Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

PERAN NUTRISI PADA HIPOALBUMINEMIA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Tarumanagara Periode 8 Juli 2013- 21 Juli 2013

PEMBIMBING :
Dr.Ekky M.Rahardja,MS.,Sp.GK
Dr.dr.Meilani Kumala,MS.,Sp.GK
Dr.Idawati Karjadidjaja,MS.,Sp.GK

DISUSUN OLEH :
ANGGI ZERLINA DARWIN 406127051
VITA NOVERYN 406127037
SILVIE A WIJAYA 406127052
GLORIA PUTRIANITA 406127040
ARIEL NUGROHO S 406127123
ALBERTO KOSASIH 406127022

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


JAKARTA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. I HIPOALBUMIN

II.1.1. Definisi
Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu berkisar
antara 75-80% dari total tekanan plasma koloid normal dan 50% dari komponen protein. Protein ini
disintesa oleh hati. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4
kDa dan terdiri dari 585 asam amino.5 Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips
sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut
sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi dan
distribusi antara kompartemen intravaskular dan ektravaskular. Cadangan total albumin pada
orang sehat dengan berat 70 kg memiliki komposisi 42% berada di kompartemen plasma dan
sisanya dalam kompartemen ektravaskular.6
Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis
albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 15 gram/hari pada orang sehat,
namun hal ini berbeda tergantung pada berbagai macam stress fisiologik. Waktu paruh albumin
berkisar 21 hari dengan kecepatan degradasi 4% per hari. Pada keadaan normal hanya 20-30%
hepatosit yang memproduksi albumin. Hipoalbuminemia adalah keadaan kadar albumin serum < 3,5
mg/dL.
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau keadaan
dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006
dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang
tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati
(Murray, dkk, 2003).

Gambar 1. Rantai Albumin

II.1.2 Fungsi albumin dalam tubuh

 Memegang tekanan onkotik terbesar untuk mempertahankan cairan vaskuler


 Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen
dalam tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport
carrier)
 Anti-inflamasi
 Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda bermuatan listrik
 Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen oleh leukosit
polimorfonuklear
 Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya kuman-
kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi peritonitis bakterialis spontan
 Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak gugus bermuatan
negatif yang dapat mengikat gugus bermuatan positif pada antitrombin III (heparin like
effect). Hal ini terlihat pada korelasi negatif antara kadar albumin dan kebutuhan heparin
pada pasien hemodialisis.
 Inhibisi agregrasi trombosit
II.1.3 Mekanisme kerja albumin

II.1.4. Epidemiologi hipoalbuminemia


1. Frekuensi

Di United States hipoalbuminemia lebih sering pada pasien yang lebih tua, pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan penyakit stadium lanjut (misalnya, kanker terminal), dan anak-
anak dengan gizi kurang. 7

2. Mortalitas / Morbiditas

Serum albumin yang rendah merupakan prediktor penting dari morbiditas dan mortalitas.
Sebuah meta-analisis studi kohort menemukan bahwa, dengan setiap 10 g/L penurunan di
albumin serum, mortalitas mengalami peningkatan sebesar 137% dan morbiditas meningkat
sebesar 89%. Pasien dengan kadar albumin serum kurang dari 35 pada 3 bulan setelah pulang
dari rumah sakit memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk mengalami kematian dalam waktu 5
tahun dibandingkan dengan pasien yang memiliki serum albumin lebih dari 40. 7
3. Ras
Tidak ada predileksi ras
4. Seks
Tidak ada predileksi seks
5. Umur
Hipoalbuminemia mempengaruhi orang dari semua kelompok usia, tergantung pada
penyebab yang mendasarinya.

II.1.5. Patofisiologi
Tingkat albumin serum tergantung pada laju sintesis, jumlah dikeluarkan dari sel hati,
distribusi dalam cairan tubuh, dan tingkat degradasi. Hipoalbuminemia merupakan hasil dari
ketidak normalan dari satu atau lebih proses berikut:

1. Sintesis

Sintesis Albumin dimulai pada inti sel, di mana gen ditranskripsi menjadi asam
ribonukleat messenger (mRNA). mRNA ini dikeluarkan ke dalam sitoplasma, di mana ia terikat
pada ribosom, membentuk polysomes yang mensintesis preproalbumin. Preproalbumin adalah
molekul albumin dengan ekstensi 24 asam amino pada ujung N. Perpanjangan sinyal asam
amino,menyebabkan preproalbumin masuk ke dalam membran retikulum endoplasma. Setelah
di dalam lumen retikulum endoplasma, 18 asam amino utama dari ekstensi tersebut ini dibelah,
meninggalkan proalbumin (albumin dengan ekstensi sisa 6 asam amino). Proalbumin adalah
bentuk intraselular utama albumin. Proalbumin diekspor ke aparatus Golgi, dimana
perpanjangan 6 asam amino akan dihapus sebelum albumin disekresikan oleh hepatosit. Setelah
disintesis, albumin segera dikeluarkan, tetapi tidak disimpan dalam hati. 7.
2. Distribusi

Studi Tracer dengan iodinasi albumin menunjukkan albumin intravaskuler yang


didistribusikan ke dalam ruang ekstravaskuler dari semua jaringan, dengan mayoritas yang
didistribusikan di kulit. Sekitar 30-40% (210 g) albumin dalam tubuh ditemukan dalam
kompartemen vaskular dari otot, kulit, hati, usus, dan jaringan lain. Albumin memasuki ruang
intravaskuler melalui 2 jalur. Pertama, albumin memasuki ruang ini dengan memasuki sistem
limfatik hati dan pindah ke duktus thoracicus. Kedua, albumin lewat langsung dari hepatosit ke
sinusoid setelah melintasi Ruang Disse. 7
Setelah 2 jam, 90% dari albumin dikeluarkan masih dalam ruang intravaskuler. Waktu
paruh albumin intravaskuler adalah 16 jam. Kehilangan harian albumin dari ruang intravaskuler
adalah sekitar 10%. Kondisi patologis tertentu, seperti nephrosis, ascites, lymphedema,
lymphangiectasia intestinal, dan edema, dapat meningkatkan hilangnya albumin harian dari
plasma. 7
Albumin didistribusikan ke volume interstisial hati, dan konsentrasi koloid dalam
volume kecil yang diyakini sebagai regulator osmotik untuk sintesis albumin. Ini adalah
pengatur utama dari sintesis albumin selama periode normal tanpa stres. 7

3. Degradasi
Degradasi albumin kurang dipahami. Setelah sekresi ke plasma, molekul albumin masuk
ke dalam ruang jaringan dan kembali ke plasma melalui duktus thoracicus. Studi menunjukkan
albumin mungkin terdegradasi dalam endotelium dari kapiler, sumsum tulang, dan sinus hati.
Molekul Albumin tampaknya didegradasi secara acak, dengan tidak membedakan antara
molekul lama dan baru. 7

II.1.6. Klasifikasi hipoalbuminemia

Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai


berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
2. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl

Interpretasi untuk memperkirakan defisiensi albumin serum


Subject Deficient Low Acceptable
Infant 0-11 bulan - <2,5 ≥2.5

Anak 1-5tahun <2,8 <3,0 ≥3,0


Anak 6-17tahun <2,8 <3,5 ≥3,5

Dewasa <2,8 <2,8-3,5 ≥3,5


Hamil trimester 1 <3,0 <3,0-3,9 ≥4,0
Hamil trimester 2& 3 <3,0 <3,0-3,4 ≥3,5
Sumber : ASDI dan RSDK (2006)

III.1.7. Etiologi Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh menurunnya produksi albumin, menurunnya


sintesis karena kerusakan pada hati, kurangnya intake dari asam amino, meningkatnya
kehilangan albumin dari proses gastrointestinal atau ginjal, dan yang paling sering disebabkan
oleh inflamasi akut atau kronik. Beberapa keadaan yang menyebabkan hipoalbuminemia antara
lain :

 Malnutrisi Protein : Defisiensi intake protein mengakibatkan hilangnya ribonucleic acid


secara cepat dan disaggregasi ikatan polysome dari Retikulum Endoplasma, yang pada
akhirnya menurunkan sintesis protein.
 Berkurangnya sintesis : Pada pasien dengan sirrosis, penurunan sintesis tejadi karena
berkurangnya massa sel hepar. Juga terjadi penurunan aliran darah dan distribusi yang
buruk, mengakibatkan maldistribusi dari nutrisis dan oksigen.
 Kehilangan protein ekstravaskular
o Sindrom nefrotik : dapat menyebabkan hipoalbuminemia oleh karena proteinuria
masif, dengan kehilangan protein 3,5 g atau lebih dalam waktu 24 jam. Albumin
di filtrasi oleh glomerulus dan di katabolisme oleh tubulus ginjal menjadi asam
amino yang akan di olah kembali. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
dengan kerusakan glomerulus dan tubular, filtrasi protein yang berlebihan dapat
mengakibatkan meningkatkan kehilangan protein dan peningkatan degradasi.
Hanya dengan tingkat albuminuria yang tinggi (>100mg/kg/hari) dan hanya
dengan diet yang adekuat sintesis albumin akan meningkat.
o Protein-losing enteropathy : Pada kondisi normal, kurang dari 10% dari total
albumin hilang melalui usus. Dan pada kasus protein-losing enteropathy,
kehilangan albumin berhubungan dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan
dan dieksaserbasi faktor perifer yang menghambat sintesis albumin dengan
mekanisme yang mirip pada luka bakar, trauma, infeksi dan karsinoma
o Luka bakar luas : Kulit merupakan tempat utama dari penyimpanan albumin
ekstravaskuler dan tempat utama pengumpulan albumin yang diperlukan untuk
keseimbangan plasma level. Kerusakan jaringan dapat menyebabkan kehilangan
albumin secara langsung yang berasal dari hambatan faktor pembentukan
jaringan seperti TNF, IL-1, IL-6 yang terbentuk pada daerah luka bakar
 Hemodilution
Dengan adanya asites, sintesis albumin dapat normal atau meningkat, tetapi kadar serum
albumin rendah karena volume distribusi yang luas.
 Gagal jantung kongestif : Sintesis albumin normal pada pasien gagal jantung kongestif,
namun hipoalbuminemia merupakan hasil dari peningkatan volume distribusi.
 Peradangan akut dan kronis:
Turunnya kadar albumin karena peradangan akut biasanya diperbaiki dalam beberapa
minggu. Hipoalbumin yang persisten menunjukan proses peradangan yang
berkelanjutan. Sitokin seperti TNFdan IL-6 yang timbul menunjukan respon peradangan
yang berkaitan dengan stress fisiologi (infeksi, operasi, trauma), dan dapat menurunkan
albumin serum dengan beberapa mekanisme seperti :
- menaikan permeabilitas vaskuler ( difusi albumin ke dalam ekstravaskuler )
- menaikan degradasi albumin
- menurunkan sintesis albumin
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien. Hipoalbuminemia
dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi protein yang
tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien
dengan kondisi medis kronis dan akut:
1. Kurang Energi Protein,
2. Kanker,
3. Peritonitis,
4. Luka bakar,
5. Sepsis,
6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi setelah
trauma),
7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),
8. Penyakit ginjal (hemodialisa),
9. Penyakit saluran cerna kronik,
10. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),
11. Diabetes mellitus dengan gangren, dan
12. TBC paru

II.1.8. Bahan makanan sumber albumin


Sumber utama albumin pada manusia adalah bahan makanan yang mengandung protein.
Berdasarkan sumbernya protein terbagi menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein
hewani dapat berbentuk daging, ayam, susu, telur, ikan, kerang, udang dan organ dalam seperti
hati, pancreas, ginjal, paru, jantung dan jeroan. Sedangkan protein nabati dapat berbentuk
kacang-kacangan, beras, jagung, kelapa dan lain-lain.

Tabel bahan makanan


Bahan makanan Protein g(%) Bahan makanan Protein g (%)
SUMBER PROTEIN HEWANI SUMBER PROTEIN NABATI
Daging 18,8 Kacang kedelai, kering 34,9
Hati 19,7 Kacang hijau 22,2
Babat 17,6 Kacang tanah 25,3
Jeroan, iso 14,0 Beras 7,4
Daging kelinci 16,6 Jagung, panen lama 9,2
Ikan segar 17,0 Tepung terigu 8,9
Kerang 16,4 Kenari 15,0
Ayam 18,2 Kelapa 3,4
Telur 12,8 Daun singkong 6,8
Udang segar 21,0 Singkong, tapioca 1,1
Susu sapi 3,2 Kacang merah 13,0
Sumber : Daftar Analisa Bahan Makanan, Dep.Kes.RI, 1964
Semakin tinggi kadar protein pada bahan makanan yang dikonsumsi maka pembentukan
cadangan protein dalam bentuk albumin juga semakin tinggi.
II.2. Peran nutrisi pada hipoalbuminemia
Pada keadaan hipoalbuminemia, kandungan makronutrien yang paling dibutuhkan adalah
protein. Protein merupakan sumber utama untuk pembentukan albumin. Molekul protein
mengandung unsur- unsur C, H, O, dan unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak
terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N). Unsur N ini di dalam
makanan mungkin berasal pula dari ikatan organic lain yang bukan protein, misalnya urea dan
berbagai ikatan amino, yang terdapat dalam berbagai jaringan tumbuhan. Nitrogen yang berasal
dari ikatan yang bukan protein, disebut non- protein nitrogen (NPN), sebagai lawan dari protein
nitrogen (PN).
II.2.1 Peran nutrisi pada hipoalbuminemia akibat penyakit hati
Energi : Kebutuhan energi pada penyakit hati tanpa ascites adalah 120% - 140%
dari REE (resting energy expenditure). Sedangkan pada penyakit hati yang disertai
ascites,infeksi,atau malabsorbsi memerlukan energy sebesar 150% - 175% dari REE.

Lemak : Pada keadaan sirosis hati , tubuh lebih cenderung memakai lemak
sebagai sumber energi dan pada keadaan ini terjadi peningkatan dari lipolisis. Oleh karena itu
kebutuhan lemak pada sirosis hati memerlukan sebesar 25% - 40% dari kebutuhan energy.

Protein : Protein merupakan komponen yang paling kontroversial dalam


management nutrisi pada penyakit hati. Pada sirosis hati terjadi peningkatan katabolisme protein
karena hati tidak mampu mensintesis protein secara adekuat, maka terjadi pemecahan protein
dari otot dan visceral. Pada keadaan hepatitis atau sirosis tanpa komplikasi kebutuhan protein
sebesar 1.2 – 1.3 g / kgBB. Pada keadaan stress seperti alcoholic hepatitis, sepsis, GI bleeding,
dan ascites berat di perlukan protein sekurang-kurangnya 1.5g / kgBB

Vitamin dan mineral : Defisiensi vitamin larut lemak hampir di temukan di semua
penyakit hati, pemberian vitamin larut lemak biasanya di berikan dalam bentuk larut air.
Defisiensi vitamin larut air biasa terjadi pada alcoholic liver disease seperti
Thiamin,piridoxin,cyanocobalamin,folate,dan niacin. Pemberian thiamin 100mg di berikan bila
terjadi gejala defisiensi.
Terjadi penurunan kadar zonc dan magnesium pada alcoholic liver disease dikarenakan
pemberian terapi diuretic.

II.2.1 Peran nutrisi pada hipoalbumin akibat sindrom nefrotik

Prinsip pemberian nutrisi pada penyakit ginjal adalah pemberian protein dan energi yang
cukup dalam mempertahankan keseimbangan nitrogen, meningkatkan kadar albumin dalam
darah dan menghilangkan edema. Pemberian protein pada sindrom nefrotik untuk meningkatkan
kadar albumin dan menghindari malnutrisi protein sebesar 1.5 g / kgBB. Tetapi menurut
penelitian intake protein sebesar 0.8 g / kgBB dapat mengurangi proteinuria tanpa penurunan
serum albumin. Agar penggunaan protein dalam tubuh optimal, 50 – 60% kebutuhan protein
harus berasal dari protein hewani.

Kebutuhan lemak sebesar 15-20 % dari total kebutuhan kalori.

II.2.1 Peran nutrisi pada hipoalbumin akibat luka bakar


Energi : Kebutuhan energy di perlukan tergantung dari besarnya luka bakar.
menurut curreri formula (1979) adalah:
Energy : 24kcal x berat badan(kg) + 40 kcal x besarnya luka bakar (%)
Protein : Kebutuhan protein pada pasien dengan luka bakar adalah sebesar 20% -
25% dari total kalori, dan pada pasien anak kebutuhan lebih besar dari yang direkomendasikan
pada pasien dewasa, yaitu diberikan protein sebesar 2,5- 3 g/kgBB. Kemampuan pasien anak
dengan luka bakar untuk mentoleransi protein tergantung dari fungsi renal dan keseimbangan
cairan tubuhnya.

Nitrogen : Keseimbangan nitrogen biasa digunakan untuk evaluasi efikasi dari


regimen nutrisi, tetapi tidak dapat dikatakan akurat bila tidak disertai dengan perhitungan wound
losses. Formula di bawah ini digunakan untuk mengestimasi wound nitrosen losses (Maves and
Gottschlich,2 003):
<10% luka terbuka : 0.02 g nitrogen/kg/hari
ll%o to 30% luka terbuka : 0.05 g nitrogen/kg/hari
>31% luka terbuka : 0.I2 g nitrogen/kg/hari

Ekskresi nitrogen mulai menurun bersamaan dengan penyembuhan luka dan atau menutupnya
luka. Bagaimanapun, kadar serum albumin tetap menurun sampai luka bakar sembuh.

Vitamin dan mineral : Kebutuhan vitamin umumnya meningkat untuk pasien luka
bakar, tapi kebutuhan pastinya belum ditetapkan.
Vitamin C dibutuhkan untuk sintesis kolagen, meningkatkan fungsi imun dan
penyembuhan luka. Dosis 500mg dua kali sehari rutin diberikan di beberapa pusat luka bakar
(Mayes and Gottschlich, 2003).
Vitamin A juga berperan penting untuk meningkatkan fungsi imun dan epitalisasi.
Direkomendasikan vitamin A 5000U per 1000Kalori (Mayesa nd Gottschlich, 2003).
Zink merupakan kofaktor dalam metabolism energy dan sintesis protein. Dibutuhkan suplemen
zink sulfate 200mg (Mayes and Gottschlich, 2003).

II.3. Tanda dan Gejala Kekurangan Albumin


1. Ascites - akumulasi cairan di rongga perut;
2. Dapat menyebabkan sesak napas.Hal ini menunjukkan akumulasi efusi pleura dan
pengembangan edema paru;
3. Suara hati akan dinonaktifkan;
4. Hilangnya nafsu makan;
5. Kelemahan.

II.4 Klasifikasi Klinik


Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak
dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan albumin dalam
tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi
hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
2. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl

II.5 Penatalaksanaan
1. Terapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah
seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi. Kebutuhan
energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila asupan energi kurang
dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi
sumber energi sehingga beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena
itu pada pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di
RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra
ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut.Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973.Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali
dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda (Afrika)
dengan hasil yang memuaskan.Manfaat modisco yang paling utama adalah untuk
mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan mudah.Karena modisco
mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh usus
manusia.Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit sehingga
biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005).
2. Terapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan
hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP dan atau
human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus yang kadar
albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi medis tersebut perlu
beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah
untuk mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas.
3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun therapi
diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut sesuai dengan
peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor, educator,
kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan petugas kesehatan yang selalu
berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan
pasien perawatlah yang pertama kali mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi
dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting diantaranya:
memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi hypoalbumin, memonitor
distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan benar-benar dikonsumsi pasien
dengan benar .Setelah yakin suplemen dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian
dilanjutkan peran perawat untuk mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia.
Salah satu indikator keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah
meningkatnya kadar serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses
penyembuhan penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.
BAB III
KESIMPULAN
Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu berkisar
antara 75-80% dari total tekanan plasma koloid normal dan 50% dari komponen protein. Protein ini
disintesa oleh hati. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4
kDa dan terdiri dari 585 asam amino.5 Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips
sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut
sempurna.
Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis
albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 15 gram/hari pada orang sehat,
namun hal ini berbeda tergantung pada berbagai macam stress fisiologik. Waktu paruh albumin
berkisar 21 hari dengan kecepatan degradasi 4% per hari. Pada keadaan normal hanya 20-30%
hepatosit yang memproduksi albumin.
Fungsi albumin dalam tubuh antara lain adalah mempertahankan cairan vaskuler,
membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen dalam tubuh
terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport carrier), sebagai anti-
inflamasi, membantu keseimbangan asam basa, antioksidan, mempertahankan integritas
mikrovaskuler, antikoagulan, inhibisi agregrasi trombosit.
Tingkat albumin serum tergantung pada laju sintesis, jumlah dikeluarkan dari sel hati,
distribusi dalam cairan tubuh, dan tingkat degradasi.
Hipoalbuminemia adalah keadaan kadar albumin serum < 3,5 mg/dL. Hipoalbuminemia dapat
disebabkan oleh menurunnya produksi albumin, menurunnya sintesis karena kerusakan pada
hati, kurangnya intake dari asam amino, meningkatnya kehilangan albumin dari proses
gastrointestinal atau ginjal, dan yang paling sering disebabkan oleh inflamasi akut atau kronik.
Sumber utama albumin pada manusia adalah bahan makanan yang mengandung protein.
Berdasarkan sumbernya protein terbagi menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein
hewani dapat berbentuk daging, ayam, susu, telur, ikan, kerang, udang dan organ dalam seperti
hati, pancreas, ginjal, paru, jantung dan jeroan. Sedangkan protein nabati dapat berbentuk
kacang-kacangan, beras, jagung, kelapa dan lain-lain. Semakin tinggi kadar protein pada bahan
makanan yang dikonsumsi maka pembentukan cadangan protein dalam bentuk albumin juga
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peters TJ. The albumin molecule: Its structure and chemical properties. In: All about
albumin. Biochemistry, genetics, and medical applications. San Diego: Academic Press;
1996.p. 9-75
2. Evans WT. Review article: Albumin as a drug-biological effects of albumin unrelated to
oncotic pressure. Aliment Pharmacol Ther 2002; 16(Suppl.5):6-11
3. Nio OK.Tablet Kacang-kacangan,biji-bijian dan hasilnya.Daftar Analisis Bahan
.Makanan.Jakarta : FK UI, 2012 : hal.15.
4. Sediatmo.AD. Penentuan Protein dalam Bahan Makanan.Ilmu Gizi.Jilid 1, Jakarta :Dian
Rakyat, 1981: hal.61,62,79.
5. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapy for Liver, Billiary System, and
Exocrine Pancreas Disorder. Krause’s Food and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro,
Kentucky: Saunders, 2008: hal.721.
6. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapy for Renal Disorder. Krause’s Food
and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro, Kentucky: Saunders, 2008: hal.926.
7. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapyfor Metabolic Stress: sepsis,trauma,
burns, and surgery. Krause’s Food and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro, Kentucky:
Saunders, 2008: hal.1034,1035,1036.
8. ASDI dan RSDK (2006). Interpretasi untuk Memperkirakan Defisiensi Albumin Serum,
from:http/www.digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtpturimus-gdl-supriyanta-5290-3-
babii.pdf.
9. Ruben Peralta, MD, FACS (2012) Professor of Surgery, Anesthesia and Emergency
Medicine, Senior Medical Advisor, Board of Directors, Program Chief of Trauma,
Emergency and Critical Care, Consulting Staff, Professor Juan Bosch Trauma Hospital,
Dominican Republic,from : http://emedicine.medscape.com/article/166724-
overview#showall .

Anda mungkin juga menyukai