Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Trauma Thorax

A. Pendahuluan
Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda
tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat darurat thorax akut. Trauma
thorax dapat meliputi kerusakan pada dinding dada, vertebra thoracalis, jantung, paru-paru,
aorta thoracalis dan pembuluh darah besar.

B. Anatomi
Thorax (atau dada) adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen. Thorax
rata dibagian depan dan belakang tetapi melengkung di bagian samping. Rangka dinding thorax
yang dinamakan cavea thoracis dibentuk oleh columna vertebralis di belakang, costae dan
spatium di bagian samping, serta sternum dan cartilage costalis di depan. Di bagian atas, thorax
berhubungan dengan leher dan di bagian bawah dipisahkan dengan abdomen oleh diaphragma.
Cavea thoracis melindungi paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan otot-otot thorax,
ekstremitas superior, abdomen dan punggung. Cavitas thoracis (rongga thorax) dapat dibagi
menjadi: bagian tengah yang disebut mediastinum dan bagian lateral yang ditempati pleura dan
paru. Paru diliputi oleh selapis membrane tipis yang disebut pleura viceralis, yang beralih di hilus
pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-paru) menjadi
pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax. Dengan cara ini terbentuk dua
kantong membranosa yang dinamakan cavitas pleuralis pada setiap sisi thorax, diantara paru-
paru dan dinding thorax. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk
kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan
articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan
di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis
mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus
posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris posterior. Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.Pleura adalah membran
aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan,
fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan
sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi
paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang
potensial yang ada. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler
melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal
bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam
ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

C. Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi pada trauma thorax adalah akibat dari kegagalan
ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar dan kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik. Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak kuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation / perfusion
mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan
intrathorax (contoh tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolic disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan
(Syok).

D. KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
1. Trauma tembus (tajam)
 Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
 Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
 Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
 Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
 Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
 Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
 Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

E. MEKANISME TRAUMA
Akselerasi
 Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton
II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya
perusak dari trauma tersebut).
 Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata
dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat
akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
Deselerasi
 Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada
tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena
pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ
visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan rotasi
 Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-
organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus
aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba,
organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu
atau poros-nya.
Blast injury
 Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
 Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Faktor lain yang mempengaruhi


Sifat jaringan tubuh
 Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat
menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang
dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang
gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
Lokasi
 Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan,
terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
Arah trauma
 Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
 Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh
manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah
(lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang
terkena sulit diperkirakan.
Kondisi Yang Berbahaya
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan
bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
1. Obstruksi jalan napas
 Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
 PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
 Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension pneumotoraks
 Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
 Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
3. Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
 Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
 Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura
4. Tamponade
 Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15
 Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
 Tanda: tidak spesifik, syok
 Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronchial
 Tanda: Dispnoe, batuk darah
 Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
 Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
 Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
8. Flail chest berat dengan kontusio paru
 Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
 Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
9. Perforasi esofagus
 Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
 Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran
mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks

F. PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAX


Prinsip
 Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary
survey - secondary survey)
 Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
 Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan
melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
 Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.
 Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah
melakukan prosedur penanganan trauma.
 Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki
sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
 Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap
RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
PRIMARY SURVEY
Airway
Assessment :
 perhatikan patensi airway
 dengar suara napas
 perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
 inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas
 re-posisi kepala, pasang collar-neck
 lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
 Periksa frekwensi napas
 Perhatikan gerakan respirasi
 Palpasi toraks
 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
 Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks,
hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
 Periksa tekanan darah
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
 Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
 Torakotomi emergency bila diperlukan
 Operasi Eksplorasi vaskular emergency

G. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX


 Fraktur iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan
pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax
secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk
mengeluarkan secret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat
secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru-paru. Fraktur sternum dan scapula
secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu
dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga
bagian tengah (iga ke -4 sampai ke -9).
 Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan
dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang
iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding daad. Jika kerusakan parenkin paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang makan akan menyebabkan hipoksia
yang serius. Kesulitan utama pada kelainan flail chest yatu trauma pada parenkim paru yang
mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, efek ini sendiri saja tidak akan
menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan
nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.
Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang
rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga
yang multiple, akan terapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan
analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam
diagnosis flail chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen
yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka ada kerusakan
parenkim paru pada flail chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun
kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian
cairan benar-benar optimal. Terapi definitive ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan
berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki
ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia
merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan
untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut
ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen
arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk
melakukan intubasi dan ventilasi

 Kontusio paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal
chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian sehingga rencana penanganan definitive dapat berubah
berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 <65
mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2<90%) harus dilakukan intubasi dan diberikan
bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan
dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk
melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil
dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring
dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat
bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk
dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.

 Pneumothorax
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura visceral dan
parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam
keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding
dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara
di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi
perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak
ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan
pada perkusi hipersonor. Fototoraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis.
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4
atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks adalah dengan dilakukan
observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang
dan dihubungan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan
tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan peneumotoraks traumatic atau pada
penderita yang mempunyai resiko terjadinya dapat menjadi life thereatening tension
pneumotorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif
diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi / rujuk.

 Pneumothorax terbuka (Sucking chest wound)


Pneumothorax terbuka defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka
menyebabkan pneumotorax terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi
sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter
trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang
kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dnegan kasa steril
yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi
efek flutter type valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah
kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara
keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari
luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga
pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic wrap, sehingga
penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.

 Tension pneumorothorax
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal
dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar
lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous
return); ini yang mengakibatkan kematian serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab
terseringdari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
(ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura
visceral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotorax sederhana
akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau
setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Tension
pneumothorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami
pergeseran. Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi
tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Bila ada kemungkinan tension
pneumothorax sebaiknya tidak menunggu foto Rontgen.Dengan pungsi darurat rongga thorax
berupa tusukan sederhana dengan jarum di ruang antariga II, penderita dapat diselamatkan. 6
Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernafasan, takikardi,
hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis
merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan
tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor
dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terjadi tension pneumothorax dapat
membedakan keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga
dua garis midclavicular pada hemitoraks yang emngalami kelainan. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothorax sederhana (catatan ; kemungkinan
terjadi pneumotraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan.
Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (Chest tube) pada sela iga
ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

 Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya
perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada
berukuran besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura dan dapat dipakai dalam
memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya rupture diafragma traumatic.
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada
penderita hemothorax, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada
merupakan faktor utama. Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari
15% pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus. Hemothorax
sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35% pada foto Rontgen, dipungsi dan
penderita diberi transfusi. Pada pungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika
ternyata terjadi kambuhan, perlu dipasang penyalir sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari
35%) dipasang penyalir sekat air dan diberikan transfusi. Sebagai patokan bila darah yang
dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih
dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus
menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan. Hemotoraks masif ( >750 cc) yang terjadi
kurang dari satu jam setelah trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya
ditentukan organ mana yang dicurigai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan.
Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat berhenti sendiri.
Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari arteri interkostalis yang robek.
Monitoring untuk semua kasus perdarahan dalam rongga toraks setelah pemasangan water
sealed drainage (WSD) adalah sebagai berikut:
 0-3 cc/Kg BB/ jam................................observasi
 >3 - <5 cc/Kg BB/jam.....................observai ketat, bila berturut turut dalam 3 jam.........operasi
 3-5 cc/Kg BB/jam..................................operasi

Pembagian diatasa didasarkan pada pembagian syok:

Kelas % darah hilang dari total Volume darah dalam cc (volume


volume darah dalam tubuh darah 80cc/kg BB)
I 15 < 750
II 30 75-1500
III 40 2000
IV >40 > 2000

 Hemotoraks masif
Hemothoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam
rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul.
Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya
hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension
pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu
mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher.
Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang
dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif
adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi
rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarus besar dan
kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura
dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan
pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi putting
susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita
mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya
sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi
pendarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil
bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4
jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama
ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena)
bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis putting susu dan luka di daerah
posterior, medial dari scapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan
torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung
yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau
dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

 Cedera trakea dan bronkus


Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,
manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkuntan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dservical
dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara massif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea (melalui control endoskop) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi danmencegah aspirasi aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax
atau pneumothorax.
 Tamponade jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul
juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar
maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang
kaku dan walaupun relative sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat
aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung, mengeluarkan darah atau cairan perikard,
sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki
hemodinamik. Diagnosis tamponande jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah adanya
Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara
jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat
dalam keadaan berisik. Distensi vena leher tidak ditemukan bila penderita mengalami
hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari
tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg,
maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus
tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan
lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan
tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa)
adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya
temponande jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax
harus dicurigai adanya temponande jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis,
tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG
(Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat membantu penilaian pericardium,
tetapi banyak penelitan yang melaporkan angka negative yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %
(medlinux). Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan
pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard,
dengan syarat tidak menghambat resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan
indikasi bila penderita dengansyok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan
dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh
diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk
mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi
adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha
resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode
subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi
dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang
operasi jika kondisi penderita memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar akan adanya
tamponade jantung, pemberian cairan infuse awal masih dapat meningkatkan tekanan vena
dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan
perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle
atau insersi dengan teknik seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang
lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring elektrokardiografi
dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum
perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

 Kontusio Miocard
Terjadinya karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar jantung dikenal
sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari ptekie
epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang sering
timbul. Pemeriksaan jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa yang spesifik
(atls), EKG mungkin meperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau
disritmia. Adapun penalaksanaan berupa suportif.

 Trauma tumpul jantung


Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, rupture atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran
katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat
primary suvery. Kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah
atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi
keluhan tersebut juga bias disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum dan / atau
fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang
mengalami trauma. Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan
hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada
pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang
menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel premature yang multiple,
sinus takikardi yang tak bias diterangkan, fibrilasi atrium, l bundle branch block (biasanya kanan)
dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG.
Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari
disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa
kecelakaannya sendiri mungkin dapat disebabkan adanya serangan infak miokard akut.
Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya konduksi yang abnormal
mempunyai resiko terjadinya distimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah
interval tersebut resika disritmia akan menurun secara bermakna
 Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma thoraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada
daerah thoraks inferior atau abdomen atas yang tersering oleh kecelakaan. Trauma tumpul di
daerah thoraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak
yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan
tersebut, herniasi organ intrathoraks dan strangulasi organ abdomen dapat terjadi. Dapat pula
terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah thoraks inferior. Pada keadaan ini
trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intra thoraks atau intra abdominal). Ruptur
umumnya terjadi di “puncak” kubah diafragma, ataupun kita bisa curigai bila terdapat luka tusuk
dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8
posterior. Kejadian ruptur diafragma lebih sering terjadi di sebelah kiri daripada sebelah kanan.
Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan
perdarahan pada cavum pleura kiri.

Anda mungkin juga menyukai