasa tidak nyaman pada
abdomen dan atau mual dan atau muntah.
B. Tidak terdapat kelainan pada gastrointestinal.
C. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.
14

 Cyclical vomiting syndrome


A. Sekurang –kurangnya lima serangan mual dan muntah memenuhi
kriteria B dan C
B. Serangan terjadi secara strerotipik dan periodik.
C. Memenuhi semua kriteria dibawah ini:
1. Mual dan muntah yang terjadi paling sedikit 4 kali per jam
2. Serangan berakhir ≥1 jam hingga 10 hari
3. Serangan kembali terjadi ≥ 1 minggu berikutnya.
D. Diantara dua serangan tidak terdapat gejala
E. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.

 Abdominal migraine
A. Sekurang-kurangnya 5 serangan memnuhi kriteria B-D
B. Nyeri abdominal paling sedikit memenuhi dua dari tiga kriteria:
1. Lokasi midline, periumbilikal, atau sulit terlokalisir
2. Nyeri tumpul
3. Intensitas sedang sampai dengan berat
C. Selama serangan, sekurang-kurangnya memenuhi dua dari
kriteria dibawah ini:
1. Anoreksia
2. Nausea
3. Muntah
4. Pucat
D. Serangan akan berakhir dalam 2-72 jam apabila tidak diterapi
atau terapi tidak berhasil.
E. Tidak terdapat gejala diantara dua serangan.
F. Tidak berhubungan dengan kelainan lain

 Benign paroxysmal vertigo


A. Sekurang-kurangnya lima kali serangan memenuhi kriteria B dan C
15

B. Terjadi vertigo tanpa tanda bahaya yang membaik spontan setelah


beberapa menit sampai 1 jam tanpa terjadi penurunan kesadaran.
C. Memenuhi minimal satu dari gejala dibawah ini:
1. Nistagmus
2. Ataxia
3. Muntah
4. Pucat
5. Rasa takut
D. Pemeriksaan neurologi, audiometri, dan fungsi vestibular normal
selama serangan
E. Tidak berhubungan dengan kelainan lain.

 Benign paroxysmal torticollis


A. Gejala berulang pada anak-anak, memenuhi kriteria B dan C
B. Kepala yang miring ke salah satu sisi, dengan atau tanpa sedikit
rotasi, yang membaik secara spontan dalam menit hingga hari.
C. Paling sedikit memenuhi satu dari gejala dibawah ini:
1. Pucat
2. Iritable
3. Malaise
4. Mntah
5. ataxia
D. Pemeriksaan neurologis yang normal selama serangan
E. Tidak berhubungan dengan kelainan lain.

2.7 PemeriksaanPenunjang
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala
hampir sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat
menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit
kepala dan mempersulit pengobatannya.
16

1. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti:
pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam
frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit
kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala
unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis
kontralateral.

2. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit
kepala, sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang
hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit
disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau
MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat
meningkatkan tekanan intracranial.

2.8 Tatalaksana9
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori :
A. Langkah umum
B. Terapi abortif
C. Langkah menghilangkan rasa nyeri
D. Terapi preventif

A. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan
cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

B. Terapi Abortif
17

 Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang


berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik
OTCs(Over The Counters), NSAIDs (oral)
 Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti:
Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro
ergotamin (DHE), Obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), Obat golongan ergotamin
 Yang tidak respon terhadap obat-obat diatas dapat dipakai opiate dan
analgetik yang mengandung butalbital 30
Pada tabel dibawah ini dicantumkan daftar obat non spesifik untuk
serangan migren ringan sampai sedang. Monitor agar jangan sampai “over
use” yang memicu “rebound headache”.
Tabel 1. Pengobatan Non Spesifik

Jenis Obat
Analgetik/NSAIDs
Paracetamol Dosis : 500 – 1000 mg/6-8 jam
Aspirin Dosis: 650-1000 mg /4-6 jam,dosis maksimal
4 gr/hr
Kontraindikasi: gangguan /penyakit
perdarahan
Adverse reaction : GI upset
Ibuprofen Dosis : 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal
2.4 gr/hari)
Kontraindikasi: Aspirin/NSAID-induced
asthma
Adverse react : Dizziness, rash, GI upset
Naproxen sodium Dosis: 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis
maksimal 1.5 gr/hari
Kontraindikasi : Aspirin/NSAID-induced
asthma
Adverse reaction : Dizziness, rash, pruritus,
18

GI upset
Ketorolac Dosis : 60 mg IM/ 15-30 menit/ 15-30 min
Dosis maksimal: 120 mg/hr. Tidak lebih dari
5 hari
Kontraindikasi: Aspirin induced asthma,
hamil, perdarahan serebrovaskular
Adverse react : Edema, drowsiness, dizziness,
GI upset
Diclofenac potasium Dosis: 50mg-100mg/d single dose
Kontraindikasi : asthma, gangguan hepar,
cardiac, renal, diuretic
Adverse react : dizziness, rash, peptic ulcer,
GI upset
Narkotik Analgetik
Meperidine Dosis : 50-150 mg IM or IV/ 3-4 jam
Kontra indikasi : hamil, menyusui, MAOI
Adverse react : Hipotensi, fatigue,
drowsiness, dizziness, vomiting, muscle
weakness, respiratory depression
Butophanol Dosis : spray (1 mg) sediaan nostril, dapat
diulang 1 jam lagi, Maksimal 4 spray/hr.
Penggunaan terbatas 2x seminggu
Kontraindikasi : gagal ginjal, hepar, pulmonal
Adverse react : Drowsiness
Adjuntive Therapy
Metoclopramide Dosis : 10 mg IV atau oral 20-30 min sebelum
atau bersamaan dengan pemberian analgetik,
NSAID, atau ergotamine derivative
Kontraindikasi : seizure disorder, GI bleeding,
GI obstruction
Adverse react : Restlessness, drowsiness,
muscle weakness, dystonic reaction
19

Prochlorperazine Dosis : 25 mg oral atau suppose.Dosis maks 3


dosis per 24/jam
Kontraindikasi : CNS depression
Adverse react : Hypotension, arrhythmias,
pseudo-parkinsonism, dystonia, dizziness,
urinary retention, nasal congestion
Isometheptene, Dosis : Maksimal dosis initial: 2 kapsul,
acetaminophen, diulang 1 caps/jam sampai maksimal 5 kaps
dichloralphenazone per 12 jam ( 20 caps perbulan), penggunaan
terbatas 2 x seminggu
Kontraindikasi : gangguan hepar, renal,
diabetes, MAOI hipertensi, glaukoma,
penyakit jantung
Adverse react : Hypertension, dizziness, rash

Obat abortif migren spesifik :

 Ergotamin dan derivat


Merupakan obat yang pemakaiannya dibatasi, karena menimbulkan
nyeri “over use” dan meningkatkan frekuensi serangan serta ber-efek
negatif untuk obat-obat preventif.
 Kombinasi ergotamin dan caffein tersedia oral dan supositoria
 DHE(dihydroergotamine) alkaloid cocok untuk migren berat,
tersedia obat parenteral dan semprot hidung mempunyai efek
oxytocic dan vasokonstriksi perifer sehingga tidak diberikan untuk
jangka panjang.
 Triptans
Untuk migren sedang sampai berat atau migren ringan sampai
sedang yang tidak respon terhadap analgesik atau NSAIDs.

Tabel 2. Obat migren spesifik

Jenis Obat
20

Ergotamine Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis


sehari, gunakan dosis efektif terkecil Suppos :
1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan

Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil,


menyusui, uncontrolled hypertension, sepsis,
coronary, cerebral, peripheral vascular
disease.

Adverse react: Increased incidence of


migraines, daily headaches, tachycardia,
arterial spasm, numbness and tingling,
vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal
cramps
Caffeine plus Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot)
Ergotamine pada saat onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit,
dapat naik sampai 6 tab.(jangan lebih 10
tab/minggu nya) Suppos (2 mg ergot/100 mg
caff), 1 supp saat onset, dapat diulang 1 lagi 1
jam kemudian

Kontra indikasi : idem diatas


Adverse react: idem diatas
Dihydro ergotamine Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to
(DHE) 1.0 mg; dapat diulang tiap jam sampai dosis
maksimal 3 mg IM atau 2 mg IV per hari, dan
6 mg per minggu. Intranasal: 0.5-mg spray
pada tiap nostril, dosis maksimal 4 spray (2
mg) per hari

Kontra indikasi : idem


Adverse react : idem
21

Triptans
Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam,
dosis maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2
jam, dosis maks: 200 mg/hari
Max initial dose: 100 mg Intranasal: 5 -10 mg
(1-2 spray) pada satu nostril; dapat diulang
sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari

Kontra indikasi : Ergotamine, hemiplegic atau


basilar migraine, hamil, gangguan fungsi
hepar, CAD, MAOI

Adverse react : vomiting, vertigo, headache,


chest pressure and heaviness
Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis maks 5
mg per hari

Kontra indikasi : Ergot-type medications,


kontrasepsi oral, merokok, CAD

Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue


Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg
per hari

Kontra indikasi : Ergot-type medications,


other triptans, propranolol, cimetidine, CAD

Adverse react : Tachycardia, throat tightness


Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10
mg per hari.

Kontra indikasi: Ergot-type medications,


22

other triptans, CAD

C. Langkah menghilangkan nyeri


Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit,
mungkin dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang
direkomendasikan FDA ialah kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen
250 mg dan caffein 65 mg. Ketoralac tromethamin “non narcotic, non
habituating” dapat dipakai, efek sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.
Analgesik narkotik, anti emetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin
bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL ,
methadone HCL ) diberikan parenteral, efektif menghilangkan nyeri,
hanya menyebabkan ketergantungan. Anti emetik diberikan parenteral
atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan prochlorperazine)
mempunyai efek sedatif dan anti mual.
Transnasal butorphanol tartrate diberikan parenteral.Pemberian
nasal efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi.

D. Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
1) Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan
2) Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan
3) Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas

Indikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

 Serangan berulang yang mengganggu aktifitas


 Nyeri kepala yang sering
 Ada kontra indikasi terhadap terapi akut
 Kegagalan terapi atau “over use”
 Efek samping yang berat pada terapi akut
 Biaya untuk terapi akut dan preventif
 Keinginan yang diharapkan penderita
23

 Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, umpamanya


migren basiler hemiplegik, aura yang manjang

Formula Prevensi Migren.

 Pemakaian obat :
Dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
 Pendidikan terhadap penderita :
Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping.
 Evaluasi : “Headache diary” merupakan suatu “gold standart” evaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon
obat
 Kondisi penyakit lain : Pedulikan kelainan yang sedang diderita
seperti stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil
(efek teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel 3. Obat Profilaksis Migren

Jenis Obat Dosis Efek Samping


E-blokers
Atenolol 50-150 mg/hr Fatigue,
Metaprolol 100-200 mg/hr bronchospasm,
Nadolol 20-160 mg/hr bradikardi, hipotensi,
Propanolo 40-240 mg/hr depresi, congestive
heart failure,
impotensi, gangguan
tidur
Calcium-chanel
blokers
Flunarizine 5-10 mg/hr Fatigue, berat badan
Verapamil 240-320 mg/hr bertambah,
depresi(flunarizine) ,
24

bradikardi, hipotensi,
konstipasi
(verapamil), nausea,
edema, nyeri kepala,
ekstrapyramidal
Serotonin receptor
antagonis
Methysergide 2 mg tiap malam, naik Retroperitoneal,
secara gradual tid cardiac and
(max 8mg/hr) pulmonary fibrosis
Pizotyline (pizotifen) 0.5 mg tiap malam, Weight gain, fatigue
naik secara gradual tid
(max 3-6 mg/hr)
Tricyclic analgesics
Amitriptiline 10-150 mg tiap malam Mulut kering,
Nortriptiline 10-150 mg tiap malam konstipasi, weight
gain, drowsiness,
reduced seizure
threshold,
cardiovascular effects
Anti-epileptik
Divalproex 500-1500 mg/d Nausea, tremor,
Sodium valproate 500-1500 mg/d weight gain, alopecia,
Valproic acid 500-1500 mg/d increased liver
enzyme levels
Gabapentin 900-1800 mg/hr dosis Dizzines, fatique,
max 2400 mg/hr ataxia, nausea, tremor
Topiramate Dosis Initial 25mg/hr Paresthesia, weight
dinaikkan 25 loss, memory
mg/minggu impairment, dizziness
Maintenance 100
mg/12 jam
25

Obat preventif berdasarkan pertimbangan kondisi penderita.

 β-blokers, menurunkan frekuensi serangan Kontra indikasi penderita


asthma, diabetes mellitus, penyakit vaskuler perifer, heart block, ibu
hamil.
 Calcium-channel blockers, efeknya agak lambat sampai beberapa
bulan mengurangi frekuensi serangan +50%. Kontra indikasi: ibu
hamil, hipertensi, aritmia dan “congestive heart failure”
 Serotonin receptor antagonists, (pizotifen) efektif mengurangi
frekuensi sampai 50%-64%, efek sampingnya lesu, berat badan
meningkat
 Methysergide, untuk profilaksis serangan berat, yang tidak respon
terhadap obat-obat abortif Kontra indikasinya : hipertensi, kelainan
liver, ginjal, paru, jantung, kehamilan, tromboflebitis. Efek samping
: mual, kaku otot, batuk, halusinasi. Pemakaiannya tidak lebih dari 6
bulan.
 Tricyclic Amitriptiline dosisnya 25mg tiap malam sampai 50mg.
Nortriptiline efek anticholinergik ngantuknya lebih rendah. Kontra
indikasinya kelainan liver, ginjal, paru, jantung, glaukoma,
hipertensi
 Anti-epileptics drugs Sodium valproate, Valproic acid efektif. Efek
sampingnya mual, tremor, alopecia. Topiramate terbukti baik 50%
penderita dengan dosis 2 x 100mg/hari mengurangi serangan +
26,3%. Efek samping astenia, tremor, pusing, ataksia, berat badan
menurun. Gabapentin dengan dosis 900-2400 mg/hari menurunkan
frekuensi serangan 46%

2.9 Prognosis
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh
pada akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar
estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi
26

beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan


faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita
terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke
terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura
lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita.Selain itu,
migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti
menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita
migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen
Ovale dapat mengontrol serangan migraine.8
27

BAB III
KESIMPULAN

Migraine adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri


yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat
disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya.Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.4Prevalensi
migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa.Migraine lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum
usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu
paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.
Secara umum, migren dibagi menjadi migren dengan aura, migren tanpa
aura, kronik migren, komplikasi migren, probable migren,serta episodik sindrom
yang berhubungan dengan migren.
Tatalaksana migren meliputi langkah umum yaitu menghindari faktor
pencetus untuk terjadinya migrain, terapi abortif, terapi untuk menghilangkan
nyeri serta terapi preventif.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. PenatalaksanaanTerkiniNyeriKepalaMigrain. Dalam


Kumpulan MakalahPertemuanIlmiahNasional
IIPerhimpunanDokterSpesialisSaraf Indonesia. Airlangga University
Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. KapitaSelektaNeurologi, edisikedua.
GajahmadaUniversity Press. Yogyakarta.
3. Adams and Victor’s Neurology.
4. Gilroy, J. Basic neurology.3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-
126.
5. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related
headache. [Internet]; 2010 Mar 29 [cited 2015 Feb 01]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
6. The International Classification of Headache Disorders,3rd edition (beta
version)
7. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston:
McGraw Hill. 2007. p 289
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited
2015 Feb 01]. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2
.htm
9. Guidline for controlled trials of drugs in migrain : Third edition. A guide
for inverstigation. International Headache Society.

Anda mungkin juga menyukai