Anda di halaman 1dari 22

Minyak kelapa terdiri dari sekitar 13,5% glyserin.

Gliserin tersebut tersusun lemak


dan minyak antara 9-12%.
Karakteristik gliserol/gliserin :
Berat molekul : 92
Titik leleh (ºC) : 12,9
Titik didih (ºC) : 263
Densitas (kg/m3) : 1260
Cp (kkal/kgºC) : 4,6151
Viskositas (Cp) (90ºC) : 954
Gliserol merupakan senyawa dwi fungsi yang di dalamnya yang terdapat sebuah
gugus karbonat siklik dan sebuah gugus hidroksi nucleophilic, senyawa dwi fungsi
inilah yang memungkingkan senyawa tersebut dapat digunakan sebagai pelarut polar
protik, disamping itu juga di dukung oleh sifat yang dimilikinya seperti titik didih
yang sangat tinggi serta aman bagi lingkungan (Advinda et al.,2015).
Gliserol juga merupakan suatu komponen utama dari semua minyak yang
berbentuk ester dan biasa disebut dengan gliserida. Satu molekul gliserol dapat
dikombinasikan dengan tiga molekul asam lemak yang membentuk molekul
trigliserida. Gliserol dalam bentuk murni mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
larutan lainnya diantaranya, gliseril merupakan suatu cairan yang bening tidak pekat
lalu tidak mempunyai warna, gliserol tidak mempunyai bau dan cairan nya terlihat
kental dan manis. Gliserol dapat larut pada air dan alkohol namun tidak dapat larut
dalam hidrokarbon. Pada suhu yang rendah, gliserol kadang membentuk Kristal dan
cenderung meleleh pada suhu 12,9 ºC. Gliserol cair mempunyai titik didih sebesar
263 ºC di bawah tekanan atmosfer normal. Gliserol mempunyai berat jenis 1260
dengan berat molekulnya sebesar 92. (Damayanti et al.,2012).

4. Jelaskan perbedaan preservasi jangka pendek dan jangka panjang, beserta


kelebihan dan kekurangannya.
Menurut Oktaviani (2011), preservasi jangka pendek dilakukan untuk keperluan
rutin penelitian sedangkan preservasi jangka panjang dilakukan pada hubungan serta
Daftar Pustaka

Advinda, L., Mades, F., Yossi, R. 2014. Potensi Pseudomonad Fluoresen Isolat CAS3
pada Beberapa Formula dengan Penambahan Stabilizer Gliserol dalam
Mengendalikan Blood Disease Bacteria (BDB) Secara Invitro. Jurnal Saintek
Vol. 6, No. 2 (102-109). Padang : Universitas Negeri Padang.
Advinda, L., Mades, F., Khairatul, I. 2015. Penambahan Gliserol pada Bahan
Pembawa Alginat Sebagai Penstabil Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas
Berfluoresen. Padang : Universitas Negeri Padang.
Agustinus, E.T.S., Happy, S., Effendi. 2014. Implementasi Material Preservasi
Mikroorganisme (MPMO) dalam Pemrosesan Limbah Cair Organik pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah. RisGeoTam Vol. 24, No. 1 (65-76). Bandung :
LIPI.
Ariantie, O.S., Yusuf, T.L., Sajuthi, D., Arifiantini, R.I. 2013. Pengaruh
Krioprotektan Gliserol dan Dimethilformamida dalam Pembekuan Semen
Kambing Peranakan Etawah Menggunakan Pengencer Tris Modifikasi.
Departemen Klinik dan Reproduksi dan Patologi. Fakultas Kedokteran Hewan.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Damayanti, O., Yuanita, G., Achmad, R. 2012. Pembuatan Gliserol Karbonat dari
Gliserol dengan Katalis Berbasis Nikel. Jurnal Teknik ITS Vol. 1, No. 1.
Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Harmayani, E., Tyas, U., Ngatirah, Endang, S.R. 2001. Ketahanan dan Viabilitas
Probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan Kultur Kering dengan
Metode Freeze dan Spray Drying. Fakultas Teknologi Pertanian. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Kusmiati dan Doddy, P. 2003. Kriopreservasi Bakteri Selulolitik Bacillus pumilus
dengan Krioprotektan Berbeda. BIOSmart Vol. 5, No. 1 (21-24). Bogor : LIPI.
Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Buletin
Agrobio Vol. 4, No. 1 (24-32). Bogor : Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan.
Mumu, M.I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simental yang Dibekukan Menggunakan
Krioprotektan Gliserol. Jurnal Agroland Vol. 16, No. 2 (172-179). Palu :
Universitas Tedulako.
Najmiyati, E dan Dominikus, H.A. 2012. Viabilitas dan Kinerja Konsorsium Mikroba
Pendegradasi Hidrokarbon Setelah Penyimpanan Dalam Pendingin dan
Penyimpanan Beku. Ecolab Vol. 6, No. 2 (61-104). Tangerang : Balai Teknologi
Lingkungan Bapan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Oktaviani, M. 2011. Penggunaan Metode Freezing (-4 ºC). dengan Konsentrasi
DMSO 5% untuk Preservasi Strain-Starin. Depok : Universitas Indonesia.

Nilai Akhir:...............................................................................

Nama & Paraf Asisten: ............................................................


MODUUL 5 : HIDROLISIS POLIMER
TOPIK 1 : HIDROLISIS PATI

Tujuan
1. Memahami biokimia hidrolisis pati.
2. Melakukan uji hidrolisis pati.

Pembahasan
1. Jelaskan fungsi hidrolase !
Jawab :
Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan
pangan, yaitu enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis suatu substrata tau
pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak
alami menjadi gliserol dan asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan
glikosida dan sebagainya. Disamping itu, masih banyak lagi yang termasuk enzim
hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-
amilase. α-amilase dan invertase (Harti, 2014).
Menurut Giovanni et al. (2011), hidrolase yaitu enzim yang berperan sebagai
katalis pada reaksi hidrolisis, baik pemecahan ester, glikosida dan peptide, Kelas
enzim hidrolase banyak digunakan dalam industri misalnya dalam dunia industry
banyak menggunakan dan menghasilkan limbah xylan (industri bleaching kertas)
dan pembuatan bioethanol. Untuk memanfaatkan limbah xylan ini digunakan
xylanase, yaitu enzim yang dapat merubah xylan menghasilkan gula-gula yang
lebih sederhana (xylobiosa, xylotetraosa atau xylooligosakarida) bergantung pada
jenis bakteri penghasilnya.
TOPIK III. PEMBUATAN MEDIA DAN STERILISASI

Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam medium untuk pertumbuhan
mikroorganisma.
2. Mahasiswa mampu menakar dan menyiapkan media sintetis untuk
pertumbuhan mikroba.
3. Mahasiswa mampu melakukan sterilisasi media pertumbuhan mikroba dengan
cara sterilisasi autoklaf.

Pembahasan
1. Jelaskan fungsi media pada penelitian mikrobiologi !
Media merupakan tempat atau substansi yang terdiri dari campuran zat zat
makanan yang diperlukan untuk tumbuhnya jasad renik (mikroorganisme). Media
ini dapat berbentuki padat ataupun cair dapat juga berbentuk semi padat (Darwis,
2006).
Menurut Hidayat (1999), media biakan adalah media steril yang digunakan
untuk menumbuhkan mikroorganisme. Media biakan terdiri dari garam organik,
sumber energi (karbon), vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat
pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks
lainnya.

2. Jelaskan ada berapa jenis media berdasarkan konsistensinya !


Menurut Sari (2010), berdasarkan dari konsistensinya, media dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu antara lain media padat, media semipadat dan media cair.
Media padat adalah media yang mengandung agar sebesar 15% sehingga
setelah dingin maka media akan menjadi padat. Media padat yang paling banyak
digunakan adalah agar-agar, karena bila agar-agar sudah menjadi padat masih
dapat dicairkan kembali untuk digunakan. Selain itu, suspensi agar-agar 1,5-2 %
dalam air karena dapat larut pada suhu 1000C dan tidak menjadi padat sebelum
suhu turun di bawah 450C (Singkoh, 2011).
Media cair merupakan media bakteri yang tidak mengandung agar atau
pemadat sama sekali, media ini berbentiuk cairan yang diberi tambahan nutrisi dan
zat lain pendukung untuk pertumbuhan mikroba sedangkan media semi padat yaitu
media yang mengandung agar sekitar 0,3 – 0,4% sehingga setelah dingin akan
menjadi sedikit kenyal, tidak padat, dan tidak begitu cair (Sari, 2010).

3. Apa fungsi pemanasan pada saat membuat media agar !


Pemanasan pada saat membuat media agar bertujuan untuk menghomogenkan
semua komposisi yang ditambahkan sehingga media dapat terbentuk dengan
sempurna (Singkoh, 2011).
Selain itu, pemanasan dapat dimaksudkan agar mikroorganisme sel ataupun
spora mikroba yang terkandung di dalamnya akan mati dan hilang sehingga media
menjadi steril (Setyowati, 2013).
Pemanasan juga dilakukan supaya media agar tidak cepat menggumpal saat
proses pembuatan media (Cahyani, 2009).

4. Kenapa pada saat membuat media agar dilakukan pengadukan secara


menerus ?
Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua zat
atau lebih agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase cair,
khususnya pada media agar, pengadukan ditujukkan untuk memperoleh keaadaan
yang turbulen (Pratita, 2012).
Pengadukan pada saat membuat media agar juga dilakukan supaya komponen
media agar tidak mengendap pada bagian bawah. Pengadukan juga dapat
mempercepat pengentalan secara merata dan pemadatan medium (Hidayat, 1999).
Selain itu, media yang berupa agar jika tidak diaduk akan menggmpal dan
bahan – bahan lain dapat tercampur dengan baik serta panas yang digunakan pada
pembuatan media merata (Koesnijo. 1974).
5. Kenapa media pada penelitian mikrobiologi perlu dilakukan sterilisasi ?
Suatu alat dan bahan disebut steril apabila bahan tersebut bebas dari
mikroorganisme (Hidayat, 1999).
Sterilisasi dilakukan di dalam praktikum ataupun penelitian mikrobiologi baik
alat maupun media yang digunakannya, hal ini bertujuan agar tidak ada mikroba
yang mengkontaminasi dalam praktikum yang akan dilakukan (Setyowati, 2013).
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh mikroba mikroba dan bakteri yang
masih menempel pada alat maupun media karena akan sangat berpengaruh
terhadap hasil praktikum yang akan dikerjakan (Cahyani, 2009).

6. Ada berapa macam sterilisasi media yang anda ketahui ? Jelaskan


jawaban anda !
Meurut Cahyani (2009), sterilisasi adalah tahap kunci keberhasilan dalam
metode kultur jaringan. Praktek sterilisasi medium dan alat-alat secara umum
dapat dilakukan secara fisik (misalnya pemanasan, pembekuan, penge-ringan,
liofilisasi, radiasi), secara kimiawi (misalnya antiseptik, disinfektan), secara bio-
logis (dengan antibiotika). Sterilisasi dengan antibiotika tidak umum digunakan,
tetapi lebih banyak digunakan untuk tujuan khemoterapi (pegobatan). Pemilihan
cara sterilisasi yang akan dipakai tergantung dari beberapa hal misalnya macam
bahan dan alat yang disterilkan, ketahanan terhadap panas, dan bentuk bahan yang
disterilkan (padat, cair, atau berbentuk gas) (Sari, 2010).
Metode utama sterilisasi adalah: (1) metode fisik, misalnya metode sterilisasi
dengan panas, meliputi penggunaan panas lembab (autoklaf/ uap bertekanan
dan uap langsung), dan penggunaan panas kering (oven/ udara panas dan
pembakaran); (2) metode kimia, yaitu dengan menggunakan agen kimia,
misalnya metil bromida, dan formaldehida (Darwis, 2006).
7. Kenapa pada saat sterilisasi menggunakan autoklaf perlu dilakukan
pengeluaran udara dalam autoklaf ?
Autoklaf merupakan alat sterilisasi yang sering digunakan. Alat ini
bekerja dengan sistem sterilisasi basah. Secara prinsip, cara kerja alat ini adalah
sterilsasi dengan menggunakan uap air pada suhu 1210C selama 15 menit pada
tekanan 1 atm. Atau lebih tergantung ketinggian tempat terhadap permukaan air
laut (Permatasari, 2013).
Menurut Cahyani (2009), uap air yang dihasilkan pada bagian dasar alat
sterilisasi akan keluar dari kontainer kemudian turun ke bagian dasar melalui
material didalam kontainer dan mendorong udara dari bawah kontainer ke atas
melalui selang pembuangan udara dan keluar dari katup kontrol. Hal ini penting
dimana uap air dikeluarkan dari alat sterilisasi selama kurang lebih 7 menit atau
sampai terlihat adanya aliran uap air secara kontinu kemudian tutup katup kontrol.
Proses ini perlu dilakukan untuk mengeluarkan udara yang terjebak didalam alat
sterilisasi yang mana merupakan penyebab utama kegagalan sterilisasi (Hidayat,
1999).

8. Apa fungsi katup pengaman pada autoklaf ?


Autoklaf merupakan alat sterilisasi yang sering digunakan. Alat ini
bekerja dengan sistem sterilisasi basah. Secara prinsip, cara kerja alat ini adalah
sterilsasi dengan menggunakan uap air pada suhu 121ºC selama 15 menit pada
tekanan 1 atm. Atau lebih tergantung ketinggian tempat terhadap permukaan air
laut (Permatasari, 2013).
Autoklaf yang berfungsi sebagai alat sterilisasi ini memiliki bagian-bagian
yang cukup kompleks. Salah satu bagian yang penting dari alat ini adalah bagian
katup pengaman. Katup pengaman berfungsi sebagai penjaga antara tutup dan
bagian tubuh autoklaf tetap terkuci meskipun dalam tekanan yang tinggi. Katup
pengaman juga berfungsi untuk mengisolasi bahan ataupun alat yang berada di
dalam autoklaf dari lingkungan luar (Singkoh, 2011).
Menurut Cahyani (2009), untuk menghindari tutup autoklaf terbuka, karena
bila hal itu terjadi isi botol atau tempat medium akan meluap. Tutup hanya boleh
dibuka ketika manometer menunjukkan angka nol dan medium sterilisasi telah
didinginkan terlebih dahulu. Katup pengaman ini juga dapat berfungsi untuk
mengelurkan kelebihan uap bila tekanan terlalu tinggi sehingga dapat mencegah
terjadinya ledakan.
Daftar Pustaka

Cahyani, V.R. 2009. Petunjuk Praktikum M.K. Mikrobiologi Pertanian. Surakarta :


Universitas Sebelas Maret.
Darwis, D. 2006. Sterilisasi Produk Kesehatan (Health Care Products) dengan
Radiasi Berkas Elektron. Jakarta : Pusat Pengembangan Teknologi Isotop dan
Radiasi (PATIR).
Hidayat, Y. 1999. Teknik Pembuatan Kultur Media Bakteri. Bogor : Balai Penelitian
Veteriner.
Koesnijo. 1974. Kapsula Bakteri dan Fungsinya. Yogyakarta : Berkala Ilmu
Kedokteran Gadjah Mada.
Permatasari, T.D.A., Sumardi, H.S., Bambang, S. 2013. Uji Pembuatan Marning
Jagung dengan Menggunakan Autoklaf. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
dan Biosistem Vol. 1, No. 1 (69-75). Malang : Universitas Brawijaya.
Pratita, M.Y.E., Surya, R.P. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik dari
Sumber Mata Air Panas di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi. Jurnal
Teknik Pomits Vol. 1, No. 1. Surabaya.
Sari, N.K. 2010. Pemanfaatan Biosolid. Surabaya : Yayasan Humaniora.
Setyowati, H., Hanifah, Hananun, Z., Nugraheni, R.R.P. 2013. Krim Kulit Buah
Durian (Durio zibethinus L.) Sebagai Obat Herbal Pengobatan Infeksi Jamur
Candida albicans. Semarang : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan
Pharmasi.
Singkoh, M.F.O. 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Alga Laut Caulerpa racemosa
dari Perairan Pulau Nain. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. 7, No. 3.
Manado : Universitas Sam Ratulangi.

Nilai Akhir:..............................................................................

Nama & Paraf Asisten: ............................................................


MODUL 5 : HIDROLISIS POLIMER
TOPIK I. HIDROLISIS PATI

Tujuan
1. Memahami biokimia hidrolisis protein.
2. Melakukan uji hidrolisis protein.

Pembahasan

1. Jelaskan fungsi hidrolase !


Jawab :
Hidrolase adalah enzim yang mengkatalisasi hidrolisis suatu substratat atau
enzim yang memecah substrat dengan bantuan air. Fungsi dari hidrolase adalah
sebagai enzim yang dikeluarkan oleh mikrobia yang dapat memecah zat dari
komponen yang besar menjadi lebih sederhana dengan adanya air sehingga
komponen tersebut dapat dimanfaatkan oleh tubuh yang masuk ke proses
metabolime. Enzim hidrolitik ini digunakan bakteri untuk memperoleh sumber
karbon dan energi dengan menghancurkan polimer menjadi gula sederhana dan asam
amino (Giovanni et al., 2011).
Fungsi dari hidrolase ialah untuk mengkatalis proses pemecahan molekul
organik menjadi molekul yang lebih kecil dengan adanya air (Harti, 2014).
Hidrolase/hidrolisis adalah proses penyederhanaan molekul kompleks menjadi
molekul tunggal untuk memudahkan tubuh menyerap nutrisi yang dibutuhkan dari
makanan yang dikonsumsi (Pelczar dan Chan, 1986).

2. Jelaskan kimia pati hidrolisis!


Jawab :
Kimia hidrolisi pati merupakan proses pemecahan molekul amilum atau pati
menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti, dekstrin,
isomaltosa, maltose dan glukosa. Hidrolisis amilosa oleh α-amilase terjadi melalui
dua tahap. Tahap pertama adalah degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang
terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat diikuti pula dengan menurunnya
viskositas secara cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan pembentukan glukosa dan
maltosa sebagai hasil akhir. Sedangkan untuk amilopektin, hidrolisis dengan α-
amilase menghasilkan glukosa, maltosa, amilopektin. Hidrolisis dengan α-amilase
menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis limit α-limit dekstrin yang
merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula yang sebelumnya
mengandung ikatan α-1,6 glikosidik (Noor, 2011).
Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa,
maltosa dan glukosa. Proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Enzim, ukuran partikel, temperatur, pH, waktu hidrolisis, perbandingan cairan
terhadap bahan baku (volume substrat), dan pengadukan (Alfin, 2014).
Menurut Marwan (2011), hidrolisis pati merupakan proses pemecahan
molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti
dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan
pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat
berlebih, maka perubahan reaktan diabaikan. Reaksi ini dapat menggunakan
katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Menurut Jati (2006), reaksi kimia
yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut:

(C6H10O5)x + x H2O → x C6H12O6

3. Reagen kimia yang digunakan untuk mendeteksi kemampuan mikrobia


menghidrolisis pati adalah ?
Jawab:
Hidrolisis adalah suatu pengubahan senyawa molekul untuk menjadi yang
lebih sederhana, proses dari hidrolisis ini dapat dilakukan dengan bantuan dari
bakteri, dimana bakteri tersebut harus tumbuh di medium pati selnajutnya dilakukan
inkubasi pada bakteri tersebut dengan jangka waktu kira – kira 3 – 5 hari. Selanjutnya
setelah itu, medium tersebut ditetesi dengan reagen iodium pati. Jika tumbuh warna
bening disekitar, itu artinya reaksi tersebut positif namun apabila yang terjadi
disekitarnya berwarna biru tua artinya reaksi tersebut bersifat negatif, dapat diambil
kesimpulan bahwa iodium dapat digunakan sebagai indikator ada atau tidaknya suatu
proses (Pelczar dan Chan, 1986).
Menurut Noor (2011), hidrolisis pati menggunakan reagen iodine. Selain itu,
hidrolisis ini juga menggunakan reagen lugol atau iodium. Reagen kimia yang
digunakan untuk mendeteksi kemampuan mikrobia menghidrolisis pati adalah
betadine (sebagai pengganti iodine), lugol, dan yodium gram (Harti, 2014).

4. Apa indikator terjadinya hidrolisis pati oleh mikrobia ?


Jawab :
Pemecahan pati dapat diketahui dengan menambahkan larutan reagen
(lugol/iodium) pada akhir inkubasi. Jika berwarna biru disekitar koloni berarti pati
belum terhidrolisis oleh enzim, tetapi apabila disekitar koloni terbantuk zona bening
maka mikroba telah menghodrolisis pati dengan enzim amylase. Isolat bakteri yang
mengindikasikan penghasil enzim amylase dilihat aktivitasnya dengan mengukur
diameter zona bening disekitar isolate bakteri. Zona bening yang terbentuk disekitar
isolate bakteri menunjukkan bahwa isolate bakteri tersebut mampu menghidrolisis
pati (Harti, 2014).
Pemecahan pati dapat diketahui dengan menambahkan larutan lugol pada
akhir inkubasi. Jika berwarna biru disekitar koloni berarti pati belum terhidrolisis
oleh enzim, tetapi apabila disekitar koloni nampak zona bening dan tidak berwarna
maka mikrobia telah menghodrolisis pati dengan enzim amilase. Isolat bakteri yang
mengindikasikan penghasil enzim amilase dilihat aktivitasnya dengan mengukur
diameter zona bening disekitar isolat bakteri. Zona bening yang terbentuk disekitar
isolat bakteri menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut mampu menghidrolisis pati
(Hadioetomo, 1990).
Pada cawan petri yang ditetesi lugol akan berwarna kebiruan karena interaksi
dengan amilum. Di sekitar paper disk yang berisi bakteri yang mengandung enzim
amylase akan terlihat seperti area bening dimana artinya bakteri yang ada di paper
disk tersebut mampu menhidrolisis pati dengan enzim amilase sehingga area tersebut
tidak berwarna kebiruan setelah ditetesi lugol karena sudah dihidrolisis menjadi
monosakarida oleh enzim amylase (Marwan, 2006).

5. Amilase adalah enzim yang menyerang pati. Produk terkecil hidrolisis ini
disebut ?
Jawab :
Pada umumnya, semua pati, yang merupakan salah satu jenis karbohidrat dari
golongan polisakarida, dapat di hidrolisa menjadi senyawa karbohidrat yang memiliki
susunan molekul yang lebih sederhana. Hasil akhir dari hidrolisa pati tersebut adalah
suatu monosakarida yaitu glukosa monosakarida (Endahwati, 2011).
Produk terkecil dari proses enzim amilase ini adalah amilum . Pati, dengan
satuan polimer (n) sekitar 200, akan terurai lebih dahulu menjadi dekstrin (n=23), lalu
kemudian terurai lebih lanjut menjadi glukosa. Jika pati dipanaskan dengan suatu
larutan asam maka ia akan terurai menjadi molekul – molekul yang lebih kecil secara
berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Endah et al., 2007).

6. Bagaimana mungkin bahwa bakteri dapat tumbuh pada pati agar tetapi,
tidak harus menghasilkan α –amilase ?
Jawab :
Bakteri dapat hidup tanpa harus mengeluarkan enzim amilase namun
metabolismenya akan berjalan dengan sangat lambat. Bakerti mengeluarkan enzim
amilase untuk mendegredasi amilum dengan cepat sehinga dapat melakukan
metabolisme dan tumbuh pada media (Dinarsari, 2013).
Menurut Ibrahim et al. (2011), pati dipecah menjadi glukosa oleh enzim
amilolitik dimana enzim amilolitik terdiri dari α –amilase dan 𝛽-amilase. Jadi bakteri
akan tetap hidup pada pati agar walaupun tidak menghasilkan α –amilase karena
bakteri dapat menghasilkan 𝛽-amilase.
Bakteri tersebut dapat tumbuh namun bakteri tersebut tidak bisa mendegradasi
karbohidrat. Disini pati dipecah menjadi glukosa oleh enzim amilolitik dimana enzim
amilolitik terdiri dari α –amilase dan 𝛽-amilase. Jadi bakteri akan tetap hidup pada
pati agar walaupunn tidak menghasilkan α –amilase karena bakteri dapat
menghasilkan 𝛽-amilase (Harti, 2014).

7. Apa saja penyusun pati agar?


Jawab :
Media zobell agar yang dilarutkan pada air laut sebanyak 70 % dan soluble
starch yang dilarutkan dalam aquades sebanyak 30% (Richana, 2000).
Penyusun pati agar adalah 70% media zobel agar dan 30% soluble starch
(Anonim, 2006).
Menurut Dinarsari (2013), secara umum pati tersusun dari dua tipe polimer D-
glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada amilosa ikatan glokosidik yang
terbentuk berupa ikatan a-1,4-glikosidik, sedangkan terdapat dua ikatan glikosidik (a-
1,4-glikosidik dan a-1,6glikosidik). Amilopektin penyusun pati relatif bervariasi, hal
ini disebabkan oleh jumlah rantai cabang penyusunnya
MODUL 5 : HIDROLISIS POLIMER
TOPIK II. HIDROLISIS PROTEIN

Tujuan
1. Memahami biokimia hidrolisis protein.
2. Melakukan uji hidrolisis protein.

Pembahasan
1. Jelaskan fungsi enzim protease ekstra seluler!
Jawab :

Enzim protease ekstraseluler dalah enzim yang dikeluarkan oleh sel bakteri
untuk memecah protein menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana sehingga
bakteri dapat melakukan proses metabolisme. Enzim protease merupakan
biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein menjadi oligopeptida atau asam-asam
amino. Enzim-enzim ini bekerja mengkatalisis reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang
melibatkan air pada ikatan spesifik dengan substrat, sehingga juga dapat digolongkan
sebagai enzim hidrolase. Protease dinamakan juga peptidase, karena memecah ikatan
peptida pada rantai polipeptida (Witono et al., 2007)
Enzim protease ekstraseluler adalah enzim pemecah protein yang diproduksi di
dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Protein dengan cepat dihidrolisis oleh
bakteri tertentu menggunakan protease, untuk menghasilkan asam amino. Semua
bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai
enzim protease ekstraseluler (Hardianty et al., 2013).
Enzim protease ekstraseluler merupakan enzim pengurai protein yang
diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel, berperan dalam
hidrolisis substrat polipetida besar. Semua bakteri mempunyai enzim protease di
dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler (Witono et al.,
2007).
2. Jelaskan kimia hidrolisis protein oleh enzim protease!
Jawab :
Hidrolisis protein oleh enzim protease merupakan proses pemutusan ikatan
peptida dari protein menjadi komponen-komponen yang lebih kecil seperti pepton,
peptida dan asam amino. Hidrolisis ikatan peptida akan menyebabkan beberapa
perubahan pada protein, yaitu meningkatkan kelarutan karena bertambahnya
kandungan NH3+ dan COO- dan berkurangnya berat molekul protein atau
polipeptida, serta rusaknya struktur globular protein (Kurniawati, 2012).
Dibandingkan dengan hidrolisis secara kimia (menggunakan asam atau basa),
hidrolisis enzimatik lebih menguntungkan karena tidak mengakibatkan kerusakan
asam amino dan asam-asam amino bebas serta peptida dengan rantai pendek yang
dihasilkan lebih bervariasi, tingkat kehilangan asam amino esensial lebih rendah,
biaya produksi relatif lebih murah dan menghasilkan komposisi asam amino tertentu
terutama peptida rantai pendek (dipeptida dan tripeptida) yang mudah diabsorbsi oleh
tubuh (Winarwi, 2006).

3. Apa indikator terjadinya hidrolisis protein pada medium skim milk?


Jawab :
Indikator terjadinya hidrolisis protein adalah dengan terbentuknya zona
bening yang ada di sekeliling bakteri. Pengujian dilakukan dengan mengamati adanya
zona bening yang dihasilkan lalu mengukur diameter zona bening yang kemudian
dikurangi dengan diameter paper disk yang terdapat bakteri. Hasil pengurangan
tersebut dinyatakan sebagai aktivitas protease (Pelczar dan Chan, 1986).
Hidrolisis protein ditunjukkan dengan adanya zona bening yang berada di
sekeliling pertumbuhan bakteri. Pengujian secara kualitatif dilakukan dengan cara
mengamati zona bening yang berada di sekitar koloni bakteri, kemudian mengurangi
diameter zona bening dengan diameter koloni bakteri. Hasil pengurangan diameter
tersebut dinyatakan sebagai aktifitas protease secara relatif (Dinarsari, 2013).
Pada medium skim milk, bakteri yang sudah diinkubasi selama 24 jam akan
berwarna kemerahan pada sekitar media. Bakteri yang dapat melakukan hidrolisis
protein akan memiliki area bening pada sekitarnya dikarenakan pendegradasian
protein menjadi asam amino oleh enzim protease (Witono et al., 2007).

4. Produk terkecil hidrolisis protein oleh enzim protease?


Jawab :
Menurut Harti (2014), produk terkecil hidrolisis protein yaitu asam amino,
yang terbagi menjadi :
- Asam amino essensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa oleh
tubuh dan harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi. Pada orang
dewasa terdapat delapan jenis asam amino essensial diantaranya, Lisin,
Threonin, Leusin, Phenylalanin, Isoleusin, Methionin, Valin, Tryptophan
sedangkan pada anak-anak yaitu Histidin dan Arginin.
- Asam amino non essensial yaitu asam amino yang dapat disintesa oleh tubuh
yang diantaranya, Alanin, Tirosin, Asparagin, Sistein, Asam aspartate dan
Glisin, Asam glutamat, Serin, Glutamin dan Prolin.
Menurut Pelczar dan Chen (1968), protein termasuk molekul organic yang
kompleks. Hidrolisis protein oleh enzim protease akan menghasilkan molekul yang
lebih sederhana, yaitu peptida. Peptida jika dihidrolisis dengan enzim peptidase akan
menghasilkan produk yang sederhana dan paling kecil sebagai penyusun protein yaitu
asam amino.
MODUL 6 : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TOPIK I. HOLE – PLATE DIFFUSION METHOD

Tujuan
1. Memahami prinsip kerja metode difusi untuk uji aktivitas antibakteri.
2. Melakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode hole-plate agar

Pembahasan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan difusi agar!


Jawab :
Menurut Hermawan et al. (2009), Metode difusi agar adalah suatu prosedur
yang bergantung pada difusi senyawa antimikrobial ke dalam agar. Senyawa
antimikrobial tersebut diserapkan pada paper disk yang berdiameter 6 mm. Paper
disk ditempatkan pada permukaan media yang telah diinokulasikan dengan bakteri
patogen yang akan diuji. Setelah diinkubasi selama 24 jam, diamati diameter daerah
hambatan di sekitar paper disk. Daerah hambatan yang terbentuk sebagai daerah
bening disekitar paper disk menunjukkan mikroorganisme yang diuji telah dihambat
oleh senyawa yang berdifusi ke dalam kertas cakram.
Metode difusi agar adalah metode pengamatan aktivitas antibakteri
menggunakan paper disk yang sudah dicelupkan pada sampel bakteri dan
meletakkannya pada media agar yang sudah disebarkan bakteri patogen sebelumnya
lalu diinkubasi selama 24 jam (Pratiwi, 2008).

2. Kenapa pada metode hole-plate menggunakan dua lapis agar?


Jawab :
Hal ini dikarenakan lapisan media agar pertama digunakan sebagai pondasi
cetakan sumuran dan lapisan kedua digunakan sebagai media yang sudah
diinokulasikan dengan bakteri patogen (Harti, 2014).
Lapisan pertama berisi bakteri patogen, bakteri yang digunakan sebagai
patokan pengamatan aktivitas antibakteri. Dan di atasnya adalah media agar biasa
yang dibolongi dan diisi oleh baik itu bakteri lain ataupun kontrol positif dan negatif
untuk mengetahui mana yang lebih baik menghambat aktivitas bakteri patogen
(Pelczar dan Chan, 1986).
3. Jelaskan kelebihan metode hole-plate agar dibanding metode paper disk!
Jawab :
Kelebihan dari metode hole-plate agar dibanding paper disk adalah pada
metode hole plate, digunakan perforator untuk membuat lubang-lubang pada agar
padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji, kemudian zat uji dimasukkan ke
dalam lubang-lubang tersebut. Aktivitas antibakteri dapat terlihat sebagai daerah
hambat atau zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang (Nurainy et al., 2008).
Kelebihan dari metode hole-plate agar dibanding paper disk adalah zona
bening yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri uji / kontrol akan terlihat tebih besar /
lebih luas dibandingkan dengan paper disk dikarenakan sample bakteri uji / kontrol
lebih banyak dibandingkan saat menggunakan paper disk (Harti, 2014).

4. Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya diameter zona


hambat !
Jawab :
Menurut Lapapua dan Nurhidayat (2003), factor yang mempengaruhi zona
hambat diantaranya,
 Kekeruhan suspensi bakteri.
- Kurang keruh : diameter zone lebih lebar.
- Lebih keruh : Diameter zone makin sempit sehingga R dilaporkan S atau
sebaliknya.
 Waktu pengeringan / peresapan suspensi bakteri ke dalam MH agar. Tidak
boleh melebihi batas waktu karena dapat mempersempit diameter zone
hambatan sehingga jadi R.
 Temperatur inkubasi
Pertumbuhan optimal : 35 C bila <> 35O C ada bakteri yang kurang subur
pertumbuhannya dan ada obat yang difusinya kurang baik.
 Waktu inkubasi.
- Waktu : 16 – 18 jam
Bila Lebih 18 jam maka pertumbuhan lebih sempurna sehingga zona
hambat makin sempit.
 Ketebalan agar
Ketebalan : 4 mm, bila kurang maka difusi obat lebih cepat dan bila lebih
maka difusi obat lambat.
 Jarak antar disk obat
- Jarak cakram : 3 cm dan 2 cm dari pinggir petridish dengan meter 9-10
cm paling banyak 7 disk obat.
- Petridish dengan diameter 15 cm untuk 9 disk.
 Potensi disk obat
Tiap jenis obat mempunyai diameter disk yang sama tetapi potensinya
berbeda. Yang harus diperhatikan :
- Cara penyimpanan : obat yang labil seperti penisillin dll disimpan pada
suhu 40 ºC.
- ED nya dan setiap disk obat baru diterima harus dicek dengan kontrol
strain.
 Komposisi media
Sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri, difusi obat,
aktivitas obat tersebut.
Diameter zona hambat tergantung dari sifat mikroba terhadap kertas antibiotik
yang diberikan. Zona hambat dengan diameter lebih dari 30 mm menunjukan bahwa
mikroba peka terhadap antibiotik yang diberikan. Sedangkan zona hambat dengan
diameter antara 20 – 30 mm menunjukan bahwa mikroba agak resisten dengan
antibiotik yang diberikan dan zona hambat dengan diameter kurang dari 20 mm
menunjukan bahwa adanya sifat resistensi terhadap antibiotik yang diberikan
(Hermawan et al., 2007).

Anda mungkin juga menyukai