Anda di halaman 1dari 44

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH EVALUASI DAN ASESMEN PTK


“PENGEMBANGAN DAN PENULISAN BUTIR SOAL NON TES”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sudji Munadi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Noor Arif Inderawan (177022510 )

Ni Putu Diah Untari Ningsih (17702251037)

Titik Agustin (177022510 )

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN – S2


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengembangan Dan
Penulisan Butir Soal Non Tes” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Penulisan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pembimbing mata kuliah assesment of education . Makalah ini disusun
berdasarkan dari berbagai referensi buku pegangan perkuliahan yang berhubungan
dengan mata kuliah evalusi pendidikan. Kemudian dari referensi-referensi tersebut
disusun secara sistematik oleh penulis agar pembaca mampu lebih mudah dalam
memahami isi dari makalah ini.
Melalui makalah ini penulis menjelaskan tentang instrumen penilaian dan
pengembangannya. Selain itu penulis juga memberikan gambaran tentang
instrumen yang telah dibuat dan dapat diedarkan di sekolah.
Penulis berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah assesment of
education yaitu Prof. Baso Intang Sapaile yang telah memberikan arahan tentang
pembuatan atau penyusunan instrumen. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasi
kepada teman-teman yang telah membantu dalampenyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para
pembaca. Tak lupa pula kritik dan saran diharapkan penulis dari para pembaca bila
terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini.

Yogyakarta, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2

Bab 2 Pembahasan

A. Bentuk dan penyusunan instrumen non tes ......................................... 41


B. Pengembangan instrumen non tes ....................................................... 86

Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan ......................................................................................... 90
B. Saran .................................................................................................... 91

Daftar Pustaka ............................................................................................... 92


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Penilaian dan pengukuran tidak dapat dilepaskan dari dunia kependidikan.
Penilaian dan pengukuran ini dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tentang
situasi sekolah. Penilaian dan pengukuran ini dapat dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan sebagainya.
Untuk pembelajaran di kelas, evaluasi peserta didik sangat dibutuhkan untuk
memberikan gambaran tentang kondisi peserta didik. Gambaran yang diperoleh
oleh pendidik kemudian akan dipelajari oleh guru. Gambaran peserta didik yang
diperoleh guru harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Artinya data yang
diperoleh guru tentang keadaan peserta didik harus memiliki kesalahan yang kecil.
Untuk memperoleh data tentang peserta didik, diperlukan adanya instrumen
penilaian. Instrumen penilaian dapat berupa instrumen tes, maupun instrumen non
tes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes non objektif sedangkan
instrumen non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya.
Penyusunan instrumen sebaiknya mengikuti langkah-langkah atau kaidah-
kaidah yang berlaku secara umum. Gunanya adalah instrumen yang diberikan
kepada siswa mudah dipahami baik oleh responden maupun pemberi responden
sehingga data yang diperoleh dari responden merupakan data yang akurat. Selain
itu instrumen yang disusun harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
sehingga harusnya sebelum mengedarkan instrumen terlenih dahulu harus ada
tujuan yang ditetapkan oleh guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
dari makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan instrumen non tes.
2. Apa bentuk-bentuk instrumen non tes?
3. Bagaimana teknik pengembangan instrumen non tes?
4. Bagaimana kaidah penulisan instrumen non tes?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan instrumen non tes.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk instrumen non tes.
3. Menjelaskan teknik pengembangan instrumen non tes.
4. Menjelaskan kaidah penulisan instrumen non tes.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk dan Penyusunan Instrumen Tes


1. Pengetrian tes
Menurut (Mardapi, 2012: 108-109) Tes merupakan salah satu instrumen yang
digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan yang
memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau sebagian benar. Tujuan
melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang
telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hasil tes merupakan informasi
tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang. Karakteristik ini dapat
berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang.
Kegiatan pengetesan merupakan salah satu cara untuk menaksir tingkat
kemampuan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang
terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan. Hasil tes diharapkan menghasilkan
data dengan kesalahan sekecil mungkin. Oleh karena itu agar diperoleh data yang
akurat dibutuhkan tes yang sahih (valid) atau andal (reliabel).
Hasil tes bisa digunakan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan.
Hasil tes untuk tujuan ini harus baik, yaitu memiliki kesalahan pengukuran sekecil
mungkin. Kesalahan pengukuran ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
kesalahan acak dan kesaahan sistematik. Kesalahan acak disebabkan karena
kesalahan dalam memilih sampel isi tes, variasi emosi seseorang, termasuk variasi
emosi pemeriksa jika lembar jawaban peserta tes diperiksa secara manual.
Kesalahan sistematik disebabkan karena soal tes terlalu mudah atau terlalu sukar.
Ada pendidik yang cenderung membuat tes yang sulit, sehingga estimasi
kemampuan peserta didik underestimate , tetapi ada juga pendidik yang cenderung
membuat tes terlalu mudah, sehingga estimasi kemampuan peserta didik
overestimate. Hal ini tidak diinginkan karena tidak memberikan data tentang
kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Pengujian adalah kegiatan melaksanakan pengukuran dengan tujuan apakah
peserta didik telah memiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Kemampuan yang
dipersyaratkan bisa ditentukan oleh satuan pendidikan berdasarkan musyawarah
guru atau ditentukan oleh pusat. Kemampuan ini juga disebut dengan kemampuan
minimum yang harus dimiliki oelh peserta didik. Satuan pendidikan sering
menggunakan istilah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu kompetensi
minimal yang harus dimiliki peserta didik. Ada satuan pendidikan yang menetapkan
KKM sebesar 7,75, ada yang 7,0, dan ada yang lebih rendah lagi. Namun,
diharapkan dari tahun ke tahun ada kenaikan terutama yang belum mencapai 7,5.
2. Langkah Awal Pengembangan Tes
Menurut (Kusaeri) Makalah ini akan membahas tentang bagaimana
mengembangkan suatu tes sebangi alat ukur pencapaian hasil belajar atau prestasi
siswa. Beberapa langkah awal yang diperlukan dalam mengembangkan tes adalah:
menentukan tujuan pembelajaran, menyusun table spesifikasi, dan menentukan
bentuk soal yang akan digunakan dalam penilaian.
Identifikasi tujuan pembelajaran merupakan langkah awal pertama dan
penting dalam mengembangkan tes. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk
harapan kepada siswa setelah mereka mengikuti pembelajaran. Tujuan tersebut
kadang-kadang dinyatakan dengan jelas, tetpi tidak jarang dinyatakan juga secara
implisit. Jika tujuan tersebut hanya dinyatakan secara implisit maka dalam menguji
kita tetap harus merujuk pada materi yang telah diajarkan.
Tes yang baik diturunkan dari tujuan pembalaran yang dinyatakan secara
jelas. Dengan demikian, kejelasan rumusan tujuan pembelajaran akan sangat
membantu agar tes benar-benar dapat mengukur apa yang telah diajarkan oleh guru,
dismping dpaat mempermudah proses pengembangan tes. Dengan rumusan tujuan
dengan jelas dan eksplisit juga dapat memberikan nilai tambah karena dapat
membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.
a. Karakteristik Tujuan Pembelajaran.
Materi ini tidak dimaksudkan untuk menitikberatkan pada pengembangan
kurikulum atau perumusan tujuan pembelajaran dalam konteks penyusunan
kurikulum, tetapi sudah seharusnya prosedur penilaian selalu dikaitkan dengan
kurikulum dan tujuan pembelajaran. Tes yang digunakan dikelas harus
mencerminkan apa yang telah diajarkan di kelas dan tes tersebut juga menekankan
pada apa yang menjadi penekanan dalam pembelajaran dikelas. Dengan demikian,
pembahasan mengenai pengembangan tes tidak dapat dipisahkan dari tujuan
pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya pembelajaran. Menurut
Mager (Hamalik,2008;109), tujuan pembelajaran paling tidak harus mengandung
tiga komponen, yaitu: (a) tingkah laku (behavior), digunakan untuk menentukan
spesifikasi yang akan diamati dan akan diukur, (b) standar (standard),
memungkinkan untuk menilai dampak dari luar, dan (c) kondisi luar (external
conditions), untuk meyakinkan bahwa perilaku yang diperoleh benar-benar
disebabkan oleh kegiatan belajar, bukan karena penyebab lain.
Materi ini akan diawali dengan uraian tentang beberapa karakteristik tujuan
pembelajaran. Terhadap tiga karekteristik utama tujuan pembelajaran yaitu cakupan
atau keluasan tujuan (scope), taksonomi tujuan pembelajaran atau dominan
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan bentuk pembelajaran (behavior versus
nonbehavior). Dalam buku ini hanya dibahas dua karekteristik pertama, yaitu
cakupan dan taksonomi.
1) Cakupan (Scope)
Cakupan merujuk kepada bagaimana keluasan sebuah tujuan. Berikut ini
merupakan contoh tujuan pembelajaran dengan cakupan yang luas: “Siswa mampu
memahami daur hidup beragam jenis makhluk hidup.” Dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), tujuan seperti ini biasa disebut sebagai kompetensi
dasar. Sementara itu, contoh tujuan pembelajaran yang lebih spesifik atau yang
biasa disebut sebagai indikator dapat dirumuskan sebagai: “Siswa dapat
mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar, misalnya
kecoa, kupu-kupu dan nyamuk”.
Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, atau peoses yang
memiliki kontribusi demi ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indicator
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur,
seperti: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan,
menceritakan kembali, mempraktikkan, mendemostrasikan, mendeskripsikan, dan
sebagainya.
Penulis indikator yang lengkap mengcakup empat hal, yaitu A = audience
(siswa), B = behavior (perilaku yang ditampilkan), dan D = degree (tingkatan yang
diberikan) (Depdiknas, 2009:14). Ada dua model cara penulisan indikator. Model
pertama, menempatkan kondisi di awal kalimat. Model ini digunakan untuk soal
yang desertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat,
paragaraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya. Contoh: deperdengarkan
sebuah pernyataan pendek dengan topic “belajar mandiri” siswa dapat menentukan
dengan tepat pernytaan yang sama artinya.
Model kedua dengan menempatka siswa dan perilaku yang herus
dutampilkan di awal kalimat. Model kedua ini digunakan untuk soal yang tidak
diseryai dengan pertanyaan (stimulus). Contoh: Siswa dapat menentukan dengan
tepat penulisa tanda baca pada nilai uang.
Setiap kopetensi dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator.
Komoetensi dasar “Siswa mampu memahami daur hidup beragam jenis makhluk
hidup,” dapat dipecah ke dalam indikator seperti: (a) Siswa dapat menyebutkan
urutan daur hidup hewan, misalnya : kupu-kupu, nyamuk dan kecoa secara lengkap
dan jelas, (b) siswa dapat mendeskripsikan metamorphosis sempurna dan
metamorfosis tidak sempurna, (c) siswa dapat melaporkan hasil pengamatan
terhadpa daur hidup pada kambing dan kucing, dan (d) siswa dapat menyimpulkan
bahwa tidak semua hewan mengalami perubahan dalam hidupnya (metamorfosis) .
2) Taksonomi Tujuan Pembelajaran
Keluasan tujuan pembelajaran juga akan berbeda dan dipengaruhi oleh jenis
kemampuan atai tarekteristik yang diukur. Dominan yang lazim digunakan dan
dikaitkan dengan tujuan pembelajaran dalam kognitif, afektif dan psikomotor.
Ketiga dominan ini biasanya secara hierarkis dan memiliki cakupan level berbeda
serta mencerminkan kompleksitas yang berbeda.
a) Dominan Kognitif.
Tujuan pembelajaran yang diuraikan sebelumnya memiliki kaitan dengan
aspek kognitif kerena menyangkut hal-hal seperti mengingat, menginterpretasi,
menganalisis, dan sebagainya. Perumusan tujuan pembelajaran berititik tolak dari
tingkah laku dan bersifat operasional. Para ahli kurikulim umumnya berpendapat
bahwa perlu dilakukan pengklasian tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk
sebagai dominan-dominannya.
Salah satu taksonomi tujuan pembelajaran yang banyak digunakana dalam
dunia pendidikan adalah taksonomi yang berkembang oleh Bloom, Englehart,
Furst, Hill, dan Krathwohl (1956) yang selanjutnya dikenal dengan taksonomi
Bloom. Taksonomi ini memberikan kerangka penting dalam mendeskripsikan
kompleksitas suatu tujuan. Caranya, melalui mengklasifikan tujuan kedalam satu
dari enam kategori secara hierakis, dari yang paling sederhana ke kompleks.
Walaupun taksonomi Bloom telah dilakukan revisi, namun buku ini akan
tetap menyajikan taksonomi Bloom lama. Pada taksonomi Bloom lama beberapa
aspek yang trcakup didalamnya antara lain: pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi. Sementara itu, pada taksonomi Bloom yang telah direvisi
pengklasifikasiannya dalam mengingat (remembering) memahami (understanding)
menerapkan (applying), menganalisi (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan
mengkreasi (creating) (Moore & Stanley, 2010:6). Tabel 4.1 menyajikan
rangkuman taksonomi Bloom untuk masing-masing aspek.
Tabel 1 Taksonomi Tujuan Pembelajaran dari Bloom
Level Deskripsi Contoh
Pengetahuan Menghafal, mempelajari Menyebutkan ibkota
fakta masing-masing provinsi
Pemahaman Merangkum, Menjelaskan bagaimana
menginterpretasikan, atau pengaruh suku bunga bank
menjelaskan, terhadap pengangguran
Aplikasi Menggunakan aturan- Menerapkan perkalian dan
aturan dan prinsip umum pembagian dua bilangan
untuk menyelesaikan dalam konteks
masalah baru permasalahan matematika.
Analisis Mereduksi konsep Membedakan berbagai
kedalam bagian-bagian pendekatan untuk
dan menunjukkan menetapkan validitas .
hurbungan antar bagian
menjadi keseluruhan
Sintesis Mengkreasi ide-ide baru Mengkonstruk peta tentang
atau provinsi-prvinsi yang ada di
Jawa beserta karakteristik
yang dimilikinya
Evaluasi Memutuskan tentang nilai Mengevaluasi kemanfaatan
peta sehingga memudahkan
melakukan bepergian dari
satu tempat ke tempat lain.
Sumber: Bloom et al. (1956)

1) Pengetahuan (Knowledge)
Level paling sederhana dalam taksonomi Bloom adalah pengetahuan. Tujuan
pembelajaran pada level pengetahuan ini termasuk mempelajari atau mengingat
fakta-fakta spesifik, istilah, nama, tanggal, dan sebaginya. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan pada level membuat daftar, mencocokkan, memberi nama,
membuat garis bawah, mengulangi, memilih, dan menyebutkan. Contoh tujuan
pembelajaran yang temasuk dalan kategori pengetahuan: “Siswa dapat
menyebutkan nama-nama Negara anggota G-20”
2) Pemahaman (Comprehension)
Tujuan pada level ini menguji pemahaman anak, tidak hanya menonjolkan
aspek hafalan semata, kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
di antaranya: jelaskan, ubahlah, pertahankan, bedakan, perluas, generalisasikan,
beri contoh, simpulkan, ramalkan, dan ringkasan. Contoh tujuan pembelajaran pada
level ini: “Siswa mampu menjelaskan pengaruh suku bunga bank terhadap angkah
pengangguran.”
3) Penerapan ( Application)
Tujuan pada level ini meliputi pengunaan aturan-aturan umum, prinsip atau
konsep-konsep abstrak untuk menyelesaikan permasalahan yang belum perna
dijumpai sebelumnya. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
di antaranya: demonstrasikan, ubah, operasikan, siapkan, buatlah, hubungkan,
tunjukkan, pecahkan, dan gunnakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini:
“Siswa mampu mengaplikasikan perkalian dan pembagian bilangan dua angka
dalam konteks permasalahan matematika.”
4) Analisis (Analysis)
Tujuan pada level ini menuntut siswa untuk memecah atau membagi suattu
konsep yang kompleks ke dalam bagian-bagian yang lebih mendasar atau
sederhana. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini diantaranya:
buat diagram, ubah, bedakan, gambarkan, simpulkan, tunjukkan, hunungkan, pilih,
pisahkan, dan bagi lagi. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini: “Diberikan
sebuah naskah teks pidato, siswa mampu menganalisis pernyataan yang didasarkan
pada fakta dan yang didasarkan pada perkiraan.”
5) Sintesis (Synthesis)
Tujuan pada level ini menuntut siswa memadukan konsep atau unsur-unsur
yang ada sedemikian hingga membentuk struktu atau pola baru. Kata erja
operasional yang lazim digunakan pada level ini di antaranya: kategorikan,
gabungan, susun, temukan, rancang, jelaskan, buat, atur, rencanakan, ataur ulang,
buat lagi, revisi, dan ceritakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini: “Siswa
mampu membuat pemetaan potensi beberapa provinsi yang ada di jawa beserta
karakteristik yang dimiliki.”
6) Evaluasi (Evaluation)
Tujuan pada level ini menuntut siswa membuat keputusan evaluative terkait
dengan kualitas ataunilai sesuatu demi suatu tujuan yang telah dinyatakan. Kata
kerja operasional yang lazim digunakan pad alevel ini di antaranya: dibandingkan,
simpulkan, pertentangankan, kritik, jelaskan, bedakan, buktikan, tafsirkan, dan beri
dukungan. Contoh tujuan pembelajaran pad level ini: “Siswa mampu mengevaluasi
manfaat peta sehingga memudahkan melakukan bepergian dari satu tempat ke
tempat lain.”
Walaupun pengklasifikasian dai atas mungkin diaggap ketinggalan zaman,
penulis setuju dengan pendapat yang disampaikan Hopkins (1998) bahwa
taksonomi Bloom hingga kini masih sangat relevan. Alasannya, taksonomi Bloom
menyajikan suatu kerangka yang membantu mengingatkan guru agar memasukkan
butir yang mencerminkan tujuan pembelajaran yang lebih kompleks dalam tesnya.
Popham (1999) menyatakan bahwa guru cenderung hanya fokus pada tujuan
pembelajaran, pada umumnya taksonomi di atas sering disederhanakan ke dalam
dua level: pengetahuan dan sesuatu lain yang lebih tinggi dari pengetahuan. Oleh
karena itu, pembelajaran dan penilaian sering terbatas pada asoek hafalan semata.
Hal ini bukan berarti tujuan pembelajaran untuk level yang lebih rendah
dianggap sepele dan harus ditinggalkan. Masing-masing tujuan harus menetapkan
pada level mana para siswa diharapkan untuk melakukannya. Pada materi awal,
mungkin cakup hanya melibatkan penguasaan level yang kompleks tentu sangat
diperlukan. Hanya saja, sangat tidakmungkin menguasai tujuan pembelajaran yang
lebih tinggi tanpa menguasai tujuan pembelajaran yang lebih rendah.
b) Domain Afektif
Dominan efektif memiliki cakupan karakteristik, seperti nilai, sikap, minat
dan perilaku. Sebagi akibatnya, tujuan afektif mencakup sikap dan perlaku siswa
dalam kaitannya dengan pelajaran. Taksonomi tujuan pembelajaran pembelajaran
afektif dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964). Taksonomi ini
memiliki level penerimaan (receiving/attending), merespons (responding),
menghargai (valueing), dan mengatur (organization) seperti disajikan pada Tabel 2
Tabel 2.Taksonomi Krathwohl Berkaitan dengan Tujuan Afektif
Level Deskripsi Sublevel
Penerimaan Kesadaran siswa untuk Kesadaran, kemauan
(Receiving/attending) memerhatikan gejala untuk hadir, dan
atau stimulus tertentu perhatiannya yang
bersifat selektif.
Merespons (Responding) Secara aktif Kesediaan merespons,
berpartisipasi dalam kemauan merespon,
suatu akativitas atau dan kepuasan dalam
proses merespons
Menghargai (Valueing) Menghargai ide atau Menerimna, memilih,
aktivitas yang dilakukan dan komitmen
orang lain
Mengatur (Organization) Ide dan nilai-nilai Konseptual dan
terinternalisasi ka dalam hierarki
diri seseorang
Sumber:Krathwohl et al. (1964)

c) Dominan Psikomotorik.
Dominan ini berkaitan dengan aktivitas fisik dan dikenal sebagi tujuan
psikomotor. Tujuan ini biasanya terdapat pada mata pelajaran olah raga, menari,
berbicara, teater dan teknik, dan pelajaran agama. Sebagai contoj dalam pelajaran
olah raga, tak terhitung aktivitas-aktivitas psikomotor, seperti memukul bola tenis
dengan berbagai gerakan. Pada kelas biologi juga banyak aktivitas psikomotor,
seperti memfokuskan mokroskopatau paktik pembedahan katak dan sebaginya.
Pada pelajaran agama islam, juga banyak aktivitas-aktivitas psikomotor, seperti
salat, wudu, dan sebagainya. Taksonomi tujuan psikomotorik ini dikembangkan
oleh Harrow(1972) seperti disajikan pada Tabel 4.3.
Tujuan psikomotorik bisanya melekat pada tujuan kognitif karena hampir
setiap fisik melibatkan proses kognitif. Akibatnya, tujuan pisikomotorik biasanya
bersifat penunjang tujuan kognitif, seperti halnya dengan tujuan afektif. Namun
demikian, tujuan ini juga muncul dalam kulikurum sekolah dan diharapkan
menunjang pembelajaran dan penilaian.
Tabel 3. Taksonomi Harrow Berkaitan dengan Tujuan Psikomotorik
Level Deskripsi Sublevel
Garakan reflex (Reflex Gerakan diluar kemauan Refleks segmental,
Movement) intersegmental dan
supersegmental.
Gerakan dasar (Basic Gerakan ini muncul tanpa Gerakan berpindah,
fundamental movement) latihan. Gerakan terpola dan gerakan tak
dapat ditebak. berpindah, dan
gerakan manipulatif.
Gerakan persepsi Gerakan dapat lebih Kinestetik, visual,
(Perceptual abilities) menngkat karena adanya auditorial, dan
persepsi, seperti menangkap kemampuan
bola. koordinatif.
Gerakan fisik (Physical Gerakan lebih efisien, Ketahanan, kekuatan,
abilities) berkembang melalui latihan pleksibilitas, dan
dan belajar. kelincahan
Gerakan terampil Terampil, tangkas, dan Ketangkasan
(Skilled movement) cekatan melakukan gerakan sederhana,
yang sulit dan rumit ketangkasan
(kompleks), seperti menari campuran, dan
dan berdansa. ketangkasan
kompleks
Sumber: Harrow (1972)

b. Mengembangkan Spesifikasi Tes


Sebagaimana diuraikan di awal, tes harus megukur apa yang diajarkan guru
di kelas. Tes juga harus menekankan apa yang benar-benar terjadi di kelas selama
pembelajaran. Salah satu cara untuk menjamin kesesuaian antara pembelajaran
dikelas dengan isi tes adlah dengan mengembangkan spesifikasi tes.
Spesifikasi tes atau biasa disebut juga kisi-kisi tes metapakan deskripsi
mengenai kompetensi atau ruang lingkup dan isi materi yang akan diujikan. Tujuan
penyusunan spesifikasi tes untuk menetukan kompetendi atau ruang lingkup dan
tekanan tes yang setepat-tepatnya sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis
soal. Fungsi spesifiksi tes sebagai pedoman penulisan soal dan perakitan tes.
Spesifikasi tes berfungsi juga sebagai terjemahan resmi terhadap indikator butir
soal tentang apa yang mesti ada dalam sebuah butir soal yang tepat.
Spesifikasi tes menjelaskan batasan dan rambu-rambu apa saja yang harus
dipatuhi penulias butir soal. Spesifikasi tes diharapkan bermanfaat untuk
mengurangi variasi pemahaman guru terhadap indikator butir soal dan memberi
batasan yang lebih konkret terhadap cakupan materi ujinya.
Spesifikasi tes dapat disajikan dalam bentuk tabel yang memuat komponen
minimal : kompetisi dasar, indikator, kelas/semester, materi, indikator soal, dan
bentuk soal. Syarat spesifikasi tes yang baik: (a) mewakili isi kurikulum yang akan
diujikan, (b) komponennya rinci, jelas dan mudah dipahami, dan (c) soal-soalnya
dapat dibutkan sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan. Bila
disajikan dalam bentuk tabel, salah satu bentuk spesifikasi tes seperti terlihat pada
Tabel 4
Tebel 4. Contoh Spesifikasi (kisi-kisi) Butir Tes untuk Matematika SMA

No Kompetensi Hasil belajar/ Kelas/ Materi Indikator soal


dasar Indikator Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Menggunakan Mengubah X/1 Eksponen Diberikan
sifat dan bentuk pangkat dan bentuk
aturan negatif ke Logaritma logaritma,
pangkat, akar, pangkat positif selanjutnya
dan logaritma dan sebaliknya siswa
mengubah
bentuknya ke
bentuk
eksponen.
c. Memilih Jenis Tes yang Akan Digunakan.
Keputusan penting lainnya adalah jenis item atau tugas apa yang akan
digunakan dalam tes. Keputusan ini tentu berkaita dengan perilaku yang akan
diukur. Semakin tinggi atau kompeks perilaku yang diukur, semakon kompleks dan
beragam pula jemis tes yang akan digunakan
Ada tujuan atau kompetensi yang lebih tapat diukur atau ditanyakan dengan
menggunakan tes tertulis bentuk pilihan ganda da nada pula tujuan kompetensi yang
lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk uraian. Bentuk tes
pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain.
Tidak menutup kemungkinan pula, ada tujuan atau kompetensi yang tidak bias
diukur dengan tes tertulis, tetappi perlu digunakan akal ukur nontes
Dalam konteks tes, terdapat beragam jenis pendekatan untuk
mengklasifikasi tes yang dapat digunsksn mengukur kemampuan siswa sebagai
contoh, pengklasifikasian tes ke dalam tes objektif dan tes subjketif.
Pengelompokan ini biasanya merujuk kepada bagimana butir tes diskor. Walauoun
pengelompokan tes subjektif ini sangar bermanfaat, namun masuh menimbulkan
kebingungan. Mealnya, tes dengan jawaban pendek temasuk tes objektif atau
subjektif?
Berdasarkan kenyataan ini, terdapat model lain dalam mengklasifikasi jenis
tes, yakni butir soal dengan pilihan jawaban dan butir soal dengan kontruksi
jawaban. Pada tes jenis pertama, siswa memilih jawaban uang panling tepat dari
pilihan jawaban yang disediakan. Jenis tes yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain tes pilihan ganda, benar-salah, dana menjodohkan. Sementara itu, pasa
tes jenis kedua, siswa diminta menyususn atau mengkonstruksi suatu jawaban yang
diinginkan oleh soal. Jenis tes yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tes
dengan jawwaban singkat atau pendek, tes isian dan tes uraian.
3. Bentuk dan Pengembangan Tes
Bentuk tes yang digunakan di satuan pendidikan dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu tes objektif dan tes nonobjektif. Tes nonobjektif juga sering disebut
dengan tes bentuk esai atau uraian. Objektif di dini dilihat dari cara penskorannya,
siapa saja yang memeriksa lembar jawaban akan menghasilkan skor yang sama. Tes
yang nonobjektif adalah penilaian yang cara penskorannya dipengaruhi oleh
pemberi skor. Dengan kata lain, apat dikatakan bahwa tes yang objektif adalah yang
sistem penskorannya objektif, sedangkan tes nonobjektif sistem penskorannya
dipengaruhi subjektivitas pemberi skor.
Bentuk tes objekif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar
salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan uraian objektif
dan uraian nonobjekif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada bidang sains
dan teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti, dan hanya satu
jawaban yang benar. Tes uraian nonobjektif sering digunakan pada ilmu-ilmu
sosial, yaitu yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar,
tergantung argumentasi peserta tes.
4. Teknik penyusunan tes
Ada delapan langkah yang harus ditempuh dalam menyusun tes hasil prestasi
belajar yang baku seperti berikut ini.
1) Menyusun spesifikasi tes
2) Menulis tes
3) Metelaah tes
4) Melakukan uji coba tes
5) Menganalisis butir tes.
6) Memperbaiki tes.
7) Merakit tes.
8) Melaksanakan tes.
9) Menafsirkan hasil tes.
1) Menyusun spesifikasi tes.
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes
atau blue print test, yaitu yang berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan
karakteristik yang harus dimiliki oleh suatu tes. Spesifikasi yang jelas akan
mempermuda dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis soal akan
menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Prosedur penyusunan spesifikasi
tes adalah sebagai berikut.
a. Menentukan tujuan tes,
b. Menyusun kisi-kisi tes,
c. Menentukan bentuk tes,
d. Menentukan panjang tes.
a. Menentukan tujuan tes
Tujuan tes yang penting adalah untuk:
1) mengetahui tingkat kemampuan peserta didik,
2) mengukur pertumbuhan & perkembangan peserta didik,
3) mendiagnosis kesulitan belajar pesert didik,
4) mengetahui hasil pembelajaran,
5) mengetahui pencapaian kurikulum,
6) mendorong peserta didik belajar, dan
7) mendorong peserta didik melaksanakan pembelajaran yang lebih baik.
Seringkali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki
keefektifan yang sama untuk semua tujuan.
Ditinjau dati tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan di
lembaga pendidikan, yaitu:
(a) tes penempatan,
(b) tes diagnostik,
(c) tes formatif, dan
(d) tas sumatif.
Pengujian berbasis kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnostik,
formatif, dan sumatif. Tes penempatan dilaksanakan pada awal pembelajaran. Tes
ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta didik.
Untuk mempelajari suatu bidang studi dibutuhkan pengetahuan pendukung.
Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan.
Apakah seseorang perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak, ditentukan dari
hasil tes ini.
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi
peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep untuk mata pelajaran
tertentu. Tes diagnostik ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian
besar peserta didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran untuk pelajaran
tertentu. Hasil tes ini memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan telah dipahami, termasuk kesalahan konsep. Oleh karena itu, tes ini
mengandung materi yang dirasa sulit untuk peserta didik, namun tingkat kesulitan
tes ini cenderung rendah.
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat
keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk
memperbaiki strategi pembelajaran. Tes ini dilakukan secar aperiodik sepanjang
semester. Materi tes dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran atau standar
kompetensi tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Jadi, tes ini sebanarnya
bukan untuk menentukan keberhasilan belajar saja, tetapi untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.
Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya
untukmenentukan keberhasilan belajar peserta didik pada pelajaran tertentu.
Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor atau nilai, pemberian sertifikat,
dan sejenisnya. Tingkat kesukaran soal pada tes sumatif bervariasi, sedang
materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan. Hasil tes bisa ditafsirkan
sebagai keberhasilan belajar dan atau keberhasilan melaksanakan pembelajaran.
Pesrta didik yang berhasil dinyatakan lulus dan yang belum berhasil dinyatakan
tidak lulus.
b. Menyususun kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan
dibuat. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang
menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama.
Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom
menyatakan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, bentuk tes, dan
banyak soal. Standar kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari kurikulum,
sedangkn indikator dikembngkn oleh guru.
Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu:
1) Menulis standar kompetensi
2) Menuliskan kompetensi dasar
3) Menentukan indikator
4) Menentukan jumlah soal tiap indikator.
Semua standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasar yang telah
diajarkan diujikan. Kriteria yang digunakan dalam memilih kompetensi dasar
adalah:
1) Sering digunakan,
2) Memiliki nilai terapan,
3) Digunakan pada mata pelajaran lain,
4) Terdapat pada buku teks mata pelajaran.
Penentuan indikator-indikator mengacu pada kompetensi dasar, dan menggunakan
kata kerja yang dapat diukur. Jumlah soal tiap kompetensi dasar bergantung pada
tingkat kompleksitas, dan luasan cakupan. Kompetensi dasar yang komplek
memerlukan butir soal yang lebih banyak dibanding kompetensi dasar yang tidak
komplek. Tiap kompetensi dasar diuraikan menjadi sejumlah indikator. Indikator
adalah ciri-ciri peserta didik menguasai kompetensi dasar dan menggunakan kata
kerja operasional, yaitu yang bisa diukur.
Tabel 5. contoh kisi-kisi ujian.

Nama sekolah : ..............................................................................................

Kelas : ..............................................................................................

Mata Pelajaran : ..............................................................................................

Standar Kompetensi : ..............................................................................................

No Kompetensi Dasar Indikator Bentuk Jumlah


Soal Soal
1. Menggunakan Menjumlahkan bilangan Uraian 1
bilangan pecahan pecahan
2. Mengrangi bilangan Uraian 1
pecahan
3. Penerapan perhitungan Uraian 1
bilangan pecahan dalam
lapangan
4.

Tabel 6. contoh kisi-kisi soal TIMSS


Asesmen Matematika
Penget. Penyel.
Dimensi Pengetahuan
fakta dan Masalah Penalaran
No Kognitif prosedur
konsep
rutin
Dimensi Isi
1. Bilangan
2. Aljabar
3. Pengukuran
4. Geometri
5. Data
TIMSS = Trend International Mathematics and Science Study

Tabel 7. Asesmen Sains

No Penget. Pengetahuan Penyel. Penalaran


Dimensi fakta dan konsep Masalah
Kognitif prosedur rutin
Dimensi Isi
1. Sain kehidupan
2. Kimia
3. Fisika
4. Ilmu bumi
5. Ilmu lingkungan

c. Menentukan bentuk tes


Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta
tes, waktu yang disediakan untuk memeriksa lembar jawana tes, cakupan materi
tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan
sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak. Kelebihan tes objektif
bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga
objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat tes objektif yang baik tidak
mudah.
Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang
batasannya jelas, misalnya mata pelajaran fisika, matematika, kimia, biologi, dan
sebagainya. Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus
yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan enafsirkan
hasilnya. Pada tes bentuk bentuk uraian objektif ini, sistm penskoran dapat dibuat
dengan jelas dan rinci.
d. Menentukan panjang tes
Panjang tes mencakup lama pengerjaan soal tes dan jumlah butir soal. Jumlah
butir ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk mengerjakan ujian. Waktu yang
disediakan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik dan jenjang
pendidikan. Untuksekolah dasar, waktu yang disediakan umumnya 2 x 45 menit,
yaitu 90 menit. Untuk sekolah menengah waktu yang sediakan juga sekitar 90 menit
atau 120 menit. Untuk pelajaran paktek waktu yang disediakan lebih lama
dibanding dengan ujian teori.
Setelah waktu yang disediakan ditentukan, selanjutnya dipilih bentuk tes.
Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tiap butir tes berbentuk pilihan ganda
ditentukan oleh tingkat kesulitan soal. Waktu yang diperlukan tiap mengerjakan
butir soal brnyuk pilihan ganda dengan ingkat kesulitan sedang adalah 2 menit, dan
untuk yang mudah adalah 1 menit, dan untuk kategori sulit adalah 2 menit. Pabila
waktu yang tersedia adalah 90 menit, maka jumlah soal butir yang diperlukan
adalah 90 butir soal untuk tingkat kesulitan kategori mudah, dan 45 butir untuk
kategori menengah, dan 120 menit untuk kategori tinggi adalah 30 butir soal.
Untuk tes bentuk uraian objektif, waktu yang diperlukan untuk mengerjakan
adalah 120 menit. Jumlah butir soal ujian yang diperlukan tergantung pada tingkat
kesulitan butir soal. Untuk menentukan jumlah butir soal ynag tepat adalah
melakukan ujicoba tes. Pada saat uji coba, peserta didik menulis pada lembar
jawaban ketika ia selesai mengerjakan. Untuk peserta didik jumlah butir soal bentuk
uraian adalah berdasarkan data ujicoba, yaitu batas 90% pesrta didik mengerjakan
selesai.
Jumlah butir soal uraian sebaiknya banyak, agar mencakup sebagian besar
materi yang diajarkan. Dengan demikian persyaratan validitas isi tes dapat
dipenuhi. Jumlah butir yang lebih banyak lebih baik dibanding jumlah soal yang
sedikit walau mendalam.
2) Menulis tes
a. Tes lisan di kelas
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui daya serap peserta didik
untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif yang baru diajarkan. Pertanyaan bisa
diajukan di awal pembelajaran, yaitu mengenai konsep atau aplikasi pelajaran yang
lalu. Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan semua peserta didik
harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kela
sprinsipnya adalah mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir,
kemudianmenunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan. Benar atau salah
jawaban peserta didik, sebaiknya jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk
mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas bisa rendah
sampai tinggi. Pertanyaan lisan memiliki kebaikan, yitu melatih peserta didik dalam
berkomunikasi secara lisan.
b. Tes bentuk benar atau salah
Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa
pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan
sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada umumnya bentuk soal benar-
salah dapat diapakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, defenisi,
dan prinsip.
Contoh:
(B) — S 1. Danau Toba di Sumatra Utara dari segi pembentukannya merupakan
danau tektonik.
(B) — S 2. Nitrogen membantu pembakaran.
B — (S) 3. Berat satu liter air adalah 100 gram.
Tes bentuk benar-salah terdiri dari suatu pertanyaan yang harus dijawab benar
atau salah. Bentuk tes ini singkat sehingga bisa mencakup banyak materi yang akan
diajukan. Keunggulan yang lain, tes ini relatif mudah membuatnya dan mudah
dalam penskorannya. Kelemahan dari tes ini adalah kecenderungan pada
pertanyaan hafalan dan pemahaman saja dan peluang dugaan. Rasional penggunaan
tes ini adalah (Ebel, 1979) adalah sebagai berikut:
1) Esensi pencapaian tujuan pendidika dapat dinyatakan dalam bentuk
pengetahuan verbal.
2) Semua bentuk pengetahuan verbal dapat dinyatakan dengan proposisi.
3) Sustu proposisi adalah suatu pernyataan yang dapat dinyatkan benar atau
salah.
4) Tingkat pengetahuan seseorang dalam bidang tertentu dapat dilihat dari
respons terhadap suatu proposisi.
Variasi bentuk soal benar-salah
a) Tipe pernyataan benar-sa;ah tanpa koreksi
Contoh:
(B) — S 1. Penyanyi malaria dijangkitkan oleh nyamuk Anopholes.
B — (S) 2. Bila makanan dibekukan, bakteri yang ada di dalamnya akan
mati.
b) Tipe pernyataan benar-salah dengan koreksi
Contoh:
Petunjuk:
Bacalah setiap pernyataan berikut. Jika pernyataan itu benar lingkari huruf B.
Jika pernyataan itu salah lingkari huruf S, dan ubalah kata yang digaris
bawahi dengan kata yang benar, dantulislah kata tersebut pada ruang kososng
yang disediakan.
B—(S) (elektron) 1. Penyanyi malaria dijangkitkan oleh nyamuk Anopholes.
(B) — S . . ...... ........ 2. Provinsi di jawa yang terpadat penduduknya adalah
Jawa Timur.
c) Tipe pernyataan benar-salah berumpun
Contoh:
Manakah dari penyakit-penyakit berikut yang disebabkan oleh virus.
(B) — S 1. Cacar air.
B — (S) 2. Radang tenggorokan.
(B) — S 3. Influenza
B — (S) 4. Malaria
B — (S) 5. Campak
B — (S) 6. TBC
Kebaikan bentuk soal benar-salah
a) Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.
b) Soal dapat disusun dengan mudah.
Kelemahan bentuk soal benar-salah
a) Kemungkinan menebak dengan benar jawaban setiap soal adalah 50%.
b) Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi karena hanya
menuntut daya ingat dan pengenalan kembali.
c) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hany adengan dua
kemungkinan (benar atau salah)
Pedoman menulis tes benar salah adalah sebagai berikut:
1) Tes mengukur ide atau konsep yang penting.
2) Tes mengukur paling tidak tentang pemahaman.
3) Jawaban benar tidak mudah ditebak.
4) Kalimat yang digunakan jelas.
5) Tidak menggunakan proposisi dari buku.
6) Panjang kalimat untuk jawaban benar atau salah usahakan sama.
Contoh:
1) Tekanan udara di daerah pegunugan lebih rendah daripada di pantai.
2) Pada waktu bulan purnama terjadi pasang air laut, air laut melimpah ke
daratan.
3) Jumlah sudut empat persegi panjang adalah 360 derajat.
c. Bentuk menjodohkan
Bentuk tes menjodohkan terdiri dari sejumlah premis dan sejumlah respons.
Bentuk tes ini sering digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang fakta seperti
arti suatu istilah, simbol kimia, dan sejenisnya. Oleh karena itu, bentuk tes ini
cenderung mengukur tentang hafalan dan pemahaman saja. Pedoman untuk mebuat
tes bentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:
1) Pernyataan atau premis harus homogen
2) Pernyataan dan respons singkat.
3) Jumlah respons lebih banyak dari pernyataan.
4) Pernyataan respons diurutkan menurut alfabet.
5) Jawaban dapat digunakan lebih dari satu kali.
Tabel 8 contoh tes menjodohkan.
No Pernyataan 1 No Pernyataan 2
A. Daya listrik 1 Ohm
B. Kuat penerangan 2 Kilo Volt Ampere
C. Hambatan listrik 3 Volt meter
D. Komponen listrik 4 Lumen
E. Instrumen listrik5 Organ
6 Kapasitor
Peserta didik diiminta mengisi huruf pada pernyataan 2 sesuai dengan
pasangan yang sesuai pada pertnyaan 1.
Kebaikan bentuk soal menjodohkan
a) Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.
b) Tepat digunakan untuk mengukur kemampun bagaiamana mengidentifikasi
antara dua hal yang berhubungan.
c) Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang
lebih luas.
Kelemahan bentuk soal benar-salah
a) Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan.
b) Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal
yang berhubungan

d. bentuk pilihan ganda


Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang
benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, soal pilihan ganda terdiri atas:
- Stem - pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan
ditanyakan
- Option - sejumlah pilihan atau alternatif jawaban
- Kunci - jawaban yang benar atau paling tepat
- Distractor - jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban
(pengecoh)
Contoh:
Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa berkedudukan di kota . . . . .
a. Jenewa  Kunci
b. Den Haag
c. London Distractor (pengecoh)
d. New York
Variasi bentuk soal pilihan ganda
Selain bentuk soal pilihan ganda biasa terdapat model bentuk pilihan ganda
lainnya, yaitu bentuksoal hubungan antarhal (HAH) dan bentuk soal pilihan ganda
kompleks (PGK). Pada kedu bentuk soal itu masing-masing pilihan jawabannya
ditetapkan dan berfungsi sebagai petunjuk jawaban soal.
Pada bentuk soal hubungan antarhal, siswa dituntut untuk mengidentifikasi
hubungan sebab-akibat antara pernyataan pertama (yang merupakan akibat) dan
pertanyaan kedua (yang merupakan sebab). Kedua pernyataan (pertama dan kedua)
dihubungkan dengan kata “sebab”. Kedua pernyataan itu dapat benar, salah, atau
dapat juga pernyataan yang satu benar dan yang lainnya salah. Apabila kedua
pernyataan itu benar, yang perlu diperhatikan adalah apakah kedua pernyataan itu
mempunyai hubingan sebab-kibat.
Contoh:
Petunjuk:
Untuk soal berikut pilihlah:
a Jika pernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul, dan keduanya
mempunyai hubungan sebab-akibat.
b Jikapernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul, tetapi keduanya
tidak mempunyai hubungan sebab-akibat.
c Jika salah satu dari kedua pernyataan salah.
d Jika kedua pernytaan salah.
Soal:
Transmigrasi sangat penting perananya dalam pelaksanaan pembangunan
Sebab
Transmigrasi dapat menunjang pemerataan pelaksanaan pembangunan. (kunci: a).
Bentuk pilihan ganda kompleks hampir sama dengan bentuk pilihan ganda biasa,
hanya cara menjawabnya lebih kompleks.
Contoh:
Petunjuk:
Untuk soal berikut pilihlah:
a Jika hanya (1), (2), dan (3) betul.
b Jika hanya (1) dan (3) betul.
c Jika hanya (3) dan (4) betul.
d Jika hanya (4) betul.
Soal:
Medan magnet dapat ditimbulkan oleh . . . . .
(1) Muatan listrik yang bergerak.
(2) Konduktor yang dialiri arus searah.
(3) Konduktor yang dialiri arus bolak balik.
(4) Muatan listrik yang tidak bergerak.
Kunci: a (1, 2, dan 3 betul).
Kebaikan bentuk soal pilihan ganda
a) Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran
yang telah diberikan
b) Jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan mudah dan cepat dengan
menggunakan kinci jawaban.
c) Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah sehingga
penilaiannya bersifat objektif.
Kelemahan bentuk soal pilihan ganda
a) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar.
b) Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Kaidah dan contoh penulisan soal pilihan ganda
a) Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan dengan
jelas.
Contoh soal yang kurang baik:
Salah satu provinsi si Sumatera . . . . .
a. Merupakan penghasil karet terbesar di Indonesia.
b. Berpenduduk paling padat di Sumatera.
c. Mempunyai kebudayaan yang tinggi nilainya.
d. Masih mempertahankan adat istiadat dengan kuat.
Contoh soal yang lebih baik:
Provinsi di sumatera yang terpadat penduduknya adalah . . . . .
a. Sumatera Utara
b. Sumatera Barat
c. Jambi
d. Sumatera Selatan
Kunci: a.
b) Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan dengan
jelas.
Contoh soal yang kurang baik:
Pakta Warso dipelopori oleh Rusia, sedangkan NATO dan SEATO dipelopori
oleh amerika serikat. Akan tetapi, Indonesia tidak ikut menjadi anggota kedua-
duanya. Tindakan ini sesuai dengan . . . .
a. Dasasila bandung
b. Pancasila dan UUD 1945
c. Politik luar negeri bebas-aktif.
d. Piagam PBB.
Pada tes berbentuk pilihan ganda memiliki stem dan pilihan jawaban/option.
Stem adalah pernyataan berupa informasi di awal soal. Pedoman utama dalam
pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel, 1977) adalah sebagai berikut.
1) Pokok soal harus jelas
2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakan negatif ganda.
9) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
10) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
Selain itu pada tes bentuk pilihan ganda, semua pilihan pengecoh harus
memiliki rasional. Contohnya adalah sebagai berikut.
Soal: 1/2 + 1/3 = . . . .
A. 1/6
B. 2/6
C. 2/5
D. 5/6
Semua pilihan jawaban ada rasionalnya, dan jawaban angka diurutkan.
Kebaikan tes bentuk pilihan ganda adalah:
a) Bisa mengukur tingkat berpikir rendah sampai tinggi,
b) Cakupan materi tes bisa banyak,
c) Penskoran objektif, bisa menggunakan komputer.
Kelemahan bentuk tes pilihan ganda adalah :
a) Sulit membuat untuk mengukur level berpikir tinggi,
b) Ada faktor dugaan,
c) Kemungkinan kerja sama antar peserta tes besar.
Contoh soal pilihan ganda.
1) Manakah berikut ini yang merupakan isolator listrik?
a) Udara
b) Air
c) Tembaga
d) Platina
2) Dalam waktu yang sama, Budi mampu berlari 4 kali mengelilingi lapangan
sedangkan Wati hanya mampu berlari 3 kali putaran. Bila Wati berlari 12 kali
putaran, berapa putaran Budi telah berlari?
a) 9
b) 11
c) 13
d) 16
3) Mengapa pendaki gunung menggunakan peralatan oksigen di puncak tertinggi
pegunungan?
a) Kurangnya oksigen dalam udara di puncak gunung.
b) Sedikitnya nitrogen dalam udara di puncak gunung.
c) Ada sebuah lubang ozon.
d) Tidak ada di udara puncak gunung yang sangat tinggi.
4) Jenis serangga yang mengalami metamorfosos sempurna adalah . . .
a) Belalang
b) Lipas
c) Kutu buku
d) Semua jawaban di atas salah
Soal ini termasuk tdak memenuhi kriteria, karena ada pilihan “semua jawaban
di atas salah”.
5) Unsur terpenting yang berperan dalam pembentukan sel darah merah manusia
adalah . . .
a) Fe
b) Ca
c) P
d) K
Jawaban soal ini tergolong homogen.
e. Bentuk uraian ojektif
Bentuk soal uraian objektif sangat digunakan untuk bidang matematika dan
IPA, karena unci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur
atau langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sisni dalam
arti apabila diperiksa oleh beberapa pendidik dalam bidang studi tersebut hasil
penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini diantaranya adalah:
hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan, dan sebagainya.
Contoh:
Sebuah mobil A bergerak dengan kecepatan 60 km perjam dari kota X,
sedang mobil B bergerak dengan kecepatan 50 km perjam. Apabila titik awal
bergerak sama, pada jam berapa mobil A dan mobil B bertemu?
f. Bentuk uraian non-obejektif
Bentuk uraian non-objektif karena penilaian yang dilakukan cenderung
dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes inin menuntut kemampuan
peserta didik untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan
atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunkan kata-katanya sendir.
Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai
yang tinggi, yaitu mulai dari hafalan sampai dengan evaluasi. Namun demikian,
sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap hafalan seperti dengan
pertanyaan yang dimulai dengankata: apa, siapa, dimana.
Selain itu bentuk ini relatif mudah membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes
ini adalah :
1) Penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas penilai,
2) Memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa lembar jawaban,
3) Cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, dan
4) Adanya efek bluffing.
Untuk menghindari kelemahan tersebut cara yang ditempuh adalah:
1) Jawaban tiap soal tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang
banyak,
2) Tidak melihat nama peserta ujian,
3) Memeriksa tiap butir secera keseluruhan tanpa istirahat, dan
4) Menyiapkan pedoman penskoran.
Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut:
1) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator.
2) Mengedit pertanyaan:
Apakah pertanyaan mudah dimengerti?
Apakah data yang digunkan benar?
Apa tat letak keseluruhan baik?
Apakah pembererian bobot skor sudah tepat?
Apakah kunci jawaban sudah benr?
Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?
Kaidah penulisan soal bentuk uraian non-objektif:
1) Gunakan kata-kata : mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan,
hitunglah, buktikan.
2) Hindari pmenggunakan pertanyaan : siapa, apa, bila.
3) Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
4) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
5) Buat petunjuk mengerjakan soal.
6) Buat kunci jawaban.
7) Buat pedoman penskoran.
Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik
berarti penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global
dibaca secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian
diberi skor.
g. Bentuk jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan bentuk soal yang meghendaki
jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya
dapat dinilai benar atau salah. Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya
tempat kosong yang disediakan bagi pengambiltes untuk menuliskan jawabannya
sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis
melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi.
Tes bentuk soal jawaban singkat cocok untuk mengukur pengetahuan yang
berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan
penafsiran data yang sederhana.
1) Kebaikan bentuk soal jawaban singkat
a) Menyusun soalnya relatif mudah.
b) Kecilkemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak.
c) Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat.
d) Hasil penilaiannya cukup objektif.
2) Kelemahan bentuk soal jawaban singkat
a) Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
b) Memerlukan waktu yang agak lama unutk menilainya sekalipun tidak
selama bentuk uraian.
c) Menyulitkanpemeriksa apabila jawaban sisw amembingungkan
pemeriksa.
Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
1) Soal harus sesuai dengan indikator.
2) Jawaban yang benar hanya satu.
Contoh:
 Kurang baik : Abraham Lincoln dilahirkan pada . . . .
 Baik : Abraham Lincoln dilahikan pada tahun . . . .
3) Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
4) Butir soal menggunakan behasa indonesia yang baik dan benar.
5) Tidak mnggunakan bahasa lokal.
6) Tidak mengambil atau menggunakn pernyataan yang langsung diambil dari
buku
h. Unjuk kerja/performans
Penilaian unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian
alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja
berdasarkan pada analisis pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini
menggunakan tes yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan
untuk perbakan proses pembelajaran sehinga kemampuan peserta didikmencapai
pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih banyak digunkan pada bidang
vokasi, dan bidang studi yang elibatkan banyak kegiatan praktek.
Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status peserta didik berdasarkan
hasil kerja dari suatu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada
tuntutan pada masyarakat dan lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang
harus dimiliki mahasiswa. Jadi butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu
prinsip atau konsep pada situasi yang baru. Walau uraian namun batasnya harus
jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang
diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada si kehidupan nyata. Inilah
yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja dengan bentuk yang
konvensional.
Berbagai alternatif cara asesmen atau penilaian selalu dicari untuk
mengetahui kemampuan seseorang yang sebenarnya dalam sejumlah dimensi.
Cronbach (1960) seduah empat puluh tahun lalu memperkenalkan 3 prinsip utama
asesmen, yaitu:
1) Menggunakan bebagai teknik,
2) Mendasarkan pada pengamatan, dan
3) Mengintegrasi informasi.
Untuk membedakan dengan pengukuran psikometrik, ia mendefinisikan
asesmen dengan istilah analisis klinis pada prediksi unjuk kerja. Dalam tulisan ini
asesmen dan penilaian memiliki makna yang sama, sehingga sering dugunakan
bersama-sama.
Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam
mata pelajaran, pendidikan, portofolio cocok digunakan untuk penilaian di kelas,
tetapi tidak cocok untuk penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall.
1996). Penilaian dengan portofolio memerlukan kemampuan membaca yang baik.
Hal yang penting pada penilaian portofolio adalah mampu mengukur kemampuan
membaca dan menulis yang lebih luas, peserta didik menilai kemajuannya sendiri,
mewakili sejumlah karya seseorang.
Penialaian portofolio pda dasarnya adalah menilai karya-karya individu utuk
suatu mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan peserta didik
dikumpulkan, dan dia akhir suatu unit program pembelajaran misalnya satu
semester. Kemudian dilakukan diskusi antara peserta didik dan dosen untuk
menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah pesrta melakukan penilain
sendiri kemudian hasilnya dibahas. Bentuk ujiannya cenderung bentuk uraian, dan
tugas-tugas rumah. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau
mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode pengukuran dengan
melibatkan peserta didik untuk menilai kemajuannya dalam bidang studi tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian fortofolio
adalah sebagai berikut:
a) Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan.
b) Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.
c) Mengumpulkan data dan menyimpan sampel karya.
d) Menentukan kriteria untuk penialain portofolio.
e) Meminta peserta didik untuk menilai secara terus menerus hasil
portofolionya.
f) Merencanakanpertemuan dengan peserta didik yang dinilai.
g) Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portofolio.
Penilaian dengan portofolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga
penggunaanya juga harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata
pelajaran yang memiliki banyak tugas dan jumlah peserta didik yang tidak banyak,
penilaian dengan cara fortofolio akan lebih cocok.
3) mentelaah soal tes.
Kriteria yang digunakan untuk melakukan telaah butir tes mengikuti pedoman
penyusunan tes. Telah dilakukan terhadap kebenaran konsep, teknik penulisan, dan
bahas ayang digunakan. Pedoman dalam melakukan telaan butir soal bentuk pilihan
ganda (Ebel, 1977) adalah sebagai berikut.
Tabel 9. matrik telaah butir tes.
No. Kriteria butir tes
butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.
2.
3.
4.
5.
6.
8.
Kriteria butir tes adalah sebagai berikut.
1) Pokok soal harus jelas
2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakan negatif ganda.
9) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
10) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
Telaah terhadap butir tes dilakukan dengan menggunkan tabel 4.5. Apabila
ada butir tes yang tidak memenuhi kriteria butir tes yang baik diberi tanda silang
(X) pada sel yang sesuai. Selanjutnya, ditentukan jumlah item yang memenuhi
kriteria dan yang tidak memenuhi kriteria. Selanjutnya deskripsikan kriteria mana
yang banyak tidak dipenuhi. Hasil telah ini ditindak lanjuti dengan memperbaiki
butir soal.
4) Melakukan uji coba tes
Sebelum soal digunakan dalam tes yang sesungguhnya, uji coba perlu
dilakukan untuk semakin memperbaiki kualitas soal. Uji coba ini dapat digunakan
sebagai sarana memperoleh data empirik tentang tingkat kebaikan soal yang telah
disusun. Melalui uji coba diperoleh data tentang: realibilitas, validitas, tingkat
kesukaran, pola jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain. Jika
memang soal yang disusun belum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan
hasil uji coba tersebut maka kemudian dilakukan pembenahan atau perbaikan
5) Menganalisis butir tes
seperti telah dijelaskan di atas bahwa uji coba yang dilakukan dapat diperoleh
beberapa informasi penting tentang kualitas soal yang telah disusun. Dalam hal ini
tentunya termasuk kualitas tiap butir soalnya. Berdasarkan hasil uji coba
selanjutnya dilakukan analisis butir soal, yaitu menganalisis semua butir soal
berdasarkan data empirik, hasil uji coba, daya pembeda, dan juga efektifitas
pengecoh.
Analisis butir dilakukan setelah tes digunakan, yaitu yang mencakup informasi
berikut ini.
a. Tingkat kesulitan, yaitu proporsi yang menjawab benar. Besarnya indeks ini
adalah 0,0 sampai 1,0. Bila menggunakan acuan norma tingkat kesulitan
soal yang diterima adalah 0,30 sampai 0,80. Bila menggunakan acuan
kriteria besarnya indeks ini menyatakan tingkat keberhasilan belajar.
b. Daya pembeda, digunakan terutama pada acuan norma, yaitu untuk
membedakan antara yang mampu dan yang tidak mampu. Besarnya mulai
dari -1,0 sampai +1,0, dihitung dengan menggunakan formula koefisien
korelasi point biseral. Makna harga positif adalah yang menguasai bahan
ajar menjawab benar dan yang tidak menguasai menjawab salah,
sedemikian sebaliknya bila indeks ini harganya negatif.
c. Indeks keandalan. Besarnya indeks keandalan yang diterima adalah
minimal 0,70. Besarnya indeks ini menyatakan besarnya kesalahan
pengukuran. Semakin besar indeks ini akan semakin kecil kesalahan
pengukuran, demikian sebaliknya.
Analisis terhadap hasil uji coba tersebut dengan istilah analisis butir, dan
dapat menggunakan format pada tabel 10.
Tabel 10. Analisis butir
No butir P D Dr Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Keterangan:
P : tingkat kesulitan butir, diterima bila besarnya 0,30 sampai 0,80.
D : daya beda, diterima bila besarnya ≥ 0,30.
Dr. : distribusi jawaban, diterima bila tiap option ada yang menjawab paling
sedikit 5 % dari peserta tes.

6) Memperbaiki tes
Setelah uji coba dilakukan dan kemudian dianalisis, maka langkah berikutnya
adalah melakukan perbaikan-perbaikan tentang bagian soal yang masih belum
sesuai dengan yang diharakan. Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu
memperbaiki masing-masing butir soal yang ternyata masih belum baik. Ada
kemungkinan beberapa soal sudah baik sehingga tidak perlu direvisi, beberapa butir
soal mungkin perlu direvisi, dan beberapa yang lain mungkin harus dibuang karena
tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
7) Merakit tes
Setelah semua butir soal dianalisis dan diperbaiki, langkah berikutnya adalah
merakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan tes. Keseluruh butir soal
tersebut disusun seca berhati-hati menjadi kesatuan soal tes yang terpadu. Dalam
merakit tes, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut
soal, pengelompokan bentuk soal, lay out, dan sebagainya harus diperhatikan. Hal
ini sangat penting karena walaupun butir-butir yang disusun telah baik tetapi jika
penyusunannya sembarang dapat menyebabkan soal yang dibuat tersebut menjadi
tidak baik.
8) Melaksanakan tes
Setelah langkah menyusun tes selesai dan telah direvisi pasca uji coba,
langkah selanjutnya adalah melaksanakan tes. Tes yang telah disusun diberikan
kepada testee untuk diselesaikan. Pelaksanaan tes dilakukan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan tes ini memerlukan pemantauan atau
pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan jujur dan
sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.namun begitu, pemamntauan dan
pengawasan yang dilakukan harus tidak mengganggu pelaksanaan tes itu sendiri.
Peserta didik yang sedang mengerjakan tes tidak boleh sampai terganggu oleh
kehadiran pengawas atau pemantau. Hal ini akan berakibat tidak akurat hasil tes
yang diperoleh. Oleh karena itu, pelaksanaan tes perlu dilakukan secara hati-hati
agar tujuan tes tersebut benar-benar dapat tercapai.
9) Menafsirkan hasil tes
Hasil tes menghasilkan data kuantitatif yang berupa skor. Skor ini kemudian
ditafsirkan sehingga menjadi nilai, yaitu rendah, menengah, atau tinggi. Tinggi
rendahnya nilai ini selalu dikaitkan dengan acuan penilaian. Ada dua acuan
penilaian yang sering digunakan dalam bidang psikologi dan pendidikan, yaitu
acuan norma dan kriteria. Jadi tinggi dan rendahnya suatu nilai dibandingkan
dengan kelompoknya atau dengan kriteria yang harus dicapai.
Nilai merupakan alat yang berguna untukmemotivasi peserta didik belajar
dan dosen mengajar lebih baik. Dengan mengetahui nilai pencapaian belajar suatu
mata pelajaran tertentu, peserta didik akan dapat menyusun rencana untuk
perbaikan. Nilai juga bisa berupa imbalan (reward) terhadapa jerih payah atau
usaha yang telah dilakukan peserta didik. Imbalan inilah yang akan menjadi
pemotivasi atau pendorong peserta didik untuk belajar lebih baik.
Nilai juga merupakan informasi mengenai keberhasilan dosen dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan pendidik dalam
mengelola proses pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor namun yang utama
adalah penguasaan bahan ajar, keterampilan memilih dan menggunakan metode
mengajar, keteranpilan memmilih dan menggunakan media belajar, cara melakukan
penilaian termasuk tes yang digunakan. Oleh karena itu, pencapaian belajar atau
perstasi belajar peserta didik merupakan fungsi dari peserta didik dan pendidik,
yaitu keberhasilan peserta didik belajar dan keberhasilan pendidik melaksanakan
pembelajaran peserta asesmen unjuk kerja.
Salah satu cara asesmen yang banyak digunakan dalam menentukan
kemampuan seseorang adalah asesmen unjuk kerja. Menurut Berk (1986), asesmen
unjuk kerja adalah proses pengumpulan data dengan cara pengamatan sistematik
untuk membuat keputusan tentang individu. Ada lima elemen utama yang tersirat
dan tersurat pada defenisi tersebut, yaitu proses, pengumpulan data, pengamatan
sistematik, integrasi data, dan keputusan individu.
Cronbach (1984) menjelaskan bahwa semua tes pada dasarnya adalah untuk
mengukur unjukkerja dalam satu segi. Namun tes ujuk kerja biasanya digunakan
terhadap suatu tugas yang membutuhkan respon nonverbal. Misalnya tes praktek
untuk instalasi atau perbaikan, melukis, menyanyi, melawak dan sebagainya. Tes
unjuk kerja mengacu pada suatu standar yang ingin dicapai atau yang ditetapkan
sebagai batas minimum yang harus dilakukan siswa, misalnya operasi hitung,
melakukan komunikasi, membaca, menyimak, dan sebagainya. Oleh karena itu,
standar yang ingin dicapai harus ditetapkan terlebih dahulu.
Penilaian unjuk kerja secara kualitatif berbeda dengan tes pilihan ganda.
Salah satu perbedaannya adalah prinsip kebergantungan butir secara lokal. Pada tes
tradisional, butir satu dan yang lainnya adalah independen, dalam pengertian
besarnya peluang menjawab benar butir satu dengan yang lain adalah independen.
Tidak demikian halnya dengan penilaian unjuk kerja, butir satu dngan lainnya
saling bergantung. Selain itu pada penilaian unjuk kerja, seseorang dapat disuruh
untuk melakukan respon ganda terhadap suatu pertanyaan sesuai dengan suatu
ketetapan tertenyu (Yen, 1993). Respon ganda ini merupakan informasi
yangdibutuhkan untuk menentukan unjuk kerja seseorang dalam bidang tertentu.
Oleh karena itu pada penilaian unjuk kerja, dimensi yang diukur adalah ganda, tidak
satu dimensi seperti pada tes tradisional.
Asesmen unjuk kerja banyak digunakan padadunia usaha dan dunia industri
untuk menentukan kecakapan atau keterampilan seseorang. Asesmen ini digunakan
untuk seleksi tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, sertifikasi, promosi, dan
sebagainya. Padabidang pendidikan, penilaian unjuk kerja sudah banyak digunakan
terutama untuk bidang studi teknologi, ilmu alam, matematika, ekonomi dan
bahasa. Melalui tes ini akan diperoleh informasi tentang apa yag sudah dicapai dan
belum dicapai. Informasi ini merupakan umpan balik untuk perbaikan strategi
pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tes merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Hasil belajar yang dinilai dengan menggunakan tes, biasanya dengan
menggunakan tes objektif san tes non objektif. Bentuk tes yang digunakan di satuan
pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes nonobjektif.
Bentuk tes objekif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar salah,
menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan uraian objektif dan
uraian nonobjekif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada bidang sains dan
teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti, dan hanya satu jawaban
yang benar. Tes uraian nonobjektif sering digunakan pada ilmu-ilmu sosial, yaitu
yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung
argumentasi peserta tes.
Ada delapan langkah yang harus ditempuh dalam menyusun tes hasil ata
prestasi belajar yang baku seperti berikut ini.
1) Menyusun spesifikasi tes
2) Menulis tes
3) Metelaah tes
4) Melakukan uji coba tes
5) Menganalisis butir tes.
6) Memperbaiki tes.
7) Merakit tes.
8) Melaksanakan te.
9) Menafsirkan hasil tes.
B. Saran
Saran penulis untuk pembaca adalah:
1. Pembaca diharapkan membaca banyak buku atau sumber-sumber lain yang
dapat memberi informasi yang kurang dalam makalah ini.
2. Diharapkan saran dan kritik ke arah positif terhadap kekurangan atau kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini demi perbaikan ke depannya.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca sebaiknya menanyakan hal-hal yang
belum dipahami kepada penulis atau dosen pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
Mardapi, Djemari. 2012.Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta. Nuha Litera.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT
Remaja Rosdakarya.
Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta. Pustaka Pelajar.
Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Yogyakarta. Bumi
Aksara
Hamzah, Ali. 2013. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta. Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai