PEMBIMBING :
Dr.Ekky M.Rahardja,MS.,Sp.GK
Dr.dr.Meilani Kumala,MS.,Sp.GK
Dr.Idawati Karjadidjaja,MS.,Sp.GK
DISUSUN OLEH :
ANGGI ZERLINA DARWIN 406127051
VITA NOVERYN 406127037
SILVIE A WIJAYA 406127052
GLORIA PUTRIANITA 406127040
ARIEL NUGROHO S 406127123
ALBERTO KOSASIH 406127022
II. I HIPOALBUMIN
II.1.1. Definisi
Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu berkisar
antara 75-80% dari total tekanan plasma koloid normal dan 50% dari komponen protein. Protein ini
disintesa oleh hati. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4
kDa dan terdiri dari 585 asam amino.5 Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips
sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut
sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi dan
distribusi antara kompartemen intravaskular dan ektravaskular. Cadangan total albumin pada
orang sehat dengan berat 70 kg memiliki komposisi 42% berada di kompartemen plasma dan
sisanya dalam kompartemen ektravaskular.6
Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis
albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 15 gram/hari pada orang sehat,
namun hal ini berbeda tergantung pada berbagai macam stress fisiologik. Waktu paruh albumin
berkisar 21 hari dengan kecepatan degradasi 4% per hari. Pada keadaan normal hanya 20-30%
hepatosit yang memproduksi albumin. Hipoalbuminemia adalah keadaan kadar albumin serum < 3,5
mg/dL.
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau keadaan
dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006
dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang
tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati
(Murray, dkk, 2003).
Di United States hipoalbuminemia lebih sering pada pasien yang lebih tua, pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan penyakit stadium lanjut (misalnya, kanker terminal), dan anak-
anak dengan gizi kurang. 7
2. Mortalitas / Morbiditas
Serum albumin yang rendah merupakan prediktor penting dari morbiditas dan mortalitas.
Sebuah meta-analisis studi kohort menemukan bahwa, dengan setiap 10 g/L penurunan di
albumin serum, mortalitas mengalami peningkatan sebesar 137% dan morbiditas meningkat
sebesar 89%. Pasien dengan kadar albumin serum kurang dari 35 pada 3 bulan setelah pulang
dari rumah sakit memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk mengalami kematian dalam waktu 5
tahun dibandingkan dengan pasien yang memiliki serum albumin lebih dari 40. 7
3. Ras
Tidak ada predileksi ras
4. Seks
Tidak ada predileksi seks
5. Umur
Hipoalbuminemia mempengaruhi orang dari semua kelompok usia, tergantung pada
penyebab yang mendasarinya.
II.1.5. Patofisiologi
Tingkat albumin serum tergantung pada laju sintesis, jumlah dikeluarkan dari sel hati,
distribusi dalam cairan tubuh, dan tingkat degradasi. Hipoalbuminemia merupakan hasil dari
ketidak normalan dari satu atau lebih proses berikut:
1. Sintesis
Sintesis Albumin dimulai pada inti sel, di mana gen ditranskripsi menjadi asam
ribonukleat messenger (mRNA). mRNA ini dikeluarkan ke dalam sitoplasma, di mana ia terikat
pada ribosom, membentuk polysomes yang mensintesis preproalbumin. Preproalbumin adalah
molekul albumin dengan ekstensi 24 asam amino pada ujung N. Perpanjangan sinyal asam
amino,menyebabkan preproalbumin masuk ke dalam membran retikulum endoplasma. Setelah
di dalam lumen retikulum endoplasma, 18 asam amino utama dari ekstensi tersebut ini dibelah,
meninggalkan proalbumin (albumin dengan ekstensi sisa 6 asam amino). Proalbumin adalah
bentuk intraselular utama albumin. Proalbumin diekspor ke aparatus Golgi, dimana
perpanjangan 6 asam amino akan dihapus sebelum albumin disekresikan oleh hepatosit. Setelah
disintesis, albumin segera dikeluarkan, tetapi tidak disimpan dalam hati. 7.
2. Distribusi
3. Degradasi
Degradasi albumin kurang dipahami. Setelah sekresi ke plasma, molekul albumin masuk
ke dalam ruang jaringan dan kembali ke plasma melalui duktus thoracicus. Studi menunjukkan
albumin mungkin terdegradasi dalam endotelium dari kapiler, sumsum tulang, dan sinus hati.
Molekul Albumin tampaknya didegradasi secara acak, dengan tidak membedakan antara
molekul lama dan baru. 7
Lemak : Pada keadaan sirosis hati , tubuh lebih cenderung memakai lemak
sebagai sumber energi dan pada keadaan ini terjadi peningkatan dari lipolisis. Oleh karena itu
kebutuhan lemak pada sirosis hati memerlukan sebesar 25% - 40% dari kebutuhan energy.
Vitamin dan mineral : Defisiensi vitamin larut lemak hampir di temukan di semua
penyakit hati, pemberian vitamin larut lemak biasanya di berikan dalam bentuk larut air.
Defisiensi vitamin larut air biasa terjadi pada alcoholic liver disease seperti
Thiamin,piridoxin,cyanocobalamin,folate,dan niacin. Pemberian thiamin 100mg di berikan bila
terjadi gejala defisiensi.
Terjadi penurunan kadar zonc dan magnesium pada alcoholic liver disease dikarenakan
pemberian terapi diuretic.
Prinsip pemberian nutrisi pada penyakit ginjal adalah pemberian protein dan energi yang
cukup dalam mempertahankan keseimbangan nitrogen, meningkatkan kadar albumin dalam
darah dan menghilangkan edema. Pemberian protein pada sindrom nefrotik untuk meningkatkan
kadar albumin dan menghindari malnutrisi protein sebesar 1.5 g / kgBB. Tetapi menurut
penelitian intake protein sebesar 0.8 g / kgBB dapat mengurangi proteinuria tanpa penurunan
serum albumin. Agar penggunaan protein dalam tubuh optimal, 50 – 60% kebutuhan protein
harus berasal dari protein hewani.
Ekskresi nitrogen mulai menurun bersamaan dengan penyembuhan luka dan atau menutupnya
luka. Bagaimanapun, kadar serum albumin tetap menurun sampai luka bakar sembuh.
Vitamin dan mineral : Kebutuhan vitamin umumnya meningkat untuk pasien luka
bakar, tapi kebutuhan pastinya belum ditetapkan.
Vitamin C dibutuhkan untuk sintesis kolagen, meningkatkan fungsi imun dan
penyembuhan luka. Dosis 500mg dua kali sehari rutin diberikan di beberapa pusat luka bakar
(Mayes and Gottschlich, 2003).
Vitamin A juga berperan penting untuk meningkatkan fungsi imun dan epitalisasi.
Direkomendasikan vitamin A 5000U per 1000Kalori (Mayesa nd Gottschlich, 2003).
Zink merupakan kofaktor dalam metabolism energy dan sintesis protein. Dibutuhkan suplemen
zink sulfate 200mg (Mayes and Gottschlich, 2003).
II.5 Penatalaksanaan
1. Terapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah
seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi. Kebutuhan
energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila asupan energi kurang
dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi
sumber energi sehingga beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena
itu pada pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di
RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra
ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut.Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973.Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali
dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda (Afrika)
dengan hasil yang memuaskan.Manfaat modisco yang paling utama adalah untuk
mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan mudah.Karena modisco
mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh usus
manusia.Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit sehingga
biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005).
2. Terapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan
hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP dan atau
human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus yang kadar
albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi medis tersebut perlu
beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah
untuk mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas.
3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun therapi
diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut sesuai dengan
peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor, educator,
kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan petugas kesehatan yang selalu
berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan
pasien perawatlah yang pertama kali mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi
dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting diantaranya:
memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi hypoalbumin, memonitor
distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan benar-benar dikonsumsi pasien
dengan benar .Setelah yakin suplemen dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian
dilanjutkan peran perawat untuk mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia.
Salah satu indikator keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah
meningkatnya kadar serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses
penyembuhan penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.
BAB III
KESIMPULAN
Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu berkisar
antara 75-80% dari total tekanan plasma koloid normal dan 50% dari komponen protein. Protein ini
disintesa oleh hati. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4
kDa dan terdiri dari 585 asam amino.5 Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips
sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut
sempurna.
Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis
albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 15 gram/hari pada orang sehat,
namun hal ini berbeda tergantung pada berbagai macam stress fisiologik. Waktu paruh albumin
berkisar 21 hari dengan kecepatan degradasi 4% per hari. Pada keadaan normal hanya 20-30%
hepatosit yang memproduksi albumin.
Fungsi albumin dalam tubuh antara lain adalah mempertahankan cairan vaskuler,
membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen dalam tubuh
terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport carrier), sebagai anti-
inflamasi, membantu keseimbangan asam basa, antioksidan, mempertahankan integritas
mikrovaskuler, antikoagulan, inhibisi agregrasi trombosit.
Tingkat albumin serum tergantung pada laju sintesis, jumlah dikeluarkan dari sel hati,
distribusi dalam cairan tubuh, dan tingkat degradasi.
Hipoalbuminemia adalah keadaan kadar albumin serum < 3,5 mg/dL. Hipoalbuminemia dapat
disebabkan oleh menurunnya produksi albumin, menurunnya sintesis karena kerusakan pada
hati, kurangnya intake dari asam amino, meningkatnya kehilangan albumin dari proses
gastrointestinal atau ginjal, dan yang paling sering disebabkan oleh inflamasi akut atau kronik.
Sumber utama albumin pada manusia adalah bahan makanan yang mengandung protein.
Berdasarkan sumbernya protein terbagi menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein
hewani dapat berbentuk daging, ayam, susu, telur, ikan, kerang, udang dan organ dalam seperti
hati, pancreas, ginjal, paru, jantung dan jeroan. Sedangkan protein nabati dapat berbentuk
kacang-kacangan, beras, jagung, kelapa dan lain-lain. Semakin tinggi kadar protein pada bahan
makanan yang dikonsumsi maka pembentukan cadangan protein dalam bentuk albumin juga
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peters TJ. The albumin molecule: Its structure and chemical properties. In: All about
albumin. Biochemistry, genetics, and medical applications. San Diego: Academic Press;
1996.p. 9-75
2. Evans WT. Review article: Albumin as a drug-biological effects of albumin unrelated to
oncotic pressure. Aliment Pharmacol Ther 2002; 16(Suppl.5):6-11
3. Nio OK.Tablet Kacang-kacangan,biji-bijian dan hasilnya.Daftar Analisis Bahan
.Makanan.Jakarta : FK UI, 2012 : hal.15.
4. Sediatmo.AD. Penentuan Protein dalam Bahan Makanan.Ilmu Gizi.Jilid 1, Jakarta :Dian
Rakyat, 1981: hal.61,62,79.
5. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapy for Liver, Billiary System, and
Exocrine Pancreas Disorder. Krause’s Food and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro,
Kentucky: Saunders, 2008: hal.721.
6. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapy for Renal Disorder. Krause’s Food
and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro, Kentucky: Saunders, 2008: hal.926.
7. Mahan LK,Sylvia ES tump. Medical Nutrition Therapyfor Metabolic Stress: sepsis,trauma,
burns, and surgery. Krause’s Food and Nutrition Therapy, ed.12. Owensboro, Kentucky:
Saunders, 2008: hal.1034,1035,1036.
8. ASDI dan RSDK (2006). Interpretasi untuk Memperkirakan Defisiensi Albumin Serum,
from:http/www.digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtpturimus-gdl-supriyanta-5290-3-
babii.pdf.
9. Ruben Peralta, MD, FACS (2012) Professor of Surgery, Anesthesia and Emergency
Medicine, Senior Medical Advisor, Board of Directors, Program Chief of Trauma,
Emergency and Critical Care, Consulting Staff, Professor Juan Bosch Trauma Hospital,
Dominican Republic,from : http://emedicine.medscape.com/article/166724-
overview#showall .