Anda di halaman 1dari 5

MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP

KINERJA HEWAN

RESUME
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si dan Drs. I Wayan Sumberartha, M.Sc
Disajikan pada Senin, 12 Februari 2018

Oleh Kelompok 3 Offering I 2016


1. Affan Wudy Alifianto (160342606222)
2. Dewi Amalina (160342605211)
3. Rias Aldila (160342606246)
4. Roikhatul Jannah (160342606257)
5. Yogi Rifaldo (160342606260)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2018
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari sejumlah faktor
1)
lingkungan yang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu : Lingkungan abiotik,
2)
seperti tanah/lahan, cahaya matahari, suhu udara, air, nutrien, hara, dan mineral.
Lingkungan biotik yaitu makhluk hidup di sekitarnya. Setiap hewan memiliki strategi
tertentu yang efisien untuk mendapatkannya atau dapat memperoleh secara kombinasi.
Strategi hewan dalam mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan merupakan hasil dari
adaptasi dan evolusi hewan yang telah berlangsung lama dan terus menerus, baik adaptasi
morfologi, fisiologi maupun perilaku.Salah satu sumberdaya yang penting bagi hewan adalah
tersedianya makanan.
Lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dan
merupakan ruang tiga dimensi, dimana makhluk hidupnya sendiri merupakan salah satu
bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi dari
faktor lingkungan akan mempengaruhi makhluk hidup dan respon makhluk hidup terhadap
faktor tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala ruang dan waktu, serta kondisi
makhluk hidup. Faktor-faktor lingkungan mempengaruhi suatu organisme secara sendiri-
sendiri atau kombinasi dari berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan abiotik dan
lingkungan biotik. Setiap jenis, individu, kelompok atau umur makhluk hidup dipengaruhi
atau membutuhkan faktor lingkungan yang berbeda-beda.
Setiap organisme hanya dapat hidup dalam kondisi faktor lingkungan yang dapat
ditolelirnya dinyatakan secara lain, yaitu menurut Hukum Toleransi (Shelford) dinyatakan
bahwa setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis yang
merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap
kondisi faktor lingkungannya.
Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berjenis hewan yang
berbeda dapat berbeda pula. Jenis hewan yang satu mungkin lebar kisaran toleransinya
(euri-), jenis hewan lain mungkin sempit (steno-). Ikan Mujair misalnya mempunyai kisaran
toleransi yang relatif lebar terhadap salinitas (eurihalin), sedang beberapa ikan laut sempit
(stenohalin, polihalin). Demikian pula halnya suatu jenis hewan tertentu dapat berbeda-beda
kisaran toleransinya terhadap berbagai faktor lingkungan yang berbeda. Misalnya hewan itu
bersifat stenohidris dan oligohidris tetapi euritermal. Jenis-jenis hewan yang kisaran
toleransinya untuk banyak faktor lebar, biasanya mempunyai daerah sebaran yang relatif luas.
Tidak mudah untuk menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan
terhadap suatu faktor lingkungan, terlebih dalam lingkungan alami. Setiap organisme
terdedah pada sejumlah faktor lingkungan, dan oleh adanya suatu interaksi faktor, maka
sesuatu faktor lingkungan dapat mengubah efek faktor lingkungan lain. Misalnya suatu
individu hewan akan merasakan efek suhu tinggi yang lebih keras apabila kelembaban udara
tinggi, dibandingkan dengan pada kelembaban udara yang relatif rendah. Dengan kata lain,
hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering dibandingkan dengan pada
kondisi udara yang lembab.
Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hewan memiliki toleransi
dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Kemampuan mentolerir variable
lingkungan ini erat kaitannya dengan faktor genetik dan sejarah hidup sebelumnya. Kisaran
ekstrim dari variable lingkungan yang menyebabkan kematian bagi organisme disebut zone
lethal. Kisaran intermedier dimana suatu organisme masih dapat hidup disebut zone toleransi.
Namun demikian posisi dari zone-zone tersebut dapat berubah selama hidup suatu organisme.
Pengaruh lingkungan terhadap organisme dapat dibedakan kepada 5 kategori, yaitu:
 Lethal factor, yaitu faktor lingkungan yang merusak sistem integrasi dari suatu
organisme dan dapat menyebabkan kematian.
 Controlling factor, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas molekuler
pada mata rantai metabolisme.
 Limiting factor, yaitu faktor lingkungan mempengaruhi laju metabolisme tetapi
melalui pembatasan penyediaan nutrien atau pembuangan sisa metabolisme.
 Masking factor, yaitu faktor lingkungan yang merubah atau menghambat bekerjanya
faktor lain (tidak langsung).
 Directive factor, yaitu faktor lingkungan yang menyebabkan gerakan atau
terganggunya aktivitas suatu organisme.
Kehadiran pesaing atau predator dapat menyebabkan terhalangnya populasi hewan
untuk mendiami tempat dengan kondisi faktor-faktor lingkungan penting, di kisaran-kisaran
optimum yang sebenarnya. Manusia dan hampir seluruh mamalia hampir mustahil bisa hidup
di dalam lingkungan dengan kondisi sangat ekstrem. Sebutlah suhu yang teramat dingin atau
teramat panas. Namun ada makhluk-makhluk berukuran mikro yang justru menyenangi hidup
di lingkungan sangat panas atau sangat dingin.
Mikroba-mikroba ini justru tidak dapat berkembang di lingkungan di mana sebagian
besar makhluk hidup lain dapat hidup dengan nyaman di dalamnya. Mikroba-mikroba ini
biasa disebut "extremophile". "Extremo" berarti sangat berlebihan (ekstrem), "phile" berarti
menyukai. Jadi extremophile adalah mikroba yang menyukai lingkungan habitat ekstrem
untuk kelangsungan hidupnya. Makhluk hidup jenis ini, walaupun menurut dugaan banyak
ilmuwan telah hidup di bumi jauh lebih tua daripada makhluk hidup lainnya, tetapi baru
diketahui keberadaannya sekitar tahun 1980-an. Penelitian terhadap extremophile meningkat
pesat sejak ditemukan mikroba yang dapat hidup mendekati suhu air mendidih oleh ilmuwan
bernama Stetter dari Jerman. Ada extremophile yang menyukai lingkungan yang bersuhu
sangat tinggi mendekati suhu didih (90ºCelcius). Bahkan hasil penemuan akhir-akhir ini
menunjukkan ada mikroba yang bisa hidup di suhu 130ºCelcius. Extremophile yang
menyenangi lingkungan sangat panas ini biasa disebut hyperthermophile. Penemuan
hyperthermophile yang bisa hidup pada suhu di atas 100ºCelcius membawa spekulasi kepada
kemungkinan adanya mikroba yang bisa hidup pada suhu lebih tinggi di atasnya, misalnya
200ºCelcius.
Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi lingkungan yang mendekati batas
kisaran toleransinya, maka organisme akan mengalami keadaan tekanan (stress) fisiologis.
Sebagai contoh, hewan yang didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukkan
kondisi kritis berupa hipotermia, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala
hipertemia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi
hewan itu berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan akan mati.
Setiap kondisi faktor lingkungan yang besarnya atau intensitasnya mendekati atas kisaran
toleransi organisme, akan beroperasi sebagai faktor pembatas, yang berperan dalam
menetukan kesintasan organisme.
Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuh hewan pada
dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu
atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum. Justus von Liebig adalah seorang
pionir yang mempelajari faktor-faktor lingkungan dan menjelaskan bahwa faktor
lingkungan yang terdapat dalam jumlah minimumlah yang dapat berperan sebagai
faktor pembatas. Penemuannya kemudian lebih dikenal sebagai "hukum minimum
Liebig".
Pengertian tentang faktor lingkungan sebagai faktor pembatas kemudian dikenal
sebagai Hukum faktor pembatas, yang dikemukakan oleh F.F Blackman, yang menyatakan:
jika semua proses kebutuhan hewan tergantung pada sejumlah faktor yang berbeda-
beda, maka laju kecepatan suatu proses pada suatu waktu akan ditentukan oleh faktor
yang pembatas pada suatu saat. Faktor-faktor lingkungan penting yang berperan sebagai
sifat toleransi faktor pembatas minimum dan faktor pembatas maksimum yang pertama kali
dinyatakan oleh V.E. Shelford, kemudian dikenal sebagai "hukum toleransi Shelford".
Suatu jenis hewan yang mempunyai toleransi yang luas sebagai faktor pembatas cenderung
mempunyai sebaran jenis yang luas. Masa reproduksi merupakan masa yang kritis bagi
hewan jika faktor lingkungan dan habitatnya dalam keadaan minimum.
Dalam ekologi, pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan
dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan
tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau
toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik. Pengaruh faktor-faktor
lingkungan dan kisarannya untuk suatu hewan berbeda-beda, karena satu jenis hewan
mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan.
Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-
unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara)
sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi hewan terhadap faktor atau sejumlah faktor
lingkungan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai