Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut beberapa ahli
adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke
atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer
dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan,
dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra
parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang
ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi
nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (
Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa
dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih,
dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa
atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo,
1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari
50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (
Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang
dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
BPH merupakan penyakit yang biasa terjadi pada laki-laki usia lanjut, yang ditandai dengan
perubahan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi jaringan fibromuskular pada
daerah periuretral yang bisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urine yang tertahan.
Benigna Prostat Hiperplasia atau lebih dikenal dengan BPH adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan retriksi pada jalan urine (uretra). (Setih
Setio)
Secara histologi, BPH dapat didefinisikan sebagai pembesaran nodular secara regional dengan
kombinasi poliferasi stromadan grandular yang berbeda (Berry SJ,1984).
1. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson
(2005)
2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000)
3. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan
Bare, 2002)
4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria
> 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius.
(Doenges, 1999)
5. Menurut Doenges (1999) dan Engram (1998) untuk mengatasi BPH, tindakan infasif medikal
yang sering digunakan oleh Rumah Sakit adalah prostatektomy, yaitu tindakan pembedahan
bagian prostat (sebagian/seluruh) yang memotong uretra bertujuan untuk memperbaiki aliran
urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

B. Etiologi
Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas, aktivitas
sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan yang spesifik pada
etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan bahwa hormon menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen glandular pada prostat.
1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria
terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi
stroma.
3. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat
hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut;
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat;
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati;
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :
- Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor
usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain.
Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
- Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa jaringan kembali
seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh
lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
-Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya
umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi
setrogen. ( Kahardjo, 1995).
Penyebab timbulnya BPH adalah :
a. Adanya perubahan kesimbangan antara hormon testosteron dan esterogen pada usia lanjut
b. Peranan dari faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karen berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi yang normal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan
bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron dianggap
mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal)
mempengaruhi bagian tengah prostat.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH,
namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Purnomo, 2011).

C. Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau
miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen
karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan
sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi
(frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang
mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

a) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.

b) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai
habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi
nocturia.
c) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

d) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik (over
flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih,
anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

a. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

- Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.

- Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.

- Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.

- Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.

- Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.

b. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu
kemudian dipasang kateter.

- Normal : Tidak ada sisa

- Grade I : sisa 0-50 cc

- Grade II : sisa 50-150 cc

- Grade III : sisa > 150 cc

- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.


D. Masalah yang lazim muncul
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat,
2005)
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula
menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari penatalaksanaan
medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit.
a.Penatalaksanaan medis
·Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin tamsulosin
dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung kemih
sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya
laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah berkurangnya
gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik.
·Pembedahan
1)Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan yang
dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus
tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu
untuk bedah tidak terlalu lama.
2)Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari
uretra melalui kandung kemih..
3)Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi dalam
perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4)Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
5)Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra.
6)Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang
apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma
dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap
dijaringan prostat.
b.Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2000)
·Mandi air hangat
·Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.
·Menghindari minuman beralkohol
·Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.
·Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum
tidur.
c.Penatalaksanaan diit menurut Brunner and Suddart, (2000)
Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk menghindari minuman
beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari
asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a.Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin.
Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi
proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian lama.
b.Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c.Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah
cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
d.Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan
terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat
dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor
alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan
produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari
alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
1)Mengharnbat adrenoreseptor α
2)Obat anti androgen
3)Penghambat enzim α -2 reduktase
4)Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi
saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau
resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa
prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan
rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang
berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke
leher kandung kemih pada kanker prostat.
d. Terapi Invasif Minimal
1)Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat
melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2)Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar,
detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh
sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi
lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan
terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan
yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot
dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi
karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang
kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan
BPH adalah :
a. Laboratorium
1). Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2). Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
a. Pemeriksaan colok dubur atau DRE (Digital Rectal Examina-tion) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH untuk memperkirakan adanya pembesaran
prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat.
b. Urinalisis, dapat mengungkap adanya leukosituria dan hematuria.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal, berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas
d. Kultur urine, dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella,
pseudomonas, atau Escherichia coli.
e. Uroflometri, merupakan pemeriksaan untuk mencatat pancaran urin selama miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui adanya obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif.
f. IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan pelambatan pengosongan kandung
kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
g. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung
kemih dan uretra.
h. Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan
dinding kandung kemih.
i. Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostate dan jumlah residu urine, dalam hal ini
residu urine menjadi patokan yaitu dibagi menjadi beberapa derajat antara lain :
1. Derajat I, sisa urine < 50 ml.
2. Derajat II, sisa urine 50-150 ml.
3. Derajat III, sisa urine > 150 ml.
4. Derajat IV, retensi urine total.
j.USG ( Ultrasonografi ), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J., 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Alih Bahasa Monica
Ester, EGC, Jakarta.
Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Pathofisiologi, Editor Endah P., EGC, Jakarta.
Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., 1999, Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, Alih Bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, EGC, Jakarta.
Engram, B, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita SelektaKedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius,
Jakarta.
McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan. Nanda 2005-2006, Editor Budi
Santoso, Prima Medika, Jakarta.
Potter, P. A., & Perry, A. G., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Prose.c, dan Praktik, EGC, Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M., 2005, Pathofsiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Alih Bahasa: Editor Caroline Wijaya, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Purnomo, B. B., 2000, Dasar-dasar Urologi, CV Info Medika, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddarth, Editor Suzane, C. S., Brenda, G. B., Edisi 8, EGC, Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN
DIAGNOSA MEDIS BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
DIRUANG NUSA INDAH RSUD dr.R.SOETIJONO BLORA

Oleh
Nama : Vickie krisnawati
Nim : P1337420415024

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

DIII KEPERWATAN BLORA

2016/2017

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet CA Mamae
    Leaflet CA Mamae
    Dokumen2 halaman
    Leaflet CA Mamae
    Reka Pujiati
    100% (1)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Struma
    Leaflet Struma
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Struma
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen7 halaman
    Daftar Isi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Omi
    Laporan Pendahuluan Omi
    Dokumen7 halaman
    Laporan Pendahuluan Omi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Omi
    Laporan Pendahuluan Omi
    Dokumen7 halaman
    Laporan Pendahuluan Omi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Index
    Index
    Dokumen1 halaman
    Index
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Dispepsia
    Leaflet Dispepsia
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Dispepsia
    Yongky Putra Utama
    67% (3)
  • Pathway HONK
    Pathway HONK
    Dokumen2 halaman
    Pathway HONK
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Dispepsia
    Leaflet Dispepsia
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Dispepsia
    Yongky Putra Utama
    67% (3)
  • WOC Post Partum
    WOC Post Partum
    Dokumen1 halaman
    WOC Post Partum
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • ASKEP
    ASKEP
    Dokumen11 halaman
    ASKEP
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Kejang Demam Fix
    Leaflet Kejang Demam Fix
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Kejang Demam Fix
    Anggie Rizki Wardani
    100% (2)
  • Seminar
    Seminar
    Dokumen21 halaman
    Seminar
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Omi
    Laporan Pendahuluan Omi
    Dokumen7 halaman
    Laporan Pendahuluan Omi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan Ummi
    Satuan Acara Penyuluhan Ummi
    Dokumen3 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan Ummi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Omi
    Laporan Pendahuluan Omi
    Dokumen7 halaman
    Laporan Pendahuluan Omi
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • ASKEP
    ASKEP
    Dokumen11 halaman
    ASKEP
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • LP OMI
    LP OMI
    Dokumen9 halaman
    LP OMI
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • LP OMI
    LP OMI
    Dokumen9 halaman
    LP OMI
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Proposal Laporan Kasus
    Proposal Laporan Kasus
    Dokumen3 halaman
    Proposal Laporan Kasus
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Makalah Penyakit Kankerhome Care
    Makalah Penyakit Kankerhome Care
    Dokumen69 halaman
    Makalah Penyakit Kankerhome Care
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • ASKEP
    ASKEP
    Dokumen11 halaman
    ASKEP
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Seminar
    Seminar
    Dokumen4 halaman
    Seminar
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Ita
    Leaflet Ita
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Ita
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Reka Pujiati
    Belum ada peringkat