Anda di halaman 1dari 10

Nama : Muhammad Daffa Ulhaq Azhar

NIM : 17/416647/sv/14385

Tugas dan Latihan PIK


Hutan dan Kehutanan Indonesia : Kuliah 9 – 11

1. Ketersediaan hutan di Indonesia makin sini makin memprihatinkan karena berkurangnya


kawasan hutan akibat kerusakan atau ancaman. Ancaman yang paling besar terhadap hutan
alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran
hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman,
industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan
terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya. Contoh nyata yang
frekuensinya semakin sering terjadi adalah konflik ruang antara satwa liar dan manusia.
Rusaknya hutan habitat satwa liar menyebabkan mereka bersaing dengan manusia untuk
mendapatkan ruang mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan kerugian bagi
kedua pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.

2. Tipe-tipe hutan :
a. Hutan hujan tropis dataran rendah
- Terdapat pada lahan kering dengan ketinggian 0-1000 m dpml
- Menempati daerah-daerah dengan tipe ikilm A dan B, curah hujan di atas 1.600 m/tahun
- Hutan ini menutupi sebagian besar pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara dan
Irian Jaya
- Didominisi oleh fam. Dipterocarpaceae
b. Hutan muson
- Terdapat pada lahan kering dengan ketinggian 0-1000 m dpml
- Tipe iklim C dan D dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun
- Menempati daerah-daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarya, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara dan sebagian Pantai Selatan Irian Jaya
c. Hutan gambut
- Terdapat pada daerah dengan tipe iklim A atau B
- Menempati daerah-daerah pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai-suungai besar
di Kalimantan, sebagian besar dari pantai selatan Irian Jaya
- Luas lahan berkurang dari 20 ha menjadi 17 ha. 10,5 ha berhutan: 3,56 juta ha di Kalimantan,
3.71 juta ha di Papua, 3.16 juta ha di Sumatra, dan sebagian kecil di pulau Bangka
- Jenis-jenisnya Tectona grandis, Acacia leucophloea, Aetinophora fragrans, Albizzia chinensis,
Azadirachta indica, Caesalpinia digyna, Eucalyptus alba, Santalum album, Melaleuca
leucadendron, Eucalyptus spp., Corypha utan, Timonius cerycus, dan Banksia dentate
d. Hutan rawa
- Terdapat hampir di semua pulau-pulau di Indonesia, terutama Sumatera, Kalimantan dan Irian
Jaya
- Jenis-jenis yang terdapat di sini adalah Eucalyptus degulpta, Shorea uliginosa, Gareinia spp,
Campnosperma macrophylla, Canarium spp., Eugenia spp., Calophyllum spp., Koompassia spp.,
Xylopia spp. Dan pada umumnya spesies yang tumbuhan di dalam ekosistem hutan rawa
cenderung berkelompok dan membentuk komunitas tumbuhan yang miskin spesies.
e. Hutan pantai
- Tipe hutan ini tidak terpengaruhi oleh keadaan iklim
- Terdapat di sepanjang pantai yang tidak landai, kering dan tanahnya berpasir, misalnya di
pantai selatan pulau Jawa
- Jenis-jenis yang terdapat di sini adalah Baringtonia speciosa, Terminalia Catappa, Hibiscus
tiliaceus, Callophyllum inophyllum, Casuarina equisetifolia, Pisona grandis dan Pandanus tectorius
f. Hutan mangrove
- Terdapat di sepanjang pantai yang air lautnya tenang, misalnya di pantai utara Jawa Barat,
pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan dan pantai Selatan Irian Jaya
- Luas hutan mangrove di Indonesia seluruhnya ada kira-kira 776.000 ha
- Jenis-jenis utamanya adalah dari suku Avicennia, Sonneratia dan Rhizopora
3
1. Hutan Produksi Tetap (HP)
Hutan ini dapat diekploitasi secara menyeluruh dengan tebang habis, namun bisa juga tebang
pilih. Hutan seperti ini yang sekarang banyak terjadi di Indonesia sehingga sekarang
keberlangsungan hutan produksi tersebut menjadi punah, dan berdampak pada kerusakan
lingkungan
2. Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Hutan jenis ini, hanya boleh diekploitasi dengan tebang pilih, peruntukannya pun hanya untuk
memproduksi kayu dalam skala yang kecil. HPT sendiri kebanyakan berada didaerah
pegunungan dengan kemiringan yang tidak memungkinkan melalukan produksi kayu secara
besar.
3. Hutan Produksi Yang Bisa Dikonversi (HPK)
Nah hutan jenis ini sekarang yang menjadi rebutan pengusaha-pengusaha besar, Hutan jenis ini
diperuntukan pengusahaan diluar kehutanan, dan salah satunya sekarang adalah perkebunan
Sawit. Dengan peraturan ini pengusaha bisa mengkonversi hutan menjadi perkebunan. Namun
tidak saja perkebunan, Hutan Produksi konversi juga bisa dijadikan pertambangan,
transmigrasi dan juga perternakan

4. Hutan lindung mempunyai banyak sekali manfaat, baik untuk manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Fungsi utama atau fungsi hutan lindung adalah sebagai penjaga kualitas
lingkungan serta ekosistem di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya:
 Mencegah datangnya banjir. Hutan yang lestari, hutan yang lebat, mempunyai fungsi
maksimal sebagai penyerap air hujan agar tidak meluap dan mengaliri bawahnya.
Kemampuan untuk menampung air hujan dalam jumlah banyak, merupakan suatu
pengendalian banjir yang efektif.
 Sebagai penyimpan cadangan air tanah, resapan air hujan yang disimpan di dalam akar
pohon oleh pepohonan di hutan lindung, selain mencegah timbulnya banjir, ternyata
juga bisa menjadi daerah penyimpan cadangan air yang sangat penting. Sehingga ketika
musim kemarau akan terhindar dari kekeringan yang biasa melanda di daerah-daerah
tertentu.
 Sebagai pencegah erosi dan penyebab tanah longsor. Lahan terbuka yang tidak ditutup
oleh hutan akan mudah tergerus erosi. Akibat erosi ini maka sungai-sungai yang
dibawahnya akan mengalami pendangkalan. Selain itu untuk hutan-hutan yang berada
di tanah lereng dan curam, erosi dapat menyebabkan bencana alam berupa tanah
longsor, yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan sekitarnya.
 Memelihara kesuburan tanah. Hutan ini ibarat tempat pembuatankompos raksasa.
Berbagi macam material organik yang akan menjadi pupuk yang meningkatkan
kesuburan tanah.
 Sebagai tempat menyimpan sumber daya genetika. Hutan adalah tempat yang
mempunyai kandungan plasma nutfah yang sangat tinggi, dan keanekaragaman hayati
hutan merupakan sumber kehidupan.
 Sebagai habitat bagi hewan dan tumbuhan hidup. Hutan yang kelestariannya terjaga
dapat membuat hewan dan tumbuhan hidup dengan baik di dalamnya.
 Sebagai tempat pendidikan dan rekreasi alam. Hutan lindung juga bisa digunakan
sebagai tempat belajar, penelitian ilmiah guna mengembangkan ilmu pengetahuan dan
laboratorium alam.
 Sebagai pencegah intrusi air laut. Hutan lindung dapat menjadi pencegah bagi terjadinya
intrusi air laut.
 Sebagai tempat wisata dan travelling. Selain fungsi-fungsi diatas, hutan lindung juga
dapat dijadikan tempat hiburan, jalan-jalan, travelling, atau hiking, dengan catatan tidak
merusak kondisi hutan. kegiatan semacam ini juga dapat mempromosikan kepada
publik tentang kekayaan yang dimiliki olah hutan lindung. Hal ini karena dokumentasi
yang diunggah di sosial media akan dilihat oleh semua pengguna sosial media sehingga
pengguna sosial media akan dapat mengetahui

5. 1).Kawasan suaka alam (KSA) dan 2).Kawasan Pelestarian Alam (KPA)


Yang dimaksudkan dengan Kawasan suaka alam adalah: kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan. KSA terdiri dari: a).Cagar alam b).Suaka margasatwa.
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami.
Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mepunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Nama : Muhammad Daffa Ulhaq Azhar

NIM : 17/416647/SV/14385

Tugas dan Latihan PIK


Organisasi Pengelolaan Hutan : Kuliah 11 Lanjutan

1. Pengelolaan hutan dilakukan oleh badan-badan atau instansi pemerintah, terutama


Kementerian Kehutanan yang terdiri dari :

- Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan

- Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan

- Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam

- Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan

- Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan sosial

- Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

- Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

- Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan

dan dibantu juga oleh Staf Ahli Menteri (Pejabat Eselon 1)

2. Pengelolaan Hutan Di Jawa Setelah Era Kemerdekaan

Pasca kemerdekaan, pengelolaan hutan jati di Jawa dialihkan kepada Jawatan Kehutanan.
Jawatan tersebut kemudian berubah status menjadi PN (Perusahaan Negara) Perhutani pada
1963. Status PN itu berubah lagi menjadi Perum (Perusahaan Umum) Perhutani sembilan tahun
kemudian. Di masa kini, hutan-hutan jati terdiri atas hutan yang dikelola negara, dan hutan yang
dikelola olah rakyat. Umumnya, hutan jati dikelola dengan tujuan untuk produksi (hutan
produksi), dengan beberapa pengecualian. Hutan jati rakyat adalah salah satu bentuk hutan
rakyat yang umunya dibangun di atas tanah milik dan dikelola dalam bentuk wanatani
(agroforest)

Dengan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka penguasaan dan pengelolaan hutan
berada di tangan Pemerintah RI dengan dasar UUD 1945. Namun pengelolaan hutan jati
khususnya masih mengacu prinsip peraturan Pemerintah Belanda yang diterbitkan tahun 1927
dan 1932. Sebagian besar sumber daya dasar hilang selama masa revolusi fisik dan sosial
penjajahan Jepang, perjuangan kemerdekaan, serta tujuh belas tahun sebelum kepemimpinan
Presiden Soeharto. Hampir semua pohon besar yang tersisa adalah hasil penanaman pada
jaman Belanda, meski ada beberapa pohon jati berukuran raksasa. Ketika Indonesia merdeka,
struktur dan filsafat kehutanan Indonasia, termasuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan
sudah dapat dibilang bagus, dengan demikian pengorbanan semua cara tradisional dalam
pemanfaatan lahan hutan dan kayu.

Sejak tahun 1961, pengelolaan semua hutan di Jawa di luar cagar alam, suaka margasatwa,
hutan wisata, dan taman nasional dipercayakan kepada perusahaan pemerintah yaitu
Perhutani. Sistem pengelolaan hutan jati di Jawa yang dilakukan Perum Perhutani sampai saat
ini mengikuti sistem pengeloaan hutan jati yang dibangun oleh pemerintah Belanda. Perum
Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun
1969, yang bidang usahanya dalam lingkup tugas dan kewengan Menteri, dimana seluruh
modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas
saham. Ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/1972, Perum Perhutani sebagai
BUMN Kehutanan dengan wilayah kerja kawasan hutan negara di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
dan berdasarkan PP nomor 2 tahun 1078, wilayah kerjanya diperluas sampai kawasan hutan
negara di provinsi Jawa Barat.

Pengelolaan Hutan Di Luar Jawa Setelah Era Kemerdekaan

Sejarah kemerdekaan mulai berbagai pemikiran untuk memanfaatkan hutan alam di Luar Jawa
secara intensif. (Beverluis, 1947) menyatakan hutan alam di Luar Jawa memungkinkan untuk
dikelola secara lestari. Dia mengelompokkan pengelolaan hutan alam dalam 2 kelompok besar,
pengelolaan hutan dengan tujuan perusahaan untuk produksi kayu dan produksi non kayu. Dia
juga telah merancang kawasan unit pengenlolaan, luas masing-masing unit dan rencana
produksi yang lestari.

Di pulau Sumatera dan Kalimantan terdapat kawasan yang dapat diusahakan seluas 70 juta ha
dengan potensi kayu bulat sekitar 100-250 m3/ha. Kondisi topografi, aksesibilitas kawasan dan
kemungkinan-kemungkinan cara transport kayu bulat yang menguntungkan merupakan faktor-
faktor yang penting dalam penentuan operasi pemanenan.

Tobing (1955) menyimpulkan bahwa tidak semua hutan alam di Luar Jawa memiliki potensi
kayu yang bagus. Inventarisasi hutan yang intensif perlu dilaksanakan untuk mengetahui
potensi dan menentukan dimensi atau luasan unit manajemen.

Baru pada tahun 1966, pemerintah Orde Baru memutuskan untuk mengusahakan hutan alam di
Luar Jawa secara intensif (Kartasubrata dan Wiersum, 1995). Sejak itu pengusahaan hutan di
Luar Jawa dalam skala besar dilaksanakan baik oleh pihak swasta maupun oleh BUMN dalam
bentuk pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Pada saat awal eksploitasi hutan alam di Luar Jawa, seluruh kayu yang dihasilkan diekspor
dalam bentuk kayu bulat. Sampai dengan tahun 1980, 40% kayu bulat yang beredar di pasar
dunia berasal dari Indonesia.

Eksploitasi hutan yang sedemikian massif ternyata tidak diimbangi dengan pemasukan negara
yang besar pula. Rente ekonomi yang diperoleh dari hasil hutan sangat kecil.

Berawal dari kesalahan dalam pengelolaan hutan alam dengan pola HPH dan sistem TPI
mengakibatkan kawasan hutan kosong dan areal tidak produktif menjelang tahun 1990
mencapai >20 juta ha.

Berkenaan dengan pengusahaan hutan alam, sejak ambruknya pemerintahan Orde baru tahun
1998 jumlah perusahaan IUPHHK-HA (HPH) terus mengalami penurunan.

HPH yang memiliki karakteristik ekosistem yang unik dan penting pemerintah memberikan
kesempatan dibukanya IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalan izin usaha yang
diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki
ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakiannya melalui kegiatan
pemeliharaan, perlindungan, dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan,
penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur
hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah,iklim, dan topografi) pada suatu kawasan
kepada jenis yang aslim sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Nama : Muhammad Daffa Ulhaq Azhar

NIM : 17/416647/sv/14385

Tugas dan Latihan PIK


Dinamika Hutan (Rakyat) : Kuliah 12-14

1. Hutan rakyat sering dikenal dengan istilah lain farm-forestry. Menurut UU No. 41 tahun 1999
pengertian hutan rakyat ini hanya disebutkan sebagai hutan hak, yang membedakan dengan
hutan negara. Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang
berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat yaitu lahan milik rakyat atau milik adat atau
ulayat yang secara terus menerus diusahakan untuk usaha kehutanan yaitu jenis kayu kayan,
baik tumbuh secara alami maupun hasil tanaman.

2. Keberadaan hutan rakyat sampai saat ini terbukti mampu menopang pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Umunya petani pengelola hutan rakyat menebang pohon pada saat
mereka membutuhkan uang dalam jumlah yang cukup besar. Sampai dengan saat ini umumnya
petani pengelola hutan rakyat menjual kaayu dalam wujud tegakan yang masih berdiri dan
dipungut dengan cara tebang pilih ataupun tebang rumpang (tebang tubuh). Sistem penjualan
umumnya dilakukan dengan tengkulak lokal maupun tengkulak dari luar daerah. Kemudian
tengkulak akan menyetor ke pengepul dan kemudia dikirim ke industri pengolahan kayu seperti
Jepara, Surabaya, Semarang, dll.

3. – pengelolaan dan perawatan tegakan hutan umumnya lebih intensif dan ada input tenaga
sepanjang daur tanaman. Meskipun tidak terjadwal, petani hutan rakyat akan sering datang
melakukan perawatan, baik saat menanam palawija, mencari rumput atau saat mengambil kayu
bakar

- Ragam tanaman di dalam tegakan umumnya multijenis/polikultur dan non seumur sehingga
ekosistem hutan lebih mantap

- Sistem silvikultur yang digunakan umumnya adalah silvikultur tebang pilih bukannya tebang
habis, sehingga meminimalkan dampak erosi karena selalu ada penutupan lahan yang memadai

- Adanya kearifan lokal petani hutan hutan rakyat untuk lebih memilih mendahulukan menjual
hewan ternaknya saat membutuhkan uang dibanding menebang dan menjual pohon

- Daur yang digunakan adalah daur ganda, artinya di dalam suatu tegakan akan dilakukan
beberapa kali pemanenan hasil, sehingga lebih aman dari aspek ekologis

4. – Jati (Tectona grandis) = Jawa terutama Yogyakarta, Wonogiri, Batam

- Mahoni (Swietenia macrophylla) = Jawa Barat dan Jawa Tengah

- Kayu Manis (Cinnamomun spp) = Sumatera terutaman Sumbar dan Kerinci

- Cengkeh ( Syzigium aromaticum) = banyak tempat

- Jambu mete ( Anacardium occidentale ) = Sulawesi tenggara dan Sumbawa

- Durian ( Durio spp ) = Sumatera, Kalimantan, Jawad an Maluku

- Karet (Hevea braziliensis ) = Sumatera bagian timur dan Kalimantan

- Jelutung ( Dyera spp ) = Sumatera dan Kalimantan

- Tengkawang (Shorea spp) = Kalimantan


- Jeunjing (Paraserianthes falcataria) = Jawa terutama Jabar dan Jateng

5. – Program Prosperity Approach (pendekatan kemakmuran) = dilaksanakan pada tahun


1974. Prinsip dari pendekatan ini adalah mencari upaya baik melalui pemanfaatan lahan hutan
untuk kegiatan tumpangsari tanaman pertanian, maupun kegiatan pengembangan ternak oleh
penduduk desa sekitar hutan oleh Perhutani. Meskipun konsep kegiatan Prosperity Approach
cukup bagus, tetapi karena faktor ketidaksiapan para pelaksana di lapangan mengakibatkan
kegagalan di lapangan.

- Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) = Berkaca dari kegagalan program
Prosperity Approach, setelah berjalan selama 10 tahun, pada tahun 1982 Perum Perhutani
mengembangkan pendekatan baru dalam pemecahan sosial ekonomi masyarakat yang ditandai
dengan pembentukan kelompok tani hutan (KTH), dan meningkatkan kegiatan agroforestry.
Bentuk kegiatan PMDH ada dua macam yaitu kegiatan forestry di dalam kasawan hutan negara
melalui peningkatan kualitas tumpang sari dan peningkatan partisipasi masyarakat dan
pembinaan pengusahaan ekonomi kecil menengah dan koperasi (USKOP). Akan tetapi dalam
implementasi di lapangan, program ini banyak di selewengkan oleh oknum petugas Perhutani.
Oleh karena itu pada tahun 1994 disempurnakan menjadi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan
Terpadu (PMDHT) yang dilaksanakan secara lebih terpadu dan melibatkan pemerintahan
setempat baik camat atau kades.

- Perhutani sosial = Pada periode 1981-1986 dengan bantuan dana dari Ford Foundation Perum
Perhutani Bersama dengan akademisi Fak Kehutanan UGM dan IPB melaksanakan
implementasi tentang program ini. Pada program PS pola tanam yang dterapkan sedikit
berbeda dengan tumpangsari biasa. Dalam program PS tanaman pokok jati ditanam dengan
jarak tanam menjadi 6*1 m. Disela-sela ditanami buah-buahan yang jenisnya ditentukan dari
atas, bukan ditentukan Bersama petani peserta program. Akan tetapi sebagaimana program
PMDH, di dalam program PS tidak ada perencanaan yang komprehensif untuk memecahkan
masalah yang dihadapi oleh kehutanan maupun masyarakat di sekitar hutan

- Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) = Sejak tahun 2001
Perum Perhutani melalui SK Nomor 136/kpts/Dir/2001 program ini merupakan terobosan dan
langkah maju dari Perhutani untuk bersama-sama dengan pihak lain mengelola sumber daya
hutan. Apalagi posisi sector kehutanan di Pulau Jawa menduduki peranan yang semakin penting
untuk mendukung laju pembangungan dan menjaga keseimbangan ekosistem. Program selalu
menjalani evaluasi dan revisi dari tahun ke tahun sehingga diharap bisa menjadi program yang
tepat.

6. PHBM merupakan program yang dilandasi oleh visi dan misi Perum Perhutani. Setelah enam
tahun karena ditemukan beberapa kendala dan menjadikan adanya revisi dan terbentuklah
program PHBM plus. Perbedaannya seperti pada PHBM plus, perencanaan dan pelaksanaan
lebih fleksibel sesuai dengan karakteristik wilayah, tidak seperti PHBM yang masih kurang
fleksibel. Di dalam tujuan program PHBM plus ada mendukung peningkatan IPM dengan 3
indikator : tingkat daya beli;tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan, sedangkan pada tujuan
PHBM tidak ada. Selanjutnya pada tujuan PHBM lebih lengkap lagi seperi ada peningkatan
usaha-usaha produksi mandiri hutan lestari dan meingkatkan sinergitas dengan pemerintah
daerah dan stakeholder

7. Program pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat dalam pengusahaan hutan kemudian


mulai mendapatkan kemudahan, seperti dipendekannya kepastian ijin kelola Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Berkaitan dengan
program HKm, tahun 2007 menjadi salah satu tonggak penting penerapan HKm karena di
Gunungkidul dicanangkan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan melalui
program HKm dan penyerahan ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).
Dalam rangka mendorong pemberdayaan masyarakat desa hutan, Kementrian Kehutanan
menargetkan penyelenggaraan HKm sampai dengan 2015 atau sebesar 2,1 juta ha, sebagaimana
tercantum dalam renstra Kementrian Kehutanan. Bahkan pada 2010 target ditingkatkan
menjadi 5 juta ha sampai dengan 2020 atau sebesar 500.000 ha/tahun. Dengan target yang
besar ini diharapkan HKm dan Hutan Desa bisa berkontribusi secara maksimaldalam
pencapaian target Milkneum Development Goals (MDGs) sekaligus membantu pengurangan
emisi karbon dan sektro kehutanan mampu menyumbangkan kuto 14% dari target nasional
sebesar 26%. Akan tetapi sampai saat ini implementasi program pembedataan masyarakat yang
dikembangkan oleh Kementrian Kehutanan melalui Skema HKm, Hutan Desa, maupun program
kemitraan lain belum bisa mencapai target yang ditetapkan. Oleh karena itu kedepannya harus
diupayakan adanya perbaikan instrument kebijakan dan mekanisme kelembagaan. Lalu juga
perlu diupayakan adanya mobilisasi dan sinkronisasi kebijakan pemberdayaan masyarakat desa
hutan dengan kebijakan dari Kementrian Dalam Negeri
Nama : Muhammad Daffa Ulhaq Azhar

NIM : 17/416647/sv/14385

Tugas dan Latihan PIK


Hutan DIY : Kuliah 15

1. Gambaran kondisi hutan di DIY :


a. Letak dan luas :
Luas kawasan hutan negara di Provinsi D. I. Yogyakarta yaitu 18.715,06 ha atau 5,9 %
dari daratan Provinsi D. I. Yogyakarta. Kawasan hutan tersebut terbagi atas kawasan hutan
produksi (HP) seluas 13.411,70 ha (71,66%), kawasan hutan lindung (HL) 2.312,80 ha
(12,36%), dan kawasan hutan konservasi (HK) 2.990,56 ha (15,98%)
b. Jenis tanah dan Geologis :
Secara garis besar jenis tanah yang ada di KPH Yogyakarta antara lain adalah : (a)
Kambisol, (b) Grumusol, (c) Regosol, (d) Aluvial, (e) Latosol, (f) Mediteran, dan (g) Renzina.
c. Kelerengan :
Timbulan (relief) di KPH Yogyakarta dicirikan atas dasar lereng dan altitude (ketinggian
tempat dari permukaan laut). Secara garis besar dapat dibedakan atas 5 kelas kemiringan
lereng, mulai dari datar, landai sampai berombak, berombak sampai bergelombang,
curam/berbukit, dan sangat curam/bergunung-gunung.
d. Iklim :
Wilayah KPH Yogyakarta yang termasuk daerah tropika musim dipengaruhi oleh
hembusan angina Muson Barat dan Muson Timur mengakibatkan terjadi musim penghujan
dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Kelembabab udara nisbi berkisar
antara 65-95%. Pada musim hujan curah hujan bulanan maksimum dapat mencapai lebih
dari 400 mm yang biasanya dapat terjadi antara bulan November-Maret. Pada musim
kemarau curah hujan bulanan minimum dapat kurang dari 100 mm yang terjadi pada bulan
Juli-September. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.500 – lebih dari 3.500 mm. Pada
musim hujan jumlah hari hujan lebih dari 10 hari perbulan. Umumnya suhu udara berkisar
antara 23,4-31,1 celcius.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, KPH Yogyakarta mempunyai 2 tipe
iklim yaitu C dan D.
e. Hidrologi dan Wilayah DAS :
Air permukaan : pola aliran di D. I. Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh struktur
geologi setempat. Ada berbagai tipe pola aliran yaiu pola radial sentrifugal, parallel,
dan pola trealis. Pola aliran radial sentrifugal : Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta,
Bantul, dan Kulonprogo bagian utara dan Gunung Kidul bagian barat. Pola aliran
parallel : Wilayah Kulonprogo bagian selatan. Pola aliran trealis : Kabupaten Gunung
Kidul pada formasi batu gamping
Air tanah : pada kawasan yang merupakan formasi Yogyakarta dan SLeman hasil
proses vulkanis Merapi merupakan kawasan dengan sumber daya air tanah yang
bagus dengan cadangan melimpah

2. Gambaran pemanfaatan (kawasan) hutan


Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I Yogyakarta, dari
wilayah KPH Yogyakarta seluas 16.358,60 ha terbagi atas hutan produksi seluas 13.411,7 ha;
hutan lindung seluas 2.312,8 ha; dan taman hutan raya seluas 634,10 ha. Dari kawasan hutan
produksi tersebut terbagi dalam hutan produksi 11.638,7 ha, dan kawasan Hutan AB seluas
1.773 ha.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I Yogyakarta,
beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi antara lain: Areal HKm
seluas 1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama seluas 599,7 ha; Areal Hutan
Penelitian 100,6 ha; Areal pengembangan Model Pengelolaan Hutan seluas 118,0 ha; dan
Areal Pengembangan Silvikultur Intensif seluas 94,0 ha. Untuk kawasan hutan AB, dari luas
total 1.773 ha, seluas 327 ha telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi Hutan
Tanaman Rakyat. Sedangkan untuk kawasan hutan lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas
222,9 ha dimanfaatkan sebagai areal HKm.
Produksi hasil hutan yang dihasilkan dari kawasan hutan di D. I. Yogyakarta yaitu
berupakan hasil kayu dan minyak kayu putih
Pemanfaatan dari kawasan hutan D. I. Yogyakarta sudah menyesuaikan dengan kondisi
geografis maupun fisiologis kawasan hutan tersebut. Kondisi hutannya dilihat dari letak dan
luas, jenis tanah, kelerengan, dan iklim.

Anda mungkin juga menyukai