Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

MOBILISASI

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Dasar

Pembimbing:

Disusun oleh:

Melinda Kumala Sari 22020115130082

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2017
A. Definisi
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara
akut dan dapat menimbulkan kematian (WHO, 2014 dalam Latifah 2016). Stroke
adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau
kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian
jaringan otak (Batticaca, 2009 dalam Latifah 2016).
Stroke Non Hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan
peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia
pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Stroke non hemoragik
merupakan stroke yang disebabkan karena terdapat sumbatan trombus (bekuan) yang
terjadi di arteri cerebrum yang mengalir ke otak dan di tubuh lainnya (Sylvia, 2005
dalam Latifa 2016). Jadi, stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang sehingga
dapat menyebabkan kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. Etiologi

Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:


1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Emboli cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.

C. Manifestasi Klinis
Tannda dan gejala dari stroke non hemoragik adalah (Baughman dalam Prakasita
Masayu, 2014):
1. Gangguan Motorik
Ganggua motorik paling umum adalah hemiplagia (paralisis atau lumpuh disalah
satu sisi), hemiparesis (kelemahan salah satu sisi), dan disfagia (susah menelan).
2. Gangguan komunikasi
Gangguan dalam berbahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai
berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan berbicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan karena paralisis otot yang bertanggung jawab
menghaasilkan bicara.
b. Afasia atau disfasia (kehilangan bicara), terutama ekspresif atau reseptif
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya
3. Gangguan Sensori
Gangguan sensori terjadi pada salah sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
4. Gangguan Kognitif dan Efek Psikologis
Gangguan kognitif dan efek psikologis terjadi bila kerusakan terjadi di lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu. Gangguan in dapat berupa lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
5. Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan
berpakaian.

6. Defisit kandung kemih


Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca stroke
mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot meningkat dan refleks tendon
kembali, tonus kandung kemih meningkat, dan spastisitas kandung kemih
dapat terjadi.

D. Letak Kelumpuhan SNH


Letak kelumpuhan pada pasien stroke non hemoragik m en ur u t Ni Luh Eka Tuastri
Fitriani (2016) yaitu:
1. Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra)
Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kiri disebabkan karena adanya
kerusakan pada sisi sebelah kanan otak. Penderita dengan kelumpuhan
sebelah kiri sering kehilangan memori visual dan mengabaikan sisi kiri.
Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam
lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 2009).

2. Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra)


Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan disebabkan karena adanya
kerusakan pada sisi sebelah kiri otak. Penderita biasanya mempunyai
kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Persepsi dan memori
visual motornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus
dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Gunakan lebih
banyak bahasa tubuh saat berkomunikasi (Harsono, 2009).
3. Kelumpuhan kedua sisi (paraparesis)
Terjadi karena adanya arterosklerosis yang menyebabkan adanya
sumbatan pada kanan dan kiri otak yang dapat mengakibatkan kelumpuhan
satu sisi dan diikuti satu sisi lainnya (Markam, 2008).

E. Patofisiologi

Stroke non hemoragik terjadi karena terdapatnya massa baik bekuan darah,
plak ateroskeloris yang meyumbat arteri, maupun tumor yang dapat menghalangi
sirkulasi O2 dan nutrisi ke jaringan otak sehingga terjadi gangguan metabolisme
di otak. Selain itu massa tersebut dapat mendesak jaringan yang ada disekitarnya
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial, menyebabkan pusing dan
gangguan pada sistem tubuh yang lain (Nasution, 2013).
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis (Muttaqin, 2008).
F. Pathway

Trombosis cerebral Emboli cerebral

Sumbatan pembuluh darah


otak

Gangguan perfusi
Suplai darah dan O2 ke otak menurun jaringan serebral

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada Perubahan


motorik di lobus frontalis nevous V, VII, IX, X persepsi sensori

Mobilitas Penurunan kemampuan otot


Hambatan mobilitas menurun menelan
fisik
Tirah baring Gangguan Ketidakseimbangan
menelan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko kerusakan Defisit perawatan
integritas kulit diri
G. Tindakan keperawatan
Mobilisasi
1. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi dapat
memperbaiki sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu sebagai berikut (Mubarak,
2008):
a. Gaya hidup, mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat klien tinggal (masyarakat).
b. Ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma
(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
2) Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap
mobilitas.
c. Tingkat energi, energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.
Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi.
d. Usia, usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi
menurun sejalan dengan penuaan.
e. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban.
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular yang meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Melihat atau memantau adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal (Mubarak, 2008).
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan
tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri
dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan).
Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

H. Penatalaksanaan
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu :
a. Posisi fowler (setengah duduk)
b. Posisi litotomi
c. Posisi dorsal recumbent
d. Posisi supinasi (terlentang)
e. Posisi pronasi (tengkurap)
f. Posisi lateral (miring)
g. Posisi sim
h. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihannya
meliputi:
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan bawah
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha
3. Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
4. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
5. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot


2. Intoleransi aktivitas b.d imobilitas
3. Resiko jatuh
4. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskular

J. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang, dll).
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin ↑ pada
kerusakan otot.
DAFTAR PUSTAKA

Latifah L. 2016. Stroke Non Hemoragik. Diakses pada tanggal 14 November 2017, dari:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/9422/4%20BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Mubarak. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Nasution, LF. 2013. Stroke Non-Hemoragik Pada Laki- laki Usia 65 Tahun. Medula Unila.
Hal. 1-9
Prakasita Masayu. 2014. Laporan Karya Tulis Ilmiah BAB II. Diakses pada tanggal 14
November 2017, dari: eprints.undip.ac.id

Smeltzer, Suzanne C. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
EGC, Jakarta.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai