Anda di halaman 1dari 5

1 Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jakarta menjadi magnet bagi penduduk di Indonesia, khususnya penduduk
yang berada di wilayah berdekatan, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi. Sebagai akibatnya, jumlah perjalanan menuju ke Jakarta sangatbesar
membebani koridor dan jalan-jalan di dalam kota Jakarta. Dalam satu dekade
terakhir pertumbuhan perjalanan penduduk di wilayah Jabodetabek, sangat
besar, yaitu sebesar 58%. Banyak dampak yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan perjalanan ini, dan yang paling kita rasakan adalah kemacetan
yang semakin meningkat setiap tahunnya. Dampak lain yang terjadi ialah
penurunan kualitas udara, penurunan tingkat kesehatan masyarakat, dan
permasalahan sosial. Semua dampak tersebut, pada akhirnya menimbulkan
kerugian perekonomian yang besar. Penggunaan angkutan umum di
Jabodetabek juga mengalami penurunan yang sangat signifikan dalam
sepuluh tahun terakhir ini.

Gambar I.1. Peningkatan Jumlah Perjalanan Orang dan


Perubahan Modal Share Angkutan Jalan Jabodetabek

Laporan Akhir Studi Kelembagaan BPTJ


2 Pendahuluan

Pada tahun 2003 peran (modal share) angkutan umum sebesar 50,1%, tetapi
tahun 2010 menurun drastis menjadi 16,7%. Perjalanan di wilayah
Jabodetabek didominasi oleh kendaraan pribadi dengan prosentase terbesar
adalah sepeda motorberkisar 62,9%, dan untuk mobil pribadi 17,4 %.
Penurunan penggunaan angkutan umum tersebut disebabkan karena angkutan
umum saat ini dipersepsi masyarakat merupakan moda pilihan yang inferior
atau moda alternatif terhadap pilihan pertama mereka, yaitu sepeda motor dan
kendaraan pribadi.Angkutan umum dianggap kurang nyaman, kurang aman,
tidak menjamin kepastian, dan kurang terintegrasi. Disamping itu penurunan
peran angkutan umum ini karena semakinmudahnya masyarakat untuk
membeli kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor.

Permasalahan lainnya adalah menyangkut implementasi kebijakan dan


manajemen sistem transportasi yang kurang efektif dan implementasi dari
rencana pengembangan transportasi yang relatif lambat. Beberapa kegiatan
telah dilaksanakan dalam rangka mengatasi masalah transportasi Jabodetabek
yang sudah sangat akut dan mendesak. Namun, eksekusi rencana
pengembangan sistem transportasi di Jabodetabek ini terkesan lambat dan
tidak menyeluruh. TransJakarta, MRT Jakarta dan Monorel Jakarta sudah
direncanakan beberapa dekade lalu, dan baru-baru ini saja dapat
direalisasikan. Pelayanan TransJakarta belum bisa menembus batas
administrasi wilayah Provinsi DKI Jakarta, padahal demand-nya berasal dari
beberapa wilayah di Bodetabek. Kereta api komuter Jabodetabek melayani
wilayah-wilayah Jabodetabek, tetapi konfigurasi rute dan kapasitas
layanannya masih relatif terbatas. Angkutan Perbatasan Terintegerasi Busway
(APTB) pun baru beroperasi tahun 2012 (8 tahun setelah TransJakarta mulai
dioperasikan tahun 2004), namun tingkat pelayanannya masih jauh dari
standar yang diinginkan. Sedangkan MRT Jakarta dan Monorel saat ini masih
dalam tahap pembangunan. Konsep push and pull atau insentif dan disinsentif
kurang komprehensif, kurang efektif dan kurang konsisten. Jaringan
pelayanan busway belum menjangkau Asal dan Tujuan penumpang, terjadi

Laporan Akhir Studi Kelembagaan BPTJ


3 Pendahuluan

antrian penumpang yang panjang pada peak hours, kondisi beberapa


prasarana tidak terawat dan rusak, bahkan tingkat pelanggaran tehadap jalur
khusus bus (busway) tetap tinggi. Pemberlakuan jalur three in one pada jam-
jam tertentu di ruas jalankurang terawasi dan hadirnya joki.

Pergerakan orang, barang, dan kendaraan di kota–kota aglomerasi merupakan


fenomena yang kompleks di mana pola pergerakan yang tidak mengenal batas
seringkali terhambat oleh penyediaan infrastruktur yang terkotak–kotak
sesuai wilayah administrasi. Transportasi juga menyangkut pekerjaan lintas-
sektor, seperti tata ruang, infrastruktur, perindustrian, kepolisian, kominfo,
BUMN, keuangan. Oleh karena itu diperlukan adanya integrasi yang kuat
baik dalam tahap perencanaan, investasi, sampai dengan manajemen
operasinya, baik antar/lintas daerah maupun antar/lintas
Kementerian/Lembaga.

Pemerintah Pusat mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan


transportasi yang baik untuk masyarakat. Hal itu tertuang dalam undang-
undang transportasi yaitu Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian, Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan
Undang-undang No.1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Dalam undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa:
• Transportasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah;
• Pembinaan dan penyelenggaraan transportasi antar/lintas provinsi atau
Negara dilakukan Pemerintah.

Di samping itu dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintah Daerah juga disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat.

Laporan Akhir Studi Kelembagaan BPTJ


4 Pendahuluan

Dengan dasar Undang-undang tersebut dan beranjak dari beberapa


permasalahan tersebut di atas maka pemerintah pusat wajib membentuk suatu
lembaga atau unit organisasi yang menyelenggarakan transportasi
Jabodetabek untuk dapat memberikan pelayanan transportasi umum yang
handal, aman, nyaman, selamat, dan terintegrasi dalam rangka menyelesaikan
permasalahan-permasalahan transportasi, khususnya permasalahan lintas
daerah dan lintas sektor.

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pertanyaan dasar bagi penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana kondisi pelayanan transportasi di wilayah Jabodetabek
pada beberapa tahun terakhir ini dan hingga sekarang?
2. Hal-hal apakah yang dominan terhadap kelancaran pelayanan
transportasi di wilayah Jabodetabek?
3. Masih relevankah kebijakan-kebijakan yang telah ada terhadap
kondisi transportasi di wilayah Jabodetabek?
4. Melihat kondisi transportasi di wilayah Jabodetabek sekarang, strategi
apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ada?

C. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud Kegiatan
Maksud dari diadakannya Studi Kelembagaan Badan Penyelenggaraan
Transportasi Jabodetabek (BPTJ) karena diperlukan suatu lembaga atau
organisasi yang mempunyai wewenang untuk koordinasi, sinkronisasi dan
fasilitasi dimana lembaga ini diharapkan mampu menjadi jembatan antar-
daerah dan antar Kementerian/Lembaga di wilayah Jabodetabek.

2. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari Studi Kelembagaan Badan Penyelenggaraan Trasportasi
Jabodetabek (BPTJ) adalah memberikan rekomendasi tentang lembaga
atau unit organisasi yang menyelenggarakan transportasi Jabodetabek
untuk dapat memberikan pelayanan transportasi umum yang handal, aman,

Laporan Akhir Studi Kelembagaan BPTJ


5 Pendahuluan

nyaman, selamat dan terintegerasi dalam rangka menyelesaikan


permasalahan – permasalahan transportasi, khususnya permasalahan lintas
daerah dan lintas sektor.

D. Ruang Lingkup
1. Inventaris studi yang terkait yang pernah dilakukan sebelumnya;
2. Inventaris kebijakan yang terkait dengan pelayanan transportasi di
Jabodetabek;
3. Identifikasi permasalahan yang kerap terjadi mengenai pelayanan
transportasi Jabodetabek;
4. Merumuskan hasil dan pembahasan pembentukan struktur organisasi
transportasi Jabodetabek;
5. Merekomendasikan konsep struktur organisasi transportasi Jabodetabek.

E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, studi ini bisa dijadikan
masukan untuk menyusun kebijakan mengenai pelayanan transportasi di
wilayah Jabodetabek;
2. Bagi Dinas Perhubungan setempat, studi ini memberikan informasi
mengenai BPTJ (Badan Penyelenggara Transportasi Jakarta) sehingga
diharapkan dapat membantu kinerja Dinas Perhubungan;
3. Bagi operator sarana dan prasarana, studi ini dapat dijadikan referensi
untuk menyikapi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan koordinasi
BPTJ nantinya.

Laporan Akhir Studi Kelembagaan BPTJ

Anda mungkin juga menyukai