RHINORRHEA
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok
RSUP PERSAHABATAN
Disusun oleh :
IGNATIUS ABIMANYU PUTRA
1420221154
Pembimbing :
dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL
dr. Yulvina, Sp.THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2016
BAB I
Pendahuluan
I.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini yaitu:
1. Sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik Stase THT-KL RSUP
Persahabatan.
2. Menambah ilmu dan wawasan tentang ilmu kesehatan telinga hidung dan
tenggorok khususnya cairan atau sekret yang keluar dari hidung, meliputi
definisi, etiologi, tanda dan gejala, penegakkan diagnosis, dan
penatalaksanaan.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
Hidung luar dibentuk oleh tulang rawan dan kartilago hialin yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
3
atau menyempitkan lubang hidung. Bagian dari tulang rawan terdiri dari tulang
nasal, tulang frontal, serta septum nasal. Bagian dari kartilago hialin terdiri dari 5
kartilago utama yakni 2 lateral kartilago, 2 alar kartilago dan satu septal
kartilago.1
Bagian kavum nasal dibagi menjadi atas struktur yang membentang dari os
internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga
hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan
dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang
nares anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum dilapisi oleh kulit yang
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.3
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konka superior,
konka media dan konka inferior yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil
4
dari konka media ialah konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka
suprema. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus
inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media
dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. Meatus medius merupakan
salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan
dengan meatus superior. Terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan
bahagian anterior sinus etmoid.2
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilla merupakan sinus
paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan
dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus
zigomatikus os maksilla.2
Vaskularisasi hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang
berasal dari arteri karotis eksterna.
5
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka
media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
fasialis.
6
panas, udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara
inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada cuaca dingin akan terjadi sebaliknya.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 370c. Fungsi
pengaturan suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring di hidung oleh:
1. Rambut (vibrissae)
2. Silia
3. Palut lendir
Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang lebih
besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
2. Penghidu
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecapan adalah untuk membedakan
rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti. Juga untuk
membedakan rasa asam.
3. Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan
kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan
konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum
mole turun untuk aliran udara statik dan mekanik untuk meringankan beban
kepala, proteksi terhadap trauma, dan pelindung panas.
4. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, sistem kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
7
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
8
II.4. Rhinorrhea
Berasal dari kombinasi bahasa Yunani ‘rhinos’ yang berarti hidung dan
‘rrhea’ yang berarti cairan. Rinorrhea dapat didefinisikan sebagai keluarnya
cairan dari hidung atau sering disebut pilek. Sering muncul dari alergi atau
penyakit tertentu dan menjadi gejala umum dalam demam atau common cold.
Cairan yang keluar dapat berwarna jernih, hijau ataupun coklat.4
II.4.1 Etiologi
a. Alergi
Dipicu oleh alergen atau suatu benda asing yang masuk ke dalam hidung
melalui udara dan debu.
b. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat memicu rhinorrhea. Agen tersebut
yang bertanggung jawab dalam ISPA.
c. Obat
Pemakaian obat yang berlebihan akan menyebabkan gangguan respons
normal vasomotor yang diakibatkan pemakaian vasokontriktor topical
dalam jangka waktu lama.
d. Makanan pedas
Makanan yang pedas atau kaya akan rasa pedas di dalamnya terdapat
sebuah senyawa kimia capsaicin atau sejenisnya dapat menyebabkan
inflamasi jaringan hidung yang menyebabkan keluarnya cairan mukosa
yang cair.
e. Cedera kepala
Cedera yang mengenai kepala atau otak juga dapat menyebabkan
Rinnorhea. Sebagai contohnya pada fraktur basis cranii yang menjadi
alasan utama penyebab cerebrospinal rhinorrhea.
II.4.2 Patofisiologi
Secara histologis, mukosa hidung dilapisi dengan epitel kolumnar yang
bersilia dan mengandung sel goblet serta kelenjar serosa dan mukosa. Apabila
terjadi peradangan, akan terjadi hipersekresi dan kerja silia terganggu. Hal ini
9
menyebabkan keluarnya sekret yang berlebih dari hidung. Pada kasus fraktur
basis cranii akan terjadi bocornya cairan serebrospinal yang akan mengalir ke
hidung.
10
hidung menjadi lebih
tipis, kelenjar-
kelenjar
bergenereasi
atau atrofi.
ADS Obat Penisilin Antibiotik pemberian
Penisilin tuberkulosis Obat cuci jangka antibiotik
local dan Pencuci hidung panjang spektrum
Penata-
IM hidung Operasi untuk luas
laksa-
pengangkatan obat cuci
naan
sikatriks hidung
operatif
FESS
11
Rhinosinusitis pada dewasa dapat diartikan inflamasi hidung dan sinus
paranasal yang digolongkan menjadi dua gejala atau lebih gejala, salah satu harus
terpenuhi seperti hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau keluarnya cairan nasal
baik anterior atau post nasal drip:
2) Klasifikasi Rhinosinusitis4
Klasifikasi rhinosinusitis secara klinis dapat dibedakan menjadi akut dan kronis
a. Rhinosinusitis akut (RSA), jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
Gejala berlangsung <12 minggu
Terdapat minimal dua gejala berikut:
Hidung tersumbat
Keluar sekret pada hidung
Adanya nyeri tekan pada wajah
Menurunnya fungsi penghidu
Penyebab rhinosinusitis akut dibedakan menjadi virus dan bakteri.
a. Rhinosinusitis viral akut (common cold), umumnya durasi < 10 hari.
b. Rhinosinusitis post viral akut apabila gejala menetap lebih dari 10
hari.
c. Rhinosinusiti bakteri, secara klinis dapat ditegakkan apabila
ditemukan minimal tiga gejala atau lebih tanda berikut:
- Ingus purulen (umumnya unilateral)
- Nyeri berat lokal (biasanya unilateral)
- Demam >380
- Peningkatan laju endap darah (LED) atau C-reactive protein
(CRP)
- Adanya perburukan gejala setelah 5 hari
b. Rhinosinusitis Kronik. Disebut rhinosinusitis kronik jika memenuhi
kriteria berikut:
Gejala >12 minggu
Terdapat minimal dua gejala berikut:
Hidung tersumbat
Keluar sekret pada hidung
Adanya nyeri tekan pada wajah
12
Menurunnya fungsi penghidu
3) Tatalaksana
Penatalaksanaan dilakukan tergantung penyebabnya. Pada
rinosinusitis viral dapat dilakukan dengan menghilangkan gejala dari
hidung tersumbat dan rinore yang diderita, sedangkan untuk rinosinusitis
yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat dilakukan penatalaksanaan
dengan pemberian antibiotik untuk mengeradikasi infeksi, mencegah
komplikasi dan mencegah penyakit agar tidak menjadi kronis.
Adapun algoritme pendekatan yang disarankan dalam melakukan
tatalaksana dari rinosinusitis dapat dijelaskan pada gambar 2.
13
berat dari gejala sebelumnya.5 Adapun pengobatan antibiotik seperti
golongan cephalosporin (cefpodoxime, cefuroxime, cefdinir, ceftriaxone)
dan amoxicillin/clavulanate potassium dapat direkomendasikan sebagai
pengobatan inisial.6 Pasien dilakukan rujuk jika ditemukan beberapa
kondisi sebagai berikut periorbital edema,eritema, globe dysplaced,
penglihatan ganda, oftalmoplegia, pengurangan lapangan penglihatan,
nyeri kepala yang hebat unilateral atau bilateral, bengkak pada bagian
frontal, tanda-tanda meningitis dan tanda-tanda neurologis lainnya.5
b. Allergen
Tabel 3. Sinusitis yang menyebabkan rhinorrhea yang diakibatkan allergen
Sinusitis
Pembeda Akut Sub Akut Kronik
Waktu 0 – 4 minggu 4minggu – 3 bulan > 3 bulan
Patologi Penyumbatan Sama dengan Silia rusak →
kompleks sinusitis akut Perubahan mukosa
osteomeatal oleh hidung → ireversibel,
infeksi, obstruksi kerusakan silia
mekanis, alergi
mukosa reversibel
Anamnesa hidung Sama dengan Sekret di hidung
tersumbat sinusitis akut tapi Post nasal drip
nyeri daerah tanda radang akutnya Rasa tidak nyaman,
sinus mereda gatal di tenggorok
nyeri alih → Pendengaran
maksila: terganggu
kelopak mata, Nyeri kepala
gigi, dahi, Gangguan di mata
depan telinga Batuk
etmoid: pangkal Gejala saluran cerna
hidung, bola akibat mukopus
mata, pelipis tertelan
frontal: dahi,
kepala
sfenoid:
verteks,
oksipital,
belakang bola
mata, mastoid
demam, lesu
Ingus kental,
berbau
Pemeriksaan bengkak daerah Sama dengan Tidak seberat sinusitis
muka/pipi/kelop sinusitis akut tapi akut
ak mata tanda radang akutnya bengkak wajah (-)
mereda
14
mukosa konka sekret kental purulen
edema post nasal drip
hiperemis
post nasal drip
transluminasi
(+)
air fluid level
Terapi Antibiotik 1. Antibiotik 1. Antibiotik
Dekongestan spektrum luas 2. Dekongestan lokal
lokal tetes 2. Dekongestan lokal 3. Analgetik
hidung tetes hidung 4. Diatermi
Analgetik 3. Analgetik 5. Pungsi dan irigasi
4. Antihistamin sinus
5. Mukolitik 6. Operasi radikal
6. diatermi CWL, BSEF
7. Pungsi irigasi
15
Tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, olahraga, bekerja, belajar dan hal lain yang mengganggu
Sedang-Berat
Terdapat satu atau lebih gangguan diatas
c) Mekanisme
Mekanisme terjadinya pilek atau rinore adalah sebagai berikut:
1) Allergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC).
2) Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut,
alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan
Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan
signal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
3) IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan
oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki
reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
4) Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE
yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
5) Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
16
6) Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas, sekresi mucus
7) Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek atau
rinore.
d) Diagnosis
Anamnesa:
Bersin berulang (terutama pagi hari)
Kontak dengan debu
Rinore encer dan banyak
Hidung tersumbat
Hhidung dan mata gatal (dapat disertai lakrimasi)
Pemeriksaan Fisik:
Rinoskopi anterior
Mukosa edema
Basah
Berwarna pucat
Sekret encer yang banyak
Persisten : mukosa inferior tampak hipertrofi
Allergic Shinner
Allergic Salute
Allergic Crease
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit tinggi: gangguang
pertumbuhan gigi geligi
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema
Dinding lateral faring menebal
Geographic Tongue
Pemeriksaan Penunjang:
Eosinofil meningkat
Serum IgE meningkat (tes RAST atau ELISA)
Sitologi: Eosinofil banyak (alergi inhalan), basofil > 5 sel/lap (alergi
makanan), sel PMN (infeksi bakteri)
17
Uji Kulit: SET untuk alergi inhalan, IPDFT untuk alergi makanan.
e) Terapi
18
eosinofilia, diakibatkan mengalami normal tidak ada
perubahan pemakaian hipertrofi karena pada tubuh
hormonal, dan vasokonstriktor infeksi primer
pajanan obat. topikal jangka lama atau sekunder
dan berlebihan
menyebabkan
sumbatan hidung
menetap.
Penyebab Etiologi dan Penggunaan obat Infeksi Benda eksogen:
patofisiologi belum vasokonstriktor Berulang di benda padat,
diketahui dengan topikal jangka lama hidung/sinus cair, gas, larva
pasti namun ada dan berlebihan Lanjutan rinitis lalat, lintah dan
hipotesis: alergi/vaso- cacing, manic-
1. Neurogenik motor manik, baterai,
2. Neuropepti logam, kancing
da baju
3. Nitrit
Oksida Benda
4. Trauma endogen: secret,
darahm nanah,
krusta,
membrane
difteri
19
licin/hipertrofi
Rongga hidung
terdapat sekret
mukoid
sedikit/serosa
banyak
Penunjang:
Eosinofil
jumlah sedikit
Uji Kulit
Negatif
IgE normal
Terapi 1. Hindari 1. Menghentikan 1. Sesuai Pengangkatan
stimulus pemakaian obat penyebab segera dengan
2. Medikamentosa tetes/semprot 2. Kauterisasi endoskop,
: vasokonstriksi konka dengan pengait
dekongestan hidung (haak), atau
oral 2. Kortikosteroid cunam Nortman
obat cuci jangka pendek atau wire loop.
hidung dan dosis
kauterisasi Tappering off
konka AgNO3 3. Dekongestan oral
25%
Kortikosteroid
3. Operasi:
Bedah beku
elektrokauter
konkotomi
parsial konka
inferior
20
II.6 Rhinorrhea akibat cairan serebrospinal
Rinorea Cairan Serebrospinal (RCS) adalahsuatu keadaan adanya hubungan
yang tidaknormal antara ruang subarachnoid denganrongga hidung.
Hal ini disebabkan oleh karena rusaknya semua pertahanan yang
memisahkan antara ruang subarachnoid dengan rongga hidung, yang ditandai
dengan adanya pembukaan pada arachnoid, dura dan tulang, yang merupakan
jalan keluar cairan serebrospinal (CSS) ke rongga hidung
Anamnesis yang lengkap merupakan langkahpertama dalam membuat
diagnosis kebocoran CSS.Gejala utama rinore CSS adalah adanya cairan
beningyang mengalir dari hidung. Pada kasus trauma, lebihkurang 55 % kasus
rinore CSS muncul dalam 48 jamsetelah trauma, menjadi 70% pada akhir
minggupertama ketika edema yang menghambat alirankebocoran CSS
menghilang.
Protein Beta-Trace juga dikenal sebagai prostaglandin D sintase, protein ini
disintesis terutama di sel arachnoid, oligodendrocytes, dan choroids pleksus dalam
SSP. Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosa CSF rhinorrhea dalam beberapa
studi, dengan sensitivitas 92% dan spesifisitas 100%. Tes ini tidak spesifik untuk
mengetahui sisi kebocoran.
Hiposmia atau anosmia merupakan keluhantambahan lainnya yang terjadi
pada 60% - 80% kasusrinore CSS sebagai akibat kerusakan saraf olfaktoriakibat
fraktur fossa kribriformis
Terapi
Penatalaksanaan konservatif pada rinore CSSdapat berupa istirahat di
tempat tidur denganmeninggikan kepala 15-30 derajat, sehingga
mengurangijumlah cairan CSS yang keluar. Mencegah timbulnyabatuk, bersin,
nasal blowing dan mengejan. Pencahardiberikan untuk mencegah mengejan.
Disamping itujuga diberikan antitusif dan antiemetik. Apabila tidakterdapat
perbaikan dalam 72 jam, drainase lumbalkontinu berulang dilakukan untuk empat
hariberikutnya untuk mengeluarkan CSS 150 ml/hari
Tindakan operasi pada rinore CSS dapatdibedakan atas pendekatan
intrakranial danekstrakranial, dengan kelebihan dan kekurangannyamasing-
21
masing. Pemilihan pendekatan tergantungpada penyebab kebocoran, lokasi
kebocoran, adanyapeningkatan tekanan intrakranial dan adanyaensefalokel.
Pendekatan intrakranial memerlukan kraniotomi dapat berupa kraniotomi
frontal ataukraniotomi fossa media. Pendekatan ini cenderungdengan morbiditas
dan mortalitas yang lebih tinggiserta perawatan yang lebih lama. Di samping
ituanosmia merupakan komplikasi yang sering padatindakan kraniotomi akibat
cedera terhadap sarafolfaktori yang tidak dapat dihindari. Kelebihanpendekatanini
adalah dapat melakukan penutupandefek pada dura secara rapat dan
penutupankebocoran multipel.
Pendekatan intrakranial selanjutnyadibedakan atas ekstradural dan
intradural. Padapendekatan ekstradural otak terhindar dariregangansaat tindakan,
berbeda dengan pendekatan intradural,meskipun memberikan lapangan pandang
yang lebihbaik, namun tindakan ini menyebabkan otak terpaparsehingga risiko
terjadinya infeksi lebih tinggi. Padakedua tindakan ini dilakukan pengeluaran CSS
melaluidrain lumbal untuk beberapa hari pasca operasisampai diperkirakan edema
otak menghilang.
22
BAB III
Kesimpulan
Rhinorrhea merupakan cairan atau sekret yang keluar dari hidung. Sekret
atau cairan yang keluar bias bersifat serosa, mukopurulen, ataupun darah.
Rhinorrhea sendiri bukan merupakan suatu penyakit melainkan gejala dari suatu
penyakit. Oleh karena itu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang baik penting dilakukan guna membantu menegakkan diagnosa
kelainan yang mendasari rhinorrhea. Terapi yang adekuat juga diperlukan guna
menurunkan angka kekambuhan yang disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
mendasari rhinorrhea serta komplikasinya.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, GL. 1997. BOIES : Buku Ajar Penyakit THT / George L. Adams,
Lawrence R. Boies, Peter H. Higler; alih bahasa, Caroline Wijaya ; editor,
Harjanto Efendi. Ed 6. Jakarta: EGC.
2. Soepardi EA. Et. Al. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed 7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia.
3. Moore. Anatomi Klinis
4. Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapis
5. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al.
European Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012.
6. Dewey C, Sched MD, Robert M. Acute bacterial rhinosinusitis in adults: part
II.treatment. American Academy Family Physician.Oklahoma.2004
7. Junizaf MH. Benda asing di saluran nafas. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke-7. Jakarta:Balai Penerbit
FK UI. 2012
8. Brożek JL, Bousquet Jean, Cagnani CEB, et al. Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma (ARIA) 2010 Revision.
9. Kim HY, Kim Kyung-Su. Diagnosis and treatment of allergic rhinitis. J
Korean Med Assoc 2010.
24