A. Latar Belakang.
Peraturan Menteri (Permen) Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia tentang Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk
mengganti Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kepmendikbud) Nomor 155/U/1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan
(PUOK) Di Perguruan Tinggi1. Latar belakang rencana penggantian PUOK tersebut oleh
KemeristekDikti, setidaknya terdiri atas empat alasan2:
1. PUOK sudah berusia hampir 20 tahun,
2. Dalam Perjalanannya lebih dari sepuluh tahun terakhir tidak lagi menjadi pedoman
oleh mahasiswa dalam berorganisasi (Sudah Tidak efektif).
3. Beberapa Pedoman sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
4. Telah ada upaya dari Belmawa Dikti 10 tahun terakhir untuk membuat Peraturan
Menteri yang baru.
Lebih lanjut, kehadiran Permen ini perlu dihadirkan dengan melihat Kepmendikbud
155/U/1998 tidak memiliki kejelasan (sudah tidak berlaku dan belum ada aturan yang
mencabutnya) sebab Perguruan Tinggi sekarang tidak lagi dinaungi oleh Mendikbud tapi
beralih ke KemenristekDikti. Kedua, karena faktor kebutuhan dan amanah beberapa hasil
keputusan Rembuknas Pimpinan bidang Kemahasiswaan se-Indonesia dan adanya lompatan
hirarki peraturan di bidang Kemahasiswaan sehingga hanya diatur yang bersifat umum saja.
(UU Dikti, PP-Perppu, Permen (tidak ada pengaturan, statuta (tidak semua Perguruan Tinggi
mengatur)).
Dr Arman Nefi SH MM, Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia, pada
kegiatan Workshop dan Malam Penganugerahan Bidang Kemahasiswaan, Direktorat
Kemahasiswaan, Ditjen Belmawa di Jakarta 6 Desember 2017 menyampaikan materi
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
“Persiapan uji publik draft peraturan menteri tentang organisasi kemahasiswaan” bahwa
kehadiran sebuah peraturan didasarkan pada:
1. Perintah Undang-Undang Dasar
2. Perintah dari suatu Undang-Undang.
3. Terkait dengan pengesahan perjanjian internasional tertentu. (Ratifikasi dll)
4. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
5. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Poin 1-4 tidak terpenuhi, sedangkan nomor 5 dapat dijadikan landasan perlunya
kehadiran Permen Ormawa yang baru dan sesuai perkembangan ormawa itu sendiri), karena
merupakan tuntutan dan kebutuhan yang telah menjadi keputusan dari pimpinan bidang
kemahasiswaan se-Indonesia.
Berdasarkan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pasal 8 ayat (1), jenis peraturan berupa “Peraturan Menteri” diakui keberadaannya sesuai frase
“…peraturan yang ditetapkan oleh… menteri…”3 walaupun tidak disebutkan dengan
gamblang.
Jika didasarkan pada kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan,
Peraturan Menteri hanya akan dibentuk atas dasar:
1. Atribusi pembentukan peraturan perundang-undangan; dan
2. Delegasi pembentukan peraturan perundang-undangan.
Poin pertama diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh konstitusi/grondwet atau oleh
pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ Negara, baik yang
sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu4. Misalnya atribusian dalam UUD 1945,
berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Daerah (Perda). Termasuk Peraturan Presiden
(Perpres) sesuai UU No. 12/2011.
Poin kedua menjelaskan tentang “Delegasi”, adalah pemindahan/penyerahan
kewenangan untuk membentuk peraturan dari pemegang kewenangan asal yang
memberdelegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan
tanggungjawab pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan
tanggungjawab delegans terbatas sekali.5
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
9. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi.
Poin pertama UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara jelas
tidak adanya perintah “delegasi”. Poin kedua UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi paragraf 3 organisasi kemahasiswaan Pasal 77 ayat (5) berbunyi “Ketentuan lain
mengenai organisasi kemahasiswaan diatur dalam statuta perguruan tinggi”. Poin ketiga PP
No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan secara jelas tidak adanya perintah
“delegasi”. Poin keempat PP No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
dan Pengelolaan Perguruan Tinggi secara jelas tidak adanya perintah “delegasi”.
Poin kelima Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementrian Negara secara
jelas tidak adanya perintah “delegasi”. Poin keenam Perpres No. 13 Tahun 2015 tentang
Kementrian Riset, teknologi, dan Pendidikan tinggi secara jelas tidak adanya perintah
“delegasi”. Poin ketujuh Keputusan Presiden No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan
Kementrian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019 secara jelas tidak
adanya perintah “delegasi”. Poin kedelapan PermenristekDikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara jelas tidak adanya perintah “delegasi”. Poin
terakhir PermenristekDikti Nomor 15 tahun 2015 tentang organisasi dan tata kerja
Kemenristekdikti secara jelas tidak adanya perintah “delegasi”.
UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi paragraf 3 organisasi
kemahasiswaan Pasal 77 ayat (5) berbunyi “Ketentuan lain mengenai organisasi
kemahasiswaan diatur dalam statuta perguruan tinggi”. Statuta Universitas Hasanuddin diatur
pada Pasal 49 ayat (4) PP No. 53 Tahun 2015, menegaskan bahwa: “Ketentuan lebih lanjut
mengenai organisasi kemahasiswaan di Unhas diatur dengan Peraturan Rektor”.
Kedua peraturan perundang-undangan tersebut secara jelas tidak “mendelegasikan”
pengaturan lebih lanjut mengenai organisasi kemahasiswaan akan diatur pada Peraturan
menteri. Sementara alasan hadirnya Permen ini hanya didasarkan pada faktor tuntutan dan
kebutuhan yang telah menjadi keputusan dari pimpinan bidang kemahasiswaan se-Indonesia,
bukan berdasarkan kebutuhan mahasiswa. Sementara Organisasi Kemahasiswaan hadir dengan
prinsip dari, oleh, dan untuk mahaswa.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
kepada anggota organisasi yang diwakilinya. Berkat aturan ini, DPM juga harus
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Rektor.
Bukan hanya bentuk evaluasi, pembentukan Ormawa pun menjadi kewenangan
Pemimpin Perguruan Tinggi sesuai Bab IV Pasal 7 ayat (1) dan “Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan dan kepengurusan organisasi kemahasiswaan ditetapkan oleh
Pimpinan Perguruan Tinggi” ayat (5). Untuk sah dan tidaknya Ormawa pun ditetapkan oleh
Pemimpin Perguruan Tinggi Pasal 8 ayat (1). Struktur inti juga tidak terlepas dari intervensi
pengaturan, Pasal 7 ayat (4) “Kepengurusan inti organisasi kemahasiswaan Perguruan Tinggi
terdiri atas Ketua, Wakil Ketua…”. Sedangkan BEM MIPA Unhas dipimpin oleh Ketua Umum
tanpa ditemani Wakil Ketua, dan beberapa organisasi kemahasiswaan menyebut pimpinan
organisasinya dengan Presiden BEM, Koordinator Senat Fakultas ataupun Sekretaris Jenderal.
Bagian ‘Menimbang’ dalam suatu peraturan perundang-undangan memuat unsur
filosofis, sosiologis, dan yuridis yang penulisannya ditempatkan secara berurutan, yuridis
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan
diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat10.
Huruf C pada draf ini “bahwa Perguruan Tinggi perlu menciptakan hubungan
antarperguruan tinggi yang sehat, harmonis, dan bertanggung jawab…” Sehat diartikan
sembuh dari sakit berdasarkan pengertian ketiga pada KBBI. Organisasi Kemahasiswaan hari
ini sedang dalam kondisi yang baik-baik saja, dan kesehatannya akan terganggu dengan
hadirnya draf ini. Harmoni diartikan sebagai suatu keselarasan. Pertanyaannya kemudian,
apakah draf ini selaras dengan Organisasi Kemahasiswaan? Sementara segala kerja-kerja
organisasi mulai dari pembentukan, pengesahan dan pertanggungjawaban bahkan ancaman
sanksi jika Ormawa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permen ini dikenakan
sanksi yang ditetapkan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi, Bab XI Sanksi.
Berdasarkan beberapa kejanggalan pada draf ini, telah menyalahi pengertian ormawa
pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) dijelaskan Ormawa sebagai wadah kegiatan
mahasiswa untuk mengembangkan bakat, minat, dan potensi, kreatifitas, kepekaan, daya kritis,
keberanian, kepemimpinan serta rasa kebangsaan dan tanggungjawab sosial yang terdiri atas
organisasi kemahasiswaan intra dan antarperguruan tinggi.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
Dengan demikian, Ormawa tidak lagi sebagai wadah untuk pengembangan diri
mahasiswa. Prinsip organisasi kemahasiswaan bukan lagi dari, oleh, dan untuk mahasiswa.
Tapi Organisasi Kemahasiswaan dari, oleh, dan untuk Pemimpin Perguruan Tinggi.
b. Kerja-Kerja Ormawa
Bab III Kedudukan, Fungsi dan Ruang Lingkup Pasal 6 “Ruang lingkup Kegiatan
Organisasi Kemahasiswaan meliputi Kegiatan kokulikuler dan ekstrakulikuler”, kokulikuler
dijelaskan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (7) “…kegiatan yang dilakukan oleh
mahasiswa secara terprogram atas bimbingan dosen sebagai bagian kurikulum dan dapat diberi
bobot setara satu atau dua satuan kredit semester” dan ekstrakulikuler pada ayat (8) “…kegiatan
yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai penunjang kurikulum dan dapat diberi bobot setara
satu atau dua satuan kredit mahasiswa”.
Setiap Ormawa memiliki dinamikanya tersendiri. Cepat lambat terbentuknya
kepengurusan yang baru akan disesuaikan dengan kondisi kekinian masing-masing Ormawa.
Bab VI Periode Kepengurusan Pasal 10 ayat (1) “Periode kepengurusan setiap Ormawa selama
1 (satu) tahun, dimulai 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember tahun berjalan”. Diatur lebih
lanjut di ayat (2) “Kepengurusan yang baru harus sudah terbentuk paling lambat 31 Desember”.
Kondisi di KM FMIPA Unhas, tiap periode kepengurusan berbeda-beda dan Rekomendasi di
Musyawarah Besar sebagai forum tertinggi mengatur kapan akan dibukanya Mubes
selanjutnya, jika Mubes dibuka maka kerja eksekutif berhenti dan melaporkan kinerjanya.
Pembahasan konstitusi (AD/ART, GBHO, Format Pengaderan) berlangsung alot, sehingga
terbentuknya kepengurusan yang baru tidak menentu.
Bukan hanya kewenangan Ormawa yang diambil alih Pemimpin Perguruan Tinggi,
Rektor juga “…dapat mengangkat tenaga professional yang berasal dari luar perguruan tinggi
sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan
kegiatan organisasi kemahasiswaan” Bab VII Pembinaan Organisasi Kemahasiswaan Pasal 11
ayat (4). Apakah hari ini Ormawa membutuhkan Pembina dari dalam dan luar organisasi. Jika
seperti itu tidak ada kreatifitas dan daya kritis dari Ormawa.
Ketika draf peraturan ini ditetapkan maka Permen ini akan men’delegasi’kan kepada
Peraturan Rektor masing-masing perguruan tinggi, Bab XII Ketentuan Penutup Pasal 17 ayat
(1) “Petunjuk pelaksanaan peraturan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemimpin
perguruan tinggi”
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
D. Kesimpulan
Ada beberapa poin yang menjadi kesimpulan mengenai draf PermenristekDikti tentang
Organisasi Kemahasiswaan, diantaranya:
1. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi paragraf 3 organisasi
kemahasiswaan Pasal 77 ayat (5) berbunyi “Ketentuan lain mengenai organisasi
kemahasiswaan diatur dalam statuta perguruan tinggi”. Statuta Universitas
Hasanuddin diatur pada Pasal 49 ayat (4) PP No. 53 Tahun 2015, menegaskan
bahwa: “Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi kemahasiswaan di Unhas
diatur dengan Peraturan Rektor”. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut
secara jelas tidak “mendelegasikan” pengaturan lebih lanjut mengenai organisasi
kemahasiswaan akan diatur pada Peraturan menteri. Sementara alasan hadirnya
Permen ini hanya didasarkan pada faktor tuntutan dan kebutuhan yang telah
menjadi keputusan dari pimpinan bidang kemahasiswaan se-Indonesia, bukan
berdasarkan kebutuhan mahasiswa. Sementara Organisasi Kemahasiswaan hadir
dengan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa.
2. Kondisi kekinian Keluarga Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam tidak membutuhkan aturan sesuai yang dijelaskan pada draf Permen ini.
3. Kewenangan dan Independensi Organisasi Kemahasiswaan berdasarkan draf
Permen ini diambil alih secara keseluruhan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi
Dengan demikian, Ormawa tidak lagi sebagai wadah untuk pengembangan diri
mahasiswa. Prinsip organisasi kemahasiswaan bukan lagi dari, oleh, dan untuk
mahasiswa. Tapi Organisasi Kemahasiswaan dari, oleh, dan untuk Pemimpin
Perguruan Tinggi.
Catatan Kaki
1
Lihat Bab XII Ketentuan Penutup Pasal 17 Ayat 2 Draf Peraturan Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia tentang Organisasi
Kemahasiswaan Perguruan Tinggi “Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka
Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998
Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku”
2
Power Point persiapan uji publik draft peraturan menteri tentang organisasi
kemahasiswaan, Jakarta 6 Desember 2017 oleh Arman Nefi pada Workshop dan Malam
Penganugerahan Bidang Kemahasiswaan, Direktorat Kemahasiswaan, Ditjen Belmawa.
3
Lihat UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 8
Ayat 1 “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”
4
Lihat A. Hamid S. Attamimmi (1990, hlm. 352) Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis
Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita
I – Pelita VI, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana UI, Jakarta, 1990.
5
Ibid. A. Hamid S. Attamimmi: 1990, hlm. 347
6
Lihat UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 8 Ayat
2 “Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.”
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat : Ruang LFD 108 kampus UNHAS Tamalanrea. Jln Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. 90245
7
Lihat http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5264d6b08c174/kedudukan-peraturan
menteri-dalam-hierarki-peraturan-perundang-undangan diakses pada Rabu, 13
Desember 2017 pukul 04.26 Wita.
8
Lihat Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik
Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.
9
Lihat Angka 28 Lampiran UU 12/2011
10
Angka 19 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.