Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DASAR MANAJEMEN DALAM PARADIGMA KEPERAWATAN

A. Pengertian Manajemen
Menurut Gillies (1986) diterjemahkan oleh Dika Sukmana dan Rika Widya
Sukmana (1986). Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses
bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional.
Manajemen dari kata yang berarti “tangan”. Manajer memegang kendali sehari-hari
“ untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Organisasi yang sukses mmbutuhkan
kepemimpinan dan manajemen. Mamajemen dapat mendorong ketepatan dan menaiki
tangga kesuksesan, kepemimpinan, menentukan apakah tangga yang dinaiki bersandar
pada dinding yang kokoh (Covey, 1989).
Manajemen berfokus pada cara untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja
melalui berbagai pendekatan manajemen.(Frederick Taylor,1800).

B. Prinsip Umum Manajemen


Menurut Henry Fayol. seorang industrialis asal Perancis, prinsip-prinsip
dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan
sesuai dgn kondisi-kondisi khusus & situasi-situasi yg berubah.
Prinsip- prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari :
1. Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga
pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan
harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus
rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and
dislike.
Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan
terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja.
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility) harus seimbang.
Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan
wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula
pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya. Setiap karyawan dilengkapi dengan
wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti
pertanggungjawaban.
3. Disiplin (Discipline)
Disiplin (Discipline) merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila
wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Pemegang
wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga
mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan weweanng yang ada
padanya.
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesui dengan
wewenang yang diperolehnya. Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus
memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat
dijalankan dengan baik.
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari
Pembagian kerja (Division of work), Wewenang dan tanggung jawab (Authority and
responsibility), Disiplin (Discipline), serta Kesatuan perintah (Unity of command).
Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat wewenang
untuk pelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas
wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan
menuju sasarannya.
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan orgabisasi dapat
terwujud, apabila setiap karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki
disiplin yang tinggi. Setiap karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi
kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan
pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya kepentingan organisasi.
7. Penggajian pegawai
Prinsip more pay for more prestige (upaya lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip
upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan
akan menimbulkan hetidak disiplinan dan kemalasan dalam bekerja. Gaji atau upah
bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan tercapainya tujuan dan
keberhasilan dalam suatu pekerjaan. Dalam prinsip penggajian dipikirkan cara agar
karyawan dapat bekerja dengan tenang, menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan
kerja.
8. Pemusatan (Centralization)
Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang,
melainkan untuk menghindari kesimpangsiurang wewenang dan tanggung jawab.
Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan
wewenang (delegation of authority). Pemusatan wewenang akan menimbulkan
pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak
ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak.
9. Hirarki (tingkatan)
Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer puncak dan
seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan
akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia
mendapat perintah. Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila
pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki.
10. Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik
atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban
dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan. Ketertiban dalam
melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada
orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang.
11. Keadilan dan kejujuran
Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak dapat dipisahkan.
Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki
wewenang yang paling besar. Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
12. Stabilitas kondisi karyawan
Sebagai makhluk sosial manusia yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan dan
pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang
kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja. Dalam setiap kegiatan
kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan
dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik
dan adanya ketertiban dalam kegiatan.
13. Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa (inisiative) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya
manusia butuh penghargaan. Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang
menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu
yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Dalam prakarsa
terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Setiap
penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu langkah untuk
menolak gairah kerja. Manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari
prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.
14. Semangat kesatuan dan semangat korps
Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa
setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan
oleh dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan
semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan
cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan
membawa bencana. Karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib
sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik.
C. Peran Manajemen dalam Keperawatan
1. Peran Interpersonal (Interpersonal Role)
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara
langsung dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan
interpersonal dasar, yaitu:
a. Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin harus
melaksanakan tugas-tugas seremonial seperti menyambut tamu penting,
menghadiri pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan siang pelanggan
atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal sering bersifat
rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan penting. Meskipun demikian,
kegiatan itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi dan tidak dapat
diabaikan oleh seorang pemimpin.
b. Peran sebagai pemimpin (Leader Role)
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang dalam unit
organisasi yang dipimpinnya.Kegiatan yang terkait dengan itu berhubungan
dengan kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung. Yang berkaitan
dengan kepemimpinan secara langsung antara lain menyangkut rekrutmen dan
training bagi stafnya. Sedang yang berkaitan secara tidak langsung antara lain
seorang pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak buahnya.
Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin.
Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar;
tetapi kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa
direalisasikan.
c. Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin, terutama aspek
yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini saja pengakuan mengenai
peran sebagi penghubung, di mana pemimpin menjalin kontak di luar rantai
komando vertikal, mulai muncul. Hal itu mengherankan, mengingat
banyaktemuan studi mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa
pemimpin menghabiskan waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari
luar unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak buahnya;
sementara dengan atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan
memelihara kontak tersebut biasanya dalam rangka mencari informasi.
Akibatnya, peran sebagai penghubung sering secara khusus diperuntukkan bagi
pengembangan sitem informasi eksternalnya sendiri yang bersifat informal,
privat, verbal, tetapi efektif.
2. Peran Informasional (Informational Role)
Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan
jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat syaraf bagi
unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu
lebih banyak dari pada stafnya. Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key
part) dari tugas seorang pemimpin.
Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek irformasional tersebut.
a. Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus memonitor
lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga seringkali harus
’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan kadangkala menerima
informasi gratis, sebagian besar merupakan hasil jaringan kontak personal yang
sudah dikembangkannya. Perlu diingat, bahwa sebagian besar informasi yang
diperoleh pemimpin dalam perannya sebagai monitor datang dalam bentuk
verbal, kadang berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih membutuhkan
konfirmasi dan verifikasi lebih lanjut.
b. Peran sebagai disseminator (Disseminator role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan
bersama (sharing) dan didistribusikan kepada anak buah yang membutuhkan. Di
samping itu ketika anak buahnya tidak bisa saling kontak dengan mudah,
pemimpinlah yang kadang-kadang harus meneruskan informasi dari anak buah
yang satu kepada yang lainnya.
c. Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk menyampaikan
informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit organisasinya.
3. Peran Pengambilan Keputusan (Decisional Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan
masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas formalnya, hanya
pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen organisasinya ke arah yang baru;
dan sebagai pusat syaraf organisasi, hanya dia yang memiliki informasi yang benar
dan menyeluruh yang bisa dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya.
Berkaitan dengan peran pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat
peran pemimpin, yaitu:
a. Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk selalu
memperbaiki kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan di
mana organisasi tersebut eksis. Dalam perannya sebagai wirausaha, seorang
pemimpin harus selalu mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide
tersebut jika dianggap baik bagi perkembangan organisasi yang dipimpinnya.
b. Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)
Peran sebagai pengendali gangguan memotret keharusan pemimpin untuk
merespon tekanan-tekanan yang dihadapi organisasinya. Di sini perubahan
merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin. Dia harus bertindak karena
adanya tekanan situasi yang kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin
seringkali harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon
gangguan yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu
mulus, begitu terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan sejak awal semua
situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian. Gangguan timbul bukan saja
karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi hingga situasi tersebut mencapai
posisi kritis, tetapi juga karena pemimpin yang baik tidak mungkin
mengantisipasi semua konsekuensi dari setiap tindakannya.
c. Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator Role)
Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa akan
menerima apa dalam unit organisasinya. Mungkin, sumberdaya terpenting yang
dialokasikan seorang pemimpin adalah waktunya. Perlu diingat bahwa bagi
seseorang yang memiliki akses ke pemimpin berarti dia bersinggungan dengan
pusat syaraf unit organisasi dan pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas
untuk mendesain struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja
dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
d. Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa pemimpin
menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi. Sebagaimana
dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan way of life dari seorang
pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan kewajiban seorang pemimpin,
mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari. Negosiasi merupakan bagian
integral dari tugas pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk
bisa memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang
memiliki pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi
penting.
D. Ruang Lingkup Manajemen Keperawatan
Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan
berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang
paling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai
akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan
yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang
terdapat didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang efektif
seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan
perawat pelaksana meliputi :
1. Menetapkan penggunaan proses keperawatan
2. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnose
3. Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat
4. Menerima akuntabilitas untuk hasil – hasil keperawatan
5. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan

Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa diinisiasi oleh para manajer keperawatan
melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan para
perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan
terdiri dari:

1. Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan yang terdiri
dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:
a. Manajemen puncak
Manajer bertaggungjawab atas pengaruh yang ditmbulkan dari keputusan-
keputusan manajemen keseluruhan dari organisasi. Misal: Direktur, wakil
direktur, direktur utama. Keahlian yang dimiliki para manajer tinggkat puncak
adalah konseptual, artinya keahlian untuk membuat dan mmerumuskan konsep
untuk dilaksanakan oleh tingkatan manajer dibawahnya.
b. Manajemen menengah
Manajemen menengah harus memeiliki keahlian interpersonal/manusiawi,
artinya keahlian untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain.
Manajer bertanggungjawab melaksanakan reana dan memastikan tercapainya
suatu tujuan. Misal: manajer wilayah, kepala divisi, direktur produk.
c. Manajemen bawah
Manager bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yang telah
ditetapkan oleh para manajer yang lebih tinggi. Pada tingkatan ini juga memiliki
keahlian yaitu keahlian teknis, atrinya keahlian yahng mencakup prosedur,
teknik, pengetahuan dan keahlian dalam bidang khusus. Misal:
supervisor/pengawas produksi, mandor.
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam
kegiatannya.
Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut agar
penatalaksanaannya berhasil. Faktor-faktor tersebut adalah
a. Kemampuan menerapkan pengetahuan
b. Ketrampilan kepemimpinan
c. Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin
d. Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen
2. Manajemen asuhan keperawatan
Lingkup manajemen asuhan keperawatan dalam manajemen keperawatan adalah
terlaksananya asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien. Keberhasilan
asuhan keperawatan sangat ditunjang oleh sumber daya tenaga keperawatan dan
sumber daya lainnya. Tenaga keperawatan yang bertanggung jawab dalam
menyediakan perawat pasien yang berkualitas adalah perawat pelaksana.Sebagai
kunci keterampilan dalam keperawatan pasien adalah komunikasi, koordinasi,
konsultasi, pengawasan dan pendelegasian (Loveridge & Cumming, 1996).
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang
menggunakan konsep-konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.
Proses keperawatan adalah proses pemecahan masalah yang menekankan pada
pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
1. Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang
mengharuskan perawat menentukan setepat mungkin pengalaman masa lalu
pasien, pengetahuan yang dimiliki, perasaan dan harapan kesehatan dimasa
mendatang.
Pengkajian ini meliputi proses pengumpulan data, memvalidasi,
menginterpretasikan informasi tentang pasien sebagai individu yang unik.
2. Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana
berdasarkan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai wewenang untuk
memberikan tindakan keperawatan. Perawat menganalisa data pengkajian untuk
merumuskan diagnosa keperawatan.
3. Perencanaan intervensi keperawatan dibuat setelah perawat mampu
memformulasikan diagnosa keperawatan
4. Pelaksanaan merupakan penerapan rencana intervensi keperawatan merupakan
langkah berikut dalam proses keperawatan
5. Evaluasi merupakan pertimbangan sistematis dari standart dan tujuan yang
dipilih sebelumnya dibandingkan dengan penerapan praktek yang aktual dan
tingkat asuhan yang diberikan.

Kelima langkah dalam proses keperawatan ini berlangsung terus menerus dilakukan
oleh perawat melalui metode penugasan yang telah ditetapkan oleh para manajer
keperawatan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://wiandynar.blogspot.co.id/2013/10/konsep-dasar-manajemen-dalam-paradigma.html

Anda mungkin juga menyukai