Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas tentang pengelolaan asuhan keperawatan

pada Ny. M dengan diagnosa medis apendisitis di bangsal C RST dr.

Soedjono Magelang. Pembahasan difokuskan pada aspek asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi. Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang

kesenjangan yang ditemukan selama melaksanakan asuhan keperawatan

dari pengkajian hingga evaluasi.

1. Pengkajian

Pada tahap awal yaitu melakukan pengkajian penderita dan

keluarga sangat kooperatif, penderita ditemani oleh suaminya. Data

pengkajian diperoleh melalui alloanamnase dan autoanamnase.

Keluhan yang dirasakan penderita adalah nyeri post apendektomi

rasa tertusuk-tusuk pada abdomen kanan bawah (luka post op), skala

6 dan terus-menerus. Dari data tersebut sudah sesuai dengan

pengkajian menurut Perry Potter (2007) yaitu pada penderita post

operasi mengalami nyeri akut akibat adanya trauma jaringan yang

disebabkan oleh reseksi dan hilangnya efek anestesi.

Pada pengkajian kenyamanan penderita mengatakan cemas

karena nyeri yang dirasakan tidak hilang-hilang. Hal tersebut terjadi

karena ketika seseorang merasa terancam akan timbul perasaan takut


atau tidak tenang. Sistem saraf otonom yang menyebabkan seseorang

mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain.

Ketika ada input sensori yang tidak sesuai dengan tubuh amigdala

menerima dan mengidentifikasi informasi sensori yang menjadi

ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas. Begitu pula

ketika seseorang mengalami nyeri dan mekanisme koping dari

individu tersebut kurang baik, maka amigdala akan menganggap

sebagai ancaman (Darmawan, Tya, 2012).

Kesenjangan terdapat pada pemeriksaan diagnostik. Menurut

Andra dan Yessie (2013) pemeriksaan yang harus dilakukan untuk

menegakkan diagnosa apendisitis meliputi: laboratorium, USG dan

pemeriksaan fisik. Akan tetapi yang dilakukan pada penderita adalah

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik, sedangkan

pemeriksaan USG tidak dilakukan.

Hal tersebut karena menurut Taufik Rahmanto (2009), riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik merupakan dasar untuk menegakkan

diagnosa apendisitis. Pemeriksaan tambahan hanya dikerjakan bila ada

keragu-raguan. Pemeriksaan USG tidak dilakukan karena Menurut Asaari

(2013), pemeriksaan USG hanya dilakukan bila terjadi infiltrat

apendikularis.
2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan patofisiologi yang dikembangkan dari (Potter dan

Perry, 2005; Said Latif, 2002; Andra & Yessie, 2013), ditemukan

diagnosa keperawatan antara lain: Nyeriakut, ansietas, resiko infeksi,

kekurangan volume cairan, hambatan mobilitas fisik, konstipasi,

ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Dari ketujuh diangnosa yang muncul, penulis menegakkan tiga

diagnosa yaitu nyeri akut, ansietas, dan resiko infeksi. Penulis

mengambil diagnosa keperawatan nyeri sebagai diagnosa prioritas

yang akan ditangani terlebih dahulu oleh penulis. Penegakkan

diagnosa keperawatan prioritas pertama ini dilakukan karena

implikasi keperawatan yang perlu dikenal perawat setelah operasi

adalah adanya nyeri dan risiko infeksi yang merupakan masalah

utama (Andra & Yessie, 2013).

Terdapat 4 diagnosa yang tidak ditegakkan oleh penulis yaitu:

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Menurut Judith, Wilkinson & Ahern (2012), asupan nutrisi

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic. Batasan

karakteristik pada data objektif bising usus hiperaktif,

kurangnya minat terhadap makanan, membrane mukosa pucat,

tonus otot buruk. Faktor yang berhubungan yaitu


Ketidakmampuan untuk menelan atau menerima makanan atau

menyerap nutrient akibat factor biologis, psikologis, atau

ekonomi, termasuk contoh non-NANDA (misalnya: Kesulitan

mengunyah atau menelan, hilangnya nafsu makan, mual dan

muntah).

Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh tidak muncul karena dalam pengkajian makanan/cairan

makannya habis ¾ porsi rumah sakit, untuk minumnya penderita

sehari minum air putih ± 300 ml, air teh sehari ± 150 ml,

penderita tidak mengeluh mual/muntah, bising usus 11x/menit.

Menurut Andra & Yessie (2013), penderita yang setelah

dilakukan pembedahan yang diberikan anastesi, kemudian

apabila pada saluran pencernaan tidak terpengaruh oleh anastesi

yang tidak menyebabkan adanya keluhan mual dan muntal, dan

pada penderita tidak mengalami penurunan nafsu makan, hal itu

tidak mempengaruhi status nutrisi dan gizi pada penderita,

sehingga penulis tidak mengangkat diagnosa ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

b. Konstipasi

Menurut Judith, Wilkinson & Ahern (2012), Penurunan

frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang

sulit atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering. Batasan

karakteristik pada data objektif yaitu perubahan pada pola


defekasi, penurunan frekuensi, penurunan volume feses, distensi

abdomen, feses yang kering, keras, danpadat, bising usus

hipoaktif, massa abdomen dapat dipalpasi, flatus berat, mengejan

saat defekasi, tidak mampu mengeluarkan feses.

Masalah konstipasi tidak muncul karena dalam pengkajian

eliminasi penderita belum buang air besar (BAB) tetapi, sebelum

operasi penderita sudah BAB 1x, bising usus 11x/menit.

Menurut Andra & Yessie (2013), apabila setelah dilakukan

pembedahan kemudian pada saluran pencernaan tidak mengalami

penurunan bising usus, penderita juga tidak mengeluh susah

BAB, maka tidak terdapat gangguan eliminasi pada penderita,

sehingga penulis tidak mengangkat diagnosa konstipasi.

c. Resiko kekurangan volume cairan

Menurut Judith, Wilkinson & Ahern (2012), kondisi

individu yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular atau

intra selular kapiler. Batasan karakteristik pada data objektif yaitu

penyimpangan yang memengaruhi akses untuk pemasukan atau

absorbs cairan (misalnya, imobilitasfisik), kehilangan yang

berlebihan melaluirute normal (mislanya, diare), usia ekstrem

(bayi baru lahir atau lansia), Berat badan ekstrem (kurang atau

berlebih), faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (misalnya,

status hipermetabolik), defisiensi pengetahuan (yang berhubungan

dengan volume cairan), kehilangan cairan melaluirute yang tidak


normal (misalnya, slang kateter menetap), obat (diuretik).

Masalah resiko kekurangan volume cairan tidak muncul karena

dalam pengkajian makanan/cairan, elminasi, dan integritas kulit

yaitu untuk minumnya penderita mengatakan sehari minum air

putih ± 300 ml, air teh sehari ± 150 ml, sudah berkemih (BAK) 1x

sebanyak ± 100 cc, turgor kulit baik, mukosa bibir kering.

Menurut Potter dan Perry (2005),. Pada penderita yang

tidak ditemukan tanda - tanda kekurangan cairan seperti

turgor kulit kurang, membrane mukosa kering, demam, dan

tidak terjadi pendarahan setelah dilakukan pembedahan, maka

penderita tidak terjadi masalah resiko kekurangan volume cairan.

d. Hambatan mobilitas fisik

Hambatan mobilitas fisik menurut Wilkinson (2013),

keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada

tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tingkatan meliputi 0:

mandiri total, 1: memerlukan penggunaan peralatan atau alat

bantu, 2: memerlukan bantuan orang lain, 3: membutuhkan

bantuan orang lain dan peralatan alat bantu, 4: ketergantungan.

Batasan Karakteristik yang tampak penurunan waktu reaksi,

kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispneu saat beraktivitas,

perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan untuk

melakukan ketrampilan motor ikhalus dan kasar, keterbatasan


rentang gerak sendi, ketidakstabilan postur tubuh, melambatnya

pergerakan, gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.

Menurut Judith, Wilkinson & Ahern (2012), masalah

Hambatan mobilitas fisik tidak muncul karena data yang didapat

pada saat pengkajian aktivitas/istirahat disebutkan penderita

mengatakan mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri,

kekuatan otot 5. Dari pengkajian yang didapat tersebut maka

penulis tidak menegakkan diagnosa hambatan mobilitas fisik.

3. Intervensi dan Implementasi

a. Nyeri akut

Pada intervensi dan implementasi diagnosa keperawatan

nyeri akut penulis menemukan kesenjangan yaitu tindakan

berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa

lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan akibat

prosedur. Menurut Wilkinson (2013) nyeri merupakan

pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau

digambarkan dengan istilah seperti ( International Assosiation for

the study of pain), awitan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas

ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

Pemahaman penderita tentang penyebab nyeri yang terjadi akan

mengurangi ketegangan penderita dan memudahkan penderita


untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. Tindakan

memberikan informasi tentang nyeri tidak dilakukan, karena

menurut Wilkinson (2013), pemberian informasi tentang nyeri

seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan

antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur yang dilakukan,

tindakan pemberian informasi tersebut dilakukan jika penderita

belum tahu tentang nyeri yang dirasakan. Sedangkan, pada saat

pengkajian Ny. M sudah diberikan informasi oleh dokter lebih

dalam tentang nyeri yang akan dirasakan setelah pembedahan.

4. Evaluasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Evaluasi menurut NOC adalah tingkat kenyamanan:

memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh

indikator; respon autonomic, seperti pucat, peningkatan tanda-

tanda vital dan diaphoresis tida kterjadi, mengenali awitan nyeri.

Ekspresi nyeri pada wajah ringan, tidak ada gelisah atau

ketegangan otot, merintih dan menangis tidak ada, tidak ada

gelisah.

Evaluasi yang didapat pada penderita menunjukkan hasil

yang signifikan, adanya perubahan pada skala nyeri dari skala 5

menjadi skala 2 pada hari ketiga. Penderita tampak rileks, tidak

gelisah, penderita mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi

distraksi dan mampu menerapkan secara optimal, penderita dapat


mengungkapkan kenyamanannya. Hal tersebut menunjukkan

adanya keefektifan pengobatan secara farmakologi dan non

farmakologi yang sudah dilakukan.

b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Evaluasi menurut NOC adalah tingkat ansietas: ansietas

berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan

sampai sedang, konsentrasi, meneruskan aktivitas yang

dibutuhkan mengalami kecemasan, memiliki tanda-tanda vital

dalam batas normal.

Evaluasi dari tindakan tersebut adalah penderita sudah

mengerti dan paham tentang penyakit dan teknik

pengobatannya, penderita juga mengatakan kecemasannya

berkurang karena biasa mengetahui hal-hal yang biasa

memperbesar resiko kekambuhan penyakitnya sehingga sebisa

mungkin dia akan mengurangi hal tersebut, penderita juga

merasa sedikit rileks karena sudah tidak ada lagi pertanyaan

yang ingin diatanyakan tentang penyakitnya.

c. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

Menurut NOC evaluasi adalah status imun: terbebas dari

tanda dan gejala infeksi, memperlihatkan hygiene personal yang

adekuat. Penyembuhan luka primer: tingkat regenerasi sel dan

jaringan setelah penutupan luka secara sengaja.


Hasil evaluasi yang didapat setelah dilakukan implementasi

adalah tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, tidak

bengkak, sekitar luka bersih, tidak ada rembesan darah, luka

tampak bersih, tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu

36,70C. Hal ini menunjukkan adanya keefektifan pengobatan

yang sudah dilakukan dengan pemberian antibiotic, pencegahan

risiko infeksi lebih dini dengan mendeteksi tanda-tanda infeksi,

mampu menjaga personal higien.

B. Simpulan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada penderita dengan

post operasi apendisitis pada hari ke 1 sampai hari ke 3 diruang C RST dr.

Soedjono Magelang, diperoleh kesenjangan-kesenjangan mulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasinya. Hal tersebut disesuaikan dengan keadaan yang dialami

penderita berdasarkan hirarki Maslow.

Dalam mengatasi kesenjangan ini, penulis berusaha untuk

memodifikasi asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi sesuai

masalah penderita dengan harapan agar asuhan keperawatan pada

penderita lebih efektif dengan dampak yang minimal.

Berdasarkan tujuan yang telah dicantumkan penulis di bagian awal,

penulis juga telah mencapai tujuan yang telah direncanakan yaitu dengan

tujuan umum penulis mampu menggambarkan kompetensi penulis dalam


melaksanakan Asuhan Keperawatan Post Operasi Apendisitis pada Ny. M

di Bangsal C RST dr. Soedjono Magelang. Tujuan khusus yang telah

penulis capai adalah mampu menggambarkan kemampuannya dalam

mengkaji, menegakkan diagnosa, merumuskan rencana keperawatan,

melakukan implementasi tindakan, dan mengevaluasi Asuhan

Keperawatan Post Operasi Apendisitis pada Ny. M di Bangsal C RST dr.

Soedjono Magelang.

Anda mungkin juga menyukai