Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKONOMI ISLAM

ASPEK PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT “BANK SYARIAH”

Dosen pengampu: Drs. M. Faisal Abdullah, M.M.

Oleh Kelompok 8:

Enis Dwi L. (201410160311368)

Reti Mei Neni (201510160311180)

Ervina Lukesi (201510160311192)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat
dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek
Penghimpunan Dana Bank Syariah”. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi Islam.

Makalah ini membahas mengenai pengertian bank syariah, prinsip


penghimpun dana bank syariah, sumber penghimpun dana, dan produk penghimpun
dana bank syariah.

Kami mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan kita semua
mengenai bank syariah. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Hal tersebut dikarenakan kami masih dalam
proses belajar. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan untuk bahan pembelajaran di masa depan.

Malang, 24 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.2 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................1
1.4 Tujuan ........................................................................................................3
1.5 Batasan Pembahasan ..................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 8
3.1 Prinsip-Prinsip Penghimpun Dana Bank Syariah .......................................... 8
3.2.1 Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah .................................................... 8
3.2.2 Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah ........................................... 9
3.2 Sumber Dana Bank Syariah ........................................................................... 12
3.2.1 Sumber-sumber Penghimpunan Dana ................................................. 12
3.3 Prinsip Bagi Hasil ............................................................................................ 16
PENUTUP........................................................................................................................ 17
2.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 17
2.2 Saran ................................................................................................................. 17
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri perbankan di Indonesia sangat penting peranannya dalam
perekonomian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang
mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai
lembaga perantara keuangan. Hal ini dikarenakan perbankan merupakan salah
satu dari sistem keuangan yang berfungsi sebagai (financial intermediary),
yaitu suatu lembaga yang mempunyai peran untuk mempertemukan antara
penyandang dan pengguna dana. Oleh karena itu, kegiatan bank harus berjalan
secara efisien pada skala makro maupun mikro. Dana hasil mobilitas
masyarakat dialokasikan ke berbagai ragam sector ekonomi dan keseluruh area
yang membutuhkan, secara cepat dan tepat. Untuk meningkatkan mobilisasi
dana masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh sistem perbankan
konvensional dan untuk mengakomodasi kebutuhan terhadap layanan jasa
perbankan yang sesui dengan prinsip syariah, maka tahun 1992 bank syariah
secara resmi diperkenalkan kepada masyarakat.
Mayoritas masyarakat muslim di Indonesia masih belum bisa
memahami secara penuh tentang operasionalisasi bank syariah sebagai bagian
dari konsep Islam di dunia perekonomian. Ditambah lagi belum ada
kesinambungan dan koherensi mengenai sistem “bunga” sebagai sesuatu yang
dilarang dikalangan pemimpin, ulama dan juga masyarakat. Maka untuk
pengembangan syariah di dunia perbankan nasional, perbankan syariah perlu
mendekatkan diri kepada masyarakat secara ekonomi yang konvensional
namun tetap didukung dengan nilai-nilai kesyariahan yang berlaku.
Jika dilihat secara branding, perbankan syariah sudah cukup kuat di
Indonesia namun jika ditelusuri lebih jauh. Branding pada perbankan syariah
hanya sebatas kemasannya saja tetapi pendekatan operasionalnya lebih
merujuk kepada perbankan konvensional. Hal ini masih merupakan pekerjaan
rumah bagi perbankan syariah di Indonesia. Pemasaran bank syariah yang ada
saat ini masih belum bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan terutama

1
umat Islam sebagai mayoritas pelanggan potensialnya. Hal ini terjadi karena
adanya pendekatan pengembangan produk bank syariah yang dilakukan hanya
untuk mensyariahkan produk konvensional.
Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah
terletak pada prinsip yang digunakan. Bank syariah beroperasi menggunakan
prinsip bagi hasil untuk menghindari riba, sedangkan bank konvensional
menggunakan bunga dalam operasi dan berprinsip meraih untung sebesar–
besarnya. Selain itu pada bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah
sedangkan pada bank konv ensional tidak ada.
Pada bank syariah dana yang didapatkan diperoleh dari penghimpunan
dana masyarakat. Penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang
dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan
disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai
intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur. Dalam Bank Syariah,
klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk
melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada
dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan
membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut,
bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat
kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus),
bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar
modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga
nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa prinsip-prinsip penghimpun dana bank syariah?


2. Apa saja produk penghimpun dana bank syariah?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip penghimpun dana bank syariah
2. Untuk mengetahui produk penghimpun dana yang ada di bank syariah

1.4 Batasan Pembahasan


Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka batasan masalah yang
dapat dilampirkan yaitu: membahas mengenai teori bank secara konvensional
dan secara syariah, menguraikan prinsip-prinsip bank syariah beserta produk-
produknya.

3
BAB II

LANDASAN TEORI
1. Pengertian Bank
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 perubahan Undang-
undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan : Bank adalah Lembaga yang
mengumpulkan dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan
dalam bentuk pinjaman dan bentuk lainnya dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Menurut Muchdarsyah Sinungan: Bank adalah suatu lembaga
keuangan, yaitu suatu badan yang berfungsi sebagai finansial intermediary
atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana
dan yang kekurangan dana.

2. Pengertian Bank Syariah


Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiyaan Rakyat Syariah.Adapun
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syarimah.
Bank syariah adalah bank yang menjalankan bisnis perbankan
dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam hukum
Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional
yang menerapkan system rente atau riba dengan perhitungan Bunga
berbunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjamannya tidak sesuai
dengan hukum Islam.
3. Pengertian Dana
Menurut Frianto Pandia. (2012), dana adalah uang tunai dan/atau
aktiva lainnya yang segera dapat diuangkan dan yang tersedia atau
disisihkan untuk maksud tertentu. Semakin besar dapat menghimpun dana
dana dari masyarakat, akan semakin besar kemungkinan dapat memberikan

4
kredit dan berarti semakin besar lembaga memperoleh pendapatan,
sebaliknya semakin kecil dana yang dihimpun semakin kecil pula kredit
yang diberikan, maka semakin kecil pula pendapatan.
4. Pengertian Penghimpunan Dana
Menurut Rivai (2012), bank sebagai penghimpunan dana adalah
suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana dalam bentuk
simpanan yang nantinya disalurkan dalam bentuk kredit dalam rangka
menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak surplus dengan
pihak defisit. Penghimpun dana di bank umum Islam dapat berbentuk giro,
tabungan dan deposito. Prinsip operasional bank Islam yang telah
diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat selama ini
adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
Penghimpunan dana adalah kegiatan usaha lembaga keuangan
dalam menarik dan mengumpulkan dana-dana dari masyarakat dan
menampungnya dalam bentuk simpanan, giro, tabungan, deposito/ surat
berharga lainnya. Dalam penghimpunan dana (funding) diupayakan untuk
direncanakan dengan matang, supaya menarik minat masyarakat untuk
bergabung dengan koperasi. Prinsip utama dari penghimpunan dana pada
koperasi syariah ini adalah kepercayaan, yang artinya bila masyarakat
banyak yang percaya dengan koperasi tersebut maka, akan banyak
masyarakat yang menaruh dananya pada koperasi.
5. Tabungan
Menurut Taswan (2008), tabungan merupakan simpanan masyarakat
atau pihak lain yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-
syarat tertentu yang telah disepakati tetapi tidak bisa ditarik menggunakan
cek, bilyet giro atau yang dipersamakan dengan itu. Syarat-syarat tertentu
misalnya harus ditarik secara tunai, penarikannya hanya dalam kelipatan
nominal tertentu, jumlah penarikan tidak boleh melebihi saldo minimal
tertentu.
6. Giro

Menurut M. Sulhan & Ely Siswanto (2008), Giro adalah simpanan yang
dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan

5
setiap saat dengan menggunakan cek atau sarana perintah pembayaran lain
atau dengan cara pemindah bukuan.

Giro dapat ditarik setiap saat, sehingga giro dikelompokan sebagai


sumber dana jangka pendek bagi bank dan berbiaya murah. Bank cenderung
memberikan jasa giro relatif lebih rendah dibandingkan dengan sumber
dana lainnya seperti tabungan dan deposito. Penetapan tingkat jasa atau
bunga giro merupakan otoritasi bank-bank yang bersangkutan.

7. Deposito
Menurut Adiwarman Karim. 2013Yang dimaksud dengan deposito
syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam
hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah.
a. Deposito berjangka
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara
penyimpan dengan bank. Jangka penarikan deposito berjangka
bermacam-macam, mulai dari satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dua
belas bulan sampai dua puluh empat bulan. Biasanya semakin panjang
jangka waktu penarikannya, semakin besar bunga yang ditawarkan
pada deposan. Deposito berjangka merupakan simpanan atas nama,
artinya hanya nama yang tercantum dalam perjanjian yang berhak
mencairkan atau menarik deposito tersebut. Bila deposito ditarik
sebelum jangka waktu yang telah disepakati, deposan akan terkena
pinalty dalam bentuk biaya tertentu.

b. Deposito on call
Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikanya hanya
dapat dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu sesuai
kesepakatan. Dalam deposit on call, jangka waktu pemberitahuan
sampai pada penarikan dipengaruhi besar kecilnya simpanan.
Simpanan yang besar biasanya jangka waktu antara penarikan dengan

6
pemberitahuan lebih lama karena bank harus mempersiapkan dana
terlebih dahulu, dibandingkan dengan simpanan yang relatif kecil.
Simpanan jenis ini sering disebut deposito harian karena merupakan
perpaduan antara giro dan deposito berjangka.
c. Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti
simpanannya dapat diperjualbelikan. Karekteristik sertifikat deposito
diantaranya, a) diterbitkan atas unjuk dengan jangka waktu tetentu; b)
dapat diperjualbeliakan; c) bunga dibayar dimuka; d) merupakan
instrument pasar uang; e) dapat dijadikan jaminan.

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prinsip-Prinsip Penghimpun Dana Bank Syariah
Secara umum terdapat dua bentuk kegiatan utama dalam operasional bank
Islam, yaitu penghimpun dana dan penyaluran dana. Tiap bentuk tersebut dapat
diuraikan lagi berdasarkan prinsip-prinsip yang mendasarinya dan
dikembangkan menjadi produk produk yang beraneka ragam (Rivai, 2012).

3.2.1 Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah


Menrut Any Widayatsari (2013), Wadiah dapat diartikan sebagai
titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan sja spenyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untukmenjaga
keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang
berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain
yangberhara disisi islam.
A. Rukun Wadiah
Adapun rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan
prinsip wadiah adalah sebagai berikut:
Menurut Pasal 413 ayat (1) rukun wadi’ah terdiri atas:
a. Muwaddi (Penitip),
b. Mustauda (Penerima titipan),
c. Wadi’ah bih (Harta titipan),
d. Akad.
B. Syarat Wadiah
a) Syarat wadi’ah menurut Hanafiah adalah pihak pelaku akad
disyaratkan harus orang yang berakal, sehingga sekalipun anak
kecil namun sudah dianggap telah berakal dan mendapat izin dari
walinya, akad wadi’ahnya dianggap sah.
b) Jumhur mensyaratkan dalam wadi’ah agar pihak pelaku akad
telah balig, berakal dan cerdas, karena akad wadi’ah mengandung

8
banyak resiko, sehingga sekalipun berakal dan telah balig namun
tidak cerdas menurut Jumhur akad wadi’ahnya tidak dianggap sah.

C. Macam-Macam Wadiah
Secara umum wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang


dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh
penitip, sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh
baik nilai maupun fisik barangnya, jika selama dalam penitipan
terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak
dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung
jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya penitipan.
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berhargaa yang
dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang
berharga lainnya.
2. Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari
Wadiah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas
perekonomian. Penerima titipan diberi izin untuk menggunakan
dan mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpan
mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap
kehilangan/ kerusakan barang tersebut. Semua keuntungan yang
diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
Sebagai imbalan kepada pemilik barang/dana dapat diberikan
semacam insentif berupa bonus.

3.2.2 Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah


Menurut Muhammad Syafi’i antoni dalam fiqih Islam mudharabah
merupakan salah satu bentuk kerjasama antara rab al-mal (investor)
dengan seorang pihak kedua (mudharib) yang berfungsi sebagai
pengelola dalam berdagang. Istilah mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz
menyebutkan dengan Qiradh. Mudharabah berasal dari kata dharb,
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini
lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam

9
menjalankan usaha4. Secara terminologi, para Ulama Fiqh
mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan:

“Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja


(pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu
menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.

Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola


kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu cirri
utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi
antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati
sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh si investor.

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau


deposan betindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank
sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan murabahah atau ijarah dapat pula dna tersebut digunakan
bank unuk melakukan mudharabah ke dua. Hasil usaha ini akan dibagi
hasilkan berdasarkn nisbah yang disepakati.

A. Rukun Mudharabah
Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa
perbedaan pendapat antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad
mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan Jumhur Ulama
menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas
orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya
terbatas pada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama
Hanafiyah, akan tetapi,Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun
yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai
syarat akad mudharabah.
Dari beberapa pendapat diatas maka rukun dari akad
mudharabah terdiri atas:
a. Shahibul maal/rabulmal (pemilik dana/nasabah)
b. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank),

10
c. Amal (usaha/pekerjaan), dan
d. Ijab Qabul.
B. Syarat Mudharabah
Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun
yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah:
a. Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap
diangkat sebagai wakil.
b. Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelas
jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada
mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk
barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit
untuk menentukan keuntungannya.
c. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian
keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil
darikeuntungan dagang itu.
C. Macam-Macam Mudharabah
Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha,
mudharabah terbagi atas 2 jenis yaitu
1. Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak terikat)
Dalam Mudharabah Mutlaqah pengusaha, pengusaha diberi
kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau
gangguan apapun urusan yang berkaitan dengan proyek tersebut,
dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis,perusahaan ataupun
pelanggan. Penerapan mudharabah mutlaqoh dapat berupa
tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis
penghimpunan dana yang dapat dilakukan oleh perbankan
syariah berdasarkan prinsip ini yaitu: tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah.
2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat).
Dalam prinsip penghimpunan dana ini pemilik dana (shahibul
maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam
pengelolaan dananya, ia akan menetapkan sarat-sarat seperti

11
misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu,
cara tertentu, waktu, dan tempat yang tertentu. Bank dilarang
mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau
dana rekening lainnya pada saat investasi. Bank Dilarang untuk
menginvestasikan dana pada transaksi penjualan cicilan tanpa
penjamin atau jaminan. Bank diharuskan untuk melakukan
investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi pada dasarnya
pada mudharabah muqayyadah bank hanyalah berkedudukan
ebagai agen saja dan atas kegiatannya bank menerima imbalan
berupa fee.

3.2 Sumber Dana Bank Syariah


Bank Syariah sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya
adalah menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk
menghimpun dana sebelum disalurkan kemasyarakat kembali. Sumber dana
Bank Syariah terdiri dari:
3.2.1 Sumber-sumber Penghimpunan Dana
a. Modal Inti (core capital)
Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal
dari pemegang saham bank yakni pemilik bank. Pada umumnya dana
modal inti terdiri dari :
1. Modal yang disetor oleh para pemegang saham. Sumber utama
dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya
akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank
melalui pembelian saham dan untuk penambahan dana
berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan
menjual tambahan saham.
2. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang
disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian
dikemudian hari.
3. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagi
kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham

12
sendiri (melalui rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan
untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga
merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.

b. Dana sendiri
Meskipun proporsi dana sendiri ini relatif kecil apabila
dibandingkan dengan total dan yang dihimpun ataupun total
aktivanya, dana sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk
kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri
ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dan bank sentral yang
mengatur proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan
total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Proporsi ini
lebih dikenal dengan Capital Adequacy Ratio CAR. Di Indonesia,
dalam kondisi normal, BI menetapkan CAR minimum sebesar 8%,
dan secara gradual ditingkatkan hingga mencapai 12%. Apabila
CAR suatu bank terlalu rendah, kemampuan bank tersebut untuk
bertahan pada saat mengalami kerugian juga rendah.
Modal sendiri akan cepat habis untuk menutup kerugian, dan
ketika kerugian telah melebihi modal sendiri, kemampuan bank
tersebut untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat menjadi
sangat diragukan. Demikian juga, kemampuan untuk
mengembalikan dana simpanan masyarakat juga menjadi diragukan.
Penurunan kemampuan ini akan menurunkan tingkat kepercayaan
masyarakat di bank tersebut. Selanjutnya, penurunan tingkat
kepercayaan terhadap suatu bank sangat membahayakan
kelangsungan usaha bank itu. Seperti halnya badan usaha lain,
perhimpunan dana sendiri antara lain dapat berupa modal disetor,
dana dan penjualan saham di bursa efek, akumulasi laba ditahan,
cadangan-cadangan, dan agio saham.
c. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank
syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu

13
yang disepakati dengan kuitansi, kartu ATM, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan
Tabungan Wadiah sebagai berikut:
1. Bersifat simpanan
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.
d. Giro Wadiah
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Termasuk
di dalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu
misalnya dalam rangka escrow account, giro yang diblokir oleh
yang berwajib karena suatu perkara.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan
tentang Giro Wadiah (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 6-7)
sebagai berikut:
1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Karakteristik dari giro wadiah antara lain:

1. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh


overdarft
2. Dapat dikenakan biaya titipan

14
3. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang
titipan misalnya menetapkan saldo minimum
4. Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro
sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
6. Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip
e. Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah merupakan simpanan yang hanya
dapat ditarik dengan cara cara tertentu yang disepakati. Tabungan
ini akan dikelola dengan mempergunakan prinsip mudharabah
mutlaqah dimana pengelolaan dana sepenuhnya diserahkan kepada
mudharib.Tabungan Mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu
waktu karena merupakan investasi yang diharapkan akan
memberikan keuntungan, oleh karena itu dana hanya dapat ditarik
setelah akad berakhir. Adapun ketentuan dalam tabungan
mudharabah:
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai
mudharib.
2. Sebagai mudharib bank melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlah tunai dan bukan piutang
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan
menggunakan nisbah keuntungan yg menjadi haknya.
6. Bank tidak diizinkan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
f. Deposito Mudharabah
Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad
mudharabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang
penarikannya hanya dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu

15
berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan bank syariah
(Unit Usaha Syariah). Perbedaannya dengan deposito konvensional
adalah terlihat pada akad dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000,
tentang deposito mudharabah yaitu:
1. Nasabah disebut sebagai pemilik dana atau shahibul maal dan
bank disebut sebagai pengelola dana atau mudharib.
2. Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam
bentuk tunai.
3. Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan
tidak melenceng pada prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain. Bank
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk
menutupi biaya operasional deposito. Bank tidak boleh
mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
3.3 Prinsip Bagi Hasil

Prinsip bagi hasil pada bank syariah ini di atur pada pasal 2 ayat 1 adalah
prinsip bagi hasil berdasarkan syariat yang digunakan oleh bank berdasarkan
prinsip dalam:
1. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyrakat sehubungan
dengan penggunaan/pemanfaatan dana kepada masyarakat yang
dipercayakan kepadanya.
2. Menetepkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan pemyediaan
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan
konsumsi maupun modal kerja.
3. Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang
dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil.

16
BAB IV

PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiyaan Rakyat Syariah.Adapun Prinsip Syariah
adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa
di bidang syarimah.

Bank Syariah sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya
adalah menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk
menghimpun dana sebelum disalurkan kemasyarakat kembali. Pada dasarnya,
sumber dana dan masyarakat dapat berupa giro (demand deposit), tabungan
(saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit) yang berasal dari
nasabah perorangan atau badan Lembaga.

2.2 Saran
Sebaiknya bank syariah lebih meningkatkan fungsinya dan mengenalkan
kepada masyrakat bahwasnnya bank Syariah itu lebih menganut pada syariat-
syariat agama islam yang membagi hasil bukan dengan tingkatan bunga.
Prospek perkembangan bank syariah sendiri ke depan masih terbuka lebar dan
menjanjikan. Salah satu penyebab layaknya perkembangan bank syariah
diperhitungkan adalah karena besarnya return bagi hasil di bank syariah tidak
kalah menarik dibanding besarnya return bunga di bank konvensional. Agar
kedepannya bank Syariah tidak kalah bersaing dengan bank konvensional.

17
Daftar Pustaka
Adiwarman Karim. 2013. Bank Islam : analisis fiqih dan keuangan, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Bank Indonesia. 2008. Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 21 Tahun
2008 Tentang “Perbankan Syariah”. www.bi.go.id. Diakses tanggal 24
Oktober 2017.
Rivai, Veithzal, Sarwono Sudarto, Hulmansyah, Hanan Wihasto, dan Afriandi
Permata Veithzal. 2012. “Islamic Banking and Finance”. Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE.
Sari, Nurma. Manajemen Dana Bank Syariah. Jurnal Fakultas Syariah dan
Ekonomi Islam IAIN Pontianak
Widayatsari, Any. 2013. Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan
Dana Pihak Ketiga Bank Syariah. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.
3, No. 1. Hlm. 1-21.
Muhammad Syafi‟i antoni, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, hal. 95. Yang
dikutip dari M. Rawas Qal‟aji, Mu’jam Lughat alFuqaha, (Beirut:Darun-
Nafs, 1985).

18
M. Sulhan & Ely Siswanto. 2008. Manajemen Bank : Konvensional Dan Syariah,
Malang: UIN Malang Press.
As-Sarakhsi, al-Mabsuth, Jilid 22. hal. 18. dikutip dari DR. H. Nasrun Haroen, MA,
Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama), hal. 175-176.
Aziri, Fiqh III, hal. 34; Saleh, Unlawful Gain, hal. 103; Abd. Al-Qadir, Fiqh al-
Mudharabah, hal. 8-9; Abu Saud, Money, Interest and Qiradh, hal. 66; El-
asyker, The Islamic Bussines Enterprise, hal. 75. Dikutip dari Abdullah
Saeed, Menyoal Bank Syari’ah : Kritik atas Interpretasi Bunnga Bank kaum
Neo-Revivalis, hal. 77.
Frianto Pandia. 2012. Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, Jakarta: Rineka Cipta.
Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 6-7
Taswan. 2008. Akutansi Perbankan : Transaksi dalam Valuta Rupiah Edisi III,
Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.

19

Anda mungkin juga menyukai