Anda di halaman 1dari 2

Renungan sederhana buat para eksistensialist mania …. …..

Manusia berada diantara ‘eksistensi’


dan ‘essensi’,dua istilah yang memiliki makna-pengertian yang berbeda Eksistensi berkaitan
dengan atau menyangkut ‘apa yang harus diperbuat’- apa yang bias disetting oleh manusia –
kebebasan manusiawi – secara umum dengan gerak kehidupan manusiawi, sedang essensi
bersangkutan dengan ‘hakikat’ - suatu yang hakiki – landasan dasar - suatu yang tak bias diubah
oleh manusia.dengan kata lain eksistensi adalah pilihan bebas manusia sedang essensi adalah
‘hakikat manusia’. Bila kita buat analogi : eksistensi manusia ibarat para pemain bola yang bebas
berimprovisasi di lapangan – bebas membuat pola dan strategi permainan,dan esssensi ibarat
lapangan bola serta semua aturan permainan bola yang tak bias diubah dan hanya wajib di ta’ati
oleh semua pemain yang berada di lapangan Jadi ada suatu yang bias dipilih-bisa disetting-bisa
direncanakan-bisa deprogram secara bebas dan ada yang baku- yang tetap-yang tak bias diubah
(hakiki).dalam kehidupannya manusia bebas berfikir-bebas menentukan pilihan-bebas
mengarahkan kehidupannya-bebas berusaha dan berbagai bentuk kebebasan lain,tetapi ada yang
tetap-ada yang baku-ada yang tak bias diubah-ada yang hakiki yang merupakan hukum atau
system kehidupan dimana manusia terkungkung didalamnya,sebagai contoh hukum kehidupan
pasti : ada siang-malam,yang muda akan menjadi tua,yang sehat akan mengalami sakit,yang
hidup akan mengalami mati,yang beramal akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Tuhan
dst.dst.dan hukum kehidupan ini menjadi setting atau latar bagi panggung kehidupan dunia
dimana manusia bereksistensi diatasnya. Sebagaicontoh : dalam kehidupannya manusia
bergumul dengan beragam usaha dan ikhtiar yang mungkin bias dipilih secara bebas tetapi
hukum kehidupan pasti seperti tua - kematian – balasan amal perbuatan tak akan pernah bias di
hindarinya Jadi manusia bereksistensi dalam essensi (yang telah ditetapkan baginya).eksistensi
selalu berkaitan dengan kebebasan karena menyangkut pilihan bebas manusia terhadap
kehidupannya ,manusia seolah bebas memilih peran yang akan mereka mainkan,sedang essensi
ibarat panggung yang telah disediakan yang mau tak mau manusia harus berada diatasnya karena
hanya itu satu satunya panggung yang disediakan bagi kehidupan manusia Dalam panggung
dunia manusia seolah bebas bereksis tensi-bebas memilih peran-bebas memilih kacamata
pandang-bebas memilih kepercayaan serta bebas bebas yang lain, tetapi mesti diingat ada hal hal
yang bersifat tetap-baku-hakiki yang tak bias dilemparkan kepada pilihan bebas manusia semisal
hukum kehidupan pasti yang merupakan ‘essensi’ (hakikat-bersifathakiki-takbisa di utak atik
manusia) Ada banyak filsuf yang berbicara masalah ‘eksistensi’manusia lalu mereka menjadi
para filsuf eksistensialist dan memproklamirkan ‘eksistensialisme’ yang menempatkan eksistensi
manusia sebagai hal terpenting dalam hidup,mereka mengutak atik pilihan bebas manusia
termasuk pilihan bagaimana memandang hidup dan kehidupan.mereka menjadi ‘idola’ sebab
mengajarkan kebebasan untuk memilih jalan serta cara pandang.tetapi apakah mereka juga
memikirkan ‘essensi’ yang menjadi latar – panggung serta system yang mengungkung kehidupan
manusia (?) atau mereka meletakkan eksistensihanya diatas prinsip ‘fenomenologisme’ (bedasar
fenomena yang tertangkap oleh kesadaran pengalaman indera manusia ?) belaka ….atau sejauh
mana pendalaman serta pemahaman para filsuf eksistensialist terhadap makna ‘essensi’ .. sudah
kan mereka menggapainya (?) Eksistensi-filsafat eksistensialisme-para filsuf eksistensialisme
mang seperti selalu Nampak menarik untuk dibahas-dijadikan wacana sebab hal itu berkaitan
dengan kebebasan manusia berfikir –bereksistensi,tetapi ‘essensi’ seperti ‘tidak menarik’ untuk
dibahas sebab berkaitan dengan sesuatu yang tetap-yang baku-yang tak berubah (yang hakiki)
sehingga tak bias diutak atik manusia.tetapi merupakan suatu fakta bahwa betapapun manusia
bebas bereksistensi – bebas berbuat mereka dikungkung oleh ‘essensi’ yang sama (semua ada
dalam kungkungan system-hukum kehidupan yang sama : semua bakal mati, semua bakal
dihadapkan kepengadilan Tuhan/bagi yang telah percaya) ……. Sekarang coba tolong
renungkan, manusia yang senantiasa mengutak atik problem ‘eksistensi’ – mensetting fikirannya
diatas prinsip kebebasan, tetapi ia tidak berfikir tentang hal hal yang bersifat essensial dalam
kehidupan semisal hukum kehidupan yang mengungkung dan yang pasti akan
merenggutnya.sebagai ilustrasi, apapun yang difikirkan-diidamkan lalu dikatakan oleh seorang
eksistensialist mania semisal Jean paul Sartre tentang ‘eksistensi - kebebasan’ kehidupannya
sendiri tetaplah berakhir dengan tua dan kematian suatu yang diluar kehendak manusia tentunya.
sehingga, apa sebenarnya makna pergumulan masalah ‘eksistensi’ bagi manusia yang adalah
akan mati (?) Dan menjadi pelajaran bagi kita yang masih hidup bahwa sehebat dan sekeras
apapun manusia berfikir tentang eksistensi,tentang kebebasan toh pada akhirnya ia tak bias lepas
dari kodrat – takdir serta hukum kehidupan pasti yang adalah semua itu merupakan ‘essensi’
…………….. Eksistensi ada sebelum essensi (?) … tidak,tidak… panggung telah terlebih dahulu
ada sebelum para pemeran memasukinya ….. system selalu dibuat terlebih dahulu sebelum
obyek system.sehingga betapa bagaimana pun manusia merasa ‘bebas’ tetapi system telah
mengikatnya terlebih dahulu.kalau eksistensimen dahului essensi maka manusia bias
menciptakan hakikatnya - takdir nya sendiri sendiri Kebebasan adalah satu satunya landasan nilai
(?) .. bukan,bukan..kebebasan hanyalah ‘persepsi’ atau ‘cara manusia menyikapi’ bukan
kemutlakkan yang serba menentukan.itu sebab bereksistensi ria tanpa mengenal essensi-hakikat-
‘yang tetap’ hanya akan menjadikan manusia (dan pandangan pandangannya) sebagai ‘parameter
kebenaran’,berkebalikan dengan prinsip Ilahi yang menjadikan hal yang tetap-hakiki sebagai
parameter Manusia adalah makhluk yang menentukan dirinya sendiri (?) … juga bukan,... andai
manusia bias serbamenentukan dirinya sendiri maka tak akan ada penderitaan dan tak akan ada
hal hal yang tidak diingini manusia seperti sakit - tua - kematian yang merupakan ‘hukum
kehidupan pasti’ Manusia mungkin merasa bebas dan merasa tidak terikat kepada sebuah
ketetapan - keharusan tertentu apapun bentuknya tetapi kodrat manusia adalah essensinya
juga.manusia membutuhkan cinta – kasih saying itu karena hal itu adalah merupakan
kodratnya,manusia mungkin merasa tak terikat kepada apa pun tetapi setiap manusia yang hidup
pasti akan mati karena itu adalah takdirnya.kodrat-takdir adalah ‘essensi’ manusia yang telah
ditetapkan mendahului eksistensinya …………. Seharusnya eksistensi itu berdiri diatas
(pemahaman terhadap) essensi yang benar, tidak berdiri di atas sekedar ‘fenomena’ - sesuatu
yang Nampak kepada kesadaran inderawi manusia, sebab fenomena yang Nampak itu bukan
essensi tetapi bagian luar dari essensi.essensi itu pada permukaannya suatu yang Nampak tetapi
pengertian mendasarnya bersifat abstrak-gaib-non empirik Lain dengan bila eksistensi manusia
disandarkan pada kacamata sudut pandang ‘fenomenologist’ bukan pada ‘essensi’ maka itu
artinya pilihan bebas manusia hanya disandarkan pada fenomena fenomena yang tertangkap
kesadaran indera manusia.(sebab essensi itu bukan sebatas yang tertangkap kesadaran inderawi
manusia -‘fenomena’ adalah bagian dari essensi tetapi bukan essensi yang sebenanya) …. Hanya
sebuah nasihat …. Bahwa sebagai manusia kita mesti melihat secara berimbang, disamping
berfikir tentang kebebasan yang bias kita reguk manusia juga mesti berfikir tentang ‘ketidak
bebasan yang merenggut kebebasan’ sebagaimana juga yang telah dialami oleh Sartre sendiri dan
para filsuf eksistensialist lain yang kebebasanya telah direnggutolehtakdirnya

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ujangbandeung/essensi-mendahului-
eksistensi_552ff01a6ea834c9698b45fc

Anda mungkin juga menyukai