Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Kodrat manusia yang terlahir sebagai makhluk sosial, saling terikat satu sama lain,
berinteraksi dan berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat yang majemuk. Manusia
memiliki kebutuhan, kemampuan dan kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan manusia yang lain, baik dalam bentuk kelompok kecil maupun besar yang
disebut zoon politicon (Aristoteles). Istilah tersebut berpendapat bahwa manusia
sebagai insan politik. Makna yang terkandung dalam insan politik bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu
organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas,seperti negara.
Kebutuhan berkomunikasi manusia salah satunya adalah untuk promosi adalah untuk
meningkatkan peranan manusia sebagai anggota masyarakat baik melalui hubungan
antar manusia dalam meningkatkan communication skillsnya dalam berbagai bentuk
kreativitas dan keahlian yang dimiliki sehingga keberadaannya diakui di dalam
lingkungannya.

Semakin tinggi peradaban manusia, maka akan berimbas pada semakin


berkembanganya komunikasi yang digunakannya. Komunikasi yang digunakan
manusia dimasa lalu salah satunya adalah dengan menggunakan kentongan untuk
memberikan informasi kepada orang lain. Alat komunikasi masa lalu masih sangat
sederhana komponennya, bahkan masih dianggap belum canggih dan kurang efektif
dalam melakukan berkomunikasi. Di era modernisasi seperti sekarang ini, komunikasi
manusia sudah sangat modern dengan berbagai inovasi baik cara maupun alat
komunikasipun terhitung sangat praktis digunakan dan lebih efektif dalam menjalankan
komunikasi antar sesama individu maupun antar kelompok.

Implikasi sejarah perkembangan komunikasi manusia yang terus berubah dari


waktu ke waktu yang kian pesat pertumbuhannya dewasa ini sebagai upaya manusia
dalam meningkatkan kualitas komunikasinya melahirkan menyebabkan perubahan
radikal dalam proses komunikasi sehingga sangat mempengaruhi perkembangan
pemikiran, tingkah laku, dan budaya manusia. Perkembangan media komunikasi
modern dewasa ini telah melahirkan apa yang dinamakan media komunikasi massa
atau media massa, yang memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling
2

berkomunikasi hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang
dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan.
Menurut Morissan1, perkembangan teknologi komunikasi massa tidak dapat
dipungkiri telah banyak membantu umat manusia untuk mengatasi berbagai hambatan
dalam berkomunikasi. Khalayak dapat mengetahui apa yang terjadi di seluruh dunia
jauh lebih cepat, bahkan sering kali khalayak lebih dahulu mengetahui apa yang terjadi
jauh di luar negeri daripada di dalam negeri. Komunikasi massa adalah proses dimana
organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).

Secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)


media2 adalah alat; sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film,
poster, dan spanduk; yang terletak di antara dua pihak (orang, golongan, dan
sebagainya); perantara; penghubung. Massa3 adalah jumlah yang banyak sekali;
sekumpulan orang yang banyak sekali. Masih menurut KBBI, media massa4 adalah
sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan
pesan kepada masyarakat luas.

Syarat utama terjadinya sebuah komunikasi adalah adanya interaksi antara para
komunikator. Selain menggunakan bahasa, gerak, isyarat, dan tanda, komunikasi juga
dapat dilakukan dengan media lainnya 5. Dalam era globalisasi sekarang ini, media
komunikasi memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan dunia. Komunikasi di
abad kontemporer ini dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, melintasi hambatan
ruang dan waktu. Hal ini menyiratkan betapa hebat dan besarnya pengaruh komunikasi
dalam kehidupan manusia.

Peran media massa dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat sangat


dipengaruhi tingkat perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat, metode atau
cara mengkomunikasikan informasipun mengalami perkembangan yang pesat pula.
Namun semua itu, mempunyai aksentuasi sama antara komunikator penyampai pesan,
ide, dan gagasan, kepada pihak lain (komunikan), hanya model atau style tiap-tiap
penyampai yang digunakannya berbeda-beda. Metode komunikasi dalam dunia
kontemporer saat ini merupakan pengembangan dari komunikasi verbal dan non-verbal

1 Morissan. Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi. (Jakarta: Kencana,
2008), hal. 13.
2 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/media
3 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/massa
4 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/media%20massa
5 Hafied Cangara, 2006, Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Pers, February 2010
3

meliputi banyak bidang, antara lain jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan,


pameran/eksposisi, propaganda, dan publikasi.

Menurut Effendy6 Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai
digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus
didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-
hari, istilah ini sering disebut media. Media massa merupakan salah satu alat dalam
proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang
lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan
terpencar. Media massa yang dapat digunakan bisa berupa media cetak seperti koran
dan majalah maupun media elektronik berupa radio dan TV.

Dengan media massa pula, masyarakat mampu turut serta memberikan


aspirasinya dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Keberadaan media massa sangat
mudah kita jumpai maupun kita peroleh. Kita tidak perlu susah untuk mencari sebuah
informasi dan berita. Media massa diyakini punya kekuatan yang maha dahsyat untuk
memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa menentukan
perkembangan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang.
Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan memengaruhi kehidupan di
masa kini dan masa datang.

Kalau boleh dibandingkan keberadaan media massa pada masa sebelum


reformasi baik pada orde lama maupun baru, media massa benar-benar harus mampu
berpikir dan bekerja keras agar terhindar dari represi politik, dengan cara memilih
sebagai pers yang berpihak kepada pemegang kekuasaan, atau memilih jalan tengah
dengan cara menggeser konsep penerbitan, yakni menjauhi isu-isu yang berbau politik
(hardnews) dengan memilih isu-isu netral (newsmaking). Pada masa sekarang para
pekerja media bebas dalam menyalurkan apa yang ada di benak dalam rangka
menjalankan fungsi media massa, akan halnya saat menyusun berita hasil peliputan,
tak perlu berpikir berat tentang fakta-fakta apa yang harus disembunyikan ataupun
diperhalus agar tidak mengundang “sang hantu” (penguasa) sebagaimana masa
sebelum reformasi7.

Berbicara orde baru maka lahirnya istilah quick qount di Indonesia adalah
dilatarbelakangi keingintahuan ketua sebuah Badan Komunitas Indonesia untuk
Demokrasi (KID) dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES) yaitu Rustam Ibrahim. LP3ES menerapkan metode hitung cepat secara
diam-diam di Indonesia pada Pemilu 1997 untuk melihat apakah ada kecurangan dalam
penghitungan suara. Hasilnya memang menunjukkan ada perbedaan angka yang

6 Onong Uchajana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek. Mandar Maju, 1993, Bandung, hal 2.
7 Erwin Kartinawati, Netralitas Media Massa Era Kini, Jurnal Komunitas, 2012-2013, Vol 2, No 2
4

signifikan antara quick count LP3ES dengan hasil PPI (Panitia Pemilihan Indonesia)
pada waktu itu8.
Di Indonesia LP3ES merupakan salah satu pionir lembaga yang sering
menyelenggarakan jajak pendapat serta hitung cepat serta lembaga yang pertama kali
memperkenalkan metode hitung cepat dalam Pemilu 2004. Pada saat itu,
mempublikasikan hasil quick count-nya yang hampir sesuai dengan hasil hitung KPU
dan mempunyai margin of error yang sangat kecil. Keahlian LP3ES melakukan quick
count karena pada era Orde Baru lembaga itu mengirimkan sejumlah stafnya untuk
belajar polling ke berbagai negara seperti Filipina, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Sejak masa Orde Baru, tutur Roestam, LP3ES sebenarnya sudah melaksanakan
polling atau survei. Hanya saja, pada masa itu tidak terlalu menyentuh isu politik,
karena pasti dilarang9.

Istilah quick count atau Parallel Vote Tabulation (PVTs) menurut Hamdi10
merupakan alat yang diadopsi dari The National Democratic Institute (NDI) yaitu alat
untuk mengetahui hasil pemilu secara cepat dengan mengambil sampel di tempat
pemungutan suara (TPS). Sedangkan hasil dari sebuah hasil hitung cepat menurut
Budiman11 bukan merupakan hasil resmi dalam sebuah kegiatan pemilu, hasil quick
count merupakan sebagai informasi sementara, bukan patokan hasil perolehan suara.
Quick count merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh lembaga survei. Masing-
masing lembaga memiliki teknik atau metode tertentu dalam menghitung perolehan
suara dengan metode yang digunakan tetap terukur.

Terlepas dari pandangan kebebasan media massa saat ini, yang muncul dalam
benak kita adalah sejauhmana tingkat kedewasaan, netralitas dan objektivitas suatu
media massa dalam menyajikan dan memberikan informasi atau pandangan sebuah
berita kepada masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan sudah
melek informasi seperti sekarang ini, netralitas suatu pemberitaan menjadi hal yang
urgen dan penting dikedepankan, mengingat bahwa masyarakat penerima informasi
memiliki persepsi sendiri dalam menerjemahkan pesan yang disampaikan oleh media

8 Sejarah Lahirnya Quick Count di Indonesia Sejak 2004 dalam


https://anekainfounik.net/2014/07/14/sejarah-lahirnya-quick-count-di-indonesia-sejak-2004/, diakses 14
Juli 2014
9 Ibid
10 Hamdi Muluk, Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia dalam
http://nasional.kompas.com/read/2014/07/11/06330421/Bagaimana.Cara.Kerja.Quick.Count, diakses 11/07/2014
11 Arief Budiman, Ketua Komisi Pemilihan Umum RI ( KPU) : "Quick Count" Hanya Informasi, Bukan Hasil Resmi,
dalam http://nasional.kompas.com/read/2017/04/19/15372701/kpu.quick.count.hanya.informasi.bukan.hasil.resmi ,
diakses 19 April 2017
5

massa. Sebuah penyampaian informasi selayaknya tidak condong pada kepentingan


dan intervensi pihak-pihak tertentu.

Dalam banyak kasus dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia yaitu


pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Kita refleksikan
contoh dalam pilkada DKI Jakarta tahun 2017, media massa telah menjadi bagian dari
pertarungan pilkada yang memecah masa pendukung Ahok dan Anies. Seolah-olah
media massa terbelah ke dalam dua kekuatan politik tersebut. Seperti yang
disampaikan oleh Dave12, Sebagai sebuah catatan renungan, politik tahun 2017
diwarnai dengan kontestasi pilkada DKI Jakarta yang begitu “keras” bukan hanya antar
kandidat dan pendukungnya, Anies vs Ahok, tetapi juga menguras energi bangsa
karena gaungnya yang begitu luas. Ada banyak faktor yang mendorong “panasnya”
pilkada DKI Jakarta, tetapi faktor yang paling terasa adalah keterlibatan media dalam
memanasi suhu politik. Media mempunyai andil begitu besar dalam mendesain pesan
politik melalui media framing sehingga terbentuk sentimen politik yang meluas.

Isu yang berkembang dalam perhelatan pilkada DKI tahun 2017 adalah
keberpihakan media massa. Panasnya politik DKI tak terlepas dari keberpihakan
media yang terbelah antara pendukung Anies vs Ahok. Keberpihakan ini terlihat dari
content media yang cenderung mengangkat kandidatnya dan menyudutkan lawan.
Juga terlihat dari porsi pemberitaan yang tidak imbang sehingga pertarungan politik
Anies vs Ahok bergeser menjadi pertempuran media 13.

Sadar atau tidak, tidak bisa dipungkiri media massa punya peranan ganda
sebagai “silent revolution” bagi kepentingan tertentu, mereka bekerja secara terstruktur
dan senyap, akan tetapi tanpa kita sadari pengaruhnya demikian besar dalam
mempengaruhi opini masyarakat. Keberpihakan media massa terhadap satu
kepentingan tidak bisa dipungkiri, hal tersebut bisa kita lihat pada kegiatan pemilu
Pilpres yang diselenggarakan tahun 2014 lalu. Nuansa kepentingan politik antara para
capres dan cawapres yang menjadi kandidat dalam Pilpres 2014 dengan para pemilik
stasiun TV sangat jelas terlihat. Berdasarkan temuan dipublikasi www.iklancapres.org,
bahwa kubu Prabowo-Hatta lebih banyak beriklan di MNC TV Group (MNCTV, RCTI,
dan Global TV) dan televisi milik Group Bakrie (ANTV dan TV One). Publik mengetahui

12 Dave Akbarshah Fikarno Laksono, Anggota Komisi Informasi DPR RI, Tahun Politik dan Netralitas
Media, dalam https://news.okezone.com/read/2017/12/27/337/1836515/tahun-politik-dan-netralitas-
media, diakses 27 Desember 2017
13 Ibid
6

bahwa pemilik modal media massa Group MNC dan Group Bakrie lebih condong ke
kubu Prabowo-Hatta. Sedangkan Surya Paloh melalui MetroTV-nya yang berkoalisi
dengan Indosiar dan SCTV cenderung berpihak kepada pasangan capres-cawapres
Jokowi-JK. Menjadi tanda tanya kita apabila pada saat semua pemilik media massa
sudah mengedepankan kepentingannya masing-masing, lalu kepada siapa masyarakat
akan mendapatkan berita yang berimbang yang netral dari kepentingan.

Temuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seperti yang dimuat dalam bbc.com 14
menyebutkan, sejumlah media televisi, khususnya televisi berita, cenderung memihak
kepada calon Presiden dari kubu Jokowi atau Prabowo, baik sisi pemberitaan atau
iklannya. Sejumlah stasiun televisi milik petinggi partai politik cenderung memihak
kepada kubu calon presiden Jokowi atau Prabowo, Hal ini didasarkan dari pemberitaan
dan penayangan iklan yang ditampilkan beberapa televisi selama menjelang pemilu
presiden saat ini. Tidak hanya pada durasi, tetapi juga frekuensi kemunculan capres
tersebut, bahkan sampai pada pemberitaannya. Pemberitaan dan penayangan iklan
yang tidak netral terkait pilpres, dapat masuk kategori pelanggaran etika penyiaran,
karena masyarakat yang dirugikan.

Menurut Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) 15, fenomena menonjol
dari pemilihan presiden 2014 ini adalah massifnya media massa yang digunakan lebih
kental nuansa dan kepentingan politiknya. Beberapa media secara terang-terangan

14 KPI soroti pemihakan televisi dalam pilpres, dalam


http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/05/140527_kpi_independensi_mediatv_pilpres,
diakses 27 Mei 2014
15 Lembaga Studi Pers & Pembangunan (LSPP), Policy Paper, Untuk Pencegahan Fenomena
Media Partisan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, 2015
7

menunjukkan dukungannya pada kandidat calon presiden, apakah itu pasangan


kandidat Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ataupun pasangan kandidat Joko Widodo-
Jusuf Kala. Fenomena ini sebagai “media partisan”, artinya media massa dalam
menyajikan isi media sudah terframing, diputar balikkan, dan mengarahkan para pemilik
media telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan media
sebagai alat politik mereka. Disamping itu, pemilik media juga bertindak tidak fair
dengan memanfaatkan media yang ia miliki untuk kepentingan kampanye politik dan
pembentukan citra positif, serta menyerang kandidat lainnya, sementara beberapa
kandidat politik lain tak memiliki akses yang sama pada media yang ada.

Setali tiga uang dengan media massa, keberadaan lembaga survai dengan quick
countnya tingkat netralitasnya masih dipertanyakan banyak kalangan. Menurut
Dirga16 menyatakan sejauh ini dari 12 lembaga (tahun 2014) yang melakanakan survei
hanya ada dua lembaga survey yang tidak rangkap menjadi lembaga konsultan politik
yaitu RRI dan Kompas. Sedangkan 10 lembaga survei lainnya, merangkap sebagai
konsultan politik capres-cawapres tertentu, bahkan ada yang menjadi tim sukses. Dari
12 lembaga survey yang merilis hasil quick count pilpres 2014, bisa dilihat margin of
error dan selisih suara kedua capres-cawapres. Lima lembaga survey yang tidak bisa
mengambil kesimpulan siapa pemenang pilpresnya karena selisih suara yang sangat
kecil dan masih dalam rentang margin of error. Kelima lembaga itu, papar Dirga, adalah
Populi, Puskaptis, JSI, JSN dan IRC. Empat lembaga survey memenangkan capres-
cawapres Prabowo-Hatta, dan satu lembaga survey memenangkan capres-cawapres
Jokowi-JK.

Dalam euforia demokratisasi keberadaan media massa maupun lembaga survei


menjadi sebuah keniscayaan untuk bisa hadir di hati masyarakat sebagai penyampai
pesan politik yang seimbang, menjadi jembatan dan memberikan informasi tentang
persepsi, harapan dan evaluasi publik terhadap kondisi dan perkembangan sosial-
politik, bahkan juga bagian dari pendidikan politik. Etika dan dan profesionalisme
sebagai lembaga survei akan masih di pertanyakan netralitasnya. Fungsi kelembagaan
KPI sebagai lembaga yang masih jauh dari harapan masyarakat Indonesia sebagai
lembaga yang mampu membina, mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera serta tidak

16 Dirga Ardiansa, Manajer Riset Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI : Hanya Dua Lembaga Survei yang
Netral dalam http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/07/11/n8jnep-puskapol-ui-hanya-dua-
lembaga-survei-yang-netral, diakses 11 Juli 2014
8

dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan kelompok-kelompok tertentu untuk tujuan


politik tertentu.

Dalam menghadapi tahun politik 2018 dan 2019, isu keberpihakan media kembali
menjadi sorotan. Sorotan ini terkait dengan kekhwatiran mendasar bahwa tahun politik
akan rawan dengan pertarungan kepentingan yang dapat menyeret media pada peran
yang tidak netral sehingga dapat menciptakan suasana politik yang kondusif. Apakah
kebebasan media di Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu?
Apakah independensi dan netralitas media, berkaca dari pengalaman pilkada DKI
Jakarta, masih terjamin di tahun politik?

3. Rumusan Masalah. Bagaimana Pengaruh Netralistas Media Massa dan


Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan
Pemilukada di Indonesia?

4. Batasan Masalah.

Penelitian ini dibatasi pada Pengaruh Netralistas Media Massa dan Lembaga
Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada di
Indonesia, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

a. Bab I Pendahuluan

Bab ini akan membahas mengenai permasalahan yang diangkat serta


spesifikasi permasalahan yang akan diteliti, batasan pembahasandan
sistematika penulisan serta bab penelitian.

b. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini bertujuan untuk memberikan kerangka pemikiran yang akan


digunakan sebagai alat analisa dalam menjawab pertanyaan penelitian, serta
menjelaskan penelitian terdahulu sebagai acuan sekaligus menggambarkan
perbedaan fokus penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
terdahulu.

c. Bab III Metode Penelitian

Bab ini memberikan gambaran tentang metode penelitian yang digunakan


sekaligus menjelaskan teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

d. Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab ini merupakan bab yang berisi analisa data dengan menggunakan teori
sebagai pisau analisa terhadap temuan lapangan.

e. Bab V Penutup
9

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini
juga akan menggambarkan kebijakan dalam mengatasi permasalahan dan
penanganan kejahatan lintas negara terutama di wilayah perbatasan laut
Indonesia.

5. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian Pengaruh Netralistas Media Massa dan Lembaga Survai
Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada di
Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Menganalisa bagaimana pengaruh Media Massa dan Lembaga Survai


terhadap opini masyarakat dalam pemilu dan pemilukada di Indonesia.

b. Menganalisa sejauhmana dampak yang signifikan yaitu opini yang dibangun


oleh media massa dan lembaga survai terhadap kedewasaan politik
masyarakat dalam pemilu dan pemilukada dengan melihat kondisi saat ini
dilapangan serta perspektif dimasa yang akan datang, sehingga diperoleh
gambaran nyata.

6. Manfaat Penelitian.

a. Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi


pengembangan ilmu pengetahuan terkait Pengaruh Netralistas Media Massa
dan Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu
dan Pemilukada di Indonesia dengan membandingkan pengetahuan secara
teoritis dengan keadaan di lapangan.

b. Manfaat Praktis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan melahirkan satu kebijakan yang
strategis bagi Kementerian Pertahanan khususnya dan Pemerintah
Indonesia secara umum dalam mengambil keputusan dikaitkan
pembangunan demokrasi secara umum kedepannya.
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

7. Landasan Teori.

Berdasarkan dengan judul penelitian penulis mengenai Pengaruh Netralistas


Media Massa dan Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan
Pemilu dan Pemilukada di Indonesia, maka diperlukan teori-teori yang relevan dengan
penelitian ini. Sedangkan untuk bahan acuan atau referensi, penulis mengquot dari
beberapa penelitian terdahulu yang penulis anggap ada kaitannya dengan judul
tersebut. Adapun teori dan penelitian yang relevan dengan judul tersebut antara lain :

a. Teori Persepsi Masyarakat.

1) Menurut Robbins.

Persepsi adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan


menginterpretasikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Persepsi juga dapat
diartikansebagai pandangan terhadap pelayanan yang telah diterima oleh
konsumen. Sangat memungkinkan bahwa persepsi konsumen tentang
pelayanan menjadi berbeda dari kenyataannya karena konsumen tidak
mengetahui semua fakta yang ada, atau telah salah dalam
menginterpretasikan fakta tersebut. Persepsi seringkali berbicara lebih kuat
daripada fakta, sehingga menimbulkan kesan bahwa persepsi konsumen
terlihat lebih bermanfaat daripada menunjukkan fakta yang belum tentu
dapat diterima oleh konsumen.

2) Menurut Schiffman & Kanuk

Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memilih,


mengorganisasikan, dan mengartikan masukan informasi yang diterima
menjadi suatu gambaran yang penuh arti dan saling terkait. Prsepsi tidak
hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada
11

pengalaman dan sikap dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua
perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan
belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari
pengalaman yang berbeda-beda akan membentuk suatu pandangan yang
berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan dalam perilaku
pembelian yang berbeda pula.

3) Menurut Setiadi

Persepsi seseorang dibentuk oleh tiga pengaruh: karakteristik dari


stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya, dan kondisi-kondisi di dalam
diri sendiri.

Stimuli adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang
dapat mempengaruhi tanggapan individu. Seseorang merasakan bentuk,
warna, sentuhan, aroma, suara dan rasa dari stimuli. Perilaku seseorang
kemudian dipengaruhi oleh persepsi-persepsi fisik ini. Para pemasar harus
menyadari bahwa manusia-manusia terbuka terhadap jumlah stimuli yang
sangat banyak. Karenaitu, seorang pemasar harus menyediakan sesuatu
yang khusus sebagai stimuli dengan tujuan mendapat perhatian konsumen.
Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena
itu persepsi memiliki sifat subyektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang
dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang
perlu diperhatikan bahwa persepsi secara subtansial bisa sangat berbeda
dengan realitas. Berikut gambar yang menjelaskan bagaimana stimuli
ditangkap melalui indera kemudian diproses oleh penerima stimulus
(persepsi). Berikut adalah gambar proses pembentukan persepsi.
12

Pengertian persepsi masyarakat dapat disimpulkan adalah tanggapan


atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling
bergaul berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara
dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat-
istiadat yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu identitas bersama yang
diperoleh melalui interpretasi data indera.

Menurut Robbins ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi


masyarakat, yaitu:

a) Pelaku persepsi, dimana seseorang memandang suatu objek dan


mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu
sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi
individu tersebut.

b) Objek atau Target, karakteristik dan target yang diamati dapat


mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target atau Objek tidak
dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target
dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti
kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang
salaing berdekatan atau yang mirip

c) Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau
peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar juga dapat
mempengaruhi persepsi kita.

b. Teori Masyarakat Majemuk.

Teori ini merujuk kepada konsep yang digunakan oleh J.S Sullivan dan
M.G. Smith yang meneliti tentang masyarakat di Asia Tenggara yang
merupakan wujud satu kesatuan bangsa, seperti orang-orang di Eropa, Cina,
India, dan berbagai masyarakat majemuk lainnya di seluruh dunia.
Masyarakat majemuk itu didefinisikan sebagai mereka yang berinteraksi,
bergaul tapi tidak bergabung secara langsung. Setiap komunitas masyarakat
ini mempunyai kepercayaan, adat istiadat, budaya dan bahasa masing-
masing. Mereka saling berinteraksi hanya di dalam kegiatan bisnis dan
perdagangan seperti pasar dan saat jual beli. Wujud masyarakat plural dari
berbagai komunitas adalah mereka hidup secara terpisah, akan tetapi
mereka berasing dalam kegiatan sosial politik dan ekonomi satu sama lain.

c. Teori Media Massa.

Masyarakat massa dalam teori budaya, suatu masyarakat terdiri dari


sejumlah besar orang yang sangat mudah dipengaruhi oleh media massa
dan birokrasi pemerintah. Teori masyarakat massa pertama kali muncul pada
13

akhir abad ke 19 dan menitikberatkan pada adanya hubungan timbal balik


antar institusi yang memegang kekuasaan dan intergrasi media terhadap
sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Isi media cenderung melayani
kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Media juga memiliki
kecenderungan untuk membantu publik bebas dalam menerima
keberadaannya sebagaimana adanya.
1) Menurut Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis. Berikut adalah
beberapa asumsi dasar teori masyarakat massa :

a) Media memiliki kekuatan memaksa dalam masyarakat yang dapat


menumbangkan norma-norma dan nilai-nilai hingga merusak
tatanan sosial. Untuk mengatasi bentuk ancaman ini media harus
berada di bawah kontrol elit.

b) Media secara langsung dapat mempengaruhi pikiran orang dan


mengubah pandangan mereka tentang dunia sosial.

c) Ketika pikiran orang diubah oleh media maka seluruh konsekuensi


buruk dilihat sebagai hasil yang tidak hanya membawa kehidupan
individu pada kehancuran namun juga menciptakan berbagai
permasalahan sosial dalam skala besar.

d) Rata-rata orang sangat rapuh atau tidak berdaya menghadapi


media karena dalam masyarakat massa mereka diisolasi dari
institusi sosial tradisional yang sebelumnya melindungi mereka
dari manipulasi media.

e) Kekacauan sosial yang diinisiasi oleh media kemungkinan akan


diatasi dengan pembentukan tatanan sosial totaliter.

f) Media massa mau tidak mau memperdebatkan bentuk budaya


yang lebih tinggi, yang menyebabkan penurunan peradaban
secara umum.

2) Teori Media Marxis

Karl Marx mengembangkan teorinya di akhir abad 19. Para ahli teori
Marxis yakin bahwa media didominasi oleh kelas penguasa yang merupakan
pemilik utama dari perusahaan media yang memberi mereka kontrol penuh
dan manipulasi isi media dan khalayak berdasarkan minat mereka sendiri.
Menurut pendekatan Marxis media merupakan bagian ideal dari berbagai
14

kelas sosial yang saling bersinggungan. Pendekatan Marxis dikenal sebagai


pendekatan instrumental yang membuat beberapa klaim yaitu para pemilik
media massa memiliki kendali langsung terhadap berbagai ide yang
dikomunikasikan melalui media massa.

Pendekatan Marxis memandang bahwa khalayak media massa


merupakan khalayak yang pasif. Karena itu, khalayak hanya menerima
apapun yang disajikan kepada mereka dan opini publik mudah menjadi
mudah dimanipulasi oleh media massa. Selain itu, pendekatan Marxis juga
memandang bahwa para kapitalis pemilik media massa secara intens
bertujuan untuk mempromosikan berbagai gagasan yang memberi
keuntungan massif kepada kelas sosial dimana mereka menjadi anggotanya.

3) Teori Herbert Schiller Politik-Ekonomi

Para ahli teori media politik ekonomi mempelajari kontrol elit terhadap
institusi ekonomi seperti bank dan pasar saham dan kemudian mencoba
untuk memperlihatkan bagaimana kontrol yang dilakukan berdampak
terhadap institusi sosial lainnya termasuk media massa. Para ahli teori media
politik-ekonomi dipengaruhi oleh gagasan Marxis sekaligus menjadi dasar
yang mendominasi unsur-unsur ideologi atau superstruktur.

Teori media politik-ekonomi menganalisa hubungan sosial antara


sistem media massa, tekonologi komunikasi, dan struktur ekonomi atau
sosial yang lebih sosial dimana ia berjalan. Teori ini menitikberatkan pada
pemahaman terhadap sejarah dan perkembangan penggunaan teknologi.
Teori ini dipengaruhi oleh pemikiran Marxis dan politik demokratik yang
mempertanyakan kekuatan dari dan di dalam komunikasi melawan realisasi
demokrasi.

4) Aliran Frankfurt (The Frankfurt School)

Pengaruh budaya massa dan kebangkitan masyarakat konsumen di


kelas pekerja yang menjadi instrumen revolusi dalam pandangan klasik
Marxis. Selain itu, Aliran Frankfurt juga menganalisis bagaimana industri
budaya dan masyarakat konsumen menstabilkan kapitalisme kontemporer.
Aliran Frankfurt menjadi yang pertama dalam memandang perluasan peran
media massa dan komunikasi dalam politik, sosialisasi dan kehidupan sosial,
budaya dan pembangunan subjektivitas.

5) Teori Antonio Gramsci (Hegemoni Media)


15

Istilah hegemoni untuk menggambarkan dominasi satu kelas sosial atas


orang lain. Hegemoni merujuk pada kepemimpinan moral, filosofis, dan
politik sebuah kelompok sosial yang tidak diperoleh secara paksa namun
dengan persetujuan aktif dari kelompok sosial lainnya melalui kontrol budaya
dan ideologi.

Kelompok sosial dominan memberikan dampaknya dan mendapatkan


legitimasinya melalui mekanisme sosial seperti pendidikan, agama, keluarga,
dan media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan hegemoni media
adalah dominasi berbagai aspek kehidupan serta pemikiran tertentu dengan
menembus budaya dan nilai dominan dalam kehidupan sosial. Hegemoni
media berfungsi sebagai pembentuk budaya, nilai, dan teknologi masyarakat
yang sangat penting.

e. Hasil penelitian terdahulu yang relevan.


1) Penelitian Aryanti tentang Netralitas Media Massa Sebagai
17
Implementasi Fungsi Edukasi Politik di Indonesia .

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa


pengaruh media massa yang besar dalam rangka menjalankan fungsi
edukasi politik yaitu memberikan informasi dalam rangka mendidik
masyarakat agar mampu menentukan pilhannya, keputusan politiknya,
hingga mampu meningkatkan partisipasi dalam rangka mengawal jalannya
pemerintahan, tercermin dari bagaimana media mampu membentuk
persepsi masyarakat yang berimbas pada perilaku politik tersebut. Oleh
karena itu netralitas media massa dituntut untuk mampu mencapai fungsi
tersebut sebagai salah satu perilaku media massa yang sesuai dengan
prinsip-prinsip indepensi, kebebasan, kebenaran dan keakuratan, serta
integritas dan dedikasi terhadap masyarakat.

2) Triandana tentang Netralitas Media Cetak Lokal Dalam Pemilihan


Gubernur Lampung Periode 2014-201918.

Berdasarkan hasil penelitian dari Triandana bahwa media cetak lokal


yaitu Radar Lampung dan Tribun Lampung dalam pemilihan Gubernur
Lampung periode 2014-2019 secara umum sudah netralitas terutama dilihat
dari prinsip keberimbangan, keadilan dan obyektivitas, akan tetapi dari
dilihat dari prinsip ketidakberpihakan, maka kedua media cetak lokal
tersebut cenderung memihak salah satu bakal calon karena sudah terikat

17 Aprilia Dwi Aryanti & Happy Luh Desitiya Rusitawati : Netralitas Media Massa Sebagai
Implementasi Fungsi Edukasi Politik di Indonesia, Universitas Sebelas Maret
18 Mirzan Triandana : Netralitas Media Cetak Lokal Dalam Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-
2019, Universitas Lampung, 2016
16

kerjasama kampanye antara bakal calon dengan pihak redaksi. Kurang


terpenuhinya salah satu unsur dalam netralitas media cetak lokal dalam
pemilihan Gubernur Lampung periode 2014-2019 mengindikasikan bahwa
media cetak lokal yaitu Radar Lampung dan Tribun Lampung tidak
independen dan tidak netral.

3) Hidayatulloh tentang Netralitas Media Massa Menjelas Pemilukada


Kota Serang 201319.

Pemberitaan Harian umum Radar Banten dan Kabar Banten menjelang


Pemilukada Kota Serang pada tahun 2013 dianggap oleh peneliti tidak
netral, hal tersebut terlihat dari kecenderungan pemberitakan yang diberikan
kepada masyratakat Serang lebih banyak muatan iklannya yaitu dengan
lebih sering memunculkan salah satu kandidiat walikota Serang incumbant
daripada nilai suatu beritanya.

4) Kartinawati tentang Netralitas Media Massa Era Kini 20.

Apa yang terjadi pada media kita saat ini mungkin hanya bisa
menjadi semacam rasan-rasan atau perbincangan di tingkatan kalangan
bawah. Sebab bagaimanapun sebenarnya ada lembaga milik pemerintah
yang bertugas mengawasi dan menyoroti perilaku media khususnya
penyiaran. Namun sejauh ini isi media masih belum banyak berubah.
Masih terdapat kecenderungan atau keperpihakan media terhadap suatu hal
yang dapat dilihat dari bagaimana mereka mengemas suatu berita (framing).
sebagai masyarakat kita berharap bahwa kondisi pers kita benar-benar
akan mampu menjadi pers yang sehat yang ditunjukkan dengan kebebasan
bersuara, dan isi media yang memang bersih, tidak berpihak selain demi
kepentingan masyarakat yang lebih besar. Hal ini sangat penting tidak
hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi media selaku pendidik dan
penyampai informasi. Tidak hanya mampu memberikan isi yang mampu
mendidik ke masyarakat namun juga internal pekerja media.

Kondisi media yang penuh dengn tekanan ekonomi dan politik yang
terus menerus dan ditunjukkan secara terang terangan melalui isi media,
akan memberikan pendidikan yang buruk utamanya bagi para pekerja

19 Rohmat Hidayatulloh, Netralitas Media Massa Menjelas Pemilukada Kota Serang 2013 : Studi
Komparasi Koran Radar Banten dan Kabar Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2013
20 Erwin Kartinawati, Netralitas Media Massa Era Kini, Universitas Sahid Surakarta, 2013
17

media baru atau yang belum memiliki dasar kuat tentang etika dan
idealisme dalam pemberitaan. Parahnya hal ini mungkin juga akan dicontoh
oleh para pelaku bisnis media di tataran lokal yang tidak berangkat dari
pemahaman akan esensi suatu pemberitaan atau fungsi media namun
berangkat dari dasar murni bisnis, murni mengejar keuntungan.

Beberapa tahun belakangan ini sudah diterapkan suatu aturan dimana


semua wartawan atau pekerja media harus lulus standar kompetensi demi
menjaga tanggung jawab mereka sebagai jurnalis. Menurut penulis ini
adalah hal yang sangat baik. Namun tidakkah standar kompetensi ini pada
akhirnya hanya akan tidak ada makna berarti jika tidak diimbangi dengan
kompetensi-nya (baca : pemahaman dan kesadaran) para pemilik modal
atau pihak manajemen, setidaknya untuk satu kata dan satu haluan untuk
benar-benar menegakkan tujuan utama jurnalisme. Bukan semata demi
keuntungan namun tanggung jawab yang lebih mulia yakni untuk
masyarakat.

5) Lembaga Studi Pers & Pembangunan (LSPP)21.

Fenomena ini menurut Heychael menggambarkan bahwa media


terjebak dalam menggambarkan agenda kepentingan politik elit semata,
ketimbang memberikan kesempatan agenda masyarakat dibahas secara
lebih komprehensif dalam tayangan media tersebut. Di luar kepentingan
masyarakat yang tidak terbahas secara komprehensif, kepentingan
masyarakat pun dikorbankan karena masyarakat tidak mempunyai
gambaran yang komprehensif terhadap dua kandidat bertarung, sehingga
kemudian masyarakat akan bisa memutuskan pilihan politiknya atas dasar
informasi yang memadai.

21 Lembaga Studi Pers & Pembangunan (LSPP), Policy Paper, Untuk Pencegahan Fenomena
Media Partisan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, 2015
18

7. Kerangka Pemikiran.

MEDIA MASSA/
QUICK COUNT

BERITA/INFORMASI

KUALITAS OBJEKTIVITAS PERSEPSI


PEMBERITAAN MASYATAKAT
NETRALITAS

DAMPAK

8. Hipotesis.

Hipotesis adalah salah suatu pernyataan tentang hubungan antara dua variabel
atau lebih yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian maka hipotesis bukanlah
pernyataan tentang pendapat, penilaian (value judgment), atau pernyataan yang
normatif, bukan pula kebijaksanaan (wishful thinking). Hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
19

BAB III

METODE PENELITIAN

9. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif yaitu
dengan mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi pada sekelompok manusia, atau
suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diteliti serta
sudah sejauh mana penanganan yang sudah dilakukan. Penelitian kualitatif bertujuan
memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia
yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau
kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

Metode penelitian kualitatif merupakan suatu metode berguna dalam fokus,


melibatkan suatu pendekatan interptetatif dan wajar terhadap setiap pokok
permasalahanya. Penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami berupa memahai
dan memberi tafsiran terhadap fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-
orang kepadanya. Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan
berbagai baan empiris seperti stui kasus, pengalaman peribadi, instropeksi, riwayat
hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual.

Sedangkan metode penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong berdasarkan


pada pondasi penelitian, paradigma penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap
penelitian, teknik penelitian, kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis dan
penafsiran data.22

10. Unit Analisis.

Unit analisis adalah unit yang diteliti dan akan dijelaskan serta merupakan satuan
tertentu yang diperhitungkan sebagai obyek penelitian yang selanjutkan dijadikan
sebagai variabel acuan dalam penelitian ini. Unit analisis tersebut adalah:

TNI e. KPI

b. POLRI f. KPU/KPUD

c. Pemda g. Media Massa

d. LIPI j. Lembaga Survai

22 Lexy J. Moleong, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Rosda ISBN: 979-514-051-5
20

11. Waktu Penelitian.

Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2018 sampai dengan


Desember 2018 dengan mengambil lokasi penelitian di Pontianak, Bandung dan
Jabodetabek dengan alasan sebagai berikut :

a. Pontianak adalah Ibokota Provinsi Kalimantan Barat dengan jumlah etnis


Cina terbanyak ke dua setelah DKI Jakarta.

b. Bandung adalah ibukota Provinsi Jawa Barat jumlah etnis Cina terbanyak ke
empat setelah Medan

c. Jakarta adalah ibukota Indonesia dengan jumlah terbanyak pertama etnis


Cina.

12. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya dan
relevan masalah yang diteliti, tim peneliti membagi kedalam dua jenis data yang di
kumpulkan yaitu:

a. Data Primer yaitu data yang didapat dari hasil wawancara serta pengisian
kuisioner untuk mendalami permasalahan Pengaruh Netralistas Media
Massa dan Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan
Pemilu dan Pemilukada di Indonesia.
b. Data Sekunder yaitu data yang didapat dari hasil bergai literature baik itu
berupa referensi Buku, Jurnal Ilmiah, Tabloid maupun artikel baik cetak
maupun elektronik.

13. Instrument Pengumpulan Data.

a. Wawancara. Merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk


mencapai tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab responden
atau pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.

b. Observasi. Merupakan pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan


langsung pada objek penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan.
Dalam hal ini, peneliti mengamati secara langsung keadaan lokasi penelitian.
21

c. Kuesioner. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyebarkan


daftar pertanyaan kepada responden yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.

d. Studi Pustaka. Studi pustaka yaitu pengumpulan data atau informasi dengan
menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan
bertujuan untuk menemukan teori, konsep, dan variabel lain yang dapat
mendukung penelitian. Di dalam metode studi pustaka ini, peneliti mencari
data melalui referensi-referensi, jurnal dan artikel di internet.

14. Teknik Pengolahan Data

Dalam tahap ini, dilakukan proses strukturisasi masalah (problem structuring)


dan tahap awal perancangan causal loop diagram (CLD). Pada intinya, proses ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran dan data-data yang diperlukan. Di dalam
proses ini, tahap-tahap yang dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Melakukan identifikasi terhadap permasalahan dan kondisi yang ada dengan


Mempelajari informasi dan perilaku yang berlaku umum pada Pengaruh
Netralistas Media Massa dan Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat
Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada di Indonesia.

b. Menentukan variabel-variabel dan parameter-parameter yang berperan


penting dalam melihat Pengaruh Netralistas Media Massa dan Lembaga
Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada
di Indonesia.

c. Melakukan pengumpulan data-data yang relevan dan detail berdasarkan


variabel dan parameter yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai