Anda di halaman 1dari 3

Nggak Melulu Jadi Pakaian, Bangunan Ini 100

Persen Gunakan Bahan Tekstil


14 Mar 2017 18:25:17 WIB

Kelompok mahasiswa di London bereksperimen dengan membikin bangunan dengan material


tekstil.

Biasanya bahan tekstil diolah menjadi benang atau kain untuk memproduksi
pakaian dan produk lainnya. Namun ada sekelompok mahasiswa kreatif di London
yang memanfaatkan tekstil sebagai bahan konstruksi sebuah bangunan. Seperti
dilansir Inhabitat, sekelompok mahasiswa dari Bartlett School of
Architecture di University College London melihat potensi tekstil lebih dari
sekedar pelapis furnitur, alat peredam suara mau pun fashion. Sehingga, 100
persen material bangunan yang digagas mereka pun menggunakan tekstil.

Tekstil dari wol ini pun tak serta merta digunakan begitu saja sebagai bahan
material konstruksi bangunan. Sekelompok mahasiswa tersebut melakukan
pengerasan terhadap wol tersebut dengan menggunakan resin atau getah.

Material komposit hasil perpaduan wol dengan getah tersebut disusun menjadi
berbagai interior seperti kursi kemudian dinding dan lain sebagainya. Struktur
bangunan yang disusun dengan bahan tekstil ini rencananya akan digunakan
sebagai bangunan paviliun atau bangsal untuk keperluan kelompok mahasiswa
tersebut.

"Pada akhirnya, paviliun ini dirancang untuk dieksplorasi menjadi pusat rekreasi
untuk menciptakan lingkungan yang santai bagi pengunjung untuk menikmati sinar
matahari," kata salah satu anggota kelompok Mheid. Selain itu, paviliun yang 100
persen terbuat dari bahan tekstil wol ini juga ia harapkan mampu menjadi tempat
untuk mencari ketenangan dari hiruk-pikuk kota London. (wk/kr)

Read more: http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00153203.html#ixzz4bgPHoLO4


Industri Tekstil Bisa Bangkit di
2017
Kamis, 16 Maret 2017 / 11:27 WIB

Meski masih menjadi salah satu penyumbang terbesar, tahun lalu, industri tekstil dan
garmen mengalami penurunan nilai ekspor. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menjelaskan, ekspor produk garmen turun 2,81% ke US$ 6,23 miliar. Padahal, tahun
sebelumnya, ekspor garmen mencapai angka US$ 6,41 miliar. Namun, banyak pihak
memprediksi, industri ini mampu bangkit di sepanjang tahun ini. Prama Yudha
Amdan, Executive Assistant Presiden Direktur PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY)
menyatakan, tahun lalu, industri garmen memang terdampak situasi politik dan
ekonomi yang tidak stabil. Walhasil, menurunkan daya beli di pasar global.

Belum lagi, menurut Yudha, saingan terberat Indonesia, yakni China mulai
mengalami pelambatan ekonomi. "Penurunan ini memang sudah diprediksi, bukan
karena market kita yang bergejolak,” terangnya. Yudha melihat, paling tidak sampai
akhir 2017 nanti industri ini masih berpeluang tumbuh. Apalagi, setelah keluarnya
Amerika Serikat (AS) dari Trans Pacific Partnership (TPP). Ia bilang, dengan
keluarnya AS dari TPP, ada kemungkinan Indonesia bisa menambah kuota ekspor
ke negeri Paman Sam tersebut. Tapi semua tergantung negosiasi kita dengan AS,
mereka sampai saat ini masih memformulasikan skema yang tepat. Apakah dengan
kerjasama bilateral ataukah trade agreements seperti sebelumnya, terang dia.

Selain itu, Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk, Welly Salam,
menyambut positif keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Trans Pacific Partnership
(TPP). Menurutnya, perdagangan ekspor tekstil ke AS selama berada di TPP hanya
menguntungkan para anggota partnership tersebut. "Kalau sekarang ini menjadi
lebih fair," sebut Welly kepada KONTAN, Rabu (15/3).

Emiten berkode SRIL ini memperoleh penjualan sepanjang 2016 senilai US$ 680
juta. Welly mengatakan, penjualan terbesar ditopang oleh ekspor. Sekitar 52%
pendapatan SRIL adalah pasar ekspor.
Mengejar ekspor

Bagi SRIL, pasar AS tumbuh cukup signifikan, meski tidak sebesar pasar Asia.
Penjualan le Asia Timur dan kawasan Asia lain, hampir 60% dari total perdagangan
ekspor. Sedangkan, negara-negara Eropa ditambah AS menyumbang 18% ekspor
SRIL.

Yudha berpendapat, sebenarnya, kepercayaan konsumen global terhadap produk


kita sangat baik. Maka, pemerintah harus segera memanfaatkan peluang
melambatnya perekonomian negeri Tiongkok untuk mengamankan industri dalam
negeri. Dengan melambatnya kondisi ekonomi Negeri Panda, pemerintah
seharusnya dapat memperkuat industri tekstil, terutama di hulu.

Tujuannya, agar kita mampu memasok bahan baku nasional. Selama ini, memang
mayoritas bahan baku kita diimpor dari China, kata Yudha.

Ekspor memang pasar yang menggiurkan, Welly, mengatakan, perusahaannya


mematok ekspor bisa menyumbang 56% dari total pendapatan SRIL pada tahun
2017. Artinya terjadi pertumbuhan antara 8% sampai 15%.

Anas Bahfen, Direktur PT Apac Citra Centertex (MYTX) juga optimistis, pasar
industri tekstil dan garmen masih akan ceria. Ia memprediksi, pada tahun ini,
industri tekstil bakalan tumbuh sampai 10% dibandingkan dengan tahun 2016 lalu.

Reporter Agung Hidayat, Petrus Sian Edvansa

TEKSTIL

http://industri.kontan.co.id/news/industri-tekstil-bisa-bangkit-di-2017

Anda mungkin juga menyukai