TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
a. Stroke iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau
kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000).
Stroke iskemik dapat terjadi karena emboli yang lepas dari
sumbernya, biasanya berasal dari jantung atau pembuluh
arteri otak baik intracranial maupun ekstracranial pada
pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur menyempit dan
akhirnya tersumbat.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan
pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan
cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini
pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di
otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan
otak yang tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya
hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini
memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi
shift dan herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan
kompresi pada batang otak (Caplan, 2000).
2.1.2 Penyebab
Hemidefisit motorik
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang
bersifat sentral
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia)
dan gangguan fungsi intelektual (demensia)
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
Defisit batang otak
(PERDOSSI, 2007)
2.1.5 Pencegahan
1. Pencegahan Premordial
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah
timbulnya faktor risiko bagi individu yang belum mempunyai
faktor risiko. Pencegahan premordial dapat dilakukan dengan
cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat
selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan
adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan
memberikan informasi tentang penyakit stroke hemoragik
melalui ceramah, media cetak, media elektronik.
2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya
faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko
tetapi belum menderita stroke dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
Menghindari merokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan
golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti
jerohan, daging berlemak, goreng-gorengan.
Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-
kacangan, susu dan kalsium, ikan, serat, vitamin yang
diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C, E,
B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam
serta buah-buahan dan sayur-sayuran.
Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan
berolahraga secara teratur, minimal jalan kaki selama
30 menit, cukup istirahat dan check up kesehatan
secara teratur minimal 1 kali setahun bagi yang
berumur 35 tahun dan 2 kali setahun bagi yang
berumur di atas 60 tahun.
3. Pencegahan Sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah
mendapat stroke, dianjurkan :
Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai.
Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin.
Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan
oral).
Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat
antidislipidemia.
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan dan kurak gerak.
Polisitemia
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama.
Tiklopidin diberikan pada penderita yang tidak tahan
asetosal.
Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung dan kondisi koagulopati
yang lain.
Tindakan bedah lainnya.
4. Pencegahan Tertier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang
diberikan setelah terjadi stroke. Rehabilitasi
meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental
dengan berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi
adalah memulihkan independensi atau mengurangi
ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan program
rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis yang terlibat
tergantung pada dampak stroke atas pasien dan orang
yang merawat.
2.1.6 Komplikasi
1. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan, pemberian oksigen mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit akan membantu
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi
ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard
atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung
prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten
dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
Penyesuaian fisiologis :
Skala
Tingkat Fungsi Otot Nilai % Normal Skala
Lovett’s
Tidak ada bukti 0 0 0 (nol)
kontraktilitas
Sedikit kontraktilitas, 1 10 T (trace/
tidak ada gerakan sedikit)
Rentang gerak penuh, 2 25 P (poor/
gravitasi tidak ada buruk)
(gerakan pasif)
Rentang gerak penuh 3 50 F (fair/
dengan gravitasi sedang)
Rentang gerak penuh 4 75 G (good/
melawan gravitasi, baik)
beberapa resistensi
Rentang gerak penuh 5 100 N (normal)
melawan gravitasi
resistensi penuh
2.4.2 Jenis
a. ROM aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh
seseorang (pasien) dengan menggunakan energi sendiri.
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
Kekuatan ototnya 75 %.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi
di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh
klien sendri secara aktif.
b. ROM pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk
latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik.
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan
ototnya 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan
tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang
gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerak-
kan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian
tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan
klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.