terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.[1] Beberapa tipe
terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun
terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk
karang. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine).[2] Demikian halnya dengan
perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis pada
tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan
kematian massal mencapai 90-95%.[2] Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu
permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Manfaat
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah[3]:
sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan,
seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
1.penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta
Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang hermatipik
bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata
unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang
karang dan melaksanakan Fotosintesis.[6] Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen
dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan
karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk
keperluan hidup zooxanthellae[2]. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium
karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.[8] Ciri ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis atau spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik
yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat
Fototropik positif.[8] Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup
dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut.[8] Disamping
itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.[8].
Karang ahermatipik :Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan
kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.[10]
Terumbu (reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur,
seperti alga berkapur dan Mollusca.[10] Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur
dasar suatu ekosistem pesisir.[8] Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut
yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.[8]
Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3.[8] Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum
Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.[2] Dalam proses pembentukan terumbu
karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan
karang pembangun terumbu.[10] Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau
jutaan individu yang disebut polip.[8] Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri
atas banyak ruas.[8]
Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.[8] Karang terumbu berbeda dari karang
lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu
cadas atau batuan vulkanik.[8]
Terumbu karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3)
khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di
dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan
Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis
Plankton dan jenis-jenis nekton.[6]
Berdasarkan letak[1]
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling
sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu
karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya
bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut
lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan
adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.Contoh: Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi,
hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52
km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.
Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus.Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau),
Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai
pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,
dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan
berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.Contoh:
Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
Berdasarkan zonasi
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan
sisi yang menghadap arah datangnya angin.[1] Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang
menghadap ke arah laut lepas.[1] Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada
kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak.[1] Namun, pada
kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang
keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.[1]
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat
penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh
gelombang yang kuat.[1] Daerah ini disebut sebagai pematang alga.[1] Akhirnya zona windward
diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.[1]
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah
datangnya angin.[1] Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit
daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman
goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang
karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih
besar.[1]
1. FAKTOR DARI ALAM Bencana alam dan kejadian lainnya yang terjadi secara alamiah
dapat merusak terumbu karang. Di bawah ini tercantum hal-hal yang dapat merusak terumbu
karang yang terjadi secara alamiah, antara lain ialah:
3. Kenaikan suhu air laut dan kenaikan permukaan air laut pada tahap tertentu dapat mematikan
karang
4. Penyakit antara lain akibat infeksi oleh bakteri berakibat mematikan karang
a. Penangkapan Ikan Dan Biota Laut Lainnya Dengan Cara Yang Merusak
Contohnya menangkap ikan dan hasil laut lainnya dengan menggunakan bom dan racun
potasium sianida. Bom yang dilemparkan di terumbu karang akan menghancurkan koloni
karang dan biota laut lainnya di sekitar terumbu karang. Menuang racun di sekitar terumbu
karang untuk menangkap ikan hias juga akan mematikan karang dan biota laut lainnya. Terumbu
karang adalah rumah bagi tumbuhan dan hewan laut, termasuk ikan-ikan. Jika terumbu karang
hancur maka ikan-ikan akan sulit ditemukan.
Pengambilan karang untuk diperdagangkan akan sangat merusak terumbu karang. Jika karang
tidak ada maka terumbu karang tidak akan terbentuk. Pengambilan biota laut di terumbu karang,
seperti kima yang menempel pada koloni karang juga akan merusak terumbu karang. Oleh
karena ketika mengambil biota laut mereka menginjak-injak dan mencongkel karang.
Pengambilan biota laut secara berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan jaring-jaring
makanan di terumbu karang.
Contohnya jika kita banyak mengambil keong triton (Charonia tritonis), yakni sejenis keong laut
yang ukurannya besar, untuk cenderamata, maka akan terjadi gangguan. Keong laut ini
memakan Bulu Seribu, maka jika ia habis diambil, maka Bulu Seribu tidak mempunyai
pemangsa, maka jumlah Bulu Seribu menjadi banyak dan ini merugikan, karena Bulu Seribu
memangsa karang.
Sampah yang dibuang dari tepi pantai, ataupun dari tengah laut (dari atas kapal misalnya), akan
mencemari perairan laut, termasuk perairan di sekitar terumbu karang. Sampah plastik dapat
membunuh hewan-hewan laut, seperti Penyu Sisik, karena Penyu Sisik akan mengira sampah
plastik sebagai makanannya, yakni ubur-ubur, sehingga sampah itu ditelannya dan
mengakibatkan kematian.
Sampah juga akan mematikan karang, karena sampah menutupi dan menempel pada koloni
karang keras, sehingga zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di jaringan tubuh si
hewan karang) tidak dapat berfotosintesis, sehingga zooxanthellae dapat mati dan akhirnya si
hewan karang juga dapat mati. Selain itu sampah juga akan membuat lingkungan di sekitar laut
menjadi buruk dan kotor.
Kegiatan wisata baik itu berupa kegiatan jalan-jalan di pantai, berenang, snorkeling, ataupun
menyelam di terumbu karang, jika tidak dikelola dengan baik, dapat merusak terumbu karang.
Wisatawan akan membuang sampah tidak pada tempatnya. Mereka juga dapat menginjak-injak,
menyentuh, membunuh, ataupun dan mengambil karang dan biota laut lainnya.
Terumbu karang merupakan rumah bagi 25 % dari seluruh biota laut dan merupakan
ekosistem di dunia yang paling raph dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem
terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting.
Terumbu karang Indonesia menurut Tomasik, 1997 mempunyai luas kurang lebih
85.707 Km², yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km², barrier reefs 50.223 Km², oceanic
platform reefs 1.402 Km² , attols seluas 19.540 Km². Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat melalui berbagai cara. Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak
kelestarian sumberdaya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia beracun (potasium
sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia (Anonim, 2001).
Kondisi karang di Indonesia adalah 14 % dalam kondisi kritis, 46 % telah mengalami
kerusakan, 33 % kondisinya masih bagus dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat
bagus (Anonim, 1992). Dimana Kriteria baku kerusakan terumbu karang berdasarkan parameter
prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup adalah Buruk (0 – 24,9) %, (25 – 49,9) %,
(50 – 74,9) %, (75 – 100) % . (Anonim, 2001).
Bertambahnya berbagai aktifitas manusia yang berorientasi di daerah terumbu karang
akan menambah tekanan dan sebagai dampaknya adalah turunnya kualitas terumbu karang.
Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang paling berkepentingan
dalam pemanfaatannya, sebaliknya kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul
dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan
terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat
berguna bagi masyarakat pesisir.
D. PEMULIHAN
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta
memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan
adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak.
Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan
prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan
ikan, zona konservasi ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut,
disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di
laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona
konservasi yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan
pulih secara alami.
2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif,
seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan
ikan-ikan karang.
a. Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu
membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus
dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui tranplantasi
karang, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama
dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan
meningkatkan hewan pemangsa alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan
meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan
kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan
favorit.