Oleh :
NIKI ANDALUSI
B1A015082
i
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS METODE ELISA DAN
CARD AGGLUTINATION TOXOPLASMA TEST (CATT)
NIKI ANDALUSI
B1A015082
Disetujui
pada tanggal ....................
Pembimbing,
ii
iii
PRAKATA
Usulan praktik mini riset ini ditulis sebagai syarat berakhirnya magang kerja
di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Penulis mengambil topik Pemeriksaan
Toksoplasmosis Metode ELISA dan Card Agglutination Toxoplasma Test (CATT).
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga pedoman pelaksanaan mini riset ini dapat disusun.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sorta Basar Ida S, M.Si atas
bimbingan dan masukan dalam penyusunan usulan PKL dan Tri Wijayanti, SKM,
M.Sc atas kesediaan sebagai pembimbing lapangan, serta semua pihak yang telah
berkontribusi baik dalam penyusunan usulan mini riset ini. Penulis berharap semoga
usulan mini riset ini bermanfaat.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
tidak mengalami tanda-tanda dan gejala-gejala yang jelas, terutama pada penderita
yang mempunyai imunitas tubuh yang baik. Toksoplasmosis akan memberikan
kelainan yang jelas pada penderita yang mengalami penurunan imunitas misalnya
pada penderita penyakit keganasan, HIV-AIDS serta penderita yang mendapatkan
obat–obat imunosupresan. Gejala klinis yang timbul adalah demam, rasa tidak enak
badan, sakit pada jaringan otot, pneumonia, radang selaput otak, korioretinitis,
hidrosefalus, mikrosefalus, gangguan psikomotor dan keguguran (Iskandar, 1999).
Kucing dan beberapa golongan Felidae sangat berperan penting sebagai kunci
perkembangan dan penyebaran toksoplasmosis. Biasanya oosista Toxoplasma akan
dilepaskan oleh kucing dalam keadaan belum bersporulasi. Setelah sporulasi, di
dalam oosista tersebut berkembang menjadi 2 sporosista yang masing-masing
mengandung 4 sporozoit. Kucing di seluruh dunia merupakan sumber laten dari
infeksi T. gondii. Antibodi terhadap toksoplasmosis terdeteksi pada kucing sebesar
20-90% (Dubey & Jones, 2008 dalam Nurcahyo et al., 2014). Umumnya kucing
tertular toksoplasmosis karena memakan bahan yang terkontaminasi (food born
pathogen) atau makan tikus yang terinfeksi. Parasit ini akan menginfeksi sel-sel
traktus intestinal kucing dan menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran
darah atau sistem limfoid (Frenkel et al., 1989 dalam Nurcahyo et al., 2014).
Oosista pada kucing yang terinfeksi oosista per oral dapat menembus organ-
organ dalam dan berkembang lebih lanjut sebagaimana di dalam jaringan inang
antara (perkembangan endodiagoni dan pembentukan sista). Setelah melampaui
perkembangan tersebut, parasit kembali ke dinding usus dan mengalami
perkembangan secara skizogoni dan gametogoni (Nurcahyo, 2012 dalam Hanafiah et
al., 2017). Stadium seksual diawali dengan perkembangan merozoit menjadi
makrogamet dan mikrogamet di dalam sel epitel usus. Kedua gamet mengalami
proses fertilisasi dan terbentuk zigot yang akan tumbuh menjadi oosista. Oosista
masuk ke dalam lumen usus dan keluar dari tubuh kucing bersama dengan kotoran
kucing (Iskandar, 2010 dalam Agustin & Mukono, 2015).
Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan uji serologis dengan
memperhatikan adanya Imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin G (IgG) (Subekti
& Kusumaningtyas, 2011). Pemeriksaan kada IgG lebih dianjurkan dibandingakan
pemeriksaan IgM, hal tersebut dikarenakan IgG dapat bertahan lebih lama di dalam
tubuh Subekti, 2004, Robert & Janovy, 2001 dalam Agustin & Mukono, 2015). IgM
terbentuk segera setelah terjadi infeksi, titernya akan meningkat dengan cepat
2
kemudian akan menurun dalam beberapa waktu. IgG akan terbentuk beberapa bulan
setelah terinfeksi dan kadarnya akan terus meningkat dalam beberapa bulan,
kemudian kadar IgG akan menurun secara perlahan (Agustin & Mukono, 2015).
Beberapa teknik pemeriksaan serologis untuk diagnosis toksoplasmosis yaitu
uji warna Sabin-Feldman, indirect immunofluorescent antibody test (IFAT), latex
agglutination test (LAT), indirect hemagglutination (IHA), dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) yang memiliki spesifisitas dan sensitivitas tinggi
(Sabin & Feldman, 1948; Figueiredo et al., 2001; Udonsom et al., 2010; Subekti &
Kusumaningtyas, 2011), Beberapa teknik diagnosis yang digunakan di Indonesia
yaitu CAT dan LAT pada hewan serta IHA, dan ELISA pada manusia (Subekti et al,
2005).
1.2 Tujuan
3
DAFTAR REFERENSI