Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH EVALUASI DAN ASESMEN PTK


“PENGEMBANGAN DAN PENULISAN BUTIR SOAL NON TES”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sudji Munadi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Noor Arif Inderawan (177022510 )

Ni Putu Diah Untari Ningsih (17702251037)

Titik Agustin (177022510 )

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN – S2


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengembangan Dan
Penulisan Butir Soal Non Tes” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Penulisan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pembimbing mata kuliah assesment of education . Makalah ini disusun
berdasarkan dari berbagai referensi buku pegangan perkuliahan yang berhubungan
dengan mata kuliah evalusi pendidikan. Kemudian dari referensi-referensi tersebut
disusun secara sistematik oleh penulis agar pembaca mampu lebih mudah dalam
memahami isi dari makalah ini.
Melalui makalah ini penulis menjelaskan tentang instrumen penilaian dan
pengembangannya. Selain itu penulis juga memberikan gambaran tentang
instrumen yang telah dibuat dan dapat diedarkan di sekolah.
Penulis berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah assesment of
education yaitu Prof. Baso Intang Sapaile yang telah memberikan arahan tentang
pembuatan atau penyusunan instrumen. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasi
kepada teman-teman yang telah membantu dalampenyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para
pembaca. Tak lupa pula kritik dan saran diharapkan penulis dari para pembaca bila
terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini.

Yogyakarta, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2

Bab 2 Pembahasan

A. Bentuk dan penyusunan instrumen non tes ......................................... 41


B. Pengembangan instrumen non tes ....................................................... 86

Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan ......................................................................................... 90
B. Saran .................................................................................................... 91

Daftar Pustaka ............................................................................................... 92


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Penilaian dan pengukuran tidak dapat dilepaskan dari dunia kependidikan.
Penilaian dan pengukuran ini dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tentang
situasi sekolah. Penilaian dan pengukuran ini dapat dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan sebagainya.
Untuk pembelajaran di kelas, evaluasi peserta didik sangat dibutuhkan untuk
memberikan gambaran tentang kondisi peserta didik. Gambaran yang diperoleh
oleh pendidik kemudian akan dipelajari oleh guru. Gambaran peserta didik yang
diperoleh guru harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Artinya data yang
diperoleh guru tentang keadaan peserta didik harus memiliki kesalahan yang kecil.
Untuk memperoleh data tentang peserta didik, diperlukan adanya instrumen
penilaian. Instrumen penilaian dapat berupa instrumen tes, maupun instrumen non
tes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes non objektif sedangkan
instrumen non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya.
Penyusunan instrumen sebaiknya mengikuti langkah-langkah atau kaidah-
kaidah yang berlaku secara umum. Gunanya adalah instrumen yang diberikan
kepada siswa mudah dipahami baik oleh responden maupun pemberi responden
sehingga data yang diperoleh dari responden merupakan data yang akurat. Selain
itu instrumen yang disusun harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
sehingga harusnya sebelum mengedarkan instrumen terlenih dahulu harus ada
tujuan yang ditetapkan oleh guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
dari makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan instrumen non tes.
2. Apa bentuk-bentuk instrumen non tes?
3. Bagaimana teknik pengembangan instrumen non tes?
4. Bagaimana kaidah penulisan instrumen non tes?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan instrumen non tes.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk instrumen non tes.
3. Menjelaskan teknik pengembangan instrumen non tes.
4. Menjelaskan kaidah penulisan instrumen non tes.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk dan Teknik Penulisan Instrumen Non Tes


1. Pengertian Instrumen non tes
Instumen non tes adalah instrumen untuk melakukan penilaian dalam
memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian peserta
didik, minat, sikap, kemauan, tanggapan atau pandangan siswa terhadap
pembelajaran.
Tiga ranah yang harus ada dalam kurikulum adalah ranah kognitif, ranah
psikomotor, dan ranah afektif. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan
berpikir yang secara urut menurut taksonomi bloom adalah pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreasi. Ranah psikomotor berkaitan
dengan kemampuan gerak, seperti menari, melukis, membersihkan karborator
bermain sepak bola, dan sebagainya. Ranah afektif merupakan tindakan, sikap,
perilaku, etika, dan sebagainya.
Setiap peserta didik memiliki potensi pada dua ranah, yaitu ranah kognitif
dan psikomotor. Ada peserta didik yang memiiki kemampuan berpikir yang tinggi,
tetapi keterampilannya rendah, dan ada yang memiliki kemampuan berpikir rendah
tetapi keterampilannya tinggi. Namun jarang sekali peserta didik yang memiliki
kemampuan berpikir rendah dan keterampilannya juga rendah. Apabila demikian,
sulit bagi peserta didik untuk bisa hidup di masyarakat, karena tidak memiliki
potensi untuk hidup di masyarakat. Hal ini merupakan keadilan dari Tuhan YME,
sehingga tiap peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi
kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan afektif seseorang bukan merupakan potensi peserta didik, tetapi
ditentukan oleh pengalaman peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Kemampuan afektif yang meliputi sikap, minat perilaku, etika, moral, dan
sebagainya menentukan keberhasilan seseorang berinteraksi dengan lingkungan.
Peserta didik yang ramah, senang membantu orang lain akan memiliki banyak
teman. Banyak teman menentukan kesuksesan hidup seseorang, karena apabila
mengalami kesulitan banyak yang akan membantu. Oleh karena itu, kemampuan
afektif sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan hidup di dunia.
Setiap pelajaran memerlukan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir
termasuk pada ranah kognitif, meliputi kemampuan menghafal, kemampuan
memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada ranah
konitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan
masalah yang ada di lapangan. Kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan
mentransfer pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya. Hal ini
berkaitan dengan pembelajaran konstektual. Hampir semua mata pelajaran
berkaitan dengan kemampuan kognitif, karena di dalamnya diperlukan kemampuan
berpikir untuk memahaminya.
Kemampuan yang kedua adalah keterampilan psikomotor, yaitu
kemampuan yang berkaitan dengan gerak, yaitu yang menggunakan otot seperti
lari, melompat, melukis, berbicara, membongkar, dan memasang peralatan, dan
sebagainya. Peringkat kemampuan psikomotorik ada lima, yaitu gerakan refleks
adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.gerakan
dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus.
Peserta didik yang telah mencapai kopetensi dasar pada ranah ini mampu
melakukan tugas dalam bentuk keterampilan sesuai denga standar atau kriteria.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan
kemampuan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah untuk mengembangkan
gerakan yang mampu dilakukan peserta didik sehingga menghasilkan produk yang
optimal, seperti keterampilan mengendarai sepeda atau sepeda motor. Untuk
mencapai gerakan terampil, peserta didik harus belajar secara sistematik melalui
langkah-langkah tertentu. Gerakan yang telah dipelajari peserta didik akan
tersimpan lama, sehingga apabila peserta didik salah dalam mempelajari gerakan
psikomotor maka sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, guru harus
merancang dengan baik pembelajaran psikomotor sehingga mencapai standar.
Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan gerakan. Hal ini berkaitan kemampuan mengucapkan kata-kata
dalam mempelajari bahasa asing. seperti ketika peserta didik belajar mengucapkan
kata-kata dalam bahasa inggris. Gerakan ini mencakup gerakan lidah, penempatan
lidah dan tekanan suara, sehingga peserta didik dapat mengucapkan berbagai kata
dengan benar.
Mata pelajaran yang berhubungan dengan ranah psikomotor adalah
pendidikan jasmani, pendidikan seni, serta pelajaran lain yang memerlukan praktek.
Kegiatan pada pelajaran yang berkaitan degna ranah psikomotor selalu
berhubungan dengan gerak badan atau indera. Gerakan anggota badan peserta didik
melalui tahapan tertentu. Setiap tahapan memiliki kunci gerakan, seperti gerakan
memukul bola tenis, gerakan membuka busi, gerakan melakukan tari, gerakan
mematri komponen elektronika, dan sebagainya.
Ranah afektif memcakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit
untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam
suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Oleh karena itu, semua guru harus mampu membangkitkan minat semua peserta
didik belajar pembelajaran yang diampu guru. Selain itu ikatan emosional sering
diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan,
semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu, semua lembaga
pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah
afektif.
Hasil belajar akan bermanfaat bagi masyarakat bia para lulusan memiliki
perilaku dan pandangan yang positif dalam ikut mensejahterakan dan
menenteramkan masyarakat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang,
namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian
tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif. Oleh
karena itu, sekolah harus berusaha agar pembelajaran afektif terus dilakukan.
2. Pengertian afektif
Hasil belajar menurut Bloom (1976:11) mencakup peringkat dna tipe prestasi
belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan
Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir,
berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal
berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan
ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia dan dalam
bidang pendidikan ketiga ranah tersebut merupakan hasil belajar.
Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya, yaitu karakteristik
siswanya. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki
peran yang penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor
sangat ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Peserta didik yang memiliki minat
belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata
pelajaran tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasi pembelajaran
yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini, namun belum banyak
tindakan yang dilakukan guru untuk menigkatkan minat siswa. Oleh karena itu,
untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru dalam merancang program
pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik harus memperhatikan
karakteristik afektif siswa.

Karakteristik peserta didik Pembelajaran Hasil Belajar

Learning Task Learning Task

Learning Task
Learning Task

Learning Task

Learning Task
Kualitas
pembelajaran
Gambar 1. Ubahan Nama Sistem Pembelajaran
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif
mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya
ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Peringkat ranah
afektif menurut taksonomi Krathwol ada lima, yaitu: receiving (attending),
responding, valuing, organization, dan characterization. Pada level receiving atau
attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus
atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, music, buku, dan sebagainya. Tugas guru
adalah mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi obyek
pembelajaran afektif.
Responding merupakan partisipasi aktif siswa, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada level ini peserta didik tidak hanya memperhatikan fonomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada dareah ini menekankan
pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Level yang tinggi ada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya kesenangan dalam membaca buku.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap dan menunjukan
derajad internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada
tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada leve ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
Pada level organisasi, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan konflik antar
nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada level ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.
Misalnya pengembangan filsafat hidup.
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada level ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada level ini
berkaitan dengan personal, emosi, dan sosial.
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk dikasifikasikan
sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku ini melibatkan
perasaan dan emosi seseorang. Kedua perilaku ini harus tipikal pemikiran perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif ini adalah: intensitas, arah, dan
target. Intensitas menyatakan derajad atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Selain itu sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat
dibandingkan yang lain.
Arah berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan. Arah
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedangkan kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah
perasaan ditinjau bersama-sama maka. Karakteristik afektif beberapa dalam suatu
skala yang kontinum.
Karakteristik yang ketiga adalah target. Target mengacu pada obyek,
aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan
karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik
mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pengajaran.
Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang terget ini
diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta
didik merasa tegang bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung
sadar bahwa target ketegangan adalah tes.
Ada empat tipe kharakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep
diri, dan nilai. Empat tipe afektif yang akan dibahas dalam pedoman ini, khususnya
tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi/defenisi konseptual, definisi
operasional dan penentuan indikator. Sesuai dengan kharakteristik afektif yang
terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas mencakupi empat ranah,
yaitu minat, sikap, nilai, dan konsep diri.
1) Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu obyek, situasi,
konsep, atau orang. Obyek sekolah adalah sikap peserta didik terhadap sekolah,
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap peserta didik ini penting
untuk ditingkatkan (Popham, 1999:204). Sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran, misalnya bahasa inggris, harus lebih positif setelah peserta didik
mengikuti pelajaran bahasa inggris. Jadi, sikap peserta didik setelah mengikuti
pelajaran harus lebih efektif dibandingkan sebelum mengikuti pelajaran. Perubahan
ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar. Untuk itu, guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran menjadi lebih positif.
2) Minat
Menurut Getzel (1966:98), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh obyek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Hal penting pada minat adalah intensitanya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
3) Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968)merupakan suatu keyakinan yang dalam
tentang perbuatan, tindakan, atau perilakku yang dianggap baik dan mengacu pada
suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar obyek spesifik atau situasi, sedang
suatu nilai mengacu pada keyakinan sederhana.
Menurut Andersen target nilai cenderung menjadi ide, tetapi susuai dengan
defenisi oleh Rokeach, target dapat juga berupa sesuatu seperti sikap atau perilaku.
Arah nilai dapat positif dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan
tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan niai yang diacu.
Defenisi lain tentang niali disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah
suatu obyek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu yang mengendalikan
pendidikan dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sejak manusia belajar menilai suatu obyek, aktivitas, dan ide sehingga obyek
ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan.oleh karenanya sekolah
harus menolong peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna
dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoeh kebahagian personal dan
memberi konstribusi positif terhadap masyarakat. Beberapa ranah afektif yang
tergolong penting adalah sebagai berikut.
a. Kejujuran : peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas : peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya moral,
dan artitistik.
c. Adil : peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh
perlakuan hukum yang sama.
d. Kebebasan : peserta didik harus yakin bahwa negara demokrasi harus
memberi kebebasan secara maksimum kepada semua orang.
e. Komitmen : peserta didik harus menepati janji dan memegang teguh apa
yang dikatakan.
4) Konsep diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan intensitas konsep
diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapii bisa juga institusi seperti sekolah.arah konsep diri bisa positif atau negatif,
dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu, yaitu mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi.
Kensep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir siswa, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa dipilih alternatif karir
yang tepat bagi peserta didik. Selian itu informasi konsep diri ini penting bagi
sekolah untuk memotivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Dalam memilih karakteristik afektif untuk pengukuran, para pengelolah
pendidikan harus mempertimbangkan : ration teoritis dan isi program sekolah.
Masalah yan timbul adalah bagaimana ranah afektif diukur. Isi dan validitas
konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung
mengikuti defenisi konseptual. Andersen (1980) menggambarkan dua pendekatan
untuk mengukur ranah afektif yaitu, pendekatan acuan ranah dan pendekatan peta
kalimat. Pada pendekatan acuan ranah, pertama diperhatikan adalah target dan arah
karakteristik afektif, san selanjutnya memperhatikan intensitasnya.
3. Alat Penilaian Non Tes
Penggunaan non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat
terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses
belajar. Para guru di sekolah apad umumnya lebih banyak menggunakan tes dari
pada non tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan
yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh
siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Berikut ini dijelaskan secara umum alat penilaian non tes yang telah
dijelaskan di atas.
1. Wawancara dan kuesioner
Wawancara dan kuesioner sebagai alat penilaian digunakan untuk mngetahui
pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain sebagai
hasil belajar siswa. Cara yang dilakukan ialah dengan mengajukan pertanyaan
kepada siswa dengan beberapa cara. Apabila pertanyaan yang ajukan dijawab oleh
siswa secara lisan, maka cara ini disebut wawancara. Bila pertanyaan yang diajukan
dijawab oleh siswa secara tertulis, disebut kuesioner. Bentuk pertanyaannya bisa
objektif bisa pula esai.
a. Wawancara
Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil
proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa
sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih
dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas mengemukakan
pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara
lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan
kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi.
Sebaliknya, jawaban yang belum jelas bisa dimita lagi dengan lebih terarah dan
lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban siswa.
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:
a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau
situasi dan kondisi tertentu
b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawancara
bebas (tak berstruktur). Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah
disiapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikan kepada altenatif jawaban yang
telah dibuat. Keuntungannya adalah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat suatu
kesimpulan. Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan
sehingga siswa bebas mengungkapkan pendapatnya. Keuntungannya adalah
informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam
menganalisis sebab jawabannya bisa beraneka ragam. Hasil atau jawaban sisiwa
tidak bisa ditafsirkan langsung, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-
dimensi jawaban, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-dimensi
jawaban, sesuai dengan aspek yang diungkapkan.
Dalam wawancara terdapat kelebihan dan kelemahan.
Diantara kelebihannya adalah:
a) Pewancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat
berkomunikasi secara langsung, dengan peserta didik, sehingga informasi yang
diperoleh dapat diketahui objektivitasnya, juga dapat diperoleh hasil penilaian
yang lebih lengkap dan mendalam
b) Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal
c) Data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif
d) Dapat memperbaiki proses dan hasil belajar
Sedang di antara kelemahan dari wawancara:
a) Jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak
menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
b) Adakalanya wawancara terjadi berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang
dapat memenuhi apa yang diharapkan
c) Sering timbul sikap kurang baik dari peserta didik yang diwancarai dan sikap
overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi
diri antara pewancara dengan orang yang diwawancarai
b. Kuesioner
Kelebihan kuesioner dibandingkan wawancara adalah sifatny yang praktis,
hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya adalah jawaban sering tidak
objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam yang memungkinkan siswa
berpura-pura. Seperti hany awawancara, kuesioner pun ada dua macam, yakni
kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner
terbuka hampir sama dengan wawancara.
Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan kepada siswa,
setelah diisi oleh siswa dikumpul lagi. Ada juga yang dikirim melalui pos. Cara
kedua belum menjamin terkumpulnya kembali sesuai dengan jumlah yang
dibagikan. Oleh karena itu, sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang
diperlukan.
2. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, dan
sebagainya yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan
hasilnya dalam bentuk rentang nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Instrumen skala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a) Skala sikap
Defenisi konseptual: Sikap mengacu pada kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu obyek. Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek, misalnya
kegiatan disekolah. Seikap ini bisa positif bisa negatif. Defenisi operasional, sikap
adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek. Obyek ini bisa berupa
kegiatan atau mata pelajaran. Cara mudah untuk mengetahui sikap peserta didik
adalah melakukan kuisioner. Defenisi konseptual: kecenderungan menyukai atau
tidak menyukai, dan defenisi operasional: perasaan positif atau negatif terhadap
objek.
b) Skal minat
Defenisi konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman
yang mendorong individu mencari obyek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk
tujuan perhatian atau penguasaan. Defenisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu obyek.
c) Skala nilai
Defenisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan siswa, keyakinan tentang kinerja guru. Kemungkinan ada yang
berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Atau ada yang
berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan perubahan.
d) Skala konsep diri
Defenisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang
menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Defenisi operasional konsep diri
adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata
pelajaran.
e) Skala nilai moral
Defenisi konseptual: Nilai moral adalah keyakinan moral yang dalam
terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai
moral adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
misalnya tingkah laku siswa pada saat belajar, tingkah laku guru pada saat
mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan
alat peraga pada waktu mengajar.
Ada tiga jenis observasi, yaitu observasi langsung, observasi dengan alat
(tidak langsung), dan observasi pertisipasi.
a) Observasi langsung.
Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau
proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh
pengamat.
b) Observasi tidak langsung
Observasi tidak langsung adalah observasi yang dilakukan dengan
menggunakan alat seperti mikroskop untuk mengamati bakteri, suryakanta untuk
melihat poro-pori kulit.
c) Observasi partisipasi
Observasi artisipasi berarti pengamat harus melihat diri atau ikut serta dalam
kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati. Dengan
observasi pertisipasi ini, pengamat dapat lebih menghayati, merasakan ,dan
mengalami sendiri seperti individu yang sedang diamati.
Observasi untuk menilai proses belajar mengajar dapat dilakukan oleh guru di kelas
pada saat siswa melakukan kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru tidak perlu
terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi ia mencatat secara teratur
gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh setiap siswa.
4. Studi Kasus
studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang
dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya mempelajari secara khusus anak
nakal, anak pandai, dan sebagainya. Kasus-kasus khusus dipilih untuk dipelajari
secara lebih mendalam dan dalam kurung waktu yang cukup lama. Mendalam
artinya mengungkap semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut
dari erbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Tekanan utama dari studi kasus
adalah mengapa individu melakukan apa yang dilakukan dan bagaimana tingkah
lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan studi kasus adalah subjek dapat dipelajari secara mendalam dan
menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa
informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang
berkaitan dan belum tentu berlaku paa individu lainnya. Menemukenali kasus-kasus
pada siswa dapat dilakukan melalui pengamatan tingkah lakunya, menganalisis
prestasi belajar yang dicapai, hubungan sosial dengan teman sekelas, mempelajari
perilaku-perilaku ekstrem dari siswa dan lan-lain.
4. Pengembangan instrumen
Instrumen afektif yang dibahas pada buku ini adalah sikap, minat, nilai, dan
konsep diri. Ada sepuluh langkah yang harus diikui dalam mengembangkan
instrumen afektif, yaitu sebagai berikut.
1) Menentukan spesifikasi instrumen
2) Menulis instrumen
3) Menentukan skala instrumen
4) Menentukan sistem penskoran
5) Mentelaah instrumen
6) Melakukan ujicoba
7) Menganalisis instrumen
8) Merakit instrumen
9) Melaksanakan pengukuran
10) Menafsirkan hasil pengukuran
1) Spesifikasi instrumen
a. Wawancara
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara,
yakni:
a) Tahap awal pelaksanaan wawancara
Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara.
Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak
merasa tajut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan
benar atau jujur.
b) Penggunaan pertanyaan
Setelah kondisi awala cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan
sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan
sistematik berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara membacakan
pertanyaan dan, kalau perlu, alternatif jawabannya. Siswa diminta mengemukakan
pendapatnya,lalu pendapat siswa diklasifikasikan ke dalam altenatif jawaban yang
telah ada. Bila wawancara tak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan, lalu siswa
menjawabnya secara bebas.
c) Pencatatan hasil wawancara
Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya
dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawancara berstruktur cukup
mudah sebab tinggal memberikan tanda pada alternatif jawaban, misalnya
melingkari salah satu jawaban yang ada.
Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mancatat pokok-pokok isi
jawaban siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawaban apa adanya
dari siswa, jangan tafsiran pewawancara atau ditambah dan dikurangi.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa pernyataan
yang disampaikan kepadaresponden yang dijawab secara tertulis.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah:
a) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan
dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajarnya,
b) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dalam
proses belajar yang ditempuhnya.
c) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyususn kurikulum dan
program belajar mengajar.
c. Skala
Sepsifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam
bidang pendidikan pada dasarnya pengukuran afektif ditinjau dari tujuannya, yaitu
ada lima macam instrumen, yaitu:
a. Instrumen sikap.
b. Instrumen minat.
c. Instrumen konsep diri.
d. Instrumen sikap.
e. Insrtumen nilai moral
Dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada empat hal yang harus
diperhatikan yaitu:
a. Menentukan tujuan pengukuran
b. Menyusun kisi-kisi intrumen
c. Memilih bentuk dan format instrumen
d. Menentukan panjang instrumen
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap matam pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan menat peserta didik terhadap seuatu mata pelajaran.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
suatu obyek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif
bisa negatif. Hasil pengukuran sikap bergunan untuk menentukan strategi
pembelajaran yang tepat untuk siswa.
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri eserta didik melakukan evaluasi terhadap potensi yang ada
dalam dirinya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh siswa. Hal ini berdasarkan
informasi karakteristik eserta didik yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Karakteristik potensi pesert didik sangat penting untuk menentukan jenjang
karirnya.
Instrumen nial dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan
keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Setelah tujuan penukuran afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah
menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi, juga disebut blue-print, merupakan tabel
matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Kisi-kisi ini pada
dasarnya berisi tentang defenisi konseptual yang ingin diukur, kemudian
ditentukan defenisi operasional dan selajutnya diuraikan menjadi sejumlah
indikator. Indikator ini merupakan acuan untuk menulis instrumen. Jadi
pertanyaan atau pernyataan ditulis berdasarkan indikator.
Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan defenisi
konseptual yang diambil dari buku teks. Selanjutnya ditentukan defenisi
operasional, yaitu yang bisa diukur. Defenisi operasional ini kemudian dijabarkan
menjadi sejumlah indikator. Indikator ini merupakan pedoman dalam menulis
instrumen. Tiap indikator bisa ditulis dua atau lebih butir instrumen. Defenisi
konseptual diambil dariteori-teori yang ada dalam buku, sedang defenisi
operasional dapat dikembangkan oleh tim pembuat instrumen. Selanutnya
defenisi operasional dikembangkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini
menjadi acuan penulis instrumen. Salah satu format kisi-kisi instrumen afektif
ditunjukkan tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen afektif
No Indikator Jumlah butir Pertanyaan/pernyataan skala
1.
2.
3.
4.
5.

d. Observasi
Observasi bertujuan untuk mengamati dan mengkaji tingkah laku individu
atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan
e. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang
dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Kasus-kasus dipilih untuk dipilih dan
dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang relatif lama.
Untuk mengungkap persoalan tersebut, perlu dicari data yang berkenaan
dengan pengalaman individu tersebut pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang
membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya.
Data diperoleh dari berbagai sumber seperti orang tuanya, teman dekatnya, guru,
bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif, misalnya
dengan observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, atau tes,
bergantung pada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian
dikaji, dihubungkan satu sama lain.
2) Penulisan instrumen
a. Wawancara
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara.
Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
a) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk
mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar) atau mengetahui
pendapat siswa mngenai kemampuan mengajar yang dilakukan guru (proses
belajar mengajar).
b) Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari
wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun
materi pertanyaan wawancara. Aspek yang diungkap diurut secara
sistematik mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks dari yang
khusus menuju yang umum, atau dari yang mudah menuju yang sulit.
c) Tentukan bentuk pertayaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur
atau bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua bentuk tersebut.
Misalnya untuk beberapa aspek digunakan pertanyaan berstruktur, dan
untuk beberapa aspek lahi dibuat secara bebas.
d) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni
membuat pertanyaan yang berstruktur dan atau yang bebas. Pertanyaan
jangan terlalu banyak, cukup yang pokok-pokok saja.
e) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengola dan menafsirkan hasil
wawancara, baik pedoman untuk wawancara barstruktur maupun untuk
wawancara bebas.
Berikut ini adalah contoh pedoman wawancara terbuka.
Tabel 2. Contoh pedoman wawancara terbuka
Tujuan : memperoleh informasi mengenai cara belajar yang dilakukan
oleh siswa di rumahnya.
Bentuk : wawancara bebas
Responden : Siswa yang memperoleh prestasi belajar cukup tinggi
Nama siswa : ......................................................................................................
Kelas/semester : ......................................................................................................
Jenis kelamin : ......................................................................................................

Komentar dan
Pertanyaan Guru Jawaban Siswa kesimpulan hasil
wawancara
1. Kapan dan berapa lama anda
belajar di rumah?
2. Bagaimana cara anda
mempersiapkan diri untuk belajar
secara efektif?
3. Kegiatan apa yang anda lakukan
pada waktu mempelajari bahan
pengajaran (bidang studi tertentu)
4. Seandainya anda mengalami
kesulitan dalam mempelajarinya,
usaha apa yang anda lakukan untuk
mengatasi kesulitan tersebut?
5. Bagaimana cara yang anda
lakukan untuk mengetahui tingkat
penguasaan belajar yang telah
anda capai?
6. dst.
..........................19....
Pewawancara,

.................................

b. Kuesioner
Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar, sehingga berlaku
langkah-langkah yang telah dijelaskan di muka, yakni dimulai dengan analisis
variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis
dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut:
a) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil
dijelaskan maksud dan tujuannya.
b) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supay atidak salah. Kalu perlu, beri
contoh.
c) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkap identitas responden. Dalam
identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas cukup
mengungkap jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan lain-
lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.
d) Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai dengan
ariabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolanya.
e) Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak
membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran.
f) Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain harus dijaga sehingga
tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. Hindari
penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau pertanyaan yang sama.
g) Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat atau rumusannya tidak lebih
panjang daripada pertanyaan.
h) Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisian tidak objektif lagi.
i) Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya.
c. Skala
Ada empat aspek dari ranah afektif yang bisa dinilai di sekolah, yaitu sikap,
minat, percaya diri, dan nilai. Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan
dengan menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas berturut-turut di
bawah ini.
1. Instrumen sikap
Defenisi konseptual: Sikap mengacu pada kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu obyek. Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek, misalnya
kegiatan disekolah. Seikap ini bisa positif bisa negatif. Defenisi operasional, sikap
adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek. Obyek ini bisa berupa
kegiatan atau mata pelajaran. Cara mudah untuk mengetahui sikap peserta didik
adalah melakukan kuisioner. Defenisi konseptual: kecenderungan menyukai atau
tidak menyukai, dan defenisi operasional: perasaan positif atau negatif terhadap
objek.
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen afektif
Jumlah
No. Indikator Pertanyaan/pernyataan skala
Butir
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perassan yang
positif atau negatif terhadap suatu obyek, atau satu kebijakan. Kata-kata yang
digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-
menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buru, diingini-tidak diingini.
Indikator sikap terhadap mata pelajaran mateamtika misalnya adalah:
1) Membaca buku matematika
2) Belajar matematika
3) Interaksi dengan guru matematika
4) Mengerjakan tugas matematika
5) Diskusi tentang matematika
6) Memiliki buku matematika
Contoh kuesioner
1) Saya senang membaca buku matematika
2) Saya senang belajar matematika
3) Saya sering bertanya kepada guru tentang pelajaran matematika
4) Saya senang mengerjakan soa matematika
5) Saya selalu mencari soal-soal matematika
2. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran. Defenisi
konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari obyek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk
tujuan perhatian atau penguasaan. Defenisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu obyek. Indikator minat, misalnya
minat terhadap matematika:
1) Manfaat belajar matematika
2) Usaha memahami matematika
3) Membaca buku matematika
4) Bertanya dikelas
5) Bertanya pada teman
6) Bertanya pada orang orang lain
7) Mengerjakan soal matematika
Contoh kuesioner:
1) Mtematika bermanfaat untuk menuju kesuksesan belajar
2) Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
3) Saya senang membaca buku yang berkaitan dengan matematika
4) Saya selalu bertanya di kelas pada pelajaran matematika
5) Saya berusaha memahami pelajaran matematika dengan bertanya kepada
siapapun
3. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan rogram yang sebaiknya ditempuh oleh siswa. Hal ini berdasarkan
informasi karakteristik peserta didik yang diperoleh dari hasil pengukuran. Defenisi
konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut
keunggulan dan kelemahannya. Defenisi operasional konsep diri adalah pernyataan
tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
Indikator konsep diri adalah:
1) Fisika saya rasakan sebagai mata pelajaran yang paling sulit
2) Mata pelajaran bahasa inggris saya rasakan paling mudah
3) Keunggulan saya adalah fisik yang tinggi
4) Kelemahan saya adalah kemampuan berkomunikasi
5) Saya senang membantu teman belajar ketrampilan
Contoh instrumen
1) Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
2) Mata pelajaran bahasa inggris mudah saya pahami
3) Saya mudah menghafal
4) Saya mampu membuat karangan yang baik
5) Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
6) Saya bisa bermain sepak boa dengan baik
7) saya mampu membuat karya seni yang variatif
4. Instrumen nilai
Moral, nilai, dan etika merupakan konsep penting dalam pembentukan
kompetensi siswa. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor tidak akan
memberi manfaat bagi masyarakat, jenjang pendidikan bisa baik, bila digunakan
membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan tersebut digunakan
untuk merugikan orang lain. Hal inilah letak pentingnya kemampuan afektif.
Peaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip hipetetikal, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau
keinginan berbuat. Hemin dan Simon memasukkan pada bagian nilai sepeti
keyakinan, sikap, aktivitas atau perasaan yang memuaskan, antara lain yang
didukung dan terpadu dengan perilaku yang sesungguhnya serta berulang dalam
kehidupan seseorang. Jadi nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas
atau tindakan seseorang. Tindakan merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Defenisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan siswa, keyakinan tentang kinerja guru. Kemungkinan ada yang
berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Atau ada yang
berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan perubahan.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap niai dan
keyakinan individu, informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Indikator nilai :
1) Keyakinan tentang prestasi belajar siswa
2) Keyakinan atas keberhasilan siswa
3) Keyakinan atas harapan orang tua
4) Keyakinan atas dukungan masyarakat
5) Keyakinan atas sekolah dapat mengubah nasib seseorang
Contoh kuesioner tentang nilai siswa:
1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan
2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum
3) Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung
akan diterima di perguruan tinggi
Selain melalui kuesioner ranah afektif siswa, sikap, minat, konsep diri, dan
nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta
didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan mengajar. Untuk
mengetahui keadaan ranah afektif siswa, guru harus menyiapkan diri untuk
mencatat setiap tindakan ranah afektif siswa. Untuk itu perlu ditentukan dulu
indikator substansi yang akan diukur.
5. Instrumen nilai moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui nilai moral siswa. Moral
didefenisikan sebagai pendapat, tindakan yang dianggap baik dan yang dianggap
tidak baik. Indikator nilai moral sesuai dengan defenisi di atas adalah :
1) Memegang janji
2) Membantu orang lain
3) Menghormati orang lain
4) Berkata jujur
5) Berperilaku jujur
Contoh instrumen dengan skala Likert
1) Bila berjanji pada teman saya tidak harus selalu menepati.
2) Ketika berjanji kepada orang yang lebih tua saya berusaha menepatinya.
3) Bila berjanji pada anak kecil saya tidak harus selalu menepatinya.
4) Bila menghadapi kesulitan saya selalu meminta bantuan orang lain.
5) Bila ada orang lain menghadapi kesulitan saya berusaha membantunya.
d. Observasi
Langkah yang dibuat dalam membuat pedoman observasi adalah sebagai
berikut:
a) Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap proses suatu tingkah
laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu cata kegiatan yang
dilakukannya dari awal sampai akhir pembelajaran. Hal ini dilakukan agar
dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajar sebagai segi-segi
yang akan diamati nanti.
b) Berdasarkan gambaran dari langkah (a) penilaian menentukan segi-segi
mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan
keperluannya. Urutkan segi-segi tersebut sesuai dengan apa yang
seharusnya berdasarkan khazanah ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya
berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebut jelas dan
spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatannya.
c) Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah bentuk bebas (tak
perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak), atau pedoman yang
berstruktur (memakai kemungkinan jawaban). Bila dipakai bentuk yang
berstruktur, tentukan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap
jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat
melakukan oservasi nanti.
d) Sebelum observasi dilaksanakan, diskusi dahulu pedomanobservasi yang
telah dibuat dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat
dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
e) Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman
observasi, sebaiknya disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di
bagian akhir pedoman observasi.
Berikut contoh pedoman observasi.
Tabel 4. Contoh pedoman observasi
PEDOMAN OBSERVASI

Topik diskusi : ...................................................................................


Kelas/semester : ...................................................................................
Bidang studi : ...................................................................................
Nama siswa yang diamati: ..............................................................................

Hasil Pengamatan
Aspek yang diamati Keterangan
Tinggi Sedang Kurang
1. Memberikan pendapat untuk
pemecahan masalah.
2. Memberikan tanggapan
terhadap pendapat orang lain.
3. Mengerjakan tugas yang
diberikan.
4. Motivasi dalam mengerjakan
tugas-tugas.
5. Toleransi dan mau menerima
pendapat siswa lain
6. Tanggung jawab sebagai
anggota kelompok

e. Studi Kasus
Beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus dalam bidang
pendidikan, khususnya di sekolah adalah sebagai berikut:
1) Menemukenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa di antara
siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
2) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan perlu mendapatkan bantuan
pemecahan oleh guru. Dalam langkah ini guru sebaiknya mewawancarai siswa
untuk menentukan jenis masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut.
3) Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang
dihadapi siswa tersebut melalui analisi hasil belajar yang dicapainya,
mengamati erilakunya, bertanya kepada teman sekelas, kalau perlu meminta
penjelasan dari orang tuanya.
4) Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan
dengan kehidupan siswa itu sendiri.
5) Menganalisis sebabsebab tersebut dan menghubungkannya dengan tingkah laku
siswa agar diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar belakang
siswa.
6) Dengan informasi yang telah lengkap tentang faktor penyebab tersebut, guru
dapat menentukan sejumlah alternatif pemecahannya. Setiap informasi dikaji
lebih lanjut untuk menetapkan alternatif mana yang paling baik untuk dapat
mengatasi masalah siswa.
7) Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan
dengan siswa untuk secara bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri
maupun oleh guru.
8) Terus mengadakan pengamatan dan pemantauan terhadap tingkah laku tersebut
untuk melihat perubahan-perubahannya. Jika belum menunjukkan perubahan,
perlakuan guru harus lebih ditingkatkan lagi dengan menggunakan alternatif
lain yang dapat ditemukenali sebelumnya.
3) Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: a) apakah butir
pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan apa
sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, dan c) aakah butir
pertanyaan atau pernyataan tidak biasa, d) apakah format instrumen menarik untuk
dibaca, e) apakah jumlah butir sudah tepat sehingga tidak menjemukan
menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik
bia ada pakar pengukuran. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang
diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah
ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
4) Skala Pengukuran
Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam penelitian,
yaitu Skala Thurstone. Skala Likert, dan Skala Beda semantik. Skala Thurstone
terdiri dari 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang paling kecil bernilai
1.
Tabel 5. contoh Skala Thurstone, Minat terhadap pelajaran Sejarah

7 6 5 4 3 2 1
1. Saya senang belajar Sejarah

2. Pelajaran sejarah bermanfaat

3. saya berusaha hadir tiap pelajaran sejarah


4. saya berusaha memiliki buku pel.sejarah

Tabel 6. Contoh Skala Thurstone, sikap terhadap pelajaran matematika

No Keterangan 4 3 2 1
1 Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS
2 Pelajaran matematika sulit SS S TS STS
3 Tidak semua peserta didik harus belajar SS S TS STS
matematika
4 Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS
5 Harus banyak aplikasi pada Pel. Matematika SS S TS STS
Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat


kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisisan instrumen kuisioner
sebaiknya tidak lebih dari 20 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu
pertanyaan atau pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur
pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias,
yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk
kuisioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Contoh Pertanyaan yang biasa:
Guru yang profesional selalu membaca koran setiap hari.
Pertanyaan : Apakah saudara membaca koran setiap hari?
Peserta didik yang baik selalu membersihkan papan tulis sebelum guru hadir
Pertanyaan : Apakah anda selalu membersihkan papan tulis?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian guru setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun
sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang
menempuh ujian akhir lulus semua?
5) Penyusunan butir soal bentuk daftar cek
Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian
tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang merupakan
indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun
daftar cek: 1) carilah indikator penguasaan keterampilan yang diujikan, 2) susunlah
indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. Kemudian dilakukan
pengamtan terhadap subjek yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-
indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka diberi tanda V atau
tulisan kata “ya” pada tempat yang telah disediakan.
Misal akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik
menggunakan termometer badan. Untuk itu maka dicari apa indikator yang
menunjukkan peserte didik terampi menggunakan termometer tersebut, misal
indikator sebagai berikut.
a. Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya
b. Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya
c. Cara memasang termometer pada suhu pasien
Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu
melakukan urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh indikatornya,
kemudian disusun butir soal dalam bentuk daftar cek seperti contoh berikut.
a. Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang bagian ujung
yang tak berisis air raksa
b. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-
rendahnya
c. Memasang termoter pada tubuh pasien (di muut, di ketiak, atau di dubur)
sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh subjek yang diukur
suhunya.
6) Penskoran instrumen
Sistem penskoran yang digunakan terantung pada skala pengukuran. Apabila
digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untk tiap butir adalah 7 dan yang
terkecil adalah 1. Demikian pua untuk instrumen dengan skalasemantik. Untuk
skala Likert, skor tertinggi tiap butir soal adalah 4 dan yang terendah adalah 1.
7) Analisis instrumen
Apabila instrumen telah di telaah kemudian diperbaiki dan selanjutnya dirakit
untuk ujicoba. Ujicoba bertujuan untuk mengetahui karakteristik instrumen.
Karakteristik yang penting adalah daya beda instrumen, dan tingkat keandalannya.
Semakin besar variasi jawaban tiap butir maka akan semakin baik instrumen ini.
Bila variasi skor sautu butir soal sangat kecil berarti butir itu bukan variabel yang
baik. Selanjutnya dihitung indeks keandalan intrumen dengna formula Cronbach-
alpha, bila besar indeksnya sama atau lebih besar dari 7,0 maka instrumen itu
tergolong baik.
8) Penafsiran hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran juga
disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran juga disebut dengan
penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria
yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan.
Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehingga tiap peserta
didik memiliki skor. Selanjutnya dicari rerata skor keseluruhan peserta didik dalam
satu kelas dan simpangan bakunya. Kategorisasi hasil pengukuran menggunakan
distribusi normal, dan untuk skala Likert dengan ketentuan seperti tabel 1 untuk
minat peserta didik dan tabel 2 untuk minat kelas.
Tabel 7. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik
No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat
1 𝑋 ≥ 𝑋̅ + 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑋̅ + 1. 𝑆𝐵𝑥 > 𝑋 ≥ 𝑋̅ Tinggi/ positif
̅ ̅
3 𝑋 > 𝑋 ≥ 𝑋 − 1. 𝑆𝐵𝑥 Negatif/ rendah
4 𝑋 < 𝑋̅ − 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat negatif/ rendah
Keterangan :

𝑋̅ : rerata skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas


𝑆𝐵𝑥 : simpangan baku skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas
𝑋 : skor yang dicapi siswa
Untuk mengetahui minat kelas terhadap matap pelajaran dilakukan langkah
seperti berikut dan kategorisasinya dapat dilihat pada tabel 5.6.
a) Cari rerata skor kelas, disingkat 𝑌̅
b) Cari rerata skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang sama
c) Cari simpangan baku skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang sama
Tabel 8. Kategorisasi sikap atau minat kelas
No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat
1 𝑌 ≥ 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 > 𝑌 ≥ 𝑌̅ Tinggi/ positif
̅ ̅
3 𝑌 > 𝑌 ≥ 𝑌 − 1. 𝑆𝐵𝑦 Negatif/ rendah
4 𝑌 < 𝑌̅ − 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat negatif/ rendah

Melalui tabel 5.6 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap
tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong negatif atau minat peserta
didik tergolong rendah, maka guru harus berusaha meningkatkan sikap dan minat
siswa. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong positif atau tinggi, guru
harus mempertahankannya. Tabel 5.6 menunjukkan minat atau sikap kelas terhadap
suatu mata pelajaran. Jadi dalam pengukuran sikap atau minat diperlukan informasi
tentang minat atau sikap tiap peserta didik dan sikap kelas.
Cukup banyak ranah afektif yang tampak penting dinilai. Namun yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan guru untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada
tahap awal dicari komponen afektif yang bisa diniai untuk guru. Namun pada tahun
berikutnya bisa ditambah ranah afektif yang lain yang dinilai.
Jenis instrumen yang dikembangkan dibatasi sesuai dengan ranah afektif
yang penting di kelas, agar guru dan para pengelola pendidikan dapat
mengembangkannya. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan
minat siswa. Pengembangan instrumen afektif dilakukan melalui langkah berikut
ini:
a. Menentukan defenisi konseptual atau konstruk yang akan diukur
b. Menentukan defenisi operasional
c. Menentukan indikator
d. Menulis instrumen
Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui
keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah
digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut diujicoba
di lapangan. Hasi ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi
jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hal yang penting pada
instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik
adalah minimum 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan distribusi normal dan
menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta
didik baik, sedang negatif berarti minat peserta didik kecil. Demikian juga untuk
instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.
9) Observasi
Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuisioner juga bisa
dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai
dengan penentuan defenisi konseptual dan defenisi operasional. Defenisi
konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi
isi pedoman obsevasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata
pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan
tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapian dan kelengkapan catatan.
Hasil observasi akan melengkapi informasi hasil kuisioner. Dengan demikian
informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh
akan lebih tepat.
A. Instrumen Non Tes
1. Tujuan instrumen.
Tujuan instumen non tes ini adalah untuk mengetahui sejauh mana minat
peserta didik terhadap mata pelajaran matematika kelas X semester 1.
2. Jenis instrumen non tes yang digunakan
Jenis instrumen yang digunkaan adalah instrumen berbentuk kuesioner.
Waktu menjawab istrumen adalah 15 menit. Jumlah soal instrumen non tes adalah
30. 17 merupakan pernyataan positif dan 13 merupakan pernyataan negatif.
3. Skala yang digunakan
Skala penilaian yang digunakan dalam instrumen ini adalah jenis skala Likert
4. Kisi-kisi instrumen non tes
KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN PEMBELAJARAN NON-TES
DENGAN VARIABEL MINAT SISWA-SISWI TINGKAT SMA KELAS X
TERHADAP MATA PELAJARAN MATEMATIKA

NOMOR
VARIABEL INDIKATOR PERNYATAAN JUMLAH
POSITIF NEGATIF
Ketertarikan dalam
Membaca Buku 1,2 3,4 4
Matematika
Mengerjakan Tugas
Matematika dengan 5, 6, 7 8, 9 5
Minat Siswa-
Baik
Siswi Tingkat
Mempelajari 10, 11,12 13 4
SMA Kelas X
Matematika
Terhadap Mata
Memiliki Buku 14 15 2
Pelajaran
Matematika
Matematika
Memiliki Catatan 16, 17, 18 19, 20 5
Matematika
Mengikuti 21, 22, 23, 26, 27, 28, 10
Pembelajaran 24, 25 29, 30
Matematika
JUMLAH
PERNYATAA 17 13 30
N

5. Bentuk instrumen non tes


Kuesioner
Nama/Identitas :
Nomor Induk :
Kelas :
Pengantar
Angket ini bukan merupakan suatu tes dan tidak berpengaruh terhadap hasil
belajar anda di sekolah. Isilah angket ini dengan sebaik-baiknya dan tanpa ada rasa
khawatir. Anda diharapkan menjawab dengan jujur dan teliti sesuai dengan keadaan
anda yang sebenarnya pada saat ini. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijaga
kerahasiaannya. Oleh karena itu, kerjakanah angket ini secara jujur dan sungguh-
sungguh dengan petunjuk pengerjaan dibawah ini.
Petunjuk Pengerjaan
1. Tuliskan identitas anda pada tempat yang tersedia
2. Bacalah pernyataan-pernyataan pada angket dibawah ini secara teliti dan cermat
3. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan anda, dengan memberi tanda (√)
pada kolom pilihan
4. Jawablah sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga kesimpulan yang diambil
dari data ini bisa benar.
5. Periksa kembali nomor pernyataan, jangan sampai ada yang terlewatkan

Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
R : Ragu
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

No. Pernyataan SS S R TS STS


1. Saya suka membaca buku matematika setiap
malam
2. Buku matematika menarik untuk dibaca
3. Saya tidak suka membaca buku matematika
4. Buku matematika tidak menarik
5. Saya selalu menyelesaikan tugas matematika
tepat waktu
6. Saya selalu mengerjakan soal dibuku cetak
tanpa disuruh oleh guru
7. Saya suka mengerjakan soal yang
berhubungan dengan matematika
8. Saya tidak suka mengerjakan tugas
matematika sendiri
9. Mengerjakan tugas tidak membantu
meningkatkan pemahaman saya tentang mata
pelajaran matematika
10. Saya selalu belajara matematika dirumah
sehari sebelum pembelajaran matematika
disekolah
11. Saya selalu menggunakan media sosial untuk
mencari materi mengenai mata pelajaran
matematika
12. Saya suka mempelajari kembali materi
matematika saat tiba dirumah
13. Pelajaran matematika tidak penting buat saya
14. Saya berusaha membeli buku matematika
walaupun harganya mahal
15. Saya tidak suka membeli buku matematika
16. Saya selalu mencatat hal-hal penting saat
belajar matematika
17. Catatan sangat membantu dalam proses
pembelajaran matematika
18. Saya selalu mencatat sebelum disuruh oleh
guru
19. Catatan matematika tidak perlu karena sudah
ada buku cetak
20. Saya tidak suka mencatat saat pembelajaran
matematika
21. Saya tidak pernah datang terlambat saat
pelajaran matematika
22. Saya selalu bertanya saat pembelajaran
matematika
23. Saya selalu naik mengerjakan soal dipapan
tulis
24. Saya selalu memperhatika penjelasan guru
saat proses pembelajaran matematika
25. Belajara secara berkelompok sangat
membantu saya untuk memahami materi
matematika
26. Saya jarang bertanya kepada guru saat
pembelajaran matematika
27. Saya sering mengantuk saat pelajaran
matematika
28. Saya lebih suka cerita dengan teman saat
pelajaran matematika
29. Saya suka bolos sekolah saat mata pelajaran
matematika
30. Pembelajaran matematika membosankan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Instumen non tes adalah instrumen untuk melakukan penilaian dalam
memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian peserta
didik, minat, sikap, kemauan, tanggapan atau pandangan siswa terhadap
pembelajaran. Alat penilaian non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, skala
sikap, skala minat, skala nilai dan skala konsep diri. Pembuatan instrumen non tes
juga memiliki langkah-langkah dalam pengembangan. Langkah-langkah tersebut
adalah :
1) Menentukan spesifikasi instrumen
2) Menulis instrumen
3) Menentukan skala instrumen
4) Menentukan sistem penskoran
5) Mentelaah instrumen
6) Melakukan ujicoba
7) Menganalisis instrumen
8) Merakit instrumen
9) Melaksanakan pengukuran
10) Menafsirkan hasil pengukuran
B. Saran
Saran penulis untuk pembaca adalah:
1. Pembaca diharapkan membaca banyak buku atau sumber-sumber lain yang
dapat memberi informasi yang kurang dalam makalah ini.
2. Diharapkan saran dan kritik ke arah positif terhadap kekurangan atau kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini demi perbaikan ke depannya.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca sebaiknya menanyakan hal-hal yang
belum dipahami kepada penulis atau dosen pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
Mardapi, Djemari. 2012.Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta. Nuha Litera.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT
Remaja Rosdakarya.
Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta. Pustaka Pelajar.
Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Yogyakarta. Bumi
Aksara
Hamzah, Ali. 2013. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta. Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai