Anda di halaman 1dari 4

CULTURAL UNIVERSAL DAYAK MAANYAN OLEH NOVITHA CHRISTINA DEWI

a. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dayak


Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di
Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan
Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air
kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:

1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);


2. Taloh, kambe (roh jahat).

Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas.
Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:

1. upacara pembakaran mayat,


2. upacara menyambut kelahiran anak, dan
3. upacara penguburan mayat.
4. Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah
bangunan yang disebut tambak.

Pada Suku Dayak Maanyan sejak anak masih di dalam kandungan ada upacaranya : Naranang
bila anak dalam rahim sudah meningkat 7 bulan, terutama pada kelahiran atau kehamilan yang
pertama kali. Kemudian ada upacara "Malas Bidan" dan memberi nama berlaku sesudah tanggal
tali pusat si bayi. Dan ada lagi pesta "Nganrus ia" atau "Mubur Walenun"atau pesta turun
mandi. Ketiga upacara tersebut selamanya memakai Balian.

Masalah perkawinan : Orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya
diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan
persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai
Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika
melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh
orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran
orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita
harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai
dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian
bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan
biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh
pihak wanita.Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah
dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur"
supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik
yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis. Cara-cara lain yang kurang
terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala",
"Mangkau" dan cara kawin "Lari"

Kematian bagi setiap orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab harus
berpisah dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun semua harus diselesaikan
sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri. Meskipun yang meninggal karena karam atau mati di
negeri lain, upacaranya tanpa jasad tetapi sudah cukup dengan pakaian, rambut atau kuku si mati.
Upacaranya disesuaikan dengan kemampuan keluarga, meskipun semua pekerjaan maupun
biayanya didapat dari sumbangan dan bantuan seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadaton untuk tingkat
terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung
(sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan.
Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang
berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak
berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil
dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari
pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton
dan Ijambe ada nama tambahan lagi. Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat
kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya,
tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu
Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan
arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi
bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.

b. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Dayak


Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung
hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah
perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa
Ngaju). Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa
lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
c. Sistem Politik Suku Dayak
Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal
bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan
pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada
pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku
pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.
d. Sistem Ekonomi Suku Dayak
Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam
padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak
ditanam di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa
untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang
(parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang
dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit.
e. Sistem Kesenian Suku Dayak

Seni tari Dayak adalah tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari
balean dadas, bertema permohonan kesembuhan dari sakit, dan tari perang. Rumah adat Dayak
adalah rumah betang yang dihuni lebih dari 20 kepala keluarga. Rumah betang terdiri atas enam
kamar, yaitu kamar untuk menyimpan alat perang, kamar gadis, kamar upacara adat, kamar
agama, dan kamar tamu.

Anda mungkin juga menyukai