Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

DERMATOSIS ERITROSKUAMOSA

Disusun Oleh:
Nurindryani Kusumadewi
1102012206

Dosen Pembimbing:
dr. Dian Andriani SpKK, M. Biomed, Mars Kol CKM (K)

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatosis Eritroskuamosa
Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh
adanya eritema dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama
merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang
terutama terdapat pada dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan
sisik/terkelupasnya kulit.
Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang
digolongkan di dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis
rosea, dan eritroderma.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PSORIASIS
1.1 Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, dimana bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar berlapis-lapis dan transparan seperti mika disertai dengan fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner. Psoriasis termasuk juga dalam sejenis penyakit kulit yang penderitanya
mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang
untuk jangka waktu lama dan berulang (kronik residif), penyakit ini secara klinis sifatnya
tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian
tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup serta mengganggu kekuatan
mental seseorang bila tidak dirawat dengan baik.1
Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung
selama tiga sampai empat minggu (±27 hari), proses pergantian kulit pada penderita psoriasis
berlangsung secara cepat yaitu sekitar 3-4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat) pergantian
sel kulit yang banyak dan menebal.
Sampai saat ini penyakit Psoriasis belum diketahui penyebabnya secara pasti,
sehingga belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total penyakit ini.

1.2 Epidemiologi
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan (insiden
rate) yang berbeda. Pada orang kulit putih lebih tinggi dibanding kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Insidens
pada pria agak lebih banyak daripada wanita Sedangkan dari segi umur, Psoriasis dapat
mengenai semua usia, namun biasanya lebih kerap dijumpai pada orang dewasa.1

1.3 Etiologi
Penyebab Psoriasis hingga kini belum diketahui secara pasti. Diduga beberapa faktor
sebagai pencetus timbulnya Psoriasis, antara lain:1,2
 Faktor herediter (genetik).
Seseorang beresiko menderita Psoriasis sekitar 34-39% jika salah satu orang
tuanya menderita Psoriasis, dan sekitar 12% jika kedua orang tuanya tidak menderita
2
Psoriasis. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe psoriasis yaitu tipe I dengan
awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat non familial.
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan
HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6, sedangkan
psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2.
 Faktor psikis
Sebagian penderita diduga mengalami Psoriasis karena dipicu oleh faktor psikis.
Sedangkan stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi lainnya berperan menimbulkan
kekambuhan. Padahal penderita Psoriasis pada umumnya stress karena melihat bercak di
kulitnya yang tak kunjung hilang.
 Faktor infeksi fokal
Beberapa infeksi menahun (kronis) diduga berperan pada timbulnya Psoriasis.
Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis
gutata yang umumnya disebabkan oleh streptococcus.
 Penyakit metabolik (misalnya diabetus melitus laten)
 Faktor cuaca
Pada beberapa penderita mempunyai kecenderungan membaik saat musim panas
dan kambuh pada musim hujan.

1.4 Gambaran Klinis


Pada awal gejala mirip dengan penyakit-penyakit kulit dermatosis eritroskuamosa
lainnya (penyakit kulit yang memberikan gambaran bercak merah bersisik).
Namun, gambaran klinis akan makin jelas seiring dengan waktu karena penyakit ini bersifat
menahun (kronis).1
Sebagian penderita hanya mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi di kulit, terutama di
siku, lutut, daerah tulang ekor (lumbosakral). Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak
eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata,
tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta
trasnparan. Besar kelainan bervariasi : lentikular, nummular atau plakat dan dapat
berkonfluensi.1,2

3
Gambar 1. Tampak Plak Eritema dan Skuama Kasar pada kedua lutut dan siku pasien
psoriasis

Pada Psoriasis terdapat fenomena tetesan lilies, Auspitz dan Kobner. Kedua
fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan fenomena kobner dianggap
tak khas. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih seperti
lilin yang digores disebabkan oleh karena berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat
menggunakan pinggir gelas alas. Fenomena Auspitz tampak seperti serum atau darah
berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis, caranya : skuama yang berlapis-lapis
dikerok dengan menggunakan pinggir gelas alas. Setalah skuamanya habis, pengerokan
dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-
bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya
akibat garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang
disebut fenomena kobner.1

Gambar 2. Tanda dan Gejala pada Psoriasis

4
Selain di kulit, psoriasis dapat mengenai kuku yang disebut pitting nail atau nail pit berupa
lekukan-lekukan miliar dan kelainan pada sendi (jarang).

1.5 Bentuk Klinis


Berdasarkan bentuk klinis, psoriasis dibedakan menjadi beberapa macam, yakni:1
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini paling sering dijumpai (hampir 90% kasus),dan biasanya disebut juga
psoriasis plakat kronik. lesinya pada umumnya berbentuk plak yang awalnya dimulai
dengan makula eritematosa berukuran > 1cm atau papul yang melebar ke arah pinggir
dan bergabung beberapa lesi menjadi satu , berdiameter 1cm sampai beberapa sentimeter
2. Psoriasis gutata
Psoriasis berbentuk papul dengan diameter tidak melebihi 1 cm. Timbul
mendadak dan diseminata,umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian
atas terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi
yang lain, baik bakterial maupun viral.
3. Psoriasis inversa
Disebut juga psoriasis fleksural karena mempunyai tempat predileksi pada daerah
fleksor seperti didaerah bokong, aksila, lipat paha.
4. Psoriasis pustulosa
Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk
lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber). Sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
a. Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki
atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan
dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya (ampisilin dan
amoksisilin) serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium jodida,
morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein, fenilbutason dan salisilat. Faktor lain
selain obat yaitu hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stress emosional, serta infeksi
bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah

5
menderita psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah
menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa
demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang timbul makin eritematosa.
Dalam beberapa jam timbul banyak pustul milier pada plak-plak tersebut. Dalam
sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk “lake ofpus” berukuran beberapa cm.
Kelainan-kelainan semacam itu akan berlangsung terus menerus dan dapat menjadi
eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis (dapatmencapai
20.000/μl), kultur pus dari pustul steril.
5. Psoriasis eritroderma
Dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis vulgaris,dapat
pula merupakan serangan pertama. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi,
obat atau putus obat kortikosteroid sistemik. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis
tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal.
6. Psoriasis kuku
Sering dijumpai pada 40-50% kasus psoriasis dengan gambaran pitting nail,
perubahan warna kuku, terlepasnya kuku (onikolosis) dan penebalan kuku.
7. Psoriasis artritis
Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Psoriasis ini tidak
selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi seringkali pasien datang pertama kali
dengan keluhan sendi didaerah distal interfalang, proksimal falang, dan sendi metakarpal.

1.6 Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi yang khas yaitu parakeratosis
dan penebalan (akantosis). Gambaran spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radang
granulosit-neutrofilik berasal dari ujung subset kapiler dermal mencapai bagian atas
epidermis yaitu lapisan parakeratosis stratum korneum yang disebut mikriabses Munro.1

6
1.7 Diagnosis banding

Diagnosis Diagnosis Banding


Plakat Dermatitis numularis, neurodermatitis, tinea korporis, liken planus,
parapsoriasis
Fleksural Dermatitis seboroik, kandidosis, tinea kruris
Gutata Pitiriasis rosea, dermatitis numularis, erupsi obat, parapsoriasis
Eritroderma Dermatitis atopic, dermatitis seboroik, DKA, erupsi obat
Kuku Tinea ungium, kandidosis, traumatik, onikolisis, liken planus

1.8 Penatalaksanaan
Pada psoriasis pengobatan belum bisa dilakukan secara kausal(menghilangkan
penyebabnya) tetapi, pengobatan yang dilakukan adalah upaya untuk meminimalisir keluhan,
yakni:1,2
1. Menekan atau menghilangkan faktor pencetus (stress, infeksi fokal, menghindari
gesekan mekanik, dll).
2. Mengobati bercak-bercak psoriasis.
 Pengobatan topikal (obat luar: salep, krim, pasta, larutan) merupakan pilihan
utama untuk pengobatan psoriasis. Obat-obat yang lazim digunakan, antara lain:
- Kortikosteroid topical memberikan hasil yang baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasi. Pada scalp, daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih dosis sedang. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan
salap dengan dosis kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika
telah terjadi perbaikan maka dosis dan frekuensinya diturunkan perlahan-
lahan.
- Ter (misalnya, LCD 2-5%). Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai
dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan.
Asam salisilat dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya penetrasi supaya
pengobatan lebih efektif.
- Antralin dikatakan efektif. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8%
salap atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ - ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.

7
- Pengobatan penyinaran dengan ultraviolet. Sinar ultraviolet mempunyai efek
menghambat mitosis, sehingga digunakan untuk pengobatan psoriasis. Sinar
UV yang digunakan diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA.
 Pengobatan sistemik (obat minum, suntikan).
Cara ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan karena adanya kemungkinan
efek samping yang ditimbulkan pada pemakaian jangka panjang. Obat-obat yang
biasa digunakan diantaranya:
- Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis. Dosisi ekuivalen dengan
prednisone 30 mg perhari. Setelah membaik dosisi diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberikan dosis pemeliharaan.
- Metotreksat (MTX) adalah obat sitostatik yang biasa digunakan. Indikasinya
adalah psoriasis, psoriasis pustulosa. Cara penggunaan metotreksat ialah
mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui apakah
ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang
tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam
dalam seminggua dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak perbaikan
dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg per minggu.
- Retinoid digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat
lain mengingat efek sampingnya. Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama
diberikan 1 mg/kgBB, jika belum terjadi perbaiakan dosis dapat dinaikkan
menjadi 1½ mg/kgBB.
- Siklosporin berefek imunosupresif. Dosisnya 6mg/kgBB sehari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik.
 Pengobatan kombinasi, cara ini meliputi: kombinasi psoralen dengan penyinaran
ultraviolet (PUVA), kombinasi obat topikal dan sistemik

1.9 Prognosis
Psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini bersifat kronik residif.
Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total karena penyebab pasti
psoriasis belum diketahui. Namun, psoriasis dapat dikendalikan agar tidak mudah kambuh
dengan cara menghindari faktor-faktor pencetusnya.2

8
II. PARAPSORIASIS
2.1 Definisi
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada
umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit ditandai dengan adanya eritema dan skuama, pada
umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dan kronik. Tahun 1902,
Brock pertama kali menggambarkan 3 tanda utama yaitu Pitiriasis lichenoides (akut
dankronik), Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas (parapsoriasis
danplak).1

2.2 Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat dikarenakan criteria diagnosis masih
controversial. Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di Amerika
Serikat.1

2.3 Klasifikasi
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
 Parapsoriasis gutata
 Parapsoriasis variegate
 Parapsoriasis en plaque

2.4 Gambaran klinis


1. Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling
sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, ertiema dan skuama
dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini
sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas
dan paha, tidak tedapat pada kulit kepala, muka dan tangan.1
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akut
(penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang
telah disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh
meninggalkan sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula psoriasis varioliformis
akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis akuta.1

9
2. ParapsoriasisVariegata
Kelainan ini terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra
terdiri atas skuama dan eritema yang brgaris-garis.
3. Parapsoriasis en Plaque
Insidens penyakit ini umumnya mulai pada usia pertengahan, dapat terus-menerus
atau mengalami remisis, lebih sering pada pria daripada wanita. Tempat predileksi pada
badan dan ektremitas. Kelainan kulit berupa bercak eritematosa, permukaan datar, bukat
atau lonjong dengan diameter 2,5 cm dengan sedikit skuama yang berwarna merah
jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang menjadi mikosis
fungoides.3

Gambar 3. Tanda dan Gejala Klinis pada parapsoriasis


2.5 Histopatologi
- Parapsoriasis gutata
Terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial,
hyperplasia epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat.1
- Parapsoriasis variegate
Epidermis tampak meinipis disertai keratosis setempat-setempat. Pada dermis
terdapat infiltrat menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.1
- Parapsoriasis en plaque
Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik.

2.6 Diagnosis banding


Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda
dengan parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal, kasar, berlapis-lapis, dan
terdapat fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya berbeda.1
Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi perjalanannya
tidak menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain adalah pada pitiriasis rosea
susunan ruam sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Pitiriasis rosea ditandai dengan suatu
lesi yang berukuran 2-10 cm. Biasanya pitiriasis rosea berawal sebagai suatu bercak tunggal
10
dengan ukuran yang lebih besar, yang disebut herald patchatau mother patch. Beberapa hari
kemudian akan muncul bercak lainnya yang lebih kecil.Bercak sekunder ini paling banyak
ditemukan ditubuh, terutama di sepanjang tulang belakang dan penyebabnya tidak diketahui.1

2.7 Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering
mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau
bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan
pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis.
Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan
diantaranya: kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan
vitamin E.1
Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg beratbadan)
dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat
kemotaksis neutrofil.

2.8 Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,
kecuali parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides,
yang berpotensi lebih fatal.1

III. PITIRIASISROSEA
3.1 Definisi
Pitiriasis rosea adalah salah satu penyakit kulit yang digambarkan oleh Camille Melchior
Gilbert (tahun 1860) sebagai penyakit kulit papulo squamous (Robert A Allen, MD), yakni
penyakit kulit dengan tanda bercak bersisik halus, berbentuk oval dan berwarna kemerahan.
Sementara Richard Lichenstein, MD, menyebutkan bahwa Pitiriasis roseas udah dikenal
sejak lebih dari 2 abad yang lalu. Pitiriasis rosea bersifat self limited atau sembuh sendiri
dalam 3-8 minggu.1

11
Gambar 4. Tanda dan gejala klinis pada Pitiriasis Rosea

3.2 Etiologi
Penyebab pitiriasis rosea masih belum pasti, tetapi banyak gambaran klinis dan
epidemiologi yang menunjukkan bahwa agen penginfeksi bisa terlibat. Berdasarkan bukti
ilmiah, diduga pitriasis rosea merupakan eksantema virus yang berhubungan dengan
reaktivasi human herpes virus (HHV)-7 dan HHV-6. Terdapat juga laporan erupsi meyerupai
pitriasis rosea yang timbul setelah vaksinasi difteri, cacar, BCG, dan virus influenza H1N1.1
Berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan timbulnya Pitiriasis rosea,
diantaranya:
 Faktor cuaca hal ini karena Pitiriasis rosea lebih sering ditemukan pada musim semidan
musim gugur.
 Faktor penggunaan obat-obat tertentu seperti bismuth, barbiturat, captopril, merkuri,
methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, ketotifen, dan
salvarsan.
 Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya dikarenakan Pitiriasis rosea
dijumpai pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne
vulgaris dan ketombe.4

3.3 Gejala klinis


Tahap awal Pitiriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval,
berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadangbentuknya
tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang
berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialamioleh sekitar 75
% penderita dan 25 % mengeluh gatal berat.
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi
awal,ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara
terbalik(Christmas tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan
paha atas. Pada tahap ini Pitiriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya
akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.1,5
Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas (atipik) dapat
dijumpai pada sebagian penderita Pitiriasis rosea, terutama pada anak-anak,berupa urtikaria,
vesikel dan papul.4

12
3.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan penemuan klinis. Pemeriksaan darah rutin
tidak dianjurkan karena biasanya memberikan hasil yang normal.

3.5 Diagnosis banding


- Tinea korporis
Gambaran klinis mirip yaitu berupa eritema dan skuama di pinggir serta bentuknya
anular. Perbedaannya yaitu pada pitiriasis rosea rasa gatal tidak begitu berat jika
dibandingkan dengan tinea korporis, dan skuama pada tinea korporis lebih kasar. Untuk
memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan KOH.1

3.6 Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis, untuk gatal dapat diberikan sedatif
,sedangkan sebagai obat topical dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol
1/2 – 1 %.

3.7 Edukasi
Walaupun Pitiriasis rosea bersifat self limited ( sembuh sendiri ), bukan tidak mungkin
penderita merasa risau dan sangat terganggu. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada
penderita tentang penyakit yang dideritanya, antara lain:4
 Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa Pitiriasis rosea akan sembuh
dalam waktu lama.
 Lesi kedua rata-rata berlangsung 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2 minggu,
selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan
bahwa Pitiriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan.

13
IV. ERITRODERMA
4.1 Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem universalis (90-
100%), biasanya disertai skuama. Bila ertiemanya antara 50-90% dinamakan pre-
eritroderma. Pada definisi tersebut mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak
selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada
eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi.1

Gambar 5. Tanda dan Gejala pada Eritroderma

4.2 Patofisiologi
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent
dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang
universal. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah, akibatnya pasien merasa dingin
menggigil. Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih perhari
sehingga menyebabkan kehilangan protein. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan
oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.1
Eritoderma akut dan kronis dapat megganggu mitosis rambut dan kuku, berupa
kerontokan rambut dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-
bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.1

14
4.3 Gejala Klinis dan Diagnosis
I. Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut
dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru
muncul saat penyembuhan.
II. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering adalah psoriasis dan
dermatitis seboroik pada bayi (Penyakit Leiner).
 Eritroderma karena psoriasis
Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat
ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya
dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
 Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum) Usia pasien antara 4-20 minggu
keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh
tubuh disertai skuama kasar.
III. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya
penyakit pada interna, infeksi dalam dan infeksi fokal. 1

4.4 Pengobatan
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi).
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar belakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golonganI, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3x10 mg - 4x10 mg.
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa minggu.
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.Dosis
mula prednison 4 x10 mg - 4x15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut
harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak
secepat seperti golongan I.6

15
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik.
Dosis prednison 3x1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas
kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolienuntuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%. 6

4.5 Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan
yang lain. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan
kortikosteroid.1

V. DERMATITIS SEBOROIK
5.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi didaerah
kelenjar sebasea, kulit kepala, wajah, badan. Dermatitis dikaitkan dengan terjadinya
gangguan imunologis mengikuti kelembaan lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma
dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan misalnya ketombe sampai dengan bentuk
eritroderma.1

5.2 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum sebanyak 3% - 5% populasi. Pada
remaja ketombe sebagai bentuk yang lebih sering dijumpai. Lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada wanita. Pada penderita HIV prevelensi meningkat sebanyak 36%
pasien. Umumnya diawali sejak usia pubertas dan memuncak pada umur 40 tahun. Pada
usia lanjut dijumpai bentuk yang ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa
kerak kulit kepala (cradle cap).1

5.3 Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam
faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenic diduga

16
berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik.1
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi,
menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi
dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan
proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genusini
dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea
(misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak
menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yangberkaitan dengan
depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.
Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi. Pada
penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsy, major truncal
paralysis) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan.
Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai
akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan. Meskipun
dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS
dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis
seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui.
Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seboroik yaitu auranofin,
aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine,cimetidin,ethionamide, griseofulvin, haloperidol,
interferon alfa, lithium.

5.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinik


Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak
ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada
belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak didaerah dengan
peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh lipatan dan
daerah infra mamae). Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe
petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuk awalnya kecil, papul-
papul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan skuama berminyak.

17
Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali
(medallion seborhoic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan
patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi.
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling
(ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan
tidur.

2. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada vertex
kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana
pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan
dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau
kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat
setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering
terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper
dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-
anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi system imun.
Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik generalsering
disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila bayi
menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga: 1,7
1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-
kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang
disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering
dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe).
Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. jenis seboroik
ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia. Perluasan bisa sampai
ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona
seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar
pada wajah yang terkena dan dapat terjadi infeksi bacterial.
2. Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat
macula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-
18
kuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada
wanita. Bisa terdapat di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat
terjadi folikulitis. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbae.
3. Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus,
dan lipatan paha. Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada
permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah
badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral.
Didaerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan
infeksi sekunder.

5.5 Diagnosis 1,7


Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif
tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai berminyak kekuningan,
umumnya tidak disertai rasa gatal.
Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta
keras. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar kekulit dahi, belakang
leher dan belakang telinga. Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan
kepala seperti kulit kepala, dahi, alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga.
 Histologis
Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat ditemukan
hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis. Biopsi kulit dapat
efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis. Pada dermatitis
seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia follicular. AIDS
berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis, nekrotik
keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang tampak
dalam keratinosites dengan pengecatan khusus.

5.6 Diagnosis Banding


1. Psoriasis
Pada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapis-lapis, putih
seperti mutiara dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang khusus untuk
psoriasis. Tanda lain dari psoriasi seperti pitting nail atau onycholysis distal dapat
untuk membantu membedakan.
2. Kandidosis
19
Pada Kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan
stelit-satelit disekitarnya. Pada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan
pseudohifa.
3. Otomikosis
Pada otomikosis terlihat elemen jamur pada sediaan langsung.

5.7 Penatalaksanaan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi, keratolitik, anti
jamur dan pengobatan alternatif.1,7
1. Obat anti inflamasi
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala
dengan steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya
dapat berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio
yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit.
Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh kortek
adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan
pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan
dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis.
Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya
efek anti inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai
dermatosis yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan
adanya efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis
DNA berbagai jenis sel.
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid
topikal satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo.
Steroid topikal potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi
terletak di daerah lipatan atau dewasa pada persisten recalcutrant seborrheic
dermatitis. Topikal azole dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis
tunggal perhari selama dua minggu). Akan tetapi penggunaan kortikosteroid
topical ini memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi atrofi,
teleangiectasi dandermatitis perioral.
Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix),
krim pimecrolimus (Elidel) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa
resiko atropikutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah

20
dan telinga terlibat, tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari
selama seminggu.
2. Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik.
Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam
salisiklik dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non
spesifik dan antifungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien
sebaiknya membiarkan rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit
agar shampo mencapai kulit kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk
tempat lain yang terkena seperti wajah.
3. Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan
dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua
minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk
dermatitis seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide
(Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai
tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil)
oral dapat berguna. Anti jamur topical lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan
flukonazole (Diflucan) mempunyai efek ant inflamasi juga.Anti jamur (selenium
sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat
menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.
4. Pengobatan Alternatif
Terapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca oil)
merupakan minyak essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini efektif dan
ditoleransi dengan baik jika digunakan setiap hari sebagai shampo 5%.

5.7 Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sulit disembuhkan.

5.8 Edukasi
Penderita harus diberitahu bahwa penyakit berlangsung kronik dan sering kambuh.
Harus dihindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak dan sebagainya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjut Nurul Alam Jacoeb (Eds.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (edisi 7). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2015 : 213-233.
2. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, in: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin,
Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2006. p.189-95
3. Sonia Hanifati, Sri Linuwih. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
2014 : 334-336.
4. Perdoski.org (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin)

1. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008. Edisi 8.Adhi Juanda.Dermatosis


Eritroskuamosa.189-202.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.
2. Psoriasis di unduh http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth pada tanggal 27 Februari
2018
3. Parapsoriasis di unduh
http://prematuredoctor.blogspot.com/2010/05/parapsoriasis.html pada tanggal 27
Februari 2018
4. Pitiriasis rosea di unduh http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/04/pityriasis-rosea.html
Pada tanggal 27 februari 2018
5. Pitiriasis rosea di unduh http://cakmoki86.wordpress.com/2010/02/08/pityriasis-rosea/
Pada tanggal 27 Februari 2018
6. Eritroderma di unduh http://rusari.com/askep_eritroderma.html pada tanggal 27 Februari
2018
7. Dermatitis seboroik di unduh
http://medlinux.blogspot.com/2007/08/dermatitis-seboroik.html

22

Anda mungkin juga menyukai