Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,
1999).

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2006 : 256).

Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama,
pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

B. ETIOLOGI
1. Cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM
sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat
mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM
menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini
menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

2. Kekurangan zat gizi


Disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena
kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut.
Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang
usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau
bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.

3. Perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah
SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam
waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena
kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha
akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah
darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.

4. Autoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-
bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan
memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.

Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari
beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.

Penyebab umum dari anemia:

 Perdarahan hebat
 Akut (mendadak)
 Kecelakaan
 Pembedahan
 Persalinan
 Pecah pembuluh darah
 Penyakit Kronik (menahun)
 Perdarahan hidung
 Wasir (hemoroid)
 Ulkus peptikum
 Kanker atau polip di saluran pencernaan
 Tumor ginjal atau kandung kemih
 Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
 Berkurangnya pembentukan sel darah merah
 Kekurangan zat besi
 Kekurangan vitamin B12
 Kekurangan asam folat
 Kekurangan vitamin C
 Penyakit kronik
 Meningkatnya penghancuran sel darah merah
 Pembesaran limpa
 Kerusakan mekanik pada sel darah merah
 Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
 Sferositosis herediter
 Elliptositosis herediter
 Kekurangan G6PD
 Penyakit sel sabit
 Penyakit hemoglobin C
 Penyakit hemoglobin S-C
 Penyakit hemoglobin E
 Thalasemia

(Burton, 1990).

C. MANIFESTASI KLINIS
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan
manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
1. kecepatan timbulnya anemia
2. umur individu
3. mekanisme kompensasinya
4. tingkat aktivitasnya
5. keadaan penyakit yang mendasari, dan
6. parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan
ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,
menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan
hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya
50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan
biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
1. peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke
jaringan-jaringan oleh sel darah merah
2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
3. mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
4. redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:


1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. sakit kepala, dan mudah marah
3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-
pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.

Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler
mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat
diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva
dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah
jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan
diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas
pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat.
Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya
berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

D. KOMPLIKASI
Komplikasi umum, meliputi gagal jantung, parestesia, angina, gagal jantung kongestif,
dan kejang. Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

E. PATOFISIOLOGI
WOC Terlampir

F. KLASIFIKASI
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya.
Tiga klasifikasi besar anemia:
1. Anemia normositik normokrom.
Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang.

2. Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti
ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12
dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen
yang digunakan mengganggu metabolisme sel.

3. Anemia mikrositik hipokrom


Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem
(besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah
kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin
abnormal kongenital).
Klasifikasi anemia menurut etiologinya:
Penyebab utama yaitu:
1. meningkatnya kehilangan sel darah merah
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau
oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau
akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan,
hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal
dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang
memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan
penghancuran sel darah merah.
Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia
sel sabit
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4. defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).

Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan
respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama
dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari
pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di
namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah
pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau
pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun
selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel
darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.

Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik
berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini
terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak
teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah
oleh limpa(Beutler, 1983)

Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular


atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran
sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga
mengakibatkan hemolisis.

2. penurunan atau gangguan pembentukan sel.


Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang
berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi
fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1. keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma;
obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
2. penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit
infeksi dan defiensi endokrin.

Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi
dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga
menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan
pertimbangan morfologis dan etiologi.

Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat
menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak
memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan
normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang
menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata
dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.

Gejala-gejala anemia aplastik


Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang
berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
1. ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
2. epistaksis (perdarahan hidung)
3. perdarahan saluran cerna
4. perdarahan saluran kemih
5. perdarahan susunan saraf pusat.

Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.

Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang
kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun.
Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan
sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain
merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan
infeksi.

Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan


Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan
aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu
sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum
tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak
menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8
dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.

Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel
induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang
cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada
kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin
antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk
mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak
tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.

Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada
wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi selama hamil.

Penyebab lain defisiensi besi adalah:


1. asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka
sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan
sayur- sayuran saja;
2. gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
3. kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat
karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g
besi,bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat
dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut
melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian
dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Patofisiologi anemia defisiensi besi


Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2
mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari
diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam
lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal.
Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis
hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi


Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali,
dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan
tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi
berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena
volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus,
serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.

Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang
berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai
rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya
berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah
tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul
stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan
kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan
hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.

Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi


Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar
anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang
diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin
diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi
makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet
dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi
untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia
dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap
senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat
selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang
merugikan.

Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik
normokrom.

Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik


Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena
malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia
pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen
kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum)
akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam
mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik
(Beck, 1983).

Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi


folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali
terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada
kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan
laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan
hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan
penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata.
Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan
sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat
dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan
disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan.

Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik


sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis
berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat
serum juga menurun (<4 mg/ml).

Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik


Pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya.
Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat
atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit
sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
 Jumlah darah lengkap JDL) : HB & HT menurun
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik), MCV & MCH
menurun, & mikrositik dg eritosit hipokromik (DB), peningkatan (AP),
pansiitopenia (aplastik)
 Jumlah retikulosit bervariasi :menurun(AP), meningkat (hemolisis)
 Pewarnaan SDM: mendeteksi perubahan warna & bentuk (dapat mengindikasikan
tipe khusus anemia)
 LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi
 Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnosa anemia
 Tes kerapuhan eritrosit : Menurun (DB)
 SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik)
 Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal/tinggi (hemolitik)
 Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb
 Bilirubin Serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
 Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia
 Besi serum : tak ada(DB), tinggi (hemolitik)
 TIBC serum : menurun (DB)
 Masa perdarahan : memenjang (aplastik)
 LDH serum : mungkin meningkat (AP)
 Tes Schilling : penurunan eksresi vit. B12 urin (AP)
 Guaiiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut/kronis (DB)
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatann pH dan tak adanya asam
hidrokolorik bebas (AP)
 Aspirasi sum-sum tulang/pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia
 Pemeriksaan endoskopoi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdaraha GI

2. Pola fungsional Gordon


1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
Yang perlu dikaji:
a. Pola sehat – sejahtera yang dirasakan
b. Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat
c. Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
d. Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan

2. Pola nutrisi – metabolik


Yang perlu dikaji:
a. Pola makan biasa dan masukan cairan
b. Tipe makanan dan cairan
c. Peningkatan / penurunan berat badan
d. Nafsu makan, pilihan makanan
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi . Nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya
penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap
es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya.

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah.

3. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji:
a. Defekasi, berkemih
b. Penggunaan alat bantu
c. Penggunaan obat-obatan
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.

Tanda : distensi abdomen.

4. Pola aktivitas – latihan


Yang perlu dikaji:
a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi
b. Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri,
bekerja,)
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.


Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.

5. Pola tidur dan istirahat


Yang perlu dikaji:
a. Pola tidur – istirahat dalam 24 jam
b. Kualitas dan kuantitas tidur
Pola tidur pasien bisa terganggu karena pasien menderita sesak nafas dan
nyeri di abdomen atas

6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori


a. Penglihatan, perasa, pembau
b. Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia
tangan/kaki ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.

Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :


tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina.
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis.

7. Pola persepsi-konsep diri


a. Sikap klien mengenai dirinya
b. Persepsi klien tentang kemampuannya
c. Pola emosional
d. Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri

8. Pola peran dan tanggung jawab


a. Persepsi klien tantang pola hubungan
b. Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab
Pasien

9. Pola seksual – reproduksi


a. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap seksualitasnya
b. Tahap dan pola reproduksi
Biasanya pada penderita anemia ditemukan:
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore.
Hilang libido (pria dan wanita), Imppoten.

Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

10. Pola koping dan toleransi stress


a. Kemampuan mengendalian stress
b. Sumber pendukung

11. Pola nilai dan keyakinan


a. Nilai, tujuan dan keyakinan
b. Spiritual
c. Konflik
NOC NIC

Diagnosa

Outcomes Intervensi Aktivitas

1 Intoleransi  Terapi  Kolaborasi dengan ahli terapi dalam


1 aktivitas  Toleransi Aktivita
1 rencana dan memonitor aktivitas, sesuai
s
Defenisi: energi aktivitas kebutuhan.
fisiologis atau  Daya
psikologis cukup  Menentukan komitmen pasien untuk
untuk bertahan tahan
meningkatkan frekuensi dan rentang
atau  Konserva
menyelesaikan aktivitas
kegiatan sehari- ri energi  Membentu untuk mengeksplorasi makna
hari yang  Perawata
diperlukan atau pribadi kegiatan yang dilakukan atau
yang diinginkan. n diri: Aktivitas kegiatan yang favorit
Batasan sehari-hari
karakteristik  Membantu memilih aktivitas yang
 Respon  Perawata
konsisten dengan fisik, psikologis, dan
abnormal n diri: peralatan kebutuhan.
tekanan darah dalam aktivitas  Membantu pasien untuk focus terhadap
terhadap sehari-hari
apa yang dilakukan
aktivitas  Membantu pasien untuk mengidentifikasi
 Ketidaknyama preferensi untuk aktifitas
nan  Membantu pasien untuk mengidentifikasi
 Dispnea meaningfull/kegunaan/arti aktivitas
 Laporan  Intruksikan pasien/keluarga tentang
verbal terhadap bagaimana melakukan aktivitas
kelemahan
 Manajeme  Menentukan batas kemampuan pasien
Faktor yang n Energi
berhubungan  Menentukan tingkat persepsi pasien
 Tidak terhadap kelelahan
seimbangnya  Menentukan penyebab kelelahan
suplai  Memonitor intake nutrisi yang adekuat
 Gaya hidup  Memonitor kepatenan tidur pasien
 Monitor lokasi ketidaknyamanan dan
nyeri yang terjadi saat bergerak
 Berikan lingkungan yang relaks
 Atur waktu/periode tidur dan istirahat
 Rencanakan periode aktivitas untuk pasien

2 Gannguan
Pertukaran gas  Seimbangnya  Manajeme

Defenisi: asam basa n asam


kekurangan  Status basa  Membuka jalan nafas dengan cara dagu
dalam eliminasi
oksigenasi dan/ pernafasan:  Manajeme diangkat atau rahang ditinggikan.
atau eleminasi pertukaran gas n jalan  Memposisikan pasien agar mendapatkan
karbondioksida
pada membran  Status nafas ventilasi yang maksimal.
kapiler-alveoli pernafasan:  Mengidentifikasi pasien berdasarkan
Batasan
Karakteristik: ventilasi penghirupan nafas yang potensial pada
 Dispnea  Perfusi jalan nafas.
 Takikardi jaringan:  Penghirupan nafas melalui mulut atau
 Hipoksemia pulmonary nasopharing.
Factor yang  Status tanda  Memberikan terapi fisik pada dada.
berhubungan:
 Pertukaran vital  Mengeluarkan sekret dengan cara batuk

membrane atau penyedotan.

kapiler-alveoli  Mendorong pernapasan yang dalam,

 Ventilasi- lambat, bolak-balik, dan batuk.

perfusi  Menginstruksikan bagaimana batuk yang


efektif.
 Membantu rangsangan pada spirometer.
 Mendengarkan bunyi nafas, mancatat
daerah yang mangalami penurunan atau
ada tidaknya ventilasi dan adanya bunyi
tambahan.
 Melakukan penyedotan pada endotrakea
atau nasotrakea.
 Memeriksa bronchodilators dengan tepat.
 Mengajarkan pasien bagaimana
penghirupan nafas yang tepat.

 Oksigen  Memberikan perawatan ultrasonic.


Terapi  Memberikan oksigen yang tepat.
 Memberikan cairan yang teratur agar
memperoleh keseimbangan cairan dalam
tubuh.
 Memposisikan pasien untuk mengurangi
dyspnea.
 Memeriksa keadaan pernafasan dan
oksigen

 Membersihkan cairan-cairan di mulut,


hidung, dan trakea.
 Membatasi atau melarang kegiatan
merokok.
 Mempertahankan jalan nafas.
 Menyediakan peralatan pemberian
oksigen, sistem kekebalan.
 Memberikan oksigen tambahan, sesuai
petunjuk dokter.
 Mengontrol aliran oksigen.
 Memeriksa alat pentransferan oksigen.
 Memberitahu pasien tentang pentingnya
oksigen dalam kehidupan.
 Memeriksa secara berkala alat pemberian
oksigen untuk memastikan bahwa telah
sesuai dengan resep untuk konsentrasi
yang diberikan.
 Mengubah tempat masker oksigen kapan
saja alat tersebut dipindahkan.
 Mengontrol kemampuan pasien untuk
tahan terhadap pemindahan oksigen ketika
makan.
 Mengubah letak alat bantu nafas (oksigen)
pada saat makan dari masker ke selang
melalui hidung.
 Mengamati tanda-tanda oksigen yang
menyebabkan hypoventilasi
 Memeriksa tanda-tanda keracunan
oksigen dan penyerapan atelektasis.
 Memeriksa alat pernafasan untuk
memastikan ketidakcampuran dengan
usaha pasien untuk bernafas.
 Memeriksa/mengontrol kecemasan pasien
yang mempengaruhi terapi oksigen.
 Memeriksa kerusakan kulit karena
pergeseran alat bantu pernafasan.
 Memberikan oksigen pada pasien di
perjalanan.
 Memberikan arahan pada pasien untuk
mendapatkan oksigen tambahan sebelum
melakukan perjalanan udara.
 Monitor  Berkonsultasi dengan tim kesehatan yang
Pernafasan
lain mengenai kegunaan oksigen
tambahan sebelum beraktivitas/tidur.
 Memberikan arahan pada pasien dan
keluarga mengenai kegunaan oksigen di
rumah.
 Menyusun kegunaan alat bantu nafas yang
bisa dibawa-bawa dan diajarkan dengan
tepat kepada pasien.
 Memasukkan/memberikan alat bantu
nafas yang lain untuk kenyamanan.
3 Resiko Penurunan  Kemampuan  Terapi oksigen
Perfusi jaringan
serebral kognitif  Manajemen nutrisi
Defenisi: resiko  Status  Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,
penurunan
sirkulasi di neurologis warna kulit/ membrane mukosa, dasar kuku
jaringan otak  Status  Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
faktor resiko:
 Koagulopati( neurologis: toleransi

anemia) kesadaran  Awasi upaya pernapasan: auskultasi bunyi


 Status napas, perhatikan bunyi adventisus
neurologis:  Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
control sentral  Kaji untuk respon verbal melambat, mudah
motorik teransang, agitasi, gangguan memori,
 Status menelan bingung
 Perfusi jaringan  Orientasikan ulang pasien sesuai
otak kebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien
untuk dirujuk. Berikan waktu untuk
berpikir, komunikasi, dan aktivitas
 Catat keluhan rasa dingin, perthankan suhu
lingkungan & tubuh hangat sesuai indikasi
 Hindari penggunaan bantalan penghangat /
botol air hangat. Ukur suhu air mandi
dengan thermometer
BAB III
PENUTUP

Penyakit anemia adalah dimana kondisi jumlah sel darah merah dalam darah tidak normal
atau rendah. Dokter kadang-kadang menjelaskan penyakit anemia sebagai seseorang yang
memiliki darah rendah. Seseorang yang menderita kurang darah disebut anemia.

Secara umum, terdapat tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel darah
merah. Jika sel darah merah yang lebih kecil dari biasanya, ini disebut microcytic anemia.
Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia kekurangan zat besi dan hemoglobin. Jika
ukuran sel darah merah yang normal dalam ukuran (tetapi jumlahnya rendah), ini disebut
normocytic anemia, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis atau anemia yang
berhubungan dengan penyakit ginjal. Jika sel darah merah lebih besar dari biasanya, maka
disebut macrocytic anemia. Penyebab utama dari jenis ini adalah yang berkaitan dengan
alkohol.

Pengobatan yang dapat dilakukan berupa mencari penyebab dan mengatasi komplikasi,serta
penggantian darah yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :Balai penerbit
FKUI.

Anonym. 2010. “Anemia” http://spiritia.or.id/ diakses tanggal 8 Januari 2010

Sibuea Herdin W, Marulam Panggabean, et al. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Rineka
Cipta

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification (NIC).


St. Louis :Mosby Year-Book

Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-
Book

Juall,Lynda,Carpenito Moyet.2003.Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC

Price ,Sylvia A,Lorraine M. Wilson.2003.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit edisi 6 vol 2.Jakarta :EGC

Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,


NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

Corwin, Ellizabetz. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai