Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabtes Mellitus

2.1.1 Defenisi

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan

gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan ataupun resistensi insulin ( Rineka cipta, 2015 ).

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja

insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010)

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit

atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologiyang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid

dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat

disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar

pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin

(Depkes,2008).

2.1.2 Epidemiologi Diabtes mellitus

Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi

Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM

ini meningkat di setiap negara. diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia

menderita diabetes pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 366
juta penderita pada tahun 2030. Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal

akibat DM. Setengah dari penderita DM ini tidak terdiagnosis.

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika

dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM

adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030

menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak

hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan bahwa

secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan

adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil

pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di

daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).

Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 sebanyak

1,1% dan data Riskesdas tahun 2013 sebanyak 2,1%, sehingga terjadi peningkatan

sebesar 1%. Data DM di Sumatera Barat berdasarkan data Riskesdaspada tahun

2007 sebanyak 1,2% dan data Riskesdas 2013 sebanyak 1,8%, terjadi peningkatan

sebanyak 0,6%

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi diabetes

meliputi empat kelas klinis :

1. Diabetes Mellitus tipe 1


Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan

defisiensi insulin yang absolut.

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar

belakang terjadinya resistensi insulin.

3. Diabetes tipe spesifik lain

misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan

yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan

HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

4. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

(didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga kehamilan)

2.1.4 Etiologi Diabetes Mellitus

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit

DM diantaranya :

1. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak

sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya

melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada
malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa

(PERKENI, 2011).

2. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

3. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal ini disebabkan

karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa

darah cukup tinggi ( Perkeni,2011)

4. Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh

terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(Subekti, 2009).

2.1.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus

1. Diabtes Tipe 1

Penderita diabetes yang menderita tipe ini umumnya masih berusia

anak anak atau remaja. Diabetes tipe 1 ini disebabkan oleh terjadinya

distruksi atau kerusakan sel beta karena reaksi autoimun. Bertambahnya

jumlah anak anak yang menderita diabtes bisa dikarenakan pola makan

yang diberikan salah. Pemberian susu formula dan makanan lain nya

sebelum bayi berusia 6 bulan diketahui merupakan salah satu penyebab


diabetes pada anak dan remaja. pemicu lain nya adalah adanya reaksi

autoimun.

2. Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe ini paling sering ditemukan, sekitar 90-95% dari

keseluruhan pasien diabtes merupakan pengidap diabtes melitus tipe 2.

Penyeybab dari diabetes tipe 2 ini adalah insulin tidak dapat direspons

dengan baik oleh sel sel tubuh. Sel sel tubuh ini tidak mau menerima

glukosa yang dibawa insulin. Inilah yang disebut risestensi insulin,

resistensi insulin ini yang akhirnya menyebabkan kadar gula darah

meningkat.

3. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional merupakan naiknya kadar gula darah

sementara waktu pada masa kehamilan, dan biasanya terdeteksi ketika

usia kehamilan sudah diatas 18 minggu. Kadar gula darah nya pun akan

kembali normal setelah melahirkan. Namun, ibu hamil yang menderita

diabetes melitus gestasional memiliki resiko lebih besar terkena diabtes

melitus dimasa yang akan datang.

4. Diabetes Jenis Lainnya

Diabetes tipe ini terjadi karena penyakit penyakit lain. Misalnya,

penyakit radang pangkreas, penderita hipertensi yang mengkomsumsi

obat antihipertensi, penggunaan obat antikolesterol, penggunaan

hormone kortikosteroid, adanya infeksi, malnutrisi, dan gangguan


kelenjar adrenal atau hipofisis. Keadaan tesebut dapat mengganggu

terbentuknya atau fungsi dari insulin.

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

1. Patofisologi Diabetes Tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan

menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA,

2014).Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai

dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti-islet dalam

darah (WHO, 2014).National Institute of Diabetes and Digestive and

Kidney Diseases(NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun

menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.

Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan

dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.Akhirnya, insulin

yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan

sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu,

diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon

insulin yang menggunakan obat oral.

2. Patofisiologi Diabetes Tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak

mutlak Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup untuk memenuhi kebutuhanyang ditandai dengan 15 kurangnya

sel betaatau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).


Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor

reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif

mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam

kebanyakan kasusdiabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk

merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat

melalui suntikan dapat menjadi alternative

3. Patofisiologi Diabetes Gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin

yang berlebihan saat kehamilan Hal ini menyebabkan keadaan

resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan

kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 Dan

ADA, 2014).

2.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi DM dapat dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan kronik.

1. Komplikasi Akut

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak.

Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat.

Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu

rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia) Keadaan

hiperglikemia terdiridari Keto Asidosis Diabetik, Hiperosmolar Non

Ketotik, dan Asidosis Laktat (Boedisantoso, 2015).


2. Komplikasi kronik

Terjadi karena glukosa darah berada di atas normal yang

berlangsung selama bertahun-tahun. Komplikasi kronik diartikan

sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan

serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf

Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a) komplikasi vascular

Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi

mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan

makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri

perifer, penyakit serebrovaskular)

b) Non-Vaskular.

komplikasi non-vaskular dari DM yaitu

gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit (Powers, 2010

dalam Restu, 2013).

2.1.8 Faktor Resiko Diabtes Mellitus

1. Faktor risiko yang dapat diubah

a) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang

ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat

saji,
olahraga tidak teratur dan minuman bersoda adalah salah

satu gaya hidup yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2

(ADA, 2009).

b) Diet yang tidak sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang

olahraga, menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi

makan siap saji (Abdurrahman, 2014).

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama

untuk terjadinya penyakit DM. Menurut Kariadi (2009)

dalam Fathmi (2012), obesitas dapat membuat sel tidak

sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Semakin banyak

jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten

terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul

didaerah sentral atau perut (central obesity).

Perhitungan berat badan ideal sesuai dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT) menurut WHO (2014), yaitu:

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Tabel 1. Klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh Klasifikasi berat


(IMT) badan
< 18,5 Kurang

18,5 – 22,9 Normal

23 – 24,9 Kelebihan
≥25,0 Obesitas

d) Tekana darah Tinggi

Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan

darah tinggi merupakan peningkatan kecepatan denyut

jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh

darah dari tepi dan peningkatan volume aliran dara

2. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi

risiko terkena diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang

dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun

(American Heart Association [AHA], 2012). Meningkatnya

risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan

dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.

b) Riwayat keluarga diabetes melitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM

orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM

mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit

tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka

yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM

sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih
tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua

orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena

DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).

c) Ras atau latar belakang etnis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik,

kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA,

2009).

d) Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau

melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan

risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010).

2.1.9 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

1. Pengelolaan makan

Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah

lemak, rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan

diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko DM. Jumlah

asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Selain

itu, karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara

terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa

darah yang tinggi setelah makan (Goldenberg dkk, 2013).

2. Aktifitas fisik
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara

teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari

pemanasan ±15 menit dan pendinginan ±15 menit), merupakan salah

satu cara untuk mencegah DM. Kegiatan sehari-hari seperti menyapu,

mengepel, berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan dan menghindari aktivitas sedenter misalnya menonton

televisi, main game komputer, dan lainnya.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan

(PERKENI, 2011).

3. Kontrol Kesehatan

Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar

diketahui nilai kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes

melitus supaya ada penanganan yang cepat dan tepat saat

terdiagnosa diabetes melitus (Sugiarto & Suprihatin, 2012). Seseorang

dapat mencari sumber informasi sebanyak mungkin untuk mengetahui

tanda dan gejala dari diabetes melitus yang mungkin timbul, sehingga
mereka mampu mengubah tingkah laku sehari-hari supaya terhindar

dari penyakit diabetes melitus.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa

darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Pengobatan diabetes bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa

darah, sehingga kondisi penderita diabetes dapat terus stabil dan

mencegah terjadinya komplikasi. terapi farmakologis diberikan

bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup

sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan

(Perkeni, 2015).
2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Defenisi

Tidur merupakan suatu fungsi biologis dasar dari seorang individu yang

berperan pada fungsi fisik, mental, dan kesejahteraan emosional, dimana semua

penyakit kronis seperti diabetes mellitus akan mengundang reaksi emosional yang

akan menyebabkan kualitas tidur yang buruk (Iyer, 2012). Tidur diyakini sebagai

kebutuhan universal kehidupan, dimana manusia menghabiskan sekitar sepertiga

dari hidup mereka untuk tidur. Tidur menjadi sangat penting sebagai kebutuhan

dasar manusia melalui sebuah proses biologis yang umum pada semua orang.

Namun demikian, tidur tidak selalu sempurna karena diyakini bahwa akan banyak

perubahan status selama durasi tidur baik itu perubahan terhadap persepsi ataupun

reaksi terhadap lingkungan tidur yang akan mengalami penurunan fungsi tidur

(Kozier, Glenora, Audrey, dan Shirlee, 2011).

Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status

kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Beberapa ahli berpendapat bahwa

tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur memberikan waktu untuk

perbaikan dan penyembuhan sistem untuk periode keterjagaan berikutnya (Salam

dkk, 2014)

.
2.2.2 Fungsi Tidur

Tidur menggunakan kedua efek psikologis pada jaringan otak dan organ-

organ tubuh manusi. Tidur dalam beberapa caradapat menyegarkan kembali

aktivitas tingkatan normal dan aktivitas normal pada jaringan otak.Sehingga tidur

berfungsi untuk mengembalikan tenaga untuk beraktivitas sehari-hari,

memperbaiki kondisi yang sedang sakit, tubuh menyimpan energy selama tidur

dan penurunan laju metabolic basal penyimpanan persediaan energy tubuh

(Harsono,2010).

Tubuh akan menyimpan energi selama tidur. Otot skeletal akan

berelaksasi secara progresif dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energi

kimia untuk proses seluler. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan

persediaan energi tubuh. Tidur REM penting untuk pemulihan kognitif. Tidur

REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan

aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin.

Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Selama

tidur, otak menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas hari tersebut

(National Sleep Foundation, 2015).

Kegunaan tidur pada perilaku sering kali tidak diketahui sampai seorang

mengalami suatu masalah akibat deprivasi tidur. Kurangnya tidur REM dapat

mengarah pada perasaan bingung dan curiga. Berbagai fungsi tubuh (mis :

penampilan motorik, memori dan keseimbangan) dapat berubah ketika

terjadikehilangan tidur yang memanjang (Potter & Perry, 2013).


2.2.3 Siklus Tidur

Tidur merupkan aktivitas yang melibatkan sistem saraf pusat, saraf perifer,

endokrik kardiovaskuler, respirasi dan musculoskeletal. Pengaturan dan kontrol

tidur tergantungg dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara

bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular

Activating System (RAS) di batang otak diyakini mempunyai sel khusus dalam

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran (Harsono, 2010).

a. Tidur REM (Rapid Eye Movement)

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial yang ditandai dengan mimpi yang bermacam - macam,

otot- otot yang meregang, kecepatan jantung dan pernapsan tidak

teratur (sering lebih cepat), perubahan tekanan darah, gerakan otot

tidak teratur, gerakan mata cepat. Saraf-saraf simpatetik bekerja

selama tidur REM. Diperkirakan terjadi proses penyimpanan secara

mental yang digunakan sebagai pelajaran, adaptasi psikologis dan

memori (Faraguna, 2013). Pada tidur REM,otak bekerja sangat aktif

dan metabolism otak meningkat sampai 20%. Pada fase ini orang yang

tidur agak susah dibangunkan atau spontan terbangun (Kaplan dkk,

2010).

b. Tidur NREM (Nonrapid Eye Movement)

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur

gelombang pendek karena gelombang otak selama tidur NREM lebih

lambat dari pada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar
atau tidak dalam keadaan tidur. Tanda tidur NREM adalah mimpi yang

berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah dan kecepatan pernapasan

turun, metabolism turun dan gerakan mata lambat (Kaplan dkk, 2010).

Biasanya tidur pada malam hari itu adalah tidur NREM. Tidur saat ini

sangat dalam, tidur penuh dan dapat memulihkan kembali beberapa

fungsi fisiologis. Pada umumnya, semua proses metabolism mengacu

pada tanda-tanda vital, metabolisme turun dan aktivitas menurun

(Faraguna, 2013).

Tidur NREM mempunyai empat tahap, yang pertama adalah tahap

I yang merupakan tahap transisi, berlangsung selama lima menit yang

mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur.Seseorang merasa

rileks, mata bergerak, kecepatan jantung dan pernapasan turun ecara

jelas. Gelombang alpha sewaktu seseorang masih sadar diganti dengan

gelombang beta yang lebih lambat dan dapat dibangunkan dengan

mudah. Selanjutnya tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses

tubuh menurun. Mata masih bergerak, kecepatan jantung dan

pernapasan turun secara jelas, suhu tubuh dan metabolisme menurun.

Gelombang otak ditandai dengan sleep spindles dan gelombang K

komplek yang berlangsung pendek dalam waktu 10-15 menit. Pada

tahap III kecepatan jantung, pernapasan serta proses tubuh berlanjut

mengalami penurunan dan sulit dibangunkan. Gelombang otak

menjadi lebih teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang

lambat. Terakhir tahap IV, merupakan tahap tidur dalam, yang ditandai
dengan predominasi gelombang delta yang melambat. Kecepatan

jantung dan pernapasan turun, rileks, jarang bergerak dan sulit

dibangunkan dan mengalami 4 sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu

7-8 jam (Mental Health Foundation, 2011).

2.2.4 Perubahan Fisiologis Selama Tidur

Perubahan fisiologis yang terjadi selama periode tidur antara lain adalah

adanya penurunan suhu tubuh, sekresi urine meningkat, irama pernafasan dan

denyut nadi menurun selama periode tidur NREM. Sedangkan perubahan

fisiologis yang terjadi selam periode REM adalah adanya peningkatan aliran

darah ke otak, irama pernafasan tidak teratur, perubahan denyut jantung dan

tekanan darah, metabolism meningkat. Peningkatan sekresi hormon

pertumbuhan terjadi selama 2 jam pertama periode tidur. Sekresi hormone

kartisol dan ACTH terjadi pada akhir periode tidur ( Vanes, 2009 ) . perubahan

fisiologis yang terjadi selama periode tidur adalah sebagai berikut :

a. Kardiovaskuler

Perubahan pada tekanan darah dan denyut jantung terkait dengan

aktivitas sistem sarah otonom

b. Aktivitas saraf simpatik

Aktivitas saraf simpatik mengalami penurunan selama periode

NREM .
c. Pernafasan

Perubahan frekuensi pernafasan dan fungsi ventilasi terjadi selama

tidur dan meningkat menjadi lebih cepat terutama selama periode

tidur REM.

d. Aliran darah otak

Tidur NREM berhubungan dengan penurunan aliran darah dan

metabolisme. Metabolisme dan aliran darah meningkat terutama

pada daerah otak selama periode tidur dibanding saat terbangun.

e. Ginjal

Selama periode tidur terjadi penurunan ekskresi natrium, kalium,

klorida dan kalsium dan menyebabkan penurunan aliran urine.

Perubahan fungsi ginjal yang terjadi selama periode tidur sangat

kompleks diantaranya adanya perubahan aliran darah ginjal, filtrasi

glomerulus, sekresi hormone dan stimulasi saraf simpatik

f. Endokrin

Perubahan fungsi endokrin yang terjadi selama tidur diantaranya

berhubungan dengan hormone pertumbuhan (GH), hormone tiroid

dan sekresi hormon melatonin. Sekresi hormon pertumbuhan

terjadi beberapa jam setelah tidur dan umumnya terjadi selama

periode sleep wave slow (SWS). Sekresi hormon tiroid terjadi pada

saat menjelang tengah malam, sedangkan hormone melatonin yang

menekan rasa kantuk merupakan pengaruh oleh siklus keadaan

gelap dan terang dan ditekan oleh cahaya yang terang.


2.2.5 Mekanisme Tidur

Tidur merupakan suatu urutan kegiatan fisiologis yang di pertahankan

oleh integrasi tinggi aktifitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan

perubahan pada sistem saraf peripheral, endokrin, kardiovaskular, pernafasan

dan muscular. Mekanisme tidur tergantung pada hubungan antara dua

mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat

otak tertinggi untuk mengontrol tidur terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan

terjaga, dan yang menyebabkan tidur (Mental Health Foundation, 2011).

2.2.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tidur

Kualitas tidur merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat tidur dan

mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur adalah jumlah

total waktu tidur seseorang. Faktor yangmempengaruhi kualitas dan kuantitas

tidur, yaitu (Nasional Institutes of Health, 2011) :

a. Lingkungan

Lingkungan dapat mendukung dan menghambat tidur. Temperatur,

ventilasi, penerangan ruangan dan kondisi kebisingan sangat

berpengaruh terhadap tidur seseorang

b. Kelelahan

Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang.

Semakin lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya.

c. Penyakit
Sakit menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah tidur.

Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama

dari keadaan normal. Sering sekali pada orang sakit pola tidurnya juga

akan terganggu karena penyakitnya seperti rasa nyeriyang ditimbulkan

oleh luka.

d. Gaya hidup

Orang yang bekerja shift dan sering berubah shiftnya harus

mengatur kegiatan agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keadaan

rileks sebelum istirahat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

seseorang untuk dapat tidur

e. Obat-obatan dan alcohol

Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualita tidur. Obat-

obatan yang mengandung diuretic menyebabkan insomnia, anti

depresan akan memsupresi REM. Orang yang minum alcohol terlalu

banyak sering kali mengalami gangguan tidur.

f. Merokok

Nicotine mempunyai efek menstimulasi tubuh dan perokok sering

kali mempunyai lebih banyak kesulitan untuk bisa tidur dibandingkan

dengan yang tidak perokok. Dengan menahan tidak merokok setalah

makan malam orang biasanya akan tidur lebih baik Banyak perokok

melaporkan pola tidurnya menjadi lebih baik ketika mereka berhenti

merokok.
2.2.7 Hubungan Tidur Dengan Kadar glukosa

Pengaturan kadar glukosa darah dipertahankan dalam keadaan

normal melalui keseimbangan antara produksi glukosa oleh hepar dan

penggunaan glukosa oleh jaringan. Selain itu, pengaturan keseimbangan

glukosa darah juga berhubungan dengan kemampuan sel beta kelenjar

pangkreas untuk mensekresi insulin serta kemampuan insulin untuk

menghambat produksi glukosa oleh hepar. Penurunan toleransi glukosa dapat

terjadi selama periode tidur malam dan saat tidur siang. Selama tidur juga

terjadi peningkatan kadar glukosa darah dimana rentang peningkatan kadar

glukosa berkisar antara 20-30% dan maksimal terjadi pada pertengahan

periode tidur ( Spiegel, Tasali, Leproult & cauter, 2009 ).

Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur

dapat disebabkan adanya aktivitas hipotalamus pituitary adrenal ( HPA ) dan

sistem sarah simpatis. Aktivitas HPA dan sistem sarah simpatis dapat

merangsanag pengeluaran hormone seperti katekolamin dan kartol yang

menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan

berhubungan dengan DM tipe 2 ( Taub & redeker, 2008 ) perubahan respon

tubuh yang terjadi akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya

peningkatan resistensi insulin sehingga sel tidak dapat menggunakan

hormone secara efesien ( Smith, 2010 ). Tidur dapat mempengaruhi produksi

katekolamin sistem sarah simpatis. Selama periode tidur terjadi peningkatan

aktivitas sistem sarah simpatis. Selain hal tersebut tidur juga mempengaruhi
produksi efinefrin dan norepinefrin serta pengeluaran melatonin ( Carlson,

Campbell, Garland, & Grossman, 2007 ).

Periode tidur terdiri dari tidur REM dan tidur NREM ditandai

dengan adanya tidur yang dalam. Periode tidur NREM dapat mempengaruhi

metabolisme glukosa diotak, keseimbangan aktivitas sarah simpatis dan

pengeluaran hormone yang memiliki sifat caunter regulatory serta juga

terjadi peningkatan kadar hormone pertumbuhan sampai aktivitas HPA axis

dihambat ( Spiegel, Tasali, Leproult, & cauter 2009 ). Menurut bergman

(1989 ) dalam Spiegel et al ( 2009 ) akibat adanya gangguan pada periode

tidur NREM selama tiga hari dapat menyebabkan penurunan sensivitas

insulin sekitar 25% dan merupakan salah satu faktor resiko timbulnya DM
.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus Ila
    Laporan Kasus Ila
    Dokumen17 halaman
    Laporan Kasus Ila
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Attachment
    Attachment
    Dokumen9 halaman
    Attachment
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Ica Fix Banget
    Bab 3 Ica Fix Banget
    Dokumen2 halaman
    Bab 3 Ica Fix Banget
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 ICA FIX BANGET
    Bab 4 ICA FIX BANGET
    Dokumen9 halaman
    Bab 4 ICA FIX BANGET
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Diabetes Gestasional
    Jurnal Diabetes Gestasional
    Dokumen5 halaman
    Jurnal Diabetes Gestasional
    mikhatiar
    100% (1)
  • Kirim
    Kirim
    Dokumen19 halaman
    Kirim
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ica Fix Banget
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Dokumen26 halaman
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Sap Benar
    Sap Benar
    Dokumen7 halaman
    Sap Benar
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ica Fix Banget
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Dokumen26 halaman
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ica Fix Banget
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Dokumen26 halaman
    Bab 1 Ica Fix Banget
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Kelengkapan Proposal Fix!!
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Dokumen11 halaman
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Kelengkapan Proposal Fix!!
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Dokumen10 halaman
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Kelengkapan Proposal Fix!!
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Dokumen11 halaman
    Kelengkapan Proposal Fix!!
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Askep Kecil
    Askep Kecil
    Dokumen2 halaman
    Askep Kecil
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data Gna
    Analisa Data Gna
    Dokumen3 halaman
    Analisa Data Gna
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 ICA FIX BANGET
    Bab 1 ICA FIX BANGET
    Dokumen7 halaman
    Bab 1 ICA FIX BANGET
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Sap DM Nofeb Fix
    Sap DM Nofeb Fix
    Dokumen22 halaman
    Sap DM Nofeb Fix
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Sap DM Nofeb Fix
    Sap DM Nofeb Fix
    Dokumen22 halaman
    Sap DM Nofeb Fix
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Diare
    Laporan Pendahuluan Diare
    Dokumen19 halaman
    Laporan Pendahuluan Diare
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Seminar Novi
    Seminar Novi
    Dokumen12 halaman
    Seminar Novi
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Sap DM Nofeb Fix
    Sap DM Nofeb Fix
    Dokumen23 halaman
    Sap DM Nofeb Fix
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab III Gna Lengkap
    Bab III Gna Lengkap
    Dokumen18 halaman
    Bab III Gna Lengkap
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Sap DM Nofeb Fix
    Sap DM Nofeb Fix
    Dokumen23 halaman
    Sap DM Nofeb Fix
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Seminar Novi
    Seminar Novi
    Dokumen12 halaman
    Seminar Novi
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Revisi Bab 1 Yg Mau Diprint Fix
    Revisi Bab 1 Yg Mau Diprint Fix
    Dokumen9 halaman
    Revisi Bab 1 Yg Mau Diprint Fix
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen33 halaman
    Bab I
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen19 halaman
    Bab II
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen22 halaman
    Bab III
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen6 halaman
    Soal 1
    Bella Lucia Sanifal
    Belum ada peringkat