c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum
usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya
PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi
genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada
keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
d. Ras/Suku
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di
Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan
angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia,
dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet,
kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan
urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan
untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan
abnnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar
laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi
(misal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar
ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK
dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. (Ilham, 2010).
F. KOMPLIKASI AMI dan OMI
Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus
tersebut dapat menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak
oleh infark pertama.
1. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar
semua darah yang diterimanya.
2. Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan
keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.
3. Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu
lama.
4. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
5. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah
infark).
6. Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung
dapat berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Awal
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
a. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan.
c. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa
nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen
sehingga bisa membebani jantung.
e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan
aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang
elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
f. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat
membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang
dengan pemberian nitrogliserin.
g. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi
aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin