PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Kodrat manusia yang terlahir sebagai makhluk sosial, saling terikat satu sama lain,
berinteraksi dan berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat yang majemuk. Manusia
memiliki kebutuhan, kemampuan dan kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan manusia yang lain, baik dalam bentuk kelompok kecil maupun besar yang
disebut zoon politicon (Aristoteles). Istilah tersebut berpendapat bahwa manusia
sebagai insan politik. Makna yang terkandung dalam insan politik bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu
organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas,seperti negara.
Kebutuhan berkomunikasi manusia salah satunya adalah untuk promosi adalah untuk
meningkatkan peranan manusia sebagai anggota masyarakat baik melalui hubungan
antar manusia dalam meningkatkan communication skillsnya dalam berbagai bentuk
kreativitas dan keahlian yang dimiliki sehingga keberadaannya diakui di dalam
lingkungannya.
berkomunikasi hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang
dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan.
Menurut Morissan1, perkembangan teknologi komunikasi massa tidak dapat
dipungkiri telah banyak membantu umat manusia untuk mengatasi berbagai hambatan
dalam berkomunikasi. Khalayak dapat mengetahui apa yang terjadi di seluruh dunia
jauh lebih cepat, bahkan sering kali khalayak lebih dahulu mengetahui apa yang terjadi
jauh di luar negeri daripada di dalam negeri. Komunikasi massa adalah proses dimana
organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Syarat utama terjadinya sebuah komunikasi adalah adanya interaksi antara para
komunikator. Selain menggunakan bahasa, gerak, isyarat, dan tanda, komunikasi juga
dapat dilakukan dengan media lainnya 5. Dalam era globalisasi sekarang ini, media
komunikasi memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan dunia. Komunikasi di
abad kontemporer ini dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, melintasi hambatan
ruang dan waktu. Hal ini menyiratkan betapa hebat dan besarnya pengaruh komunikasi
dalam kehidupan manusia.
1 Morissan. Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi. (Jakarta: Kencana,
2008), hal. 13.
2 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/media
3 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/massa
4 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/media%20massa
5 Hafied Cangara, 2006, Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Pers, February 2010
3
Menurut Effendy6 Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai
digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus
didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-
hari, istilah ini sering disebut media. Media massa merupakan salah satu alat dalam
proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang
lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan
terpencar. Media massa yang dapat digunakan bisa berupa media cetak seperti koran
dan majalah maupun media elektronik berupa radio dan TV.
Berbicara orde baru maka lahirnya istilah quick qount di Indonesia adalah
dilatarbelakangi keingintahuan ketua sebuah Badan Komunitas Indonesia untuk
Demokrasi (KID) dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES) yaitu Rustam Ibrahim. LP3ES menerapkan metode hitung cepat secara
diam-diam di Indonesia pada Pemilu 1997 untuk melihat apakah ada kecurangan dalam
penghitungan suara. Hasilnya memang menunjukkan ada perbedaan angka yang
6 Onong Uchajana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek. Mandar Maju, 1993, Bandung, hal 2.
7 Erwin Kartinawati, Netralitas Media Massa Era Kini, Jurnal Komunitas, 2012-2013, Vol 2, No 2
4
signifikan antara quick count LP3ES dengan hasil PPI (Panitia Pemilihan Indonesia)
pada waktu itu8.
Di Indonesia LP3ES merupakan salah satu pionir lembaga yang sering
menyelenggarakan jajak pendapat serta hitung cepat serta lembaga yang pertama kali
memperkenalkan metode hitung cepat dalam Pemilu 2004. Pada saat itu,
mempublikasikan hasil quick count-nya yang hampir sesuai dengan hasil hitung KPU
dan mempunyai margin of error yang sangat kecil. Keahlian LP3ES melakukan quick
count karena pada era Orde Baru lembaga itu mengirimkan sejumlah stafnya untuk
belajar polling ke berbagai negara seperti Filipina, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Sejak masa Orde Baru, tutur Roestam, LP3ES sebenarnya sudah melaksanakan
polling atau survei. Hanya saja, pada masa itu tidak terlalu menyentuh isu politik,
karena pasti dilarang9.
Istilah quick count atau Parallel Vote Tabulation (PVTs) menurut Hamdi10
merupakan alat yang diadopsi dari The National Democratic Institute (NDI) yaitu alat
untuk mengetahui hasil pemilu secara cepat dengan mengambil sampel di tempat
pemungutan suara (TPS). Sedangkan hasil dari sebuah hasil hitung cepat menurut
Budiman11 bukan merupakan hasil resmi dalam sebuah kegiatan pemilu, hasil quick
count merupakan sebagai informasi sementara, bukan patokan hasil perolehan suara.
Quick count merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh lembaga survei. Masing-
masing lembaga memiliki teknik atau metode tertentu dalam menghitung perolehan
suara dengan metode yang digunakan tetap terukur.
Terlepas dari pandangan kebebasan media massa saat ini, yang muncul dalam
benak kita adalah sejauhmana tingkat kedewasaan, netralitas dan objektivitas suatu
media massa dalam menyajikan dan memberikan informasi atau pandangan sebuah
berita kepada masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan sudah
melek informasi seperti sekarang ini, netralitas suatu pemberitaan menjadi hal yang
urgen dan penting dikedepankan, mengingat bahwa masyarakat penerima informasi
memiliki persepsi sendiri dalam menerjemahkan pesan yang disampaikan oleh media
Isu yang berkembang dalam perhelatan pilkada DKI tahun 2017 adalah
keberpihakan media massa. Panasnya politik DKI tak terlepas dari keberpihakan
media yang terbelah antara pendukung Anies vs Ahok. Keberpihakan ini terlihat dari
content media yang cenderung mengangkat kandidatnya dan menyudutkan lawan.
Juga terlihat dari porsi pemberitaan yang tidak imbang sehingga pertarungan politik
Anies vs Ahok bergeser menjadi pertempuran media 13.
Sadar atau tidak, tidak bisa dipungkiri media massa punya peranan ganda
sebagai “silent revolution” bagi kepentingan tertentu, mereka bekerja secara terstruktur
dan senyap, akan tetapi tanpa kita sadari pengaruhnya demikian besar dalam
mempengaruhi opini masyarakat. Keberpihakan media massa terhadap satu
kepentingan tidak bisa dipungkiri, hal tersebut bisa kita lihat pada kegiatan pemilu
Pilpres yang diselenggarakan tahun 2014 lalu. Nuansa kepentingan politik antara para
capres dan cawapres yang menjadi kandidat dalam Pilpres 2014 dengan para pemilik
stasiun TV sangat jelas terlihat. Berdasarkan temuan dipublikasi www.iklancapres.org,
bahwa kubu Prabowo-Hatta lebih banyak beriklan di MNC TV Group (MNCTV, RCTI,
dan Global TV) dan televisi milik Group Bakrie (ANTV dan TV One). Publik mengetahui
12 Dave Akbarshah Fikarno Laksono, Anggota Komisi Informasi DPR RI, Tahun Politik dan Netralitas
Media, dalam https://news.okezone.com/read/2017/12/27/337/1836515/tahun-politik-dan-netralitas-
media, diakses 27 Desember 2017
13 Ibid
6
bahwa pemilik modal media massa Group MNC dan Group Bakrie lebih condong ke
kubu Prabowo-Hatta. Sedangkan Surya Paloh melalui MetroTV-nya yang berkoalisi
dengan Indosiar dan SCTV cenderung berpihak kepada pasangan capres-cawapres
Jokowi-JK. Menjadi tanda tanya kita apabila pada saat semua pemilik media massa
sudah mengedepankan kepentingannya masing-masing, lalu kepada siapa masyarakat
akan mendapatkan berita yang berimbang yang netral dari kepentingan.
Temuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seperti yang dimuat dalam bbc.com 14
menyebutkan, sejumlah media televisi, khususnya televisi berita, cenderung memihak
kepada calon Presiden dari kubu Jokowi atau Prabowo, baik sisi pemberitaan atau
iklannya. Sejumlah stasiun televisi milik petinggi partai politik cenderung memihak
kepada kubu calon presiden Jokowi atau Prabowo, Hal ini didasarkan dari pemberitaan
dan penayangan iklan yang ditampilkan beberapa televisi selama menjelang pemilu
presiden saat ini. Tidak hanya pada durasi, tetapi juga frekuensi kemunculan capres
tersebut, bahkan sampai pada pemberitaannya. Pemberitaan dan penayangan iklan
yang tidak netral terkait pilpres, dapat masuk kategori pelanggaran etika penyiaran,
karena masyarakat yang dirugikan.
Menurut Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) 15, fenomena menonjol
dari pemilihan presiden 2014 ini adalah massifnya media massa yang digunakan lebih
kental nuansa dan kepentingan politiknya. Beberapa media secara terang-terangan
Setali tiga uang dengan media massa, keberadaan lembaga survai dengan quick
countnya tingkat netralitasnya masih dipertanyakan banyak kalangan. Menurut
Dirga16 menyatakan sejauh ini dari 12 lembaga (tahun 2014) yang melakanakan survei
hanya ada dua lembaga survey yang tidak rangkap menjadi lembaga konsultan politik
yaitu RRI dan Kompas. Sedangkan 10 lembaga survei lainnya, merangkap sebagai
konsultan politik capres-cawapres tertentu, bahkan ada yang menjadi tim sukses. Dari
12 lembaga survey yang merilis hasil quick count pilpres 2014, bisa dilihat margin of
error dan selisih suara kedua capres-cawapres. Lima lembaga survey yang tidak bisa
mengambil kesimpulan siapa pemenang pilpresnya karena selisih suara yang sangat
kecil dan masih dalam rentang margin of error. Kelima lembaga itu, papar Dirga, adalah
Populi, Puskaptis, JSI, JSN dan IRC. Empat lembaga survey memenangkan capres-
cawapres Prabowo-Hatta, dan satu lembaga survey memenangkan capres-cawapres
Jokowi-JK.
16 Dirga Ardiansa, Manajer Riset Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI : Hanya Dua Lembaga Survei yang
Netral dalam http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/07/11/n8jnep-puskapol-ui-hanya-dua-
lembaga-survei-yang-netral, diakses 11 Juli 2014
8
Dalam menghadapi tahun politik 2018 dan 2019, isu keberpihakan media kembali
menjadi sorotan. Sorotan ini terkait dengan kekhwatiran mendasar bahwa tahun politik
akan rawan dengan pertarungan kepentingan yang dapat menyeret media pada peran
yang tidak netral sehingga dapat menciptakan suasana politik yang kondusif. Apakah
kebebasan media di Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu?
Apakah independensi dan netralitas media, berkaca dari pengalaman pilkada DKI
Jakarta, masih terjamin di tahun politik?
4. Batasan Masalah.
Penelitian ini dibatasi pada Pengaruh Netralistas Media Massa dan Lembaga
Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada di
Indonesia, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
a. Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan bab yang berisi analisa data dengan menggunakan teori
sebagai pisau analisa terhadap temuan lapangan.
e. Bab V Penutup
9
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini
juga akan menggambarkan kebijakan dalam mengatasi permasalahan dan
penanganan kejahatan lintas negara terutama di wilayah perbatasan laut
Indonesia.
5. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian Pengaruh Netralistas Media Massa dan Lembaga Survai
Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan Pemilu dan Pemilukada di
Indonesia adalah sebagai berikut:
6. Manfaat Penelitian.
a. Manfaat Teoritis.
b. Manfaat Praktis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan melahirkan satu kebijakan yang
strategis bagi Kementerian Pertahanan khususnya dan Pemerintah
Indonesia secara umum dalam mengambil keputusan dikaitkan
pembangunan demokrasi secara umum kedepannya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7. Landasan Teori.
1) Menurut Robbins.
pengalaman dan sikap dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua
perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan
belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari
pengalaman yang berbeda-beda akan membentuk suatu pandangan yang
berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan dalam perilaku
pembelian yang berbeda pula.
3) Menurut Setiadi
Stimuli adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang
dapat mempengaruhi tanggapan individu. Seseorang merasakan bentuk,
warna, sentuhan, aroma, suara dan rasa dari stimuli. Perilaku seseorang
kemudian dipengaruhi oleh persepsi-persepsi fisik ini. Para pemasar harus
menyadari bahwa manusia-manusia terbuka terhadap jumlah stimuli yang
sangat banyak. Karenaitu, seorang pemasar harus menyediakan sesuatu
yang khusus sebagai stimuli dengan tujuan mendapat perhatian konsumen.
Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena
itu persepsi memiliki sifat subyektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang
dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang
perlu diperhatikan bahwa persepsi secara subtansial bisa sangat berbeda
dengan realitas. Berikut gambar yang menjelaskan bagaimana stimuli
ditangkap melalui indera kemudian diproses oleh penerima stimulus
(persepsi). Berikut adalah gambar proses pembentukan persepsi.
12
c) Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau
peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar juga dapat
mempengaruhi persepsi kita.
Teori ini merujuk kepada konsep yang digunakan oleh J.S Sullivan dan
M.G. Smith yang meneliti tentang masyarakat di Asia Tenggara yang
merupakan wujud satu kesatuan bangsa, seperti orang-orang di Eropa, Cina,
India, dan berbagai masyarakat majemuk lainnya di seluruh dunia.
Masyarakat majemuk itu didefinisikan sebagai mereka yang berinteraksi,
bergaul tapi tidak bergabung secara langsung. Setiap komunitas masyarakat
ini mempunyai kepercayaan, adat istiadat, budaya dan bahasa masing-
masing. Mereka saling berinteraksi hanya di dalam kegiatan bisnis dan
perdagangan seperti pasar dan saat jual beli. Wujud masyarakat plural dari
berbagai komunitas adalah mereka hidup secara terpisah, akan tetapi
mereka berasing dalam kegiatan sosial politik dan ekonomi satu sama lain.
Karl Marx mengembangkan teorinya di akhir abad 19. Para ahli teori
Marxis yakin bahwa media didominasi oleh kelas penguasa yang merupakan
pemilik utama dari perusahaan media yang memberi mereka kontrol penuh
dan manipulasi isi media dan khalayak berdasarkan minat mereka sendiri.
Menurut pendekatan Marxis media merupakan bagian ideal dari berbagai
14
Para ahli teori media politik ekonomi mempelajari kontrol elit terhadap
institusi ekonomi seperti bank dan pasar saham dan kemudian mencoba
untuk memperlihatkan bagaimana kontrol yang dilakukan berdampak
terhadap institusi sosial lainnya termasuk media massa. Para ahli teori media
politik-ekonomi dipengaruhi oleh gagasan Marxis sekaligus menjadi dasar
yang mendominasi unsur-unsur ideologi atau superstruktur.
17 Aprilia Dwi Aryanti & Happy Luh Desitiya Rusitawati : Netralitas Media Massa Sebagai
Implementasi Fungsi Edukasi Politik di Indonesia, Universitas Sebelas Maret
18 Mirzan Triandana : Netralitas Media Cetak Lokal Dalam Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-
2019, Universitas Lampung, 2016
16
Apa yang terjadi pada media kita saat ini mungkin hanya bisa
menjadi semacam rasan-rasan atau perbincangan di tingkatan kalangan
bawah. Sebab bagaimanapun sebenarnya ada lembaga milik pemerintah
yang bertugas mengawasi dan menyoroti perilaku media khususnya
penyiaran. Namun sejauh ini isi media masih belum banyak berubah.
Masih terdapat kecenderungan atau keperpihakan media terhadap suatu hal
yang dapat dilihat dari bagaimana mereka mengemas suatu berita (framing).
sebagai masyarakat kita berharap bahwa kondisi pers kita benar-benar
akan mampu menjadi pers yang sehat yang ditunjukkan dengan kebebasan
bersuara, dan isi media yang memang bersih, tidak berpihak selain demi
kepentingan masyarakat yang lebih besar. Hal ini sangat penting tidak
hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi media selaku pendidik dan
penyampai informasi. Tidak hanya mampu memberikan isi yang mampu
mendidik ke masyarakat namun juga internal pekerja media.
Kondisi media yang penuh dengn tekanan ekonomi dan politik yang
terus menerus dan ditunjukkan secara terang terangan melalui isi media,
akan memberikan pendidikan yang buruk utamanya bagi para pekerja
19 Rohmat Hidayatulloh, Netralitas Media Massa Menjelas Pemilukada Kota Serang 2013 : Studi
Komparasi Koran Radar Banten dan Kabar Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2013
20 Erwin Kartinawati, Netralitas Media Massa Era Kini, Universitas Sahid Surakarta, 2013
17
media baru atau yang belum memiliki dasar kuat tentang etika dan
idealisme dalam pemberitaan. Parahnya hal ini mungkin juga akan dicontoh
oleh para pelaku bisnis media di tataran lokal yang tidak berangkat dari
pemahaman akan esensi suatu pemberitaan atau fungsi media namun
berangkat dari dasar murni bisnis, murni mengejar keuntungan.
21 Lembaga Studi Pers & Pembangunan (LSPP), Policy Paper, Untuk Pencegahan Fenomena
Media Partisan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, 2015
18
7. Kerangka Pemikiran.
MEDIA MASSA/
QUICK COUNT
BERITA/INFORMASI
DAMPAK
8. Hipotesis.
Hipotesis adalah salah suatu pernyataan tentang hubungan antara dua variabel
atau lebih yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian maka hipotesis bukanlah
pernyataan tentang pendapat, penilaian (value judgment), atau pernyataan yang
normatif, bukan pula kebijaksanaan (wishful thinking). Hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
19
BAB III
METODE PENELITIAN
9. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif yaitu
dengan mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi pada sekelompok manusia, atau
suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diteliti serta
sudah sejauh mana penanganan yang sudah dilakukan. Penelitian kualitatif bertujuan
memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia
yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau
kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.
Unit analisis adalah unit yang diteliti dan akan dijelaskan serta merupakan satuan
tertentu yang diperhitungkan sebagai obyek penelitian yang selanjutkan dijadikan
sebagai variabel acuan dalam penelitian ini. Unit analisis tersebut adalah:
TNI e. KPI
b. POLRI f. KPU/KPUD
22 Lexy J. Moleong, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Rosda ISBN: 979-514-051-5
20
b. Bandung adalah ibukota Provinsi Jawa Barat jumlah etnis Cina terbanyak ke
empat setelah Medan
Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya dan
relevan masalah yang diteliti, tim peneliti membagi kedalam dua jenis data yang di
kumpulkan yaitu:
a. Data Primer yaitu data yang didapat dari hasil wawancara serta pengisian
kuisioner untuk mendalami permasalahan Pengaruh Netralistas Media
Massa dan Lembaga Survai Terhadap Opini Masyarakat Dalam Pelaksaan
Pemilu dan Pemilukada di Indonesia.
b. Data Sekunder yaitu data yang didapat dari hasil bergai literature baik itu
berupa referensi Buku, Jurnal Ilmiah, Tabloid maupun artikel baik cetak
maupun elektronik.
d. Studi Pustaka. Studi pustaka yaitu pengumpulan data atau informasi dengan
menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan
bertujuan untuk menemukan teori, konsep, dan variabel lain yang dapat
mendukung penelitian. Di dalam metode studi pustaka ini, peneliti mencari
data melalui referensi-referensi, jurnal dan artikel di internet.