Batuan dapat engalami ubahan, baik tekstur, struktur maupun komposisi mineraloginya.
Perubahan itu dapat terjadi di antaranya karena proses pelapukan, alterasi hidrotermal, dan
metamorfisme. Proses – proses tersebut dapat mengubah batuan secara keseluruhan ataupun beberapa
jenis mineral tertentu saja. Tingkat/derajat perubahan tersebut sangat tergantung pada sifat batuan
asal (resistensi mineral) dan tingkatan besar kecilnya proses yang bekerja.
A. PELAPUKAN
Pelapukan dapat didefinisikan sebagai perubahan batuan dari masif menjadi klastik
sebagai respons terhadap kondisi lokal di permukaan (Rose, Hawkes & Webb, 1979).
Pelapukan merupakan penyebab utama dispersi sekunder, yang melibatkan proses:
1. Disagregasi fisik dan mekanik tanpa modifikasi kimia pada mineral, diawali dengan
proses geologi berupa pengangkatan (uplift) dan erosi
2. Dekomposisi kimia yang meliputi perubahan fase mineralogi akibat efek kimia air
tanah, termasuk penguraian dan represipitasi unsur dari batuan primer dan endapan
lainnya (transformasi mineral primer membentuk mineral sekunder).
PELAPUKAN FISIK (MEKANIK)
Disagregasi fisik menyebabkan batuan yang semula masif dan memiliki volume besar
berubah menjadi hancur. Proses pelapukan fisik atau mekanik dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Rekahan-rekahan (Sheeting Joints)
Rekahan dapat terbentuk akibat hilangnya beban dari batuan di atasnya. Erosi pada batuan di
permukan menyebabkan batuan kehilangan beban di atasnya dan seolah-olah mendapat beban
dari batuan dibawahnya, sehingga terbentuk rekahan-rekahan yang sejajar permukaan.
2. Pertumbuhan Kristal
Presipitasi garam-garam pada celah atau rongga batuan yang dilewati air tanah menimbulkan
tekanan dan dapat menyebabkan desintegasi pada batuan
3. Tekanan Es (Frost Wedging)
Di daerah dingin, air yang membeku pada pori-pori batuan akan menekan dinding sekitarnya,
karena volume es lebih besar 9% dari volume air.
4. Pengaruh Suhu
Perbedaan suhu yang ekstrim antara siang dan malam akan menyebabkan batuan mengkerut
pada malam hari dan memuai pada siang hari sehngga ikatan antar butir melemah.
5. Pengaruh Tumbuhan
Akar tumbuhan yang membesar dan menerobos batuan dapat menghancurkan batuan di
sekitarnya.
PELAPUKAN KIMIA
Dekomposisi kimia batuan sebagai respons terhadap lingkungan permukaan disebut
pelapukan kimia. Proses-proses yang terlibat dalam dekomposisi kimia antara lain:
1. Hidrolisis
Reaksi kimia antara mineral (ion asam lemah dan basa lemah) dengan air yang melibatkan
aksi ion H+ dan OH- yang dapat menghasilkan mineral baru atau material terlarut,
contohnya:
a) Hidrolisis karbonat:
CO32- + 2 H2O → HCO3- + OH-
b) Hidrolisis dari garam seperti Fe2(SO4)3 dapat ditulis :
Fe3+ + H2O → FeOH2+ + H+
SO42- dpt diabaikan karena anion dari asam kuat
c) Hidrolisis silikat yang mengandung Fe dan Al menghasilan lempung atau hidroksida
besi:
2 NaAlSi3O8 + 2H++ H2O → Al2Si2O5(OH)4 + 4 SiO2 + 2Na+
Albit Kaolinit
Catatan: reaksi ini juga melibatkan hidrasi, hidrolisa dan pelarutan Na+.
Kation yang dibebaskan dapat terserap oleh permukaan partikel koloid atau dilepaskan
ke dalam larutan. Hidrolisis dapat tejadi dalam air murni, namun reaksi di alam akan
lebih intensif lagi dengan kehadiran asam karbonik dan asam humik.
2. Hidrasi
Penambahan air ke dalam struktur molekul, contohnya transformasi anhidrit (CaSO4)
menjadi gipsum (CaSO4. 2H2O)
3. Oksidasi dan reduksi
Reaksi oksidasi terjadi di lingkungan pelapukan yang banyak udara. Unsur–unsur seperti
Fe, Mn dan S yang terbentuk sebagai Fe2+, Mn2+, dan S2- pada lingkungan dalam (bawah
permukaan) dan pada beberapa batuan sedimen dapat teroksidasi menjadi Fe3+, Mn4+
dan S6 pada lingkungan permukaan. Oksigen dari atmosfer berkombinasi dengan ion
logam menghasilkan oksida (atau hidroksida). Reaksi oksidasi cenderung lambat,
kehadiran air menjadi katalisator reaksi yang melibatkan gas oksigen. Contohnya oksidasi
pirit menghasilkan mineral baru (Oksida/hidrosida) dan komponen terlarut SO42-. Unsur
lain yang dapat teroksidasi adalah: C, N, V, Cr, Cu, As, Se, Mo, Pd, Sn, Sb, W, Pt, Hg dan
U.
4. Pelarutan
Kebanyakan mineral memiliki kelarutan yang rendah dalam air , namun air hujan
mengandung asam karbonik, sehingga mineral lebih mudah larut, contohnya kalsit atau
gamping sukar larut dalam air murni, tapi mudah larut dalam air yang mengandung CO2
menyebabkan terbentuknya gua-gua kapur (pelarutan dan karbonasi), contohnya:
CaCO3 + CO2 + H2O→ Ca+ + 2 HCO3-
Kalsit asam karbonat
Air yang kaya akan mineral juga dapat melarutkan mineral silikat, melepaskan silika dan
kation-kation yang umum seperti K, Mg, Na dan Ca, khususnya pada hidrolisa dari silikat
primer seperti olivin berikut ini :
MgSiO4 + 2H2O + 4 CO2 →2 MgC(CHO3)2 + SiO2
Olivin air Mg-bikarbonat silika terlarut
Pelarutan mineral dikenal juga dengan istilah leaching atau dissolution
5. Chelation
Kondisi asam yang ekstrim yang dihasilkan di sekitar akar tanaman bersifat korosif
menyebabkan dekomposisi batuan. Menurut Lovering (1959), mobilitas yang tinggi pada
silika di daerah tropis disebabkan karena vegetasi. Respirasi tanaman adalah faktor utama
siklus biokimia oksigen dan karbon dioksia, yang merupakan dua reagen penting dalam
pelapukan kimia. Asam organik dan agen-agen pembentuk ion kompleks yang dihasilkan
dari dekomposisi material organik pada horizon tanah atas memiliki kontribusi pada reaksi
dalam zona yang lebih dalam dan pada kelarutan material dalam air.
Gambar 1.1 Kestabilan relatif mineral primer dalam zona pelapukan (Peters, 1978)
B. ALTERASI HIDROTERMAL
Hidrotermal merupakan larutan sisa magma yang bersifat “aqueous” sebagai hasil
differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya akan logam-logam yang relative ringan, dan
merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan. Alterasi adalah
perubahan dalam mineralogi suatu batuan yang terjadi karena proses-proses fisika dan kimia,
khususnya oleh aktivitas fluida hidrotermal. Alterasi Hidrothermal merupakan suatu proses
yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang
disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi
evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran
komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992).
Proses Alterasi
Alterasi dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral sekunder yang mengandung hidroksil
(biotit, serisit, khlorit, mineral lempung) disamping kuarsa dan juga karbonat.
Fenomena Alterasi dapat disebabkan oleh:
• Proses diagenesis pada sedimen
• Metamorfosis
• Proses “cooling” post magmatic/volkanik
• Proses mineralisasi
Produk Alterasi tergantung pada :
• Jenis reaksi alterasi
• Komposisi batuan samping (wall rock)
• Temperatur dan tekanan
Alterasi terjadi akibat reaksi fluida dengan “wall rocks”
Reaksi dalam proses alterasi:
Bateman, A. M., 1956. Economic Mineral Deposits: New York, John Wiley and Sons, Inc., 916 p.
Corbett, G.J., 2002. Structural controls to Porphyry Cu-Au and Epithermal Au-Ag deposits in Applied
Structural Geology for Mineral Exploration. Australian Institute of Geoscientists Bulletin 36,
p. 32-35.
Guilbert, J.M., dan Park Jr, C. F., 1986. The Geology of Ore Deposits. New York: W. H. Freeman
and Company.
Peters, T.A. & Peters, J.J. 1978, Mineralogical Record: 9: 157-179.
Pirajno, F., 2009. Hydrothermal Processes and Mineral Systems. Springer Science & Business Media
B.V., 1250 pp.