BAB II Anemia
BAB II Anemia
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,
1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama,
pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
B. ETIOLOGI
1. Cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM
sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat
mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM
menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini
menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
3. Perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah
SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam
waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena
kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha
akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah
darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Autoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-
bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan
memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari
beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Penyakit Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Meningkatnya penghancuran sel darah merah
Pembesaran limpa
Kerusakan mekanik pada sel darah merah
Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit sel sabit
Penyakit hemoglobin C
Penyakit hemoglobin S-C
Penyakit hemoglobin E
Thalasemia
(Burton, 1990).
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan
manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
1. kecepatan timbulnya anemia
2. umur individu
3. mekanisme kompensasinya
4. tingkat aktivitasnya
5. keadaan penyakit yang mendasari, dan
6. parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan
ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,
menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan
hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya
50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan
biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
1. peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke
jaringan-jaringan oleh sel darah merah
2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
3. mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
4. redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler
mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat
diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva
dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah
jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan
diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas
pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat.
Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya
berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
D. KOMPLIKASI
Komplikasi umum, meliputi gagal jantung, parestesia, angina, gagal jantung kongestif,
dan kejang. Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
E. PATOFISIOLOGI
WOC Terlampir
F. KLASIFIKASI
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya.
Tiga klasifikasi besar anemia:
1. Anemia normositik normokrom.
Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang.
2. Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti
ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12
dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen
yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan
respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama
dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari
pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di
namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah
pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau
pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun
selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel
darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik
berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini
terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak
teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah
oleh limpa(Beutler, 1983)
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi
dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga
menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan
pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak
memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan
normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang
menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata
dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang
kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun.
Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan
sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain
merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan
infeksi.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel
induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang
cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada
kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin
antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk
mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak
tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada
wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi selama hamil.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang
berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai
rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya
berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah
tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul
stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan
kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan
hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik
normokrom.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
Jumlah darah lengkap JDL) : HB & HT menurun
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik), MCV & MCH
menurun, & mikrositik dg eritosit hipokromik (DB), peningkatan (AP),
pansiitopenia (aplastik)
Jumlah retikulosit bervariasi :menurun(AP), meningkat (hemolisis)
Pewarnaan SDM: mendeteksi perubahan warna & bentuk (dapat mengindikasikan
tipe khusus anemia)
LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi
Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnosa anemia
Tes kerapuhan eritrosit : Menurun (DB)
SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik)
Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal/tinggi (hemolitik)
Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb
Bilirubin Serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia
Besi serum : tak ada(DB), tinggi (hemolitik)
TIBC serum : menurun (DB)
Masa perdarahan : memenjang (aplastik)
LDH serum : mungkin meningkat (AP)
Tes Schilling : penurunan eksresi vit. B12 urin (AP)
Guaiiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut/kronis (DB)
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatann pH dan tak adanya asam
hidrokolorik bebas (AP)
Aspirasi sum-sum tulang/pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia
Pemeriksaan endoskopoi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdaraha GI
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah.
3. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji:
a. Defekasi, berkemih
b. Penggunaan alat bantu
c. Penggunaan obat-obatan
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Diagnosa
2 Gannguan
Pertukaran gas Seimbangnya Manajeme
Penyakit anemia adalah dimana kondisi jumlah sel darah merah dalam darah tidak normal
atau rendah. Dokter kadang-kadang menjelaskan penyakit anemia sebagai seseorang yang
memiliki darah rendah. Seseorang yang menderita kurang darah disebut anemia.
Secara umum, terdapat tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel darah
merah. Jika sel darah merah yang lebih kecil dari biasanya, ini disebut microcytic anemia.
Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia kekurangan zat besi dan hemoglobin. Jika
ukuran sel darah merah yang normal dalam ukuran (tetapi jumlahnya rendah), ini disebut
normocytic anemia, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis atau anemia yang
berhubungan dengan penyakit ginjal. Jika sel darah merah lebih besar dari biasanya, maka
disebut macrocytic anemia. Penyebab utama dari jenis ini adalah yang berkaitan dengan
alkohol.
Pengobatan yang dapat dilakukan berupa mencari penyebab dan mengatasi komplikasi,serta
penggantian darah yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :Balai penerbit
FKUI.
Sibuea Herdin W, Marulam Panggabean, et al. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Rineka
Cipta
Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-
Book