Anda di halaman 1dari 25

PP/UU TENTANG ABORSI

1. Pengertian Aborsi

Aborsi = pengguguran = abortus provocatus. Gugur kandungan atau aborsi


(bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup)
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur. (Wikipedia, 2009)

Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja


dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar tubuh ibu.

2. Macam-macam Aborsi

1). Abortus Spontan (abortus spontaneus)

...................

2). abortus terapeutik/medis (abortus provocatus therapeticum)

Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus.


Merupakan abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia
yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.

Syarat-syaratnya:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan


untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi ).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.

Alasan-alasan untuk melakukan tindakan abortus medisinalis :


1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan
perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed
abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau
jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis,
tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada
kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus
dikonsultasikan dengan psikiater.
3). Abortus Buatan /sengaja ( abortus provocatus criminalois)

Abortus Provokatus Kriminalis

Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik


(ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau
obat-obat tertentu. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan
yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh
tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya
mengandung unsur kriminal atau kejahatan.

Alasan-alasan melakukan abortus provokatus kriminalis :

1. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.


2. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk
punya anak lagi.
3. Kehamilan di luar nikah.
4. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban
ekonomi keluarga.
5. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
6. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan
antar keluarga).
7. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga
termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.

Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas


mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun
tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan
dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-
perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau
pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU
kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP),
UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi
manusia (HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak
permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap,
yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal.
Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang
kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang
menimbulkan kematian.

Aspek-Aspek Aborsi: Etik, Medis, Agama, Sosial, Hukum, KB, Sumpah


dokter/bidan.

Aborsi dari sudut pandang Hukum

 Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara


maupun kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan
melakukan tindakan aborsi atau pengguguran kandungan.

 Jika ditinjau dari aspek hukum , pelarangan abortus justru tidak bersifat
mutlak

Abortus Provocatus terdiri dari:

 Abortus buatan legal= abortus provocatus therapeticus yaitu pengguguran


kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan
oleh undang-undang. Cara ini sering disebut sebagai abortus provocatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya
adalah untuk menyelamatkan nyawa si ibu.

 Abortus buatan illegal (abortus provocatus kriminalis) yaitu pengguguran


kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, yang dilakukan tidak menurut syarat dan cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Disamping itu aborsi ini juga
mengandung unsur kriminal

Abortus atas indikasi medik diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia,


No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 75

Dinyatakan sebagai berikut:

(1). Setiap orang dilarang melakukan aborsi

(2). Larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan berdasarkan:

Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik
beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang

(4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:

1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid


terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh
menteri

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana


dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 194 (ketentuan pidana)

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu
milyar rupiah)

Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP) yang mengatur abortus Provocatus:

Pasal 229

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu
rupiah.

2) Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan


pebuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan


pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa kandungannya


atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.

Pasal 347

Ayat 1

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan


kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pi penjara paling
lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun

Pasal 348

Ayat 1

Siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau menghabisi nyawa kandungan


seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya
wanita teersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
Pasal itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 535

Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatru sarana untuk


menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan
tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantara yang
demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Aborsi Di Indonesia diatur oleh:

 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946tentang Kitab Undang-undang


Hukum Pidana (KUHP) – dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan
melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
 Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
 Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992tentang kesehatan – dalam
kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Sampai
dengan saat ini masih diterapkan.

Keuntungan:

 Undang-undang (KUHP) dibuat pada jaman Belanda untuk


menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh
tenaga tak terlatih (dukun).
Kerugian:

 Aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa


dilakukan secara aman (safe abortion).
 UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi
aborsi yang salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-
satunya yang dihukum. Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter),
pencari pelayanan (ibu), dan yang membantu mendapatkan pelayanan,
dinyatakan bersalah.
 Akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia
menjadi tinggi karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih

Aborsi seharusnya:

1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan dokter umum yang ditunjuk
dan terlatih (bersertifikat)

Keuntungan: Aborsi bisa dilakukan secara aman (safe abortion).

Kerugian: Profesi lain selain dokter yang ditunjuk dan tersertifikasi, tidak
diperkenankan untuk memberikan pelayanan aborsi

2. Dilakukan di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk.

Keuntungan:

 Aborsi dapat dilakukan secara lebih aman, karena rumah sakit dan klinik
yang ditunjuk akan dimonitor keamanan dan kualitasnya.

Kerugian:

 Fasilitas kesehatan yang tidak ditunjuk pemerintah, dilarang memberikan


pelayanan aborsi
 Rumah sakit dan klinik yang ditunjuk, hanya diijinkan memberikan
pelayanan aborsi pada perempuan dengan usia kehamilan tidak lebih dari
usia kehamilan yang ditentukan.

3. Disetujui oleh sekurang-kurangnya seorang konselor dan seorang


dokter yang ditunjuk, atau oleh seorang dokter bila dalam keadaan
darurat (emergency).

Keuntungan :

 Kerahasiaan pasien terjamin


 Pasien mendapatkan pertolongan sesegera mungkin
 Pasien diberikan konseling, sebelum mendapatkan pelayanan medis.

Kerugian :

 Keputusan aborsi ditentukan oleh satu konselor dan satu dokter


 Terjadi penundaan bagi perempuan untuk mendapatkan pelayanan aborsi
aman
 Dokter merasa lebih berwenang dibandingkan konselor
 Dokter yang ditunjuk harus menjaga kode etik kedokteran
 Dokter dibolehkan untuk tidak menuliskan alasan penolakan memberikan
pelayanan aborsi kepada pasien
 Dokter bisa menolak untuk memberikan pelayanan aborsi kepada
pasiennya
 Tantangan dari kelompok konselor dan dokter anti aborsi.

Tindak aborsi dibolehkan dalam kondisi perempuan sebagai berikut:

(a) Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis menunjukkan
munculnya risiko lebih besar pada pasien (perempuan) bila kehamilan dilanjutkan,
seperti gangguan mental, fisik dan psikososial

(b) Ancaman gangguan/cacat mental permanen pasien (perempuan)


(c) Membahayakan jiwa pasien (perempuan) jika kehamilan dilanjutkan

(d) Risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat
fisik/mental yang serius.

Dalam menentukan risiko tindakan seperti yang tersebut di atas, dokter harus
mempertimbangkan keadaan pasien pada saat itu.

PENJELASAN KONDISI

a) Risiko gangguan fisik, mental dan psikososial perempuan: batas toleransi usia
kehamilan 12 minggu

Keuntungan: Penafsiran konselor dan/atau dokter bahwa dengan melanjutkan


kehamilan pasien akan mengalami gangguan kesehatan fisik, mental dan
psikososial.

Kerugian: Hukum dapat ditafsirkan secara kaku oleh sebagian dokter dan/atau
konselor untuk tidak mengijinkan tindak aborsi tanpa adanya bukti-bukti riwayat
sakit fisik dan mental pasien.

b) Risiko cacat fisik dan mental pasien (perempuan) yang permanen: tidak ada
batasan usia kehamilan

Keuntungan: Dalam kondisi pasien terancam cacat fisik dan mental secara
permanen,

perempuan dengan usia kehamilan di atas 12 minggu dibolehkan mendapatkan


pelayanan aborsi.

Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter

c) Mengancam jiwa pasien: tidak ada batasan usia kehamilan

Keuntungan: Disetujui/didukung oleh banyak orang


Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter

d) Janin tidak normal: tidak ada batasan usia kehamilan

Keuntungan: Dalam kondisi janin tidak normal, perempuan dengan usia


kehamilan di atas 12

minggu dibolehkan melakukan aborsi.

Kerugian:

 Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter mengenai definisi/kriteria


cacat serius
 Aborsi dianggap ilegal bila janin ternyata tidak cacat
 Aborsi dianggap ilegal bila keputusan diambil berdasarkan pertimbangan
gender.

PP/UU TENTANG BAYI TABUNG

1. Pengertian Bayi Tabung

 Fertilisasi In Vitro – transfer embrio


 Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum
dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
 Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan
sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung
gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke
dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana
layaknya janin biasa.

2. Jenis-jenis bayi tabung


1. Dengan sperma suami
2. Dengan sperma donor
3. Dengan media titipan

3. Pandangan bayi tabung dari segi agama

Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami
isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan
keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan
kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang
mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama.

Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat
sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu
termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan
sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika
menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari pasutri yang
sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.

4. Kedudukan Hukum Anak

Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV dengan Menggunakan


Sperma Suami

 Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.


 Pasal 42 UU Perkawinan
 Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari
istri dan embrio ditanam dirahim istri

1. Orang tua terikat perkawinan yang sah


2. Secara biologis anak merupakan anak pasutri
3. Istri sendiri yang melahirkan

Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan


Menggunakan Sperma Donor

Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah
Yuridis) dapat dianggapn sebagai :

1. Sebagai anak sah dgn melalui pengakuan(285 KUHPerdata)


2. Sebagai anah zina

Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan


Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan

 Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa
embrio dititipkan dalam rahim wanita lain  sewa rahim (lihat Pasal 1548
jo 1320 KUHPerdata)  anak angkat

5. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia

 Undang-Undang RI No 36/2009

Pasal 127

Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dgn ketentuan:

1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu; dan
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat


ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini:

1 Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan
ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki
hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH
Perdata).

2 Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka
anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari
pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH
Perdata)

3 Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan
tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak
yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.

4 Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir
adalah anak di luar nikah

Aspek Hukum Bayi Tabung

Inseminasi buatan atau bayi tabung menjadi permasalahan hukum dan etis
moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam
hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi
bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia.
Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi
Tabung):
1. Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut
baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah
(keturunan genetik) dari pasangan tersebut.

2. Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lair sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika
dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami
ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami
ibunya. Dasar hukum pasal 255 KUH Perdata.
3. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan
pasal 250 KUH Perdata. 15
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut
sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA.
(Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian
semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan pasal 1320 dan
1338 KUH Perdata.)
4. Jika salah satu benihnya berasal dari donor
5. Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-
vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan
dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi
pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan
memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan
keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan
melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum pasal 250 KUH
Perdata. 2. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang
bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan
penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH
Perdata. 3. Jika semua benihnya dari donor: (1) Jika sel sperma maupun sel
telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan
maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri
tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam
perkawinan yang sah.(2). Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis
maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis
tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut
bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel
telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis
sebagai anaknya

PP/UU TENTANG ADOPSI

1 Pengertian Adopsi

Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau
lembaga organisasi ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya
sebagai anak orang lain kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan
anak kandung

Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang


cakap mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua
kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua
dan anak.

 Adopsi dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia


 Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata,
UU No 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
 Pengaturan tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung
2. Aspek Hukum Adopsi

Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan
untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan permohonan pengesahan atau
pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak
menikah atau tidak terikat dalam perkawinan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan adopsi :

a. Pihak yang mengajukan adopsi

Pasangan Suami Istri

Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam
SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun
1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/ pengangkatan anak. Selain
itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk
mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat
mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin
lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada
dalam asuhan organisasi sosial.

Orang tua tunggal

1). Staatblaad 1917 No. 129

Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa


yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat
perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun
bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat
yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak
dapatmelakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-
laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi
(Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah
membolehkan mengangkat anak perempuan. 17

2) Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang
pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain
menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan
orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat
dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam
perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda
belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin
mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk
melakukannya.

3). Tata cara mengadopsi.

Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara


mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih
dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan
Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera.
Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya,
dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan
diangkat .
4). Isi permohonan

Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:-motivasi mengangkat


anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut. -
penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, juga harus membawa dua orang saksi
yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu
harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril
maupun materil) dan memastikan bahwa pemohon akan betul- betul memelihara
anak tersebut dengan baik. 18 yang dilarang dalam permohonan

5) Yang dilarang dalam permohonan


Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam
permohonan pengangkatan anak, yaitu:

1. M enambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan


anak.
2. Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari
pemohon.
Hal ini disebabkan karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan
harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi
tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon,
atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan,
maka pemohon perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik,
termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan
kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan
memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan
pemohon dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut
biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan
sebagainya.
6) Pencatatan di kantor Catatan Sipil
Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima
salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda
peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan
keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak
tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda
sebagai orang tua angkatnya.

7). Akibat hukum pengangkatan anak


Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
1. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka
orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula,
segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat.
Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah
maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau
saudara sedarahnya. 19
2. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum
nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan
yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.

ASPEK HUKUM ADOPSI

1. Hukum Adat
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat
tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental,
—Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali
keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya,
selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap
berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali,
pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak
tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya.
Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan
meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H,
Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
2. Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum
dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris
mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang
tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah
kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi
hukum, AKAPRESS, 1991)
3. Peraturan Per-Undang-undangan
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak
adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat,
dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat
dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan
tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada
keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak
tersebut.

3 Undang – undang Pengankatan Anak

Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA

Pasal 39

(1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

(2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon
anak angkat

(4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir

(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat

Pasal 40

(1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal
usulnya dan orang tua kandungnya

(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan

Pasal 41

(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP
No 54 Tahun 2007)

4. Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi

1. Pasangan suami istri

Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 ttg pemeriksaan permohonan
pengesahan/

pengangkatan anak.
Selain itu Keputusan Mensos RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk
Pelaksanaan

Pengangkatan Anak
2. Orang tua Tunggal

Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat meninggal meninggalkan


wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak WNI yang belum
menikah atau memutuskan tidak menikah.

5. Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat
(1))

a belum berusia 18 tahun

b nerupakan anak terlantar atau ditelantarkan

c berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan

d Memerlukan perlindungan khusus

6. Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2))

a Anak usia < 6tahun, prioritas utama

b Anak usia 6 – < 12 tahun , alasan mendesak

c Anak usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus

7. Syarat orang tua angkat (PP No 54 tahun 2007 Pasal 13)

a Sehat jasmani dan rohani

b Berumur min30 tahun dan maksimal 50 tahun

c Beragama sama dengan calon anak angkat

d Berkelakuan baik tidak pernah dihukum

e Berstatus menikah paling singkat 5 tahun


f Tidak menrupakan pasangan sejenis

g Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak

h Keadaan mampu ekonomi dan sosial

i Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali anak

j Membuat pernyataan tertulis tentang pengangkatan anak

k Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat

l Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin
pengasuh

diberikan

Anda mungkin juga menyukai