Anda di halaman 1dari 6

Reseptor Sinyal dan Transkripsi Intraseluler

-Prasetya SI
Klasifikasi Reseptor
Klasifikasi reseptor berdasarkan mekanisme kerjanya
1. Reseptor kanal ion
Reseptor kanal ion berperan sebagai pengikat ligan spesifik sekaligus sebagai kanal untuk keluar-masuk ion3.
Ligan (molekul sinyal) seperti neurotransmitter asetilkolin dan epinefrin yang dilepaskan oleh neuron prasinaps
berikatan dengan reseptor pada membran pascasinaps. Ikatan tersebut menyebabkan perubahan struktur reseptor
sehingga kanal untuk masuk atau keluarnya satu atau beberapa ion menjadi terbuka. Aliran ion-ion seperti
natrium, kalium, atau kalsium menimbulkan efek pada sel pascasinaps1.Setelah respon sel selesai, molekul sinyal
dilepaskan dari situs pengikatan dank anal tertutup kembali.Ion yang mengalami perpindahan akan dikembalikan
ke tempat semula menggunakan protein karier tertentu pada membran3.

2. Reseptor enzyme-coupled reseptor tirosin kinase (RTK).


Reseptor tirosin kinase merupakan monomer heliks transmembran yang berperan sebagai pengikat molekul sinyal ekstrasel
sekaligus sebagai enzim yang memfosforilasi/ menginisiasi rangakaian fosforilasi untuk menimbulkan respon sel target 2,3.
Domain ekstrasel RTK berperan dalam mengikat molekul sinyal sementara domain intrasel yang menghadap sitoplasma
berperan dalam mentransfer gugus fosfat dari ATP kepada protein intraseluler (fosforilasi)3. Untuk dapat mengaktivasi
protein kinase, suatu molekul sinyal (contohnya growth factor) harus menyatukan 2 monomer RTK menjadi suatu dimer.
RTK yang telah membentuk dimer teraktivasi sehingga dapat melakukan auto-fosforilasi terhadap residu tirosin pada domain
intraselulernya. Autofosforilasi membentuk fosfotirosin yang merupakan situs pengikatan spesifik untuk protein transduser
sinyal (protein kinase)2.Fosfotirosin akan berikatan dengan protein kinase (yang juga mengandung tirosin). Kemudian
fosfotirosin melakukan fosforilasi terhadap protein kinase yang diikatnya. Fosforilasi tersebut menyebabkan perubahan
bentuk dan fungsi protein intrasel (protein kinase) sehingga protein teraktivasi. Protein kinase yang teraktivasi akan
melakukan fosforilasi pada protein kinase yang kedua. Protein kinase kedua akan mengkatalisis fosforilasi protein kinase
ketiga oleh ATP. Setelah suatu protein kinase mengkatalisis fosforilasi, protein tersebut akan dibuat inaktif kembali melalui
pelepasan gugus fosfat yang dikatalisis oleh protein fosfatase. Rangkaian fosforilasi (phosphorylation
cascade) akan berakhir pada aktivasi protein yang akan menjalankan respon seluler.

Telah teridentifikasi kurang lebih 20 kelas RTK, diantaranya adalah sebagai berikut4 :
a. Epidermal growth factor receptor
b. Reseptor insulin. Insulin ada pada membran sudah dalam bentuk dimer (subunit α dan β) yang jika
teraktivasi akan mengikat protein IRS (Insulin Receptor Substrate)2.
c. Insulin-Like Growth Factor-1
d. Neural growth factor receptor
e. Platelet-Derived Growth Factor Receptor
f. Fibroblast Growth Factor Receptor
g. Vascular Endothelial Growth Factor Receptor
h. Hepatocyte Growth Factor Receptor

3. Tyrosine kinase-associated receptors

4. Reseptor serin-treonin kinase/ reseptor heptaheliks

Reseptor heptaheliks adalah protein reseptor membran yang terdiri atas tujuh -heliks transmembran
yang mengikat molekul sinyal untuk mengaktifkan second messenger yang akan melaksanakan
transduksi sinyal intraseluler2. Reseptor heptaheliks yang berpasangan (coupling) dengan
heterotrimeric GTP-binding protein (G-protein) disebut dengan G-protein-coupled receptors1. G-
protein memiliki 3 subunit yang memiliki kemampuan mengikat nukleotida guanosin, yaitu subunit
α, β, dan γ. Ketiga subunit tersebut saat inaktif menyatu dan membentuk kompleks yang mengikat
guanosin difosfat (GDP) pada subunit α. Pengikatan molekul sinyal pertama (first messenger)
dengan reseptor heptaheliks menyebabkan reseptor mengalami perubahan konformasi dan
memungkinkan coupling dengan G-protein sehingga G-protein melepaskan GDP dari subunit α. Kemudian, subunit α mengikat GTP
sehingga subunit α terdisosiasi dari kompleks G-protein. Subunit α akan bergerak menuju dan berikatan dengan protein membran
didekatnya yang merupakan protein efektor3 atau disebut juga membrane-bound target protein (suatu enzim) yang menginisiasi persinyalan
intraseluler1. Protein efektor akan mengubah aktivitas kanal ion1 atau meningkatkan konsentrasi enzim intraseluler3 seperti adenilat siklase
atau fosfolipase C yang merupakan second messenger.Proses persinyalan akan segera berhenti ketika first messenger lepas dari reseptor,
lalu subunit α melepaskan GTP dan mengikat GDP untuk menjadi terinaktivasi. Subunit α kembali berikatan dengan subunit lainnya untuk
membentuk membrane bound trimeric G protein inaktif1.
Macam-macam sistem caraka kedua (second messenger system) pada reseptor heptaheliks diantaranya :
a. Sistem adenilil siklase-cAMP

(nb: skema mekanisme cAMP yang lebih lengkap dapat dilihat di Sherwood ed. 7 hal 121)
G-protein yang menstimulasi ativasi sistem adenilil siklase-cAMP disebut stimulatory G-protein (GS-protein). Adenilil siklase merupakan
membrane-bound enzyme yang jika diaktivasi oleh GS-protein akan mengkatalisis ATP menjadi ATP siklis (cAMP) di dalam sitoplasma. C-AMP
mengkatalisis cAMP-dependent protein kinase yang memulai cascade of enzymes dimana satu enzim yang teraktivasi akan mengkatalisis enzim
kedua, enzim kedua mengkatalisis enzim ketiga, dan seterusnya. Pada akhirnya, designated protein akan teraktivasi sehingga memicu rangkaian
reaksi biokimia yang pada akhirnya memunculkan respon seluler. Mekanisme cascade bertahap seperti ini penting agar jumlah molekul sinyal
pertama yang sedikit dapat mengaktivasi molekul kedua yang lebih banyak (amplifikasi), molekul kedua mengaktivasi molekul ketiga yang lebih
banyak dan seterusnya sehingga dihasilkan cascading activating force yang kuat untuk sel secara keseluruhan.
Apabila pengikatan ligan pada reseptor diikuti dengan coupling protein G inhibitorik (Gi-protein), aktivitas adinilil siklase akan dihambat, produksi
cAMP menurun,menghasilkan aksi inhibitorik pada sel.
b. Sistem fosfolipid membran sel

(skema yang lengkap lihat di Sherwood ed. 7 hal 123)


Pengikatan molekul sinyal ekstraseluler menyebabkan domain intrasel reseptor mengikat G-protein. G-protein akan mengaktivasi protein efektor
berupa isozim fosfolipase C2 yang akan memecah komponen ekor fosfolipid membran plasma3, yaitu fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)
menghasilkan dua second messenger, yaitu diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3)1. Jenis izosim fosfolipase C yang memecah PIP2 pada
sistem reseptor heptaheliks adalah izosim fosfolipase C beta (PLCβ) , sedangkan pada sistem reseptor protein kinase, yang memecah PIP 2 adalah
PLCγ(2).
DAG yang bersifat lipofilik tetap berada pada membran plasma3, menjalankan perannya sebagai second messenger dengan mengaktifkan enzim
protein kinase C (PKC) yang akan memfosforilasi berbagai macam protein sehingga menghasilkan respon seluler. Selain itu, bagian lipid dari
DAG adalah asam arakidonat yang merupakan prekursor dari prostaglandin dan hormon-hormon lokal lainnya yang menimbulkan berbagai efek
pada jaringan1.
IP3 yang hidrofilik berdifusi menuju sitosol dengan memberikan efek berupa mobilisasi ion kalsium dari retikulum endoplasma dan mitokondria.
Ion kalsium sendiri merupakan suatu second messenger, simak poin 3.
c. Sistem kalsium (Ca2+)-kalmodulin
Peningkatan konsentrasi ion kalsium intrasel dapat berasal dari cairan ekstraseluler yang masuk melalui kanal ion kalsium akibat perubahan
potensial membran atau dari RE yang keluar akibat terbukanya IP3-gated receptor channel pada membran RE oleh kerja IP3. Ion kalsium sebagai
second messenger akan berikatan dengan kalmodulin, suatu protein yang memiliki 4 situs pengikatan kalsium dan akan teraktivasi jika 3 situsnya
terisi kalsium.Kalmodulin yang teraktivasi akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi sehingga dapat mengaktivasi atau menghambat protein
kinase melalui fosforilasi untuk menimbulkan efek seluler. Contoh protein kinase yang difosforilasi
oleh kalmodulin adalah myosin kinase yang akan menyebabkan kontraksi otot polos1.

Ligan-ligan (terutama hormon) memiliki


kelarutan tertentu, entah itu larut dalam lemak
Mekanisme kerja molekul sinyal yang mengubah aktivitas genetik sel1 atau larut dalam air yang menentukan pada
1. Hormon steroid meningkatkan sintesis protein reseptor mana hormon itu akan berikatan.
Hormon steroid memiliki reseptor yang terletak di dalam sitoplasma. Hormon steroid yang Ligan yang larut dalam air, meliputi hormon
peptida, protein, dan katekolamin tidak mampu
disekresikan oleh korteks adrenal atau gonad mempengaruhi sel dengan cara menimbulkan sintesis
menembus membran plasma sehingga
protein pada sel target. Protein yang dihasilkan dapat berupa enzim, protein transport, atau protein berikatan dengan reseptor di permukaan luar
struktural. Mekanisme kerja hormon steroid adalah sebagai berikut. membran plasma. Reseptor di dalam
a. Hormon steroid berdifusi menembus membran plasma mencapai sitoplasma untuk berikatan sitoplasma biasanya mengikat hormon steroid.
dengan protein reseptor spesifik Hormon tiroid berikatan dengan reseptor yang
b. Kompleks hormon steroid-reseptor berdifusi atau ditranspor menuju nukleus terdapat pada nukleus.
c. Kompleks berikatan dengan situs tertentu pada rantai DNA yang mentranskripsikan gen tertentu
untuk mensintesis mRNA
d. mRNA menuju sitoplasma untuk ditranslasikan menjadi protein baru
2. Hormon tiroid meningkatkan transkripsi gen
Reseptor hormon tiroid terletak pada kompleks kromosom yang mengendalikan promotor atau operator gen. Hormon tiroid yang meliputi tiroksin
dan triiodotironin meningkatkan frekuensi transkripsi gen spesifik pada nukleus1.
Superfamili reseptor yang terletak pada nukleus diantaranya sebagai berikut4 :
 Thyroid hormone receptors (TRs),
 Retinoic acid receptors (RARs),
 Vitamin D receptors (VDRs)
 Peroxisome proliferator-activated receptors (PPARs)

Referensi :
1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : Elsevier Inc.; 2006.Chapter 74, Introduction to Endocrinology;
p.910-916
2. Prijanti AR.Sinyal&Transduksi Sinyal. Ppt dosen kita pada matkul transduksi sinyal  lol
3. Sherwood L. Human Physiology : From Cells to Systems. 7th ed. Belmont : Brooks/Cole; 2010.Chapter 4, Principles of Neural and
Hormonal Communication;p.113-124
4. Aranda A,Pascual A. Nuclear Hormone Receptors and Gene Expression. Phisiol Rev. Vol. 81:1269-1304, 2001.

Anda mungkin juga menyukai