by
Gina L. Maxwell
Sinopsis:
"Kesempatan Reid Andrews sebagai petarung Mix Martial Art untuk merebut kembali gelarnya
sebagai juara kelas berat ringan hancur berantakan ketika ia cedera hanya beberapa bulan sebelum
pertandingan ulang dilaksanakan. Untuk memastikan bahwa dia sembuh tepat waktu, sang pelatih
mengirimnya untuk memulihkan diri di bawah perawatan orang yang profesional—yang tak lain adik
perempuan dari sahabatnya, yang sekarang sudah tumbuh dewasa.
Lucie Miller sendiri membutuhkan bantuan profesional. Dia akan melakukan apapun untuk menarik
perhatian seorang dokter yang dia taksir selama bertahun-tahun, hingga ketika Reid menawarkan
pelajaran merayu sebagai barter pengkondisian dirinya untuk pertarungan terbesar dalam karirnya,
Lucie menerimanya.
Segera Reid menemukan dirinya dalam pertarungan sekali seumur hidupnya...merebut hati Lucie
sebelum dia memberikannya pada orang lain."
Bercerita tentang seorang petarung MMA yang mengalami cedera, Reid Andrews, yang perlu
rehabilitasi sehingga ia bisa melawan dan merebut gelar juaranya kembali dalam waktu dua bulan. Dia
memperoleh bantuan seorang ahli fisioterapis, Lucie Miller, yang kemudian dia tahu adalah adik dari
sahabatnya. Kedua membuat kesepakatan di mana Lucie akan menerima Reid sebagai pasiennya
selama dua bulan agar ia siap bertarung lagi, sedangkan Reid akan melatih Lucie dalam seni merayu
agar dia dapat merebut cinta seorang dokter yang sudah lama diincarnya.
Mereka akhirnya malah sangat tertarik satu sama lain. Setuju untuk bertindak menuruti ketertarikan
mereka selama jangka waktu kesepakatan, setelah itu mereka masing-masing akan berpisah. Tentu saja
ini tidak berjalan seperti yang mereka rencanakan.
So if you like contemporary romance with exciting characters and about the relationship that deepens
into intimacy and love, you will love this book.
Bab 1
Ketukan itu terdengar lagi, kali ini sedikit lebih memaksa, dan
niatnya untuk tidak melayani keinginan orang lain hancur, seperti
biasanya. Dia menjatuhkan pulpennya ke atas tumpukan kertas yang
berada didepannya, dia berkata, "Masuklah."
"Makan malam amal tahunan rumah sakit dan pesta dansa tinggal
dua bulan lagi, dan sebagaimana seorang pria hanya diharuskan
meminjam tuksedo dan tampil, aku khawatir seorang wanita
membutuhkan waktu lebih untuk berbelanja gaun dan membuat
jadwal untuk rambut dan kuku dan hal lainnya yang membuat wanita
merasa cantik."
"Aku tahu aku seharusnya membicarakan ini sejak lama. Dan aku
ingin bertanya dimalam aku melihatmu di Klub Caliente bulan lalu,
tapi aku ragu dan kau pergi. Aku berharap aku akan melihatmu lagi
disana karena sepertinya tak pantas membicarakan tentang kencan di
kantor, ya kan?"
"Lucie."
"Gadis yang bersamamu malam itu. Apa dia sedang terikat dengan
orang lain?"
Pria itu berkedip. "Aku cukup menarik, kan? Pastikan kau bilang
pada Vanessa hal itu saat ia bilang padamu aku menelponnya. Hanya
itu saja, jika kau memberikanku nomornya."
"Kalau begitu, aku tak akan menyita waktumu lagi. Terima kasih,
Lucie." Menggunakan tangannya yang bebas tinta untuk memegang
gagang pintu dan membukanya sebelum berbalik dan menambahkan,
"Aku berutang satu padamu."
Segera setelah pria itu pergi dia jatuh ke kursinya, bahkan tak perduli
untuk memindahkan tumpukan kertas saat ia melakukannya. Ini
bukan sesuatu yang baru. Faktanya, diabaikan oleh orang lain adalah
sudah biasa. Sekarang, ia sudah kebal terhadap hal semacam itu. Apa
istilahnya? Kuno. Ya, itu dia. Sekarang, ini sudah menjadi masalah
kuno, dan itu bukan pertama kalinya seorang pria yang ia sukai
malah menyukai sahabatnya. Tapi rasanya sakit. Sangat sakit.
Bab 2
"Luce?"
"Reid?"
"Aku tidak tahu, jumlah yang biasa, sepertinya. Satu sesi dalam
sehari atau lebih. Tapi ini tidak cukup, jadi aku melakukan latihan
tambahan di sisi lain."
Dia berhenti dan mengangkat alis padanya. "Dengan kata lain, kau
sudah berlebihan dalam melakukan hal ini, yang justru malah
kontraproduktif untuk pemulihanmu,"
"Tidak Reid. Melakukan Lebih dari apa yang di katakan dokter atau
terapismu adakah berlebihan. Jika aku akan membantumu, kau harus
melakukan sesuai dengan apa yang kukatakan. Jika kau bisa
melakukannya, aku akan membuatmu sesehat sebelumnya dalam
waktu sekitar 4 bulan."
"Kau sangat suka memerintah diusia tuamu, kau tahu itu?" ia sedikit
kecewa ketika Lucie tidak terpancing dengan kata-katanya, tapi
melontarkan Mm-hmm secara sarkastis ketika Reid meletakan
tubuhnya di atas meja. Dengan lengan kirinya menjadi tumpuan
wajahnya. Ia memejamkan matanya ketika Lucie mulai memeriksa
tubuhnya.
"Maaf,"
"Tidak sampai kau katakan siapa orang itu dan apa yang sudah ia
lakukan." Geramnya.
"Reid—"
"Quid pro quo, Lu. Katakan padaku siapa yang membuatmu
menangis, dan kenapa. Dan aku berjanji akan mencarinya,
memburunya, dan menendang giginya masuk ketenggorokannya
untuk menunjukannya padamu."
Lucie masih tidak bisa percaya jika saat ini Reid berada di ruang
terapinya. Ketika mereka kecil, ia terus membuntuti kakaknya hanya
untuk berada di hadapan sahabat baik kakaknya. Namun, karena
Reid memperlakukannya sebagaimana seorang kakak, itu
mencemaskan hati mudanya, dia selalu mendongak pada Reid dan
Jackson.
"Lu?"
Dia memutar matanya dan berpaling, berharap Reid tidak melihat air
mata yang yang ia tahan. Ia tersenyum, perlu mengembalikan
pembicaraannya tetap ringan. Lucie perlu membuat Reid tidak
memaksanya untuk menceritakan apa yang terjadi. "Aku bukan gadis
delapan tahun lagi Reid. Jika kau terus seperti ini, aku akan
menamparmu dengan gugatan pelecahan seksual,"
"Tidak, Vanessa tidak akan pernah melakukan hal itu padaku. Sangat
menyakitkan ketika mengetahui ia sudah bertemu sekali dan sejak
itu ia ingin mengajaknya berkencan. Kami sudah menghabiskan
banyak waktu untuk bekerja sama, hanya saja ia tidak pernah
melihatku."
"Kau apa?"
Reid tidak bergeming. "Kau pasti bercanda. Kau tidak punya pacar?"
"Ini hanya akan masuk akal jika kau tinggal bersamaku sampai aku
sembuh, Lu. Ayolah, dulu aku juga pratis tinggal ditempatmu
sewaktu kecil. jadi kita bisa melakukan terapi dengan bahuku lebih
sering dan kau bisa memastikan aku tidak melakukan hal bodoh.
Dan kau tahu sendiri, aku dijamin akan melakukan hal bodoh."
Reid menonton Lucie yang berjalan melintasi ruang kecil itu untuk
mengambil bajunya. "Meskipun gagasan tentang tinggal bersamamu
selama dua bulan itu tidak menggangguku, tapi ada masalah kecil
dalam pekerjaanku."
"Aku akan membayar untuk waktu luangmu, tentu saja. dua kali
lipat jika kau mau—uang bukanlah masalah."
Reid harus berpikir cepat, atau dia akan kehilangan kesempatan ini,
dan sesuatu di dalam hatinya menekannya agar tidak kehilangan
kesempatan ini. Dia membutuhkannya dimanapun yang ia inginkan
selama dua bulan ini. Dia begitu yakin seyakin namanya. Tiba-tiba
trik yang sempurna muncul di benaknya, dan meskipun gagasan ini
memberikannya kegembiraan dan kecemasan dengan jumlah yang
setara, ia tetap mencobanya.
Bab 3
"Ness—"
"Vanessa..."
"Aku tahu kau tak senang ketika aku membicarakan ini, tapi ayolah.
Kau tak bisa menunggu seumur hidupmu untuk pria ini dan
memutuskan suatu hari dia menyukaimu."
"Jadi katakan padaku Luey, apa yang spesial dari pria ini? Kenapa
dia menjadi sasaran kita bukan orang lain?"
Saat Reid memindahkan hanger dari satu sisi ke sisi yang lain,
kadang menarik garmen keluar, tapi mengembalikan lagi dengan
gumaman menghina, ia memperhatikan gerakan otot-otot di bahu
dan punggungnya. Lucie pernah melihat Stephen dengan T-shirt
ketat ketika dia kadang menggunakan ruang PT untuk olahraga
cepat, tapi dia sama sekali tidak seperti Reid. Dimana Stephen
memiliki tubuh seorang pelari, ramping berotot, tubuh Reid jelas
berbeda. Dia tidak lebar atau besar sekali seperti pegulat gadungan
di TV, tapi tubuh mediumnya tidak memiliki satu ons pun lemak di
dalamnya, dan setiap incinya merupakan tempat untuk otot-otot yang
terbentuk dengan indah. Tentu saja bukan hal yang sulit untuk
melihatnya melakukan apapun, tidak masalah walau biasa, dalam
keadaan tanpa baju.
Rupanya dia juga berpikir tidur dengan wanita lain beberapa bulan
setelah pernikahan mereka akan sama saja.
Melihat foto yang Lucie telusuri dengan ujung jari di sekitar rambut
gelapnya yang digambarkannya sebagai Stephen. Dia bahkan
memiliki penampilan yang sama. "Kita belum memiliki kesempatan
untuk menggali hal itu." Ia meletakkannya di laci dan mendorongnya
sebelum menatap Reid dengan percaya diri.
Reid meneliti piyama yang dipakai Lucie cukup lama hingga Lucie
menundukkan kepalanya, memikirkan sesuatu tidak pada tempatnya.
"Ada yang salah?"
"Apa kau selalu memakai celana flannel dan tank top longgar untuk
tidur?"
"Cantik? Kurasa aku baru saja dikebiri. Oke, ayo," dia bicara sambil
mengambil gelas winenya.
"Hei!"
Ia terlalu kacau oleh gambaran itu hingga tidak menolak ketika Reid
mengambil tangannya dan membimbingnya melintasi ruangan.
Membayangkan dirinya berputar di atas meja tanpa mempedulikan
dunia membuatnya tertawa. "Tidak," Lucie bicara diantara
cekikikannya. "Kurasa aku cenderung tertidur daripada gila ketika
minum wine. Maaf mengecewakanmu."
"Nah," dia bicara dengan anggukan kecil. "Apa yang kau lihat?"
"Baju renang."
"Apa?"
"Dimana baju renangmu? Aku ingin kau memakainya jadi kita bisa
melihat tubuhmu dan bukan pakaian yang kau pilih untuk
menutupinya."
"Aku tidak akan memakai baju renang."
"Ide Bagus. Aku akan menunggu di luar sementara kau ganti. Tapi
Luce..." ia menghentikan menggeledah laci atasnya dan melirik
melalui bahu padanya. "jika lebih dari tiga menit, aku akan
berasumsi kau pengecut dan aku akan mendatangimu."
"Tentu saja tidak. Aku belum pernah merasa perlu untuk mengancam
sampai bertemu dirimu," dia bicara dengan senyum ala model.
"Tiktok."
Pintu terbuka dengan suara derit kecil, tapi pria itu tak membuat
suara saat ia bergerak diatas lantai. Keheningan membuat mulut
gadis itu kering dan jemarinya berkedut di sisi tubuhnya. Dimana
dia? Apakah dia mencoba untuk tidak tertawa? Oh Tuhan, mengapa
dia membiarkan pria itu membuatnya melakukan semua ini?
"Bahu yang kuat. Dada yang kokoh. Lengan yang terbalut otot yang
sangat sempurna dan membuatnya terlihat superseksi..."
"Terima kasih. Aku akan berkata jujur padamu bahwa tak pernah ada
seorangpun mengatakan hal itu padaku."
Bibir Lucie terbuka saat nafasnya keluar lebih cepat dan jantungnya
berdetak dua kali lebih cepat. Mungkin lebih. Tangan Reid
melanjutkan eksplorasinya, mencakup daerah pinggang dan bergerak
ke sisi tubuhnya dengan sentuhan lembut seperti layaknya seorang
pria yang memegang kendali. Seorang pria yang tahu apa yang
diinginkannya, dan mengambil kesempatan itu tanpa belas kasihan.
Dia tak yakin apakah ini karena anggur atau faktanya bahwa Reid
Andrews, sahabat kakaknya yang superhot dan pria yang ia sukai
saat remaja, menyentuhnya dengan sangat intim dan menyebabkan
pengalaman yang diluar-khayal-tubuhnya. Dari jauh Lucie melihat
saat jari kelingking kiri Reid menjelajahi puncak gundukannya,
terlalu tinggi untuk dianggap tak berdosa, tapi terlalu rendah untuk
menyebabkan puntiran di perutnya dan membuatnya menekan kedua
pahanya bersamaan dan mengigit bibirnya untuk mencegah erangan
yang tak ingin terdengar. Dan jika itu belum cukup, jempol kanan
Reid mengelus alur diantara payudaranya.
"Lu..."
"Malam, Luce."
Jarak. Itu dia. Ia harus tetap menjaga jarak saat mengajari Lucie
bagaimana menjadi dirinya yang baru. Mungkin selanjutnya ia akan
menggunakan metode pengajaran profesional. Ia bisa berdiri di sisi
lain ruangan dan Lucie bisa duduk di sofa dan mencatat beberapa
hal. Reid tertawa keras saat ia membayangkan skenario menggelikan
itu. Sampai saat Lucie di skenario menggelikan itu tiba-tiba
memakai seragam sekolah versi Britney Spears dan meminta
bantuan di pelajaran Cara Menggoda nomor 101.
"Sial!"
Reid memukul tombol STOP dan turun dari mesin itu. Bernafas
cepat dan berat, ia membiarkan kesadarannya kembali dan menutup
matanya, tapi memutuskan untuk membilasnya sebelum gambaran
itu kembali. Sepertinya akan ada mandi air dingin sebelum ia tidur
malam ini. Dan mulai besok, semua pelajaran akan benar-benar tidak
ada sentuhan tangan dan setidaknya jarak diantara mereka berdua
harus sejangkauan tangan Reid.
***
Bab 5
"Ayo Lucie, mari lihat ini." Asisten wanita yang melayani mereka
telah memilih semua pakaian yang menonjolkan tubuh Lucie dan
bukan menyembunyikannya. Reid menyetujui semua yang telah
dicobanya. Dari celana jeans pendek berkancing untuk musim panas,
dia terlihat menarik dalam setiap pakaian yang ia coba.
"tapi—"
"Cukup. Tidak peduli kau percaya atau tidak, tapi gaun ini seksi dan
berkelas." Tatapannya jatuh pada sosok Lucie di cermin yang
terbuka untuk dipandang oleh seluruh dunia. "bagian belakang
adalah salah satu favoritku dari tubuh wanita. Aku suka menelusuri
dan menjilati garis dangkal tulang punggungnya, dari atas dan terus
turun ke lekuk kembar di bagian di dasar punggung." Reid nyaris
tidak bisa menghentikan dirinya untuk menambahkan bahwa ia juga
senang melihat gerakan tulang belikat kekasihnya ketika ia
meletakkan tangan di atas kepalanya untuk disetubuhi dari belakang.
Tidak ada yang pernah mengatakan hal itu kepada Reid sebelumnya.
Ini seperti seluruh aspek kehidupannya sudah menghilang sejak ia
melakukan apapun kecuali bertarung. bukan berarti dia tidak
mencintai olahraganya, tapi terkadang ia berharap itu bukanlah satu-
satunya yang ia lakukan. Reid mengangkat bahu. "Mungkin aku
memang pernah. Ketika SMA aku mencoba untuk mengambil mata
pelajaran pertokoan, tapi karena beberapa kesalahan aku
ditempatkan di kelas seni. Aku tidak bisa melukis dengan baik, tapi
aku belajar bagaimana membuat sketsa dan menggambar dengan
cukup baik. Dan kemudian kami memahat patung…" Reid
menegang ketika mengingat ketidak setujuan ayahnya membanjiri
kepalanya. Sebenarnya sedikit sulit untuk Reid mengingat tentang
pahatan itu tanpa kenangan tentang ayahnya yang mengacaukan
semua perlengkapan dan studio sederhana buatannya sendiri.
"Tapi orang-orang tidak mau tahu sisi itu dalam diriku. Mereka ingin
mengetahui apa yang kulakukan untuk menurunkan berat badan,
rutinitas baru apa yang aku dan pelatihku lakukan, dan kurasa, aku
akan pulang dengan tangan terangkat di pertandingan berikutnya.
Itulah keahlianku. Itulah diriku."
Reid tidak pernah mengira Lucie akan mengatakan hai itu. Reid
tidak terbiasa dengan wanita yang bersikeras membayar barang-
barang mereka sendiri ketika bersamanya. Dia mempunyai banyak
uang lebih yang dia sendiri tidak tahu harus digunakan untuk apa
semua hasil pertarungan dan produk pendukungnya. Bahkan wanita
itu bersikeras untuk membeli pakaiannya sendiri yang Reid pilihkan
menegaskan karakternya.
"Tapi, pakaian baru ini adalah ideku, jadi aku yang akan membelikan
pakaianmu dan membawamu pergi makan malam." Lucie baru saja
akan berkomentar—ini seperti hal kesukaan seorang wanita, ya
tuhan—kemudian ia menempatkan jarinya di bibir Lucie dan
berkata. "Tidak ada komentar. Aku akan pergi ke bagian departemen
store untuk pria, dan mencari sesuatu yang lebih tepat dari pada
celana pendek kargo dan polo ini. Dan beberapa ibuprofen (obat anti
peradangan) untuk bahu sialan ini. Tunggu di sini dan aku akan
segera kembali untuk menjemputmu."
Bab 6
Lucie tak bisa mengingat kapan terakhir kali merasa segugup ini
sebelumnya. Perutnya terpilin luar dalam ia pikir untuk
memastikannya jika melihat ke bawah ia dapat melihat kekusutan
dimana normalnya ada perut yang rata.
Reid menuntunnya pelan dengan tangan yang besar pada
punggungnya yang sebagian besar telanjang melalui labirin restoran
sampai pemilik menunjukkan meja mereka. Setelah memegang
bangkunya dan duduk sendiri, Reid berjalan dekat meja persegi
berlinen pada bangkunya yang berseberangan dengan Lucie.
Seperti ciumannya.
"Itu terlihat enak, tapi aku pria penyuka steik." Pelayan datang dan
meminta pemesanan minuman. "Whiskey sour untukku dan sebotol
wine Moscato untuk adikku."
Pelayan itu terlihat tidak lebih tua dari dua puluh dua tahun untuk
Lucie yang dua puluh sembilan, tapi pelayan itu memberikan Lucie
senyum mengundang, kedipan, dan berkata, "Dengan senang hati.
Saya akan kembali dengan wine Anda."
Diam, Lucie menungu sampai pelayan itu keluar dari jarak dengar
sebelum berkata, "Jika ini terlalu memalukan terlihat di tempat
seperti ini denganku, kau seharusnya tidak membawaku."
Meskipun ia tahu reaksi Reid sebagai suatu hal yang protektif, lebih
seperti yang akan Jackson lakukan, ketulusan dalam suaranya
menyentuh dirinya...sampai pikiran lain kepalanya muncul setelah
sekian lama bersembunyi. Stephen tidak memandangnya seperti itu.
"Tidak."
Lucie berpikir tentang semua wanita yang melakukan hal seperti itu
ketika bicara dengan Stephen dan caranya membalas senyum
sementara mereka sedang berpikir bagaimana berhubungan seks di
otak mereka. Ia tidak pernah berpikir untuk menggunakan bahasa
tubuh. Ia selalu menngunakan kepandaiannya dan berasumsi itu
yang mereka bicarakan supaya terhubung.
"Reid!"
Dia besandar dan tertawa, bersuara, serak yang tak bisa membuatnya
tenang. Secara mental Lucie menambahkan "tertawa" sebagai cara
mencari perhatian mulut seseorang saat matanya terpaku pada bibir
penuhnya yang terbingkai sempurna, gigi putih. Dan memperhatikan
mulutnya hanya membuatnya ingat akan ciuman panas yang dia
berikan padanya di toko, yang membuat suhu ruangan meningkat
beberapa derajat. Sial!
"Itu...mengesankan. Menghanyutkan."
"Tepat sekali. Ingat, bahkan jika kau berkencan dengan dokter itu,
tidak ada salahnya dengan sedikit rayuan diluar untuk
mengingatkannya bahwa dia bukan satu-satunya ikan di laut.
Sekarang, bawa mainanmu kembali kesini, karena aku lapar."
Sisa malam berlalu dengan percakapan yang ringan dan tawa rahasia
dengan kekaguman Daniel pada Lucie. Ketika Daniel memberi Reid
tagihan, Daniel menyelipkan kartu namanya dengan nomor tertulis
dibelakangnya. Memang gila seperti kedengarannya, rasa pusing
mengalir di dalamnya. Ini adalah pertama kalinya seseorang secara
langsung tertarik padanya.
Luci tidak bisa menahan tawanya. Apakah itu makanan yang enak,
wine yang bagus, perusahaan yang bagus, atau kombinasi dari
ketiganya, ia merasa sangat tenang. Sesuatu yang jarang ia rasakan
di luar. Mengeluarkan sedikit kepercayaan diri membuat ketagihan
dan ia tidak sabar menginginkan lebih.
"Uh-huh. Sekarang aku sabuk ungu di Tae Kwon Do, tapi aku ingin
belajar bela diri yang lain sehingga aku bisa menjadi sepertimu saat
besar nanti."
"Well, kau teruskan latihanmu dan berusaha keras dan aku tidak ragu
kau akan menjadi seperti itu. Hanya ingat keahlian yang kau pelajari
harus digunakan dengan bertanggung jawab dan jangan pernah
menggunakannya untuk melawan orang lain di luar dojo."
"Aku tahu. Senseiku mengatakan pada kami hal yang sama. Aku
tidak percaya ini benar-benar kau! Man, aku harap temanku ada di
sini. Mereka tidak akan percaya aku bertemu danganmu."
"Begini saja, biarkan teman kencanku yang cantik ini memotret kau,
aku, dan ayahmu. Dengan cara itu kau bisa mendapat bukti yang
kuat."
"Ya!"
Lucie sangat kagum dengan cara Reid menuruti anak kecil itu ia
hampir tidak menyadari Reid sedang bicara dengannya. "Oh! Ya, itu
ide yang bagus. Bolehkah aku menggunakan ponselmu?" Ia meminta
sang Ayah.
Muka ayahnya murung saat ia melihat anaknya. "Maaf, Nak, aku
meninggalkan ponselku di rumah supaya kita tidak terganggu saat
makan." Dia menjelaskan kepada Reid," Saya hanya mengajaknya
setiap minggu jadi saya tidak mau apapun mengganggu makan
malam bersama kami."
Reid berpose dengan anak dan ayah itu dengan gambar yang bagus
di depan aquarium ikan raksasa, dan Reid menyarankan pose lucu
hanya dia dan Austin. Lucie tertawa saat Reid membungkukkan
badan setara dengan Austin dan mereka berpegangan tangan dan
membuat wajah petarung dengan hidung mereka mengerut dan lidah
terjulur.
Ketika Reid kembali, ia berkata, "Itu adalah hal yang baik darimu,
Reid."
"Apa, itu? Aku tidak mau kau menginjaknya. Selain itu, aku tidak
menyampah. Itu malas, dan aku benci orang yang, msalnya, menolak
untuk mengeluarkan sedikit tenaga untuk berusaha membuang
sesuatu dengan benar."
"Aku bicara tentang apa yang kau lakukan pada Austin dan
Ayahnya."
"Oh, itu." Reid berkata, tersenyum. "Aku tidak sebaik seperti yang
kau pikir, Lu. Aku hanya sedikit bertemu mereka seperti yang
mereka lakukan padaku. Terutama anak-anak."
Selama beberapa detik mereka tetap seperti itu, waktu berhenti, bibir
saling menekan, sampai suara alarm mobil orang lain berbunyi
membuat akalnya kembali. Lucie menarik diri dan menyentuh
jarinya ke bibir seperti ia sedang berbuat sesuatu yang memalukan.
Bab 7
Lucie tak bisa percaya kalau sudah satu minggu sejak kepindahan
Reid. Seminggu ini sudah diisi oleh berbagai kegiatan terapi fisik
untuk Reid dan kegiatan mempercantik diri untuknya. Lucie
memotong rambutnya dengan beberapa layer, yang mana sangat ia
sukai dan merasa bodoh karena sudah terlalu khawatir saat akan
memotong rambutnya. Tidak sampai mereka melakukan highlight
(pewarnaan) dengan menggunakan foil, membuatnya terlihat seperti
Medusa alumunium, kemudian Lucie mulai gelisah lagi. Untungnya
gadis yang menangani rambutnya tahu apa yang Lucie sukai dan
warna karamel yang lembut membuatnya memiliki rambut coklat
yang lebih indah dan gelap yang sebenarnya Lucie tak pernah
sangka akan mungkin mendapat warna seperti itu.
"Sangat cantik."
"Kau juga tampak sangat tampan," katanya. "Tapi aku masih tak
mengerti mengapa kau mau datang ke acara pesta syukuran bayi
Lizzie bersamaku." Lizzie adalah salah satu dari perawat terbaik di
NNMC dan sebulan lagi ia akan melahirkan anak pertamanya, jadi
teman-temannya membuat acara itu di salah satu steakhouse yang
mewah. "Kau akan sangat bosan."
"Sini, biar aku saja." Reid mengambil sepatu silver itu darinya dan
menurunkan tubuhnya untuk bersimpuh. Lucie berdiri sambil
berpegangan pada tiang tempat tidurnya, terpesona pada tangannya
saat tangan itu membantunya memasukkan kakinya ke dalam sepatu.
Kehangatan jemarinya saat tangan Reid memegangi pergelangan
kakinya mengirimkan getaran ke kakinya dan menjalar ke sexnya
sama seperti saat Reid menyentuhnya langsung.
Reid memegangi kaki Lucie dengan satu tangan saat tangan lainnya
membuka, melepaskan rantai silver yang ia sembunyikan di
tangannya untuk memasangkan di pergelangan kaki Lucie.
Keterkejutan membuat Lucie tak dapat berkata-kata saat Lucie
memperhatikan Reid memasangnya di pergelangan kakinya dan
menguncinya.
Rantai itu tak berat, dan ia berpikir ia takkan merasakan rantai itu
ada disana kalau saja jimat dan manik-manik tidak menghiasinya. Di
bagian depan, seekor burung silver tergantung di rantai. Manik
kristal berwarna biru langit tergantung setiap inci, melengkapi benda
itu dengan kecantikan yang klasik.
"Ini sangat indah," kata Lucie. "Tapi kau sudah terlalu banyak
memberikanku barang, Reid. Kau tak harus selalu memberikanku
barang-barang."
"Aku tahu, tapi saat aku melihat benda ini aku langsung
memikirkanmu."
"Benarkah? Mengapa?"
"Terima kasih kembali. Mari berangkat. Aku tak tahan ingin melihat
rahang dokter itu terlepas dari engselnya saat ia melihat apa yang
selama ini sudah ia lewatkan." Saat Lucie mengerutkan hidungnya
karena ragu, Reid mengecupnya dan bilang, "Percayalah padaku,"
dan menggenggam tangannya untuk membawanya keluar kamar.
Reid benar. Lucie bernafas cepat dan tidak teratur. Dia sepertinya tak
bisa berhenti. Mengapa ia merasa seperti ia sedang masuk ke sarang
singa? Orang-orang ini sudah ia kenal lama dan sudah nyaman
beberapa tahun bersama. Tapi bagaimana bila mereka tidak
menyukai penampilan barunya? Atau bagaimana jika mereka
berpikiran buruk tentang pergantian penampilan yang ia lakukan?
Lucie sulit menahan cicitan kecil dari dadanya saat Reid menariknya
keluar ruangan. "Hey!"
Lucie tahu dia sudah memandang Reid seolah Reid sudah gila,
karena itulah apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Bagaimana trik
itu bisa membantunya berbicara dengan Stephen? Jika Lucie butuh
mengantisipasi pukulan seorang pria itu akan menjadi masalah yang
lebih besar dibandingkan dengan menginginkan sebuah kencan.
"Fuck yeah, benar." Tangan Reid yang bebas naik untuk memegang
wajah Lucie dan kemudian mengelus pipi Lucie dengan hidungnya
hingga Lucie menghadap ke samping. "Kau luar biasa seksi, Lucie,
dan aku ingin membuka pakaianmu untuk mendapatkan hadiah di
bawahnya. Aku ingin mengetahui apa yang kau sukai, yang tidak
kau sukai - untuk mengetahui ketakutanmu dan mimpimu - dan aku
berjanji untuk mengupas setiap lapisan cantik hingga akhirnya aku
mengetahui semua hal tentang dirimu."
"Maka ambil apa yang kau inginkan." Suara Reid terdengar parau di
telinganya. Terdengar tersiksa. "Buat itu jadi kenyataan."
"Semua yang harus kau lakukan adalah mengingat semua yang aku
katakan padamu, dan berjalan masuk dari pintu itu." Sebelum Lucie
bisa bertanya pada Reid apa semuanya baik-baik saja, Reid
menggerakkan kepalanya ke arah ruangan pesta. "Masuk. Ini
waktunya kau masuk ke ruangan, Cinderella."
Dia bahkan tak yakin sedang jadi siapa saat mengatakan semua itu.
Di satu titik dia merasa sedang keluar dari karakter. Dia tidak
membayangkan Dr. Dipwad menatap bibirnya dan menciumnya. Dia
membayangkan dirinya sendiri melakukannya.
"Pelecehan, kan?"
"Bahkan tak ada alkohol di dalam minuman itu," kata pria itu.
"Sialan, ini tak dapat dimaafkan." Reid menaruh gelas itu kembali ke
meja dengan tatapan jijik ke tatanan diatas meja. "Bagaimana
mereka memutuskan melakukan ini?"
Pria itu tertawa, dan menyodorkan birnya. "Ini adalah pesta bayi,
bung. Itulah alasan yang mereka butuhkan untuk menarik semua
barang-barang pria dari acara ini. Biasanya kita tak akan dibiarkan
begitu saja masuk ke dalam cara seperti ini, tapi Lizzie salah satu
favorit di antara semua staf rumah sakit. Semua orang suka padanya
karena hal itu ini menjadi acara 'semua orang'. Aku Eric."
"Reid." Dengan rasa lega ia menerima botol itu, dia menjabat tangan
Eric sebelum membuka tutupnya dan meneguk setengahnya
sekaligus. "Terima kasih, bung. Kau penyelamat."
Dokter itu sedang berbicara saat ia menyadari Lucie. Saat itu benar-
benar seperti di film. Ia melakukan kedipan dua kali dan matanya
hampir meloncat keluar dari kepalanya saat lidahnya yang tergulung
jatuh ke lantai seperti salah satu dari cuplikan di kartun lama.
Tapi Reid tak bisa menyalahkan pria itu. Lucie sedang berada di
penampilannya yang langka. Di melintasi ruangan dengan tatapan
intens yang sangat jelas. Seorang pemburu wanita mendekati
mangsanya yang terjebak dengan sebuah senyuman tipis di ujung
bibirnya. Reid hampir saja bisa mendengar Lucie berkata, Tak ada
tempat untuk berlari... Aku mendapatkanmu sekarang.
Mann undur diri dari meja itu tanpa melihat pria yang tadinya
sedang ia ajak bicara. Dalam dua langkah ia memperkecil jarak
diantara dirinya dan Lucie. Meskipun ia bukan seorang pembaca
bibir, Reid bisa menebak kemana arah pembicaraan itu.
Lucie, kau terlihat sangat cantik!
Begitu kah, terima kasih, Stephen. Kau juga terlihat sangat tampan.
Aku pikir kau takkan pernah menanyakan hal itu. Tentu saja aku
akan pergi ke pesta itu denganmu!
Kemudian kita bisa menikah dan kau bisa menjaga anak-anak kita
saat aku bekerja untuk menyelamatkan dunia.
"Apa kau juga seorang makeover artist atau perubahan tiba-tiba dari
Lucie kami terjadi karena keberadaanmu?"
Reid tidak suka akan arah pembicaraan ini. Eric terlalu teliti. Dia
terlihat seperti pria yang baik, dan dia berbicara seolah-olah ia
tertarik pada Lucie. "Apa kau sudah lama mengenal Lucie?"
Eric melihat kearah Lucie yang masih berbicara dengan Mann. "Aku
mengenalnya sejak bangku kuliah." Dia mengalihkan tatapannya
kembali pada Reid. "Dia sudah seperti adik perempuanku."
Reid tahu dengan jelas tipe yang Eric deskripsikan. Ada beberapa
kelompok seperti itu yang secara konstan menentang MMA. Mereka
memanggil diri mereka sendiri aktivis manusia. Dia memanggil
mereka orang-orang brengsek yang tidak berpendidikan. Reid
mencoba membayangkan Lucie dengan pria seperti itu dan gagal.
Kemudian, dia tak bisa membayangkan Lucie dengan pria seperti
Mann, tapi yang jelas Lucie melihat sesuatu yang ia tak bisa lihat.
"Okay, jadi pria itu aktivis, Lucie adalah mahasiswi, mereka
bertemu. Kemudian apa yang terjadi?"
Reid tak bisa melihat kemana arah pembicaraan ini dan tangannya
mengepal dengan gairah yang familiar untuk memukul wajah
seseorang. "Katakan padaku apa yang ia lakukan," kata Reid dengan
rahang yang mengatup.
Eric menegang dan melirik Lucie. Rasa sayangnya pada Lucie jelas
dalam mata coklatnya saat ia berbicara. "Bajingan itu berselingkuh
dengan gadis hippie beberapa bulan setelah pernikahan. Aku berani
bertaruh gajiku setahun bahwa hal itu terjadi bukan hanya sekali -
atau dengan seseorang saja. Kemudian, Lucie memergokinya
berselingkuh. Di ranjang mereka."
"Mengapa?"
"Tidak," jawab Reid masam. "Kita tidak ingin hal itu terjadi."
Bab 8
"Oh, maaf, aku tidak menyadari kau punya tingkatan untuk terapi
fisik." Lucie memutar lalu meraih tembok terjauh dari ruang terapi-
latihan-perbaikan. "Kenapa kau butuh bantuanku lagi?"
"Tahan kakimu rentang dua kaki dari tembok dan gerakan jarimu di
penggaris sampai kau merasakan tekanannya. Kemudian bersandar
di tembok sampai kau merasakan peregangannya." Ia melakukan
seperti yang diinstruksikan Lucie, meskipun ia lebih suka
mengangkat beban untuk pemanasan. Pemanasan seperti ini hanya
untuk banci.
"Ini aneh. Tidak bisakah aku mendapatkan hasil dari lima pon di
tanganku dan mengangkatnya dengan aturan yang sama?"
Tangannya berada di kedua pinggang langsingnya saat berkata,
"Sekarang kenapa aku tidak memikikan hal itu? Oh, Aku tahu.
Karena itu tidak akan meregangkan otot-otot. Itu akan menggerakan
otot-otot."
"Ap—"
"Tentu saja tidak. Keluarkan itu dari pikiranmu. Aku tidak akan
menciummu Andrews."
Jadi kenapa sangat sulit baginya untuk menjauh darinya? Apa karena
Lucie tipe wanita yang berlawanan dari yang biasanya ia kencani?
Bukan berarti ia "berkencan" sejak ia terluka. Saat ia berpikir untuk
tidak akan bertarung lagi ia akan mengurangi, menolak setiap
tawaran yang menghentikan jalannya. Mungkin akhirnya sekarang
tembakan kecilnya tercapai melampui libidonya kembali. Sial, ia
tidak tahu apa yang harus dipikirkan.
"Sekarang saat kau sudah memiliki kencan dengan seorang pria kau
butuh bagaimana caranya melangkah, Luce. Kau merayu seperti
seorang pemenang dan menendangnya, tapi jika kau bosan saat
waktu untuk hal lainnya, kau berikan dia signal dan dia akan
mundur."
"Pertama kau harus tenang. Kau terikat kencang aku takut kau
tergigit. Berbalik."
"Mmm."
"Uh-huh..."
"Secepat mungkin."
Keras.
Kali ini Lucie terkesiap dan meletakkan tangan di dada Reid dengan
lemah memberi sedikit jarak diantara mereka. Beruntungnya Reid,
itu bukan suatu hal yang dipedulikannya dan melenyapkan apapun
diantara mereka terutama pakaian mereka. Dan bahkan itu bukanlah
taruhan yang aman kali ini. untuk membuktikannya, ia mendekatkan
pinggulnya, membiarkan kejantanannya yang mengeras dan panjang
menyentuh titik sensitif diantara kakinya.
"Merasakan itu, Lucie? Itu bukan caraku bereaksi pada wanita yang
tidak mempengaruhiku. Percayalah, ada banyak cara untuk
mengajarimu hal itu. Tidak secara intim." Cara yang seharusnya ia
gunakan. Tapi ia malah menggerakkan satu tangannya ke atas
pinggang Lucie dan menyentuh putingnya dengan ibu jari, membuat
desahan bergairah dari bibir yang bengkak karena ciumannya.
Walaupun terhalang bra sportnya dan tank top, Reid dapat melihat
putingnya menegang dan mengeras dari sentuhannya. Ia mendesis
puas. "Sepertinya aku tidak bisa meninggalkan diriku sendiri seperti
ini."
"Aku tidak tahu," jawabnya jujur. "Yang kutahu aku lelah melawan
diriku sendiri saat aku dekat denganmu seperti ini. Jadi seharusnya
aku tidak begini. Mungkin mulai sekarang kita menggunakan
rencana baru."
Reid tidak yakin Lucie menyadarinya atau tidak, tapi tangan Lucie
meninggalkan dadanya dan bergerak ke lehernya, membuat
payudaranya mendarat tepat ke arahnya. Sial, ia senang saat tubuh
lembut Lucie berada di tubuh kerasnya.
"Aku kira itu masuk akal. Jelas rencana yang bermanfat." Jari-jari
panjang Lucie di tengkuknya bergerak ke rambut di dasar kepalanya
saat Lucie memiringkan kepalanya ke belakang, menjelajahi daerah
lembut dari leher untuk ia gigiti dengan bergairah. "Ya, Tuhan."
Kata-katanya berupa desahan doa, yang terdengar cukup keras
untuknya, mambuat dirinya tersenyum puas saat berpindah ke
belakang telinga Lucie. Rasa Lucie seperti caramel asin,
kombinasinya membuat Reid tidak pernah merasa cukup.
"Jadi apa yang kau katakan, Luce?" ia menggigit daun telinga dan
menenangkan dengan isapan lembut mulutnya.
Bab 9
Pria itu bergerak seolah dia sudah dilatih sepanjang hidupnya untuk
melakukan hal ini,bukan menjadi petarung.Lucie tidak pernah
mengalami sesuatu yang sedekat ini dengan mantan suaminya. Reid
mengajarkannya secara logis tentang gerakan dasar yang harus di
pertimbangkannya, dan yang Lucie lakukan hanyalah melingkarkan
lengannya di bahu Reid, membenamkan jemarinya kedalam
punggung kuat Reid, dan berusaha bertahan.
Itu tidak sepenuhnya menjelaskan apa pun pada Lucie, tetapi itu
terdengar seperti cukup menjanjikan. Hanya saja Reid tidak
membiarkan Lucie untuk mencernanya lebih dari sedetik sebelum
akhirnya dia menciumnya dalam sebuah ciuman yang panas.
Lidahnya menggali di antara kedua bibir Lucie dan memijatnya.
Reid terasa seperti mint chocolate Andes, seperti rasa pasta gigi dan
protein shake, tetapi membuat Lucie ingin menghisapnya lebih
dalam lagi hingga dia meleleh di dalam mulutnya.
"Aku tahu baby. Aku tahu apa yang kau butuhkan. Bagaimana kalau
kita pergi ke kamarmu dan aku bisa memuaskanmu?"
Apa? Tanya Reid tanpa suara. Tapi tidak ada waktu untuk
menjelaskan. Apartemen itu tidak terlalu besar, dan Vanessa tidak
membutuhkan waktu lama untuk menemukannya dalam posisi yang
paling rentan. Lucie menempatkan bobot tubuhnya di kakinya,
memaksa Reid untuk menurunkannya, tetapi kakinya begitu lembek
bagaikan pasta yang sedang di masak hingga akhirnya dia menahan
tubuhnya pada kursi di belakangnya.
Sementara dia berusaha untuk membetulkan bra dan tank topnya dia
memanggil sahabatnya. "Aku di ruang latihan Nessie! Bisakah kau
mengambilkan sebotol air dari dalam kulkas?" seharusnya itu
memberikan mereka waktu ekstra. Ketika akhinya dia yakin jika
pakaiannya sudah rapih, dia menghela napas lega.
Lalu dia memandang Reid,dan Lucie merasa dia sedikit mendapat
serangan panik.
Saat berada di Fritz Lucie pernah melihat pria yang tidak terhitung
jumlahnya menunggu kata-kata yang di ucapkan Vanessa dan
meneteskan air liur mereka ketika wanita itu menggerakan
pinggulnya. Saat itu Lucie dan Vanessa sedang menonton acara
spektakuler di malam liga panah di sana dan Vanessa tidak pernah
mempedulikan semua itu. Lucie tidak terlalu yakin apakah wanita itu
memang tidak menyadarinya atau memang ia adalah wanita yang
rendah hati. Tetapi Lucie meragukan Vanessa tidak menyadari
kelebihan yang di milikinya apalagi dia memiliki reputasi sebagai
seorang pengacara yang cerdas di daerah itu. Bahkan untuk bisa
mengencani Vanessa, pria itu harus melewati seluruh tes.Yaitu harus
bisa diterima secara sosial untuk menjual mobil bekas pada public
jika mereka bisa melewati batasan kecil dari Vanessa. Dan Lucie
pikir, sampai sekarang tidak ada pria yang masih hidup mampu
melewati segala tes dari Vanessa.
Reid tertawa dengan cara yang terlalu manis dan dia menyilangkan
kedua tangannya di depan dada, merenggangkan pakaian di atas
bahu dan bisepnya. "Sebenarnya aku sudah mengenal Lucie hampir
seumur hidupku, aku adalah sahabat baik kakaknya."
"Oh kau dari Dun Valley! Itu bagus; aku tidak pernah bertemu
dengan orang lain dari daerah itu sebelum Lucie, dan kami satu
kamar ketika mahasiswa baru. Aku harap kau mau menceritakan
beberapa kisah memalukan untukku. Gadis ini memiliki portopolio
tentang kehidupanku, dan aku tidak memiliki apapun tentangnya. Ini
benar-benar tidak adil."
"Maaf Ness, tapi aku sudah mengatakan padamu, tidak ada apapun
di dalam kehidupanku. Aku hanya gadis yang membosankan
sebelum masuk kuliah dan sampai saat ini."
"Tidak, yang kau beli minggu lalu cukup baik. Ini akan menjadi
sangat sulit untuk kembali membiasakan makan malam dengan
microwave menyedihkanku lagi setelah kau pergi nanti. Siapa yang
tahu jika makanan sehat itu bisa terasa sangat lezat?"
"Wow Luce, itu benar-benar sesuatu yang lain. Aku tak tahu harus
berkata apa."
Tidak, kau sama sekali tidak, tapi kau sedang menahan lidahmu –
meskipun hanya sementara- dan aku mencintaimu untuk itu. "Well,
aku akan pergi mandi kalau begitu."
Selangkah lagi. Sekarang Reid sudah begitu dekat hingga Lucie bisa
merasakan nafasnya di kulitnya. Lucie melirik ke arah pintu.
Bagaimana jika Vanessa memutuskan untuk datang lagi? Sentuhan
jari di dagunya mengembalikan fokusnya lagi pada sosok Reid.
"Satu-satunya saat aku mengikuti peraturan adalah ketika aku berada
di dalam ring." Katanya dengan suara rendah.
Itu adalah langkah panas dan beresiko, tapi Reid tidak merasa ragu
untuk melakukannya hingga tuntas, hanya seperti apa yang dia
lakukan di dalam pertarungannnya. Hal yang paling di sukai Lucie
adalah gaya pria itu ketika di dalam ring.
"Aku tahu, tapi aku tidak ingin memberikannya sekarang. dan ini
tidak ada hubungannya dengan keberadaan Vanessa di ruang
sebelah, karena percayalah, jika aku mau, aku akan menekan
tubuhmu ke dinding dan tidak peduli jika ia akan menonton kita
sambil memakan popcorn seperti menonton salah satu film romantic
kalian."
Reid memegang salah satu sisi wajah wanita itu ketika berbicara,
tatapan matanya yang intens sama sekali tidak membantu untuk
menenangkannya. "Karena ketika aku membuatmu datang untuk
pertama kalinya, aku tidak ingin kau menahannya. Aku ingin
mendengar setiap desahan nafasmu." Dia mencium pelipis wanita
itu. "Setiap erangan." Ciuman lain di pipinya. "Dan aku tidak akan
puas sampai kau meneriakkan namaku."
Bab 10
"Bagaimana kau bisa tahu apa yang gadis-gadis kenakan? Film laga
yang mungkin terakhir kali kau lihat adalah World War II, Tua
Bangka."
"Ha! Aku punya cerita yang akan membuat rambutmu lebih keriting
dari pada yang sekarang, nona, dan jangan kau lupakan itu."
Setelah Fritz menyajikan bir dalam gelas bir besar, dia mencium
jemari di kedua tangannya dan menempatkan masing-masing
tangannya di pipi Lucie dan Vanessa. "Nah sudah. Sekarang tutup
mulut kalian dan pergilah bersenang-senang malam ini, huh?"
"Tidak." Tunggu sebentar. Dia masih belum tahu hal itu, kan? Reid
tak pernah mengatakan tentang mengencani seseorang, tapi Lucie
juga tak pernah bertanya. Tak ada alasan untuk menanyakan hal itu.
Mereka hanya dua teman yang saling membantu. Tapi definisi dari
"membantu" sudah berubah secara drastis dalam waktu seminggu.
"Setidaknya, aku rasa ia tak punya teman kencan. Tapi lagipula dia
bukan tipemu."
Lucie tidak ambil pusing untuk membela pilihan karir Reid dan
kakak laki-lakinya di depan temannya. Tak akan ada yang berubah.
Vanessa hidup dalam peraturan-peraturan yang sangat ketat dan
menolak untuk menelikung peraturan itu untuk alasan apapun.
Vanessa mendapatkan ide itu di satu malam di saat mereka masih
anak baru semasa kuliah, mabuk, dan menonton drama di televisi,
NCIS. Si tokoh utama dalam acara itu memiliki lebih dari tigapuluh
peraturan yang ia jalani dalam hidupnya, dan Vanessa, dengan
seluruh kebijaksanaan mabuknya, memutuskan bahwa ia
membutuhkan strategi yang sama untuk menghindari jalan hidup
aneh seperti kedua orang tuanya. Peraturan nomor tiga adalah
"jangan pernah berkencan dengan seseorang yang tidak bekerja
secara tetap dalam sebuah karir sukses yang berkepanjangan." Atlet
dengan kemungkinan untuk menyakiti diri mereka sendiri di usia
muda, secara efektif menghancurkan karir mereka, tidak termasuk ke
dalam teman kencan yang berpotensi.
"Tidak."
"Kenapa tidak?"
"Bisa saja."
"Dan?"
"Apa!"
"Aku si Aneh? Luce, kapan kau akan menyadari bahwa pria itu tak
pantas mendapatkan dirimu? Apakah itu alasan semua penampilan
barumu? Maksudku, kau terlihat luar biasa, tapi jika si bajingan itu
tidak menyadari keberadaanmu sebelum semua pakaian dan
pelajaran merayu itu maka itu kerugian baginya."
"Yeah, aku tahu, kau pernah menyebutkan itu satu atau dua kali
sebelumnya," Lucie menjawab dengan masam. Kenyataan yang
menjadi masalah adalah bahwa Vanessa tidak setuju pada rasa
tertariknya ke dokter baik hanya karena pria itu gagal membuat
langkah maju setelah mereka bekerja bersama selama satu tahun.
"Dengar, bisakah kita berhenti membicarakan hal ini? Ini sangat
mengganggu kesenanganku."
"Kesenanganku juga. Oke, topik ini resmi turun dari meja (tidak di
ungkit lagi). Kyle dan Eric baru saja masuk jadi aku akan
mengambil bir lagi untuk kita sebelum kita memulainya. Jaga
kursiku."
Saat Lucie ingat bahwa ia tak akan melihat Reid hingga besok pagi,
Lucie menurunkan birnya dan bergerak tak nyaman di kusinya. Yep.
Tak ada yang perlu di khawatirkan, tak ada yang perlu di takutkan.
Hanya beberapa permainan lempar panah yang menyenangkan dan
minum dengan teman-temannya. Lucie sangat membutuhkan hal ini.
***
Reid berjalan ke arah bar yang telah disarankan oleh Vanessa saat
dia akan pergi keluar tadi pagi. Dia tak berencana untuk datang, tapi
saat Lucie mengirim pesan yang memberitahunya untuk tidak
menunggu, dia tahu bahwa Lucie menghindarinya dan menghindari
hal yang Reid janjikan akan terjadi padanya sepulangnya ia ke
rumah malam ini. Hal ini tidak seharusnya mengganggu Reid. Tapi
hal itu mengganggunya. Dan ia tak tahu mengapa hal itu terjadi.
Apa yang ia tahu adalah saat Reid berbelanja bahan makanan sore
itu adalah dia mencoba untuk memikirkan lebih banyak makanan
yang Lucie mungkin sukai. Dan hal itu membawanya ke dalam
pikiran yang menjurus ke gambaran bagaimana mengajari Lucie cara
memasak makanan itu, lengkap dengan membiarkan Lucie
mencicipi makanan dari jari Reid... dan kemudian dari lidahnya. Dan
gambaran itu membuat Reid seperti sedang menyelundupkan sebuah
ketimun di dalam celana pendeknya saat ia bergerak ke bagian
sayur-sayuran.
Lucie terlihat sangat berbeda dari apa yang Reid lihat minggu lalu.
Tak hanya dari penampilannya, tapi juga semangatnya. Lucie
memiliki aura yang bersinar dengan indah dari wajahnya. Reid
berdiri diam, memutuskan untuk menonton Lucie di lingkungannya
untuk sesaat. Senyumnya sangat lebar dan untuk pertama kalinya
Reid melihat lesung pipi mungil di pipi kanan Lucie. Rambutnya
panjang sewarna chestnutnya di tarik kebelakang membentuk
sanggul serampangan yang terlihat terpasang dengan sebuah tongkat
pengaduk dari bar. Lucie menyemangati Vanessa yang sedang
melempar anak panah ke papan panah terdekat dimana ia dan dua
orang pria berdiri. Saat anak panah terakhir Vanessa menancap di
papan, ke empat orang itu bersorak gembira. Pria pirang di sebelah
Lucie mengangkat tubuhnya dan memutarnya sebelum memberikan
ciuman keras di bibir.
"Hiya, Reid! Aku senang kau memutuskan untuk datang! Kau datang
tepat pada saat kami sedang merayakan kemenangan pertama kami
malam ini."
Lucie tidak berbalik selama lima detik, mungkin lebih dari lima
detik. Tapi sesaat setelah Vanessa memanggil nama Reid,
ketegangan terlihat meluruskan tulang belakangnya. Saat akhirnya
Lucie menghadap kearahnya, senyumannya hanya sekedar
lengkungan tipis di wajahnya. Lucie tak senang melihatnya. Pasti
karena Reid menginterupsi kesenangannya dengan penggemar
barunya. "Reid. Apa yang kau lakukan disini?"
Pria itu sepertinya tak main-main dalam urusan otot, tapi itu bukan
masalah bagi Reid. Dengan latihan yang Reid lakukan ia bisa
menjatuhkan petarung jalan manapun, tak peduli seberapa besar
tubuh mereka, jika hal itu akan terjadi.
Reid berbalik dan menjabat tangan Eric. "Eric. Aku tak berpikir
bahwa kita akan bertemu lagi secepat ini."
Reid melirik ke arah Lucie untuk konfirmasi. Sial. Well, ini merubah
segalanya. Menjulurkan tangan ke arah Kyle lagi, Reid mengatakan,
"Maaf, bung. Aku berasumsi..."
Tak apa baginya karena duduk dengan meja bar di sebelah kanan dan
papan panah di sebelah kirinya, Lucie secara tidak sengaja berdiri
santai diantara kedua lututnya. Dan karena teman-teman Lucie
berdiri di depannya, itu memberikan Reid kesempatan yang
sempurna untuk menyentuh Lucie tanpa orang lain ketahui.
Bab 11
Pada awalnya dia tak tahu kenapa dia begitu gugup. Dia jelas tidak
gugup saat Reid menyentuhnya. Tidak, tapi itu seperti api murni,
hasrat tak terkendali yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Jadi
yang harus dilakukan olehnya hanyalah berada dalam pelukan Reid,
dan dia akan baik-baik saja.
"Disini, Lu."
"Reid?"
"Sekarang celananya."
Lututnya lunglai, tapi tangan yang kuat meraih pinggulnya, dan dia
menarik punggungnya untuk menahannya stabil. "Shhh. Aku
memegangmu. Aku ingin kau berbaring telungkup. Gunakan bantal-
bantal semaumu untuk membuat dirimu sendiri nyaman."
"Aku tak pernah melakukan itu sebelumnya," Kata Reid, "tapi ada
sesuatu tentang pantatmu yang membuatku perlu untuk melahapnya.
Apakah itu menganggumu?"
Plak!
"Ya," dia berseru diantara gigitan yang lain, yang satu ini lebih dekat
ke lipatan pahanya. "Semua yang kau lakukan terasa sangat nikmat."
"Ohmigod."
"Tentang apa?"
Hampir disana. Sangat dekat. Reid menambahkan jari yang lain dan
mengerutkan bibir di atas clit-nya, memberikan denyut dalam
hisapannya.
"Ah!" Pinggul Lucie bergerak, menggesekkan vaginanya terhadap
wajah Reid, dan Reid tahu Lucie berada pada titik dimana dirinya
tidak bisa mengendalikannya walaupun dia menginginkannya. Dia
berada di tepi dari klimaks, tepat dimana Reid menginginkannya.
"Lucie?"
"Aku hanya ingin tahu apa itu memberikan suatu efek untukmu."
"Hell yeah, itu sangat panas." Bahkan jadi lebih sekarang saat Reid
tahu bahwa Lucie senang melihat Reid bergerak di dalam dirinya.
Perlu mengambil dari Lucie sebanyak yang Reid bisa, Reid
melepaskan kaki Lucie untuk memposisikan dirinya di atas tubuh
Lucie dengan lengannya. Reid menambah kecepatan saat Reid
menangkap mulut Lucie dengannya, bercinta dengan mulut Lucie
menggunakan lidahnya bersamaan dengan gerakan tubuh bagian
bawahnya.
Keringat tubuh mereka basah meluncur satu sama lain, suara daging
bertemu daging di beberapa tempat dan nafas berat dengan disertai
erangan memenuhi udara. Lucie merengut mulutnya dari Reid, Lucie
mengangkat dagunya dan meyakinkan Reid untuk pindah ke
lehernya untuk melanjutkan tujuan Reid melahap Lucie seluruhnya.
Bab 12
"Ya, Tuhan, Reid," Lucie terengah. "Apa yang kita lakukan? Ini
gila."
"Ah, ya!"
"Tahan."
"Kenapa?"
Entah bagaimana mereka mampu untuk tidak meraba satu sama lain
ketika Reid selesai latihan PT dan olah raga reguler mereka.
Kemudian mereka seharian memikirkan bagaimana caranya
mengubah latihan keras yang biasa dia lakukan untuk
mengakomodasi penyembuhan cedera sehingga Reid bisa tetap
dalam kondisi siap bertarung.
Lucie bangkit dari sofa dengan rasa senang. Satu detik ia melewati
dirinya saat berjalan ke dapur, dan selanjutnya ia mendengar
gedebuk dan ooh saat dia terjerembab di lantai dibawahnya.
"Sini, biar aku tahan untukmu," dengan hati-hati ia taruh ujung kaki
kanannya diantara telapak tangan dan menekannya untuk
memberikan sedikit tekanan pada kakinya. Ketika Reid sadar mereka
duduk pada posisi itu beberapa saat, ia mendongak lalu melihat
Lucie sedang memperhatikan tangannya, mata berkaca-kaca. "Hei,"
katanya lembut, menangkup pipinya. "Sangat sakitkah? Mungkin
kau mematahkan sesuatu."
"Kau bercanda? Itu adalah hal yang cemerlang untuk dikatakan. Kau
tahu berapa kali aku 'tahan' setelah dihajar saat latihan bergulat?
Ratusan, kalau tidak ribuan. Dan itu selalu membantu." Dengan
setengah menyeringai ia menambahkan, "semacam itu atau kompres
air es. Susah dikatakan mana yang lebih baik, sungguh. Mengingat
berapa lama waktu yang kupunya."
Lucie mendengus pada pernyataan yang aneh dan tertawa gugup dan
tangannya menutupi wajahnya. Reid menarik tangannya. "Aku suka
saat kau mendengus."
Ayahnya adalah Stan Andrews, satu dari petinju top profesional saat
itu. Ia bertarung dengan banyak petinju besar bahkan mengalahkan
beberapa dari mereka. Ibunya adalah salah satu ring bunnies yang
sering berada disekitar gym, berada di semua pertarungan dan dan
melakukan yang terbaik untuk mendapatkan seorang petarung.
Orang tua Reid selalu bahagia sampai umurnya lima tahun. Hingga
suatu ketika San Andrew yang hebat mendapatkan pukulan terlalu
banyak di kepalanya, dan itu adalah akhir dari karirnya. Setelah itu
ia mulai minum, istrinya jijik hidup dengan mantan petarung yang
tak berguna sebagai suaminya. Sensasi untuk berada di sisi ring dan
memberi semangat untuknya sudah hilang. Lalu ibunya pergi.
Jadi, tidak, Reid tak punya kesempatan sebagai seorang yang bisa
menjalin hubungan asmara, apalagi menjalin hubungan keluarga. Ia
hanya melihat masa depan sama jauhnya dengan pertarungan
berikutnya. Sampai tangan seseorang terangkat di ring, ia makan,
tidur, menghirup semua yang ia butuhkan untuk mempersiapkannya
menghadapi lawannya. Dan setelah itu, ia mulai lagi untuk
pertarungannya selanjutnya. Selalu menjadi petarung. Tak pernah
menjadi penonton.
Ia tidak yakin berapa lama waktu berlalu, tapi sebelum film berakhir
nafas Lucie menjadi dalam bahkan tertidur. Mengambil selimut yang
ada di belakang sofa ia bungkus di sekeliling tubuhnya dan
menempatkan di ujungnya supaya lebih nyaman.
Bab 13
Apa yang Reid tahu adalah bahwa Reid tak bisa melakukan apapun
pada hal itu. Setelah UFC mengetahui dari Butch bahwa Reid sedang
di Reno untuk mendapatkan pelatihan khusus dan terapi untuk
cedera yang ia alami, mereka menyiapkan konferensi pers dan
penandatanganan kontrak di depan publik, dan dia tak memiliki
pilihan lain selain melakukan semua itu. Itu adalah bagian dari
kontraknya.
"Yeah," kata Lucie kesal. "Dengkulku baru saja terantuk di meja rias
ketika terburu-buru memakai pantyhose-ku, dan itu satu-satunya
yang aku miliki."
"Tidak, terima kasih, tak ada waktu. Aku akan pergi tanpa benda
itu."
Tanpa benda itu? Pria itu akan mendapatkan akses mudah ke kaki
Lucie yang telanjang. Semua yang Mann butuhkan hanyalah sapuan
tangan di bawah linen meja dan dia akan bisa melakukan semua hal
kreatif meskipun mereka berdua sedang berada di depan umum.
Reid tahu; Reid sering melakukan hal itu ketika ia merasa bosan saat
makan malam penting dengan eselon tingkat atas di dunia petarung.
"Aku tak memiliki setelan celana, Reid. Kau tak pernah memilihkan
satupun untuk aku coba."
Tentu Reid tak memilihkannya. Pria mana yang mau melihat seorang
gadis mengenakan pantsuit? Mata Reid sudah tenggelam pada tiap
gaun pendek yang bisa ia temukan. Betapa bodohnya dia.
Gadis itu tertawa, terlihat lebih santai kali ini. "Tidak, kau bodoh,
karena aku perlu dorongan untuk melakukan semua ini."
"Aku—"
Lucie terhenti karena mendengar theme song Rocky yang datang dari
arah dapur. Memerlukan waktu satu detik bagi Reid untuk
menyadari bahwa suara itu berasal dari telepon genggamnya. Lucie
bersikeras untuk memberikan semua kontak di speed dial Reid nada
dering personal dan mereka tertawa terbahak dan bercanda ketika
memilihkan lagu yang tepat untuk masing-masing dari mereka.
Lucie memilihkan theme song Rocky untuk Butch juga.
"Harusnya lebih tahu bahwa tidak baik meminum bir ketika sedang
berusaha menurunkan berat badan." Reid memposisikan telepon
ketelinganya dan mengejek. Reid pikir dengan mengatakannya
dengan lantang akan terdengar lebih meyakinkan dibandingkan
dengan hanya sekedar memikirkannya. "Itulah yang kau dapatkan
karena berpikir, bodoh."
"Hey, Butch. Maaf aku tak mengangkat teleponnya lebih awal. Ada
apa? Bagaimana keadaan yang lain?"
"Yang lain masih sama seperti biasanya. Tapi aku tak meneleponmu
untuk berbincang tentang yang lain. Aku memiliki beberapa berita
baik."
Reid mengambil sebtol air dari kulkas dan kembali berjalan ke arah
ruang tamu untuk melanjutkan posisi santainya di sofa. "Bagus,
karena aku hanya bisa mendengar berita baik sekarang."
"Jadi kau bisa pergi dari sana dan kembali ke rumah. Berlatih
dengan rekan satu timmu dan bersiap untuk pertandingan perebutan
gelarmu di-gym-mu sendiri. Tuhan, jika aku tahu dirimu, kau
mungkin akan menjadi gila jika terlalu lama di sana."
"Nak, apakah kau mendengar apa yang baru saja aku katakan?"
"Dan aku sangat menghargai hal itu, tapi kau tahu, Luce sudah
menggunakan waktu liburannya untuk membantuku—"
"Aku dengar apa yang kau katakan. Yang aku khawatirkan adalah,
boy, yang tidak kau katakan."
"Itu berarti bahwa Reid yang aku kenal akan mengambil setiap
kesempatan yang ada untuk kembali ke camp dan fokus untuk
merebut kembali sabuknya. Itu berarti aku berpikir bahwa
kemungkinan kau sedang berpikir dengan kemaluanmu bukan
dengan kepalamu."
Reid masih benci akan ide mengakhiri waktunya dengan Lucie, tapi
semakin ia memikirkan tentang hal ini semakin ia menyadari bahwa
akan lebih baik seperti ini. Lucie sudah mencapai tujuannya, dan
dengan bantuan gadis itu Lucie hampir mencapai tujuannya. Lucie
membuat keajaiban pada bahunya; hampir sembuh seratus persen.
Dan jika Reid merasa sedekat ini dengan Lucie setelah hampir dua
minggu, ikatan ini akan menjadi lebih buruk lima atau enam minggu
ke depan. Yeah. Ini adalah saatnya untuk pergi.
"Aku rasa kau terlalu keras padanya. Aku yakin pria itu adalah
pelayan baru dan masih kikuk pada pekerjaannya. Hal itu benar-
benar tak ada hubungannya denganku."
Dan mendengus.
Lucie tak yakin bagaimana harus merespon hal itu, jadi dia memilih
untuk merubah subjeknya. "Setelah beberapa tahun bekerja bersama
secara profesional, senang akhirnya aku bisa menghabiskan
beberapa waktu denganmu dalam level yang lebih pribadi, Stephen."
"Jadi, ceritakan padaku soal Lucie. Apa tujuan jangka pendek dan
jangka panjangmu, Miss Miller?" Stephen menyingkirkan gelas
slushie kosong dengan kakinya ke dekat tempat sampah dan lanjut
berjalan.
"Um, well, aku rasa tujuan jangka pendekku adalah beberapa hal
seperti mendapat peralatan baru untuk ruang terapi, mengambil
beberapa kelas untuk beberapa teknik baru, dan melakukan beberapa
usaha untuk keluar lebih sering lagi."
"Yeah, kau tahu, keluar." Ketika semua yang Stephen lakukan adalah
mengangkat alisnya dalam gerakan tubuh bertanya, Lucie melihat ke
trotoar dan mencoba untuk menyembunyikan senyum malu-
malunya. "Seperti berkencan."
Lucie melirik cepat pada pria itu dari bawah bulu matanya sebelum
kembali fokus ke jalan yang sedang ia lalui. "Aku suka itu."
"Bagus. Okay, lalu bagaimana dengan tujuan jangka panjangmu?
Dimana kau membayangkan dirimu sendiri, katakanlah, dalam lima
tahun lagi?"
"Aku peduli pada orang-orang yang aku tangani. Aku dengan tulus
ingin membantu mereka atau aku tak akan pernah menjadi seorang
ahli bedah. Tapi aku tak merasa bahwa suatu kejahatan untuk perduli
pada diriku sen diri dan masa depanku juga."
Lagipula, seperti yang Stephen katakan, itu bukan berarti dia tak
perduli pada pasien. Dia hanya bersungguh-sungguh pada karirnya.
Dia memiliki tujuan, yang mana terakhir kali Lucie periksa, adalah
sesuaru yang Lucie kagumi. Memberi Stephen senyum, Lucie
berkata, "Aku mengerti. Dan aku pikir sungguh hebat kau memiliki
aspirasi yang tinggi."
"Oh, tak apa, aku tak keberatan. Itu adalah sesuatu yang biasa untuk
kita, jadi begitu alami jika percakapan antara kita berdua mengarah
kesana. Aku pikir kecocokan itu penting."
"Ya, ferret," kata Lucie. "Kau tahu, mereka kecil, sejenis musang.
Aku tak terlalu menyukai mereka, tapi Mrs. Egan memuja makhluk
kecil itu."
"Aku tahu apa itu ferret, Lucie, dan aku yakin makhluk itu tak kan
keberatan jika harus menunggu sedikit lebih lama lagi."
Sebelum Lucie bisa mengatakan kebohongan lainnya, Reid masuk
dengan mulus sekana mereka sudah merancang keadaan itu.
"Sebenarnya, tida. Remy mengidap diabetes jadi dia harus makan
dan mendapatkan insulin di waktu yang seharusnya. Aku ingin
melakukannya untuk Lucie, tapi aku mempunyai alergi."
"Ya!" kata Lucie dengan antusias. "Um, maksudku, Reid benar, aku
benar-benar harus pergi. Tapi aku mengalami waktu yang
menyenangkan, Stephen. Terima kasih banyak."
Bab 14
Dia bisa mendengarkan kecemasan dari suara pria itu. "Mengapa kau
harus memikirkannya lagi?"
"Karena aku tidak tau apa yang akan kau pikirkan. Aku takut kau
akan membencinya."
Ruangan itu gelap gulita dengan hanya satu cahaya dari sebuah
lampu sorot yang terpasang di atas sebuah balok penopang, dan
diatas balok itu terdapat sebuah papan gabus besar yang
menampilkan sebuah gambar pensil arang Lucie…telanjang.
Apakah ia percaya? Seni itu sangat personal dan sesuatu yang sangat
intim seperti ini – seperti pandangan yang ia berikan pada pria itu
ketika mereka bercinta – bahkan lebih. Ia memiliki hak untuk merasa
tersinggung, meskipun mungkin hanya mereka berdua yang pernah
melihat gambar ini. Namun pria itu sudah menggambarnya tanpa
seizinnya.
Apakah itu hal yang baik "Ya Tuhan" atau sesuatu yang buruk, Reid
masih belum bisa memastikan. Ia benar-benar mengharapkan pilihan
pertama.
Malam ini Lucie mengenakan sebuah gaun pink dengan tali kecil,
korset yang cocok dengan sarung tangannya, menjepit bagian
pinggang kecilnya dan tergantung sedikit melebar di pinggulnya
dengan tarian melambai di sisinya setiap ia bergerak.
"Reid, aku…" dia berhenti, dan Reid benar-benar takut akan hal
terburuk.
Tidak peduli jika sebagian dari situasi itu adalah misinya untuk
berakhir dengan seorang pria lain, dan kenyataan bahwa pria itu
tidak memiliki perasaan apapun terhadap hubungan ganjil mereka.
Reid sudah memberinya sebagian dari dirinya sendiri dengan
menciptakan karya seni yang mengagumkan ini untuknya –tentang
dirinya- dan ia baru saja menampar pria itu dengan membawa
Stephen dalam malam mereka dengan menyebutkan namanya.
"Ada apa dengan bajingan itu hingga membuatmu tidak bisa lepas
darinya?" teriaknya. "Aku serius, tolong katakan, karena aku sudah
berusaha untuk mencari tahu dan aku tetap tidak bisa
menemukannya!"
Tertarik? Jika ada yang telah membuatnya tertarik itu adalah Reid.
Itu seharusnya menjadi sebuah hal yang biasa, tidak ada yang lebih
dari pada pelajaran untuk menjadi wanita yang bisa menarik hati ahli
bedah ortopedi tertentu sehingga mereka bisa hidup bahagia
selamanya dalam hubungan yang memungkinkan dan didasarkan
pada kepentingan bersama dan rasa toleransi.
Seperti sekarang, dia tidak yakin dengan apa yang ia inginkan saat
ini. Sebenarnya itu adalah sebuah kebohongan. otaknya mengatakan
bahwa ia menginginkan Stephen. Tetapi tubuhnya – dan Lucie takut
jika hati itu juga - meneriaki nama Reid.
"Sialan Luce," katanya dengan kasar. "Aku senang karena kau selalu
sangat basah untukku. Aku tidak pernah merasakan sesuatu yang
sepanas dan seketat ini. Aku ingin hidup di dalam dirimu, dan tidak
pernah meninggalakanmu."
Lucie tidak mungkin membalas kata-kata Reid, jadi ia hanya
merengek memohon dengan menggerak-gerakan pinggulnya dan
membuatnya bergerak. Dan itu berhasil, tapi tidak sesuai dengan apa
yang ia maksudkan. Bukannya meraba tubhnya seperti yang Lucie
pikir akan di lakukannya, ia malah menariknya keluar dan
meninggalkannya dalam keadaan kosong begitu saja.
"Reid please…"
Semuanya terasa mencair kecuali saat ini, pria ini yang memiliki
kekuatan untuk mempengaruhinya hingga tidak ada lagi hal yang
terpenting kecuali caranya mengisinya, merenggangkannya, dan …
melengkapinya.
Bab 15
"Tentu saja tidak. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka
tawarkan, kita belum memutuskan apapun. Dengar, aku sedang
berada di rapat penting sekarang jadi aku akan menghubungimu
nanti. Uh-huh, buh-bye." Vanessa menepiskan rambutnya yang ikal
kebelakang bahunya dengan kasar ia menaruh ponselnya kedalam
tasnya, dia mendesah dramatis tanda kelegaan saat mereka
melakukan ritual yang biasa mereka lakukan saat menyatukan gelas
mereka dan bersulang untuk kesehatan mereka. "Jadi,apa yang
terjadi? Kau tidak pernah meminta RMD, terakhir kali kau
memintanya adalah saat kau sedang stress saat kau menghadapi
tugas akhir semester."
Benar. Biasanya Vanessalah yang selalu mengadakan Rapat Minum
Darurat sesuai dengan drama terakhir yang di alaminya,entah itu
masalah pribadi atau masalah pekerjaan. Vanessa mempunyai bakat
dalam melodrama, bakat yang bisa membuatnya terlihat luar biasa
saat berada di ruang sidang, tapi itu juga bisa berarti ia sedang
berada di puncak kesuksesannya atau sedang tenggelam dalam
kesedihan. Lucielah yang selalu menjadi penyeimbang. Sehingga
mereka bisa saling melengkapi satu sama lain.
"Itu indah."
" Jadi kenapa kenapa kau berfikir jatuh cinta pada Reid adalah hal
yang buruk? Aku pasti telah melewatkan sesuatu karena aku tidak
menemukan sesuatu untuk mendukung teori tersebut."
"Apa maksudmu?"
"Well, aku memang baru berkencan beberapa orang pria, tapi kau
dan aku tahu bahwa aku sangat ahli dalam menilai karakter
seseorang. Reid adalah pria yang sempurna." Vanessa mengangkat
tangan kirinya dan mulai membuka satu persatu jarinya sesuai
dengan karakter yang ia ucapkan. "Sangat Menarik, lucu,
mempesona,kaya, sangat menarik, sukses, berteman dengan
kakakmu, dan dia jelas telah membakar dirimu. Apakah aku sudah
mengatakan dia sangat menarik?"
"Yah, itu sempurna. Seperti apa yang ku inginkan dari seorang pria
hanyalah sekedar seks."
"Kenapa sangat sulit bagimu untuk percaya bahwa kau pantas untuk
dicintai oleh pria yang baik? Kau adalah orang yang sangat cantik
yang aku tahu, luar dan dalam. Dia bodoh jika dia tidak jatuh cinta
padamu,"
"Bahkan jika kau benar, bagaimana itu bisa terjadi? Kami benar-
benar bertolak belakang. Aku sudah melakukannya dulu, ingat?"
"Well, baiklah. Yang satu ini aku yang traktir asalkan kalian
memberikanku sesuatu manis." Pria tua itu membungkuk membuat
mereka tertawa, mereka lalu memberi ciuman di pipinya yang
tertutupi janggut pendek putih. Frizt lalu berdiri dan berkata, "Itu
adalah cara yang sempurna untuk mengakhiri malam ini. Aku akan
naik keatas dan membiarkan michelle berjaga sampai tutup malam
ini. Kalian harus berlaku baik, kalian dengar?"
Reid membuka pintu gym lamanya dan berjalan pelan. Emosi yang
campur aduk dari bau yang familiar dan suara yang membawanya
ke masa lalu. Masa ketika ia masih muda dan berada dalam kuasa
ayahnya. "Ada masalah apa denganmu? Untuk terakhir kalinya
kukatakan, angkat tanganmu!"
Kepala pria tua itu tidak bergerak banyak, tapi matanya menatap dan
menyipit pada anak lelaki satu-satunya seperti sedang mengukur
musuhnya sebelum akhirnya ia tegak dan menyilangkan tangannya
di dada. "Well,well, jika itu bukan anak yang hilang."
"Sudah lama sejak kau membaca Alkitab, Pop. Anak yang hilang
kembali ke rumah setelah tersesat dalam hidupnya dan meminta
pengampunan ayahnya. Aku tidak kembali. Hanya berkunjung. Dan
semua yang sudah kulakukan adalah untuk menjalani hidup yang
sudah kau ajarkan kepadaku jadi tidak ada alasan untuk meminta
maaf."
"Oh, kau tidak, begitu? Bagaimana dengan meminta maaf atas apa
yang telah kuberikan padamu—semua pengetahuan, semua latihan,
semua dedikasi—dan meninggalkanku diam-diam saat kau hidup di
kehidupan mewahmu di liga besar."
Salah satu hal yang ayahnya ajarkan pada Reid adalah untuk
membaca bahasa tubuh orang.Jika kau memperhatikannya—apakah
di pertarungan atau diluar—kau nyaris bisa mengantisipasi gerakan
lawan atau reaksi mereka padamu.
"Yah, aku tahu itu semua." Stan menunjuk lengan Reid. "Bahumu
sudah sembuh?"
"Tidak lagi," kata Reid dengan senyum simpul. "Dia sangat cantik,
tidak perlu disebutkan bahwa dia luar biasa. Tapi, yah, salah
satunya."
"Tidak, bukan seperti itu. Maksudku, yah, aku sangat peduli padanya
—" Reid mengumpat saat menghembuskan nafasnya. "Aku berpikir
tentang kemungkinan mencoba untuk memulai sebuah hubungan.
Lihat saja kemana arahnya."
"Oh benarkah?" Suara Stan akhirnya datar, tapi hanya karena dia
tidak berteriak bukan berarti tanggapannya tidak tajam. "Aku duga
maksudmu adalah sketsa dan patung konyolmu. Seperti yang
diinginkan wanita hanyalah seorang pria yang bermain dengan tanah
liat setiap hari.Tidak bisa di percaya."
Bab 16
Karena apartemen itu gelap, Reid berpikir Lucie masih berada di bar
bersama Vanessa, yang mana merupakan hal bagus karena pikiran
Reid sedang kacau dan perlu waktu sendiri untuk dibereskan
semuanya. Reid meneguk cairan dingin itu dan berharap hal itu
dapat mendinginkan emosinya dari dalam. Mungkin Reid akan
mengacaukan dietnya untuk malam ini dan mabuk. Membuat dirinya
sendiri kebas dalam beberapa jam jadi dia tak harus memikirkan
tentang pertandingannya yang akan segera di gelar atau fakta bahwa
ia harus segera meninggalkan Lucie dalam beberapa hari.
Lucie.
Apa yang akan Reid lakukan padanya? Reid tak pernah merasakan
apa yang ia rasakan pada Lucie dengan wanita manapun, walau
hanya sedikit. Reid bahagia bersama dengan Lucie, dan jelas sekali
bahwa ia menyayangi Lucie...meskipun ia merasakan hal yang sama
pada Butch, namun apa yang sekarang Reid rasakan jauh lebih kuat
dari rasa sayangnya pada pelatihnya sendiri. Tapi apakah ini berarti
Reid jatuh cinta pada Lucie? Reid tak tahu bagaimana ia bisa
memastikan hal tersebut.
"Kau terlihat terlalu serius untuk malam yang indah seperti ini."
Terkejut, pria itu berbalik, siap untuk memarahi Lucie karena sudah
mengendap-endap dibelakangnya...hingga akhirnya Reid melihat
makhluk paling seksi yang pernah ia lihat.
"Aku yakin itu adalah hakku," kata Reid, melepaskan tiang ranjang.
"Anak baik?" Reid mendengus. "Biarkan aku datang kesana dan aku
akan menunjukkan padamu seberapa dewasanya diriku, sweetheart."
Lucie melepaskan kancing paling bawah dari kemeja yang ia
kenakan. Kemudian selanjutnya menunjukkan celana dalam sutranya
yang berwarna biru. Lucie memberikan Reid senyuman licik dan
berkata, "Jika kau ingin membuktikan padaku seberapa dewasanya
dirimu, maka kau akan melawan insting yang menggerogotimu dan
tetap diam. Dimana. Kau. Berada."
Sialan, Reid harus berhenti berpikir seperti itu. Reid harus berhenti
berpikir panjang dan membiarkan dirinya bebas untuk saat itu.
Untuk wanita yang ia miliki saat itu.
Mata pria itu melekat pada payudara Lucie saat gadis itu
melanjutkan memainkan dan memanjakan payudaranya. "Seberapa
besar apanya?" katanya serak.
"Sangat ingin." Suara Reid lebih rendah dari biasanya dan Reid
menyadari suara itu lebih terdengar seperti geraman. Wanita itu
mengeluarkan sisi binatang Reid lebih dari wanita lainnya.
Itu adalah saat yang Reid maksud, Reid tahu bahwa meskipun ia
memiliki janji sungguhan, ia akan mengabaikannya hanya untuk
tetap tinggal bersama Lucie. Itu adalah saat dimana ia tahu bahwa ia
mencintai Lucie.
"Benarkah?"
Lucie mengangguk.
"Aku tak yakin. Aku bahkan belum pernah melihat tatapan itu
sebelumnya."
Napas Lucie menjadi lebih dalam dan putingnya mencuat saat Reid
memainkan jemarinya di sekitar bukit lembut payudaranya. "Aku tak
yakin ada sembarang orang yang pernah melihat tatapanku itu...tapi
kau bukan sembarang orang, benar kan?" Reid mengecup bahu
Lucie dan mengangkat kepalanya untuk melihat alis mata Lucie
yang membeku dan bibir bawahnya yang terpenjara di antara
giginya. "Kau spesial. Kau tahu itu kan, Lucie?"
Lucie berbohong.
Reid menganggap itu sebagai hinaan pribadi. Satu hinaan yang akan
ia benahi.
***
Kulit tebal di ujung jemari Reid mengelus pipi Lucie sebelum masuk
ke dalam rimbunan rambutnya. Wajah tampannya hanya beberapa
inchi jauhnya dari wajah Lucie namun rasanya seperti bermil-mil
jaraknya.
Sebelum otak Lucie bingung akan yang di maksud oleh Reid tentang
mengurusnya selama enam puluh menit atau enam puluh tahun dari
saat itu, Reid sudah mengklaim bibir Lucie dalam ciuman yang
sangat sensual abad itu dan menghancurkan segala harapan aktifitas
otaknya selama beberapa saat ke depan.
"Oh!"
Hilang dalam paska klimaks yang berkabut dan tarian sensual lidah
mereka, tubuh Lucie mengejang merespon ketika Reid mulai
menarik, ereksinya yang besar menggosok dinding sensitif
kemaluannya.
Tak dapat di percaya, Lucie datang lagi, nama Reid terkuak dari
bibirnya. Tapi mengingat yang terakhir membawa Lucie dengan
intensitas yang kejam, orgasme kali ini membawa Lucie ke dalam
ketidaksadaran yang sempurna yang tampak tak kan berakhir.
Bab 17
"Hai."
Lucie muncul dari kamar mandi dengan jubah mandi yang pendek,
menyikat gigi dan tersenyum. Berhenti cukup lama untuk bicara
dengan mulut penuh pasta gigi, "Aku harus membatalkan kencanku
malam ini dengan Stephen sebelum aku lupa. Kau bisa bayangkan
bagaimana jika dia datang lalu aku membatalkannya?" kemudian
Lucie menambahkan dengan nada bernyanyi yang lucu. "Kaa-
ccaauu." Katanya sambil kembali ke kamar mandi.
Hal itu akan membunuhnya jika ia melihat sosok manis Lucie akan
berubah menjadi sosok lain yang tampak letih dan kesal, semua itu
hanya karena ia tidak tahan hidup tanpa Lucie. Hanya karena wanita
itu sempurna untuknya, bukan berarti dia harus selalu berada di
sampingnya.
Lucie pantas mendapatkan jauh lebih baik dari itu. Ia pantas berada
tak hanya di dalam hati seorang pria, tapi juga dalam kehidupannya.
Seseorang yang sesekali bisa membolos hanya untuk berbaring di
tempat tidur dengannya, yang memiliki karir yang sukses dan tidak
melibatkan resiko kemungkinan terkena gegar otak atau tercekik.
"Aku rasa itu bukan ide yang bagus. Aku tak akan punya waktu
untuk bersama denganmu seperti di sini. Semuanya akan sangat
berbeda di sana. Aku tak akan bisa membawamu bepergian. Kau
akan terjebak di tempatku sepanjang hari, setiap hari."
No. no, no, no. Ia tidak sedang melakukan apa yang wanita itu
pikirkan. Lucie berdiri dan bersidekap, menyipitkan matanya penuh
peringatan. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini Reid? Kau berusaha
sangat keras untuk membuatku tetap berada di rumah. Dengan
alasan yang benar-benar konyol, jika boleh kutambahkan."
"Dengar, kumohon jangan membuat ini jadi lebih sulit. Kau tahu aku
sangat peduli padamu, tapi ini,"—ia menunjuk bolak-balik diri
mereka berdua beberapa kali—"hanya sementara. Ingat?"
"Ingat? Ya Reid, aku ingat. Aku juga masih ingat ketika tadi malam
semuanya berubah. Kau tidak akan berdiri di sana dan menyangkal
semua itu, kan?"
"Kau mencintai mantan suamimu juga, Luce. Lihatlah apa yang kau
dapatkan."
Bab 18
Namun secara mental, ia tak pernah merasa lebih kacau lagi dari
sekarang. Normalnya saat mendekati pertarungan yang terlintas
dipikirannya adalah bayangan dirinya menyerang lawannya. Tapi
yang melintas dipikirannya sekarang adalah bayangan ekspresi
terluka milik Lucie saat ia dengan sengaja merenggut jantung Lucie
dari dadanya.
"Atau mungkin juga kau yang marah karena kau terlalu pengecut
untuk mengejar gadis yang selalu kau bicarakan sampai bolamu
menjadi nyeri."
"Aku tak tahu apa yang kau bicarakan," Reid berkata saat sambil
bersedekap. Saat pria tua itu hanya menatapnya, ia menunjuk
tangannya ke arah gym. "Aku mencoba fokus dalam pertarunganku
dan mereka mengejekku tentang sesuatu. Mereka lebih tahu dari
pada itu, Pelatih."
"Aku melihat apa yang terjadi. Kau hampir memotong kepala Hardy
dengan medicine ball."
"Kupikir juga begitu," kata Butch, bangkit dari kursinya. "Jadi apa
rencanamu?"
Reid tak dapat membantah logika pria itu. Dia benar. Saat Reid
memiliki rencana yang bagus, tak ada yang dapat mengganggunya.
Bukan trik menyesatkan yang dilemparkan lawan padanya di media,
bukan cedera yang ia tahu bisa ia sembuhkan setelah pertarungan,
tidak ada.
"Rencanaku buruk karena aku tak punya satu pun. Tak peduli apapun
yang kucoba aku tidak menemukan solusi untuk membuat kami
bahagia."
"Butch, sebelum aku datang dia sudah setengah jatuh cinta pada ahli
bedah ortopedi. Pria itu mengajaknya berkencan dan menginginkan
lebih. Dia punya uang, tampang menarik, dan memiliki kesamaan
dengannya.
"Jadi?"
"Di atas kertas. Dia hanya menang di atas kertas, nak." Butch
condong kedepan dan tersenyum. "Apa yang selalu kukatakan
padamu, kartu truf apa yang harus dimiliki dalam setiap
pertarungan?"
Reid tidak yakin sudah berapa lama ia berdiri sendiri di ruang itu
setelah kepergian ayahnya, tapi mungkin sudah beberapa lama
karena rekannya sudah masuk dan memberitahu bahwa ini waktunya
memakai sarung tangan dan keluar.
Bab 19 - Tamat
Sandy yang riang dalam balutan gaun biru pucat yang indah berdiri
di tengah panggung dengan program lelang di tangan.
"Ayolah," kata Vanessa, meraih tangan wanita itu. "Mari kita cari
Kyle dan Eric, bertahan di bar, dan membuatmu merasa baik dan
terpengaruh alkohol hingga nomor antrianmu naik."
"Sebenarnya, apa yang kau katakan adalah frase yang tepat untuk
apa yang aku rasakan. Pimpin jalannya, oh, orang bijak."
Selama setengah jam Vanessa dan Kyle juga Erik berdiri dengan
Lucie dan menyaksikan pria dan wanita di panggil satu per satu ke
panggung dan diminta untuk berdiri di sana sembari biodata singkat
itu dibaca yang terdiri dari minat dan hobi mereka dengan cara
pengenalan yang murahan dari acara tv Love Connection.
Masalah terbesar Lucie sekarang adalah bahwa dia dan Stephen telah
melakukan peran yang terbalik. Setelah kencan tersebut Lucie
mengatakan padanya bahwa hubungan mereka tidak akan berhasil.
Mann membalas dengan ide-ide keagungan seperti apa hidup mereka
nantinya dan meminta Lucie untuk kencan lainnya. Untuk acara
amal rumah sakit. Hal yang sangat Lucie inginkan sejak awal.
Dan sekarang Lucie berada di acara amal, sendirian, dan berharap
dia bisa meringkuk di apartemennya dengan satu orang yang dia
yakin bukan untuknya.
"Last but not least kami memiliki seorang wanita muda yang luar
biasa yang ikut serta pada menit terakhir ketika Stacy jatuh sakit,
Miss Lucinda Miller. Kemarilah, Sayang."
"Oke," kata Sandy ke mic, "mari kita buka dengan lima ratus dolar."
"Omong kosong, Sayang, kau wanita muda yang cantik." Lalu Sandy
kembali keperannya sebagai pelelang dan menaikkan harga sampai
seribu dollar.
Tawaran itu sekarang sampai dengan dua puluh ribu dollar, dan itu
adalah Stephen. Lucie membuat kontak mata dengan Kyle dan
memberikan gerakan kepalanya sedikit saat Sandy menaikkan lima
ratus dari Mann. Pergi kencan lagi dengan pria itu bukanlah akhir
dari dunia. Tentu saja itu tidak sebanding dengan harus
menempatkan dirinya dan teman-temannya di garis kemiskinan.
Tapi jika Lucie benar-benar jujur dengan dirinya sendiri, itu akan
menjadi kencan ketiga yang tak berguna dengan Stephen, dan
tentang kencan menjadi pengingat yang menyakitkan dari apa yang
dia tidak akan pernah dapatkan dengan Reid.
"Aku menawar seratus ribu dolar, untuk satu kali kencan, bersama
dengan wanita mengagumkan yang berdiri di atas panggung." Reid
lalu memutar kepalanya untuk memberi Stephen tatapan menantang.
"Kecuali jika ada orang lain yang menaikan tawaran, dan sudah
pasti, aku juga akan menaikkan tawaranku."
"Kau baru saja menghabiskan banyak uang untuk sesuatu yang jelas
tidak kau inginkan." Akhirnya Lucie membuka suara.
"Aku tahu."
"Kenapa?"
"Karena kau tak mau menerima teleponku, dan aku tahu kau terlalu
terhormat untuk bisa menolak kencan dengan orang bodoh
menyedihkan yang telah mengeluarkan uang dari yang biasa mereka
keluarkan untuk lelang ini."
Lucie menghidari tatapan mata Reid dan berkata, "Jadi semua ini
hanya untuk bersenang-senang dan sebuah permainan untukmu. Itu
sangat menenangkan."
Tak perduli berapa kali Lucie berkata pada dirinya sendiri bahwa ia
tidak ingin melihat pertarungan Reid, Lucie tahu bahkan sejenis
perang nuklir pun tak mampu menghalanginya untuk menonton
pertarungan itu. Duduk di sofanya lalu menarik lutut kedadanya dan
giginya menggerogoti segala kesakitan yang keluar dari bibirnya,
Lucie telah mengamati setiap saat yang menyiksa. Tentu saja ini
sudah terlalu berlebihan untuk meminta pertarungan cepat. Tidak,
Lucie sudah menjadi sasaran hampir tiga ronde penuh menonton
Reid menerima pukulan dan tendang di kepala dan tubuh yang
tampaknya bisa merobohkan seekor gorilla. Untungnya, Reid
sebanding dengan lawannya, dan di ronde ke tiga Reid berhasil
mengalahkan lawannya dengan tendangan di kepala yang
spektakuler.
Lucie tidak pernah merasa selega ini dalam hidupnya. Atau begitu
bangga.
"Tidak masalah apakah aku menang atau kalah. Aku telah membuat
keputusan untuk berhenti sebelum pertarungan itu, apapun hasilnya."
"Itu lah maksudku. Hatiku tidak lagi berada dalam pertarungan itu."
Lucie sangat ingin setuju dengan apa yang dikatakan Reid, namun
sebagian besar dirinya—bagian yang telah hancur sebulan lalu saat
Reid pergi darinya—menahannya, memperingatkannya akan harapan
yang salah. Lucie membutuhkan pengesahan yang lebih dari itu.
Reid terkekeh, tapi dia kembali serius dengan cepat. Masih memeluk
tubuh Lucie, Reid menempatkan keningnya di kening Lucie dan
bicara dengan penuh ketulusan terpancar di mata hijau
kecoklatannya. "Lucie Marie Maris....Aku benar-benar telah jatuh
cinta padamu. Dan tuhan sebagai saksiku...tak perduli berapa lama
waktu yang kubutuhkan...Suatu hari aku akan menjadi cukup layak
untuk menjadi suamimu, karena aku tak sanggup jika harus hidup
tanpa dirimu."
"Sekarang lihat apa yang sudah kau perbuat dan lakukan." Lucie
terisak, bertekad untuk setidaknya menahan ingusnya keluar dari
seluruh kekacauan pada riasannya yang sebelumnya diterapkan
dengan hati-hati. "Katakan 'I love you' dengan simpel pasti sudah
cukup."